Anda di halaman 1dari 10

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

GAMBARAN PERLEKATAN BAKTERI Staphylococcus aureus PADA BERBAGAI BENANG


BEDAH (STUDI KASUS PADA TIKUS WISTAR)

REPRESENTATION OF Staphylococcus aureus ADHERENCE ON VARIOUS SURGICAL


SUTURES (CASE STUDY IN WISTAR RAT)

Teuku Ahmad Arbi, Putri Rahmi Noviyandri, Novita Vindy Valentina

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala


Correspondence email to: arbi1975@gmail.com

Abstrak
Benang bedah memiliki peran yang penting dalam intervensi bedah yaitu untuk menyatukan tepi–tepi
luka, meningkatkan penyembuhan luka, dan memberikan kontrol perdarahan. Walaupun begitu,
keberadaan benang bedah dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pada luka. Infeksi ini
terjadi akibat kontaminasi dari mikroorganisme yang berinteraksi dengan benda asing pada luka
seperti benang bedah. Infeksi pada luka atau area bedah ini dikenal sebagai surgical site infection
(SSI). Benang bedah sudah lama dihubungkan dengan awal terjadinya SSI. Staphylococcus aureus
merupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari kejadian SSI. Untuk itu tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat perlekatan S. aureus terhadap beberapa benang bedah yang umum digunakan,
yaitu silk, vycril, catgut, dan nylon. Staphylococcus aureus yang melekat pada benang bedah diteliti
dengan metode pengenceran bertingkat/lempeng sebar dan dihitung dengan menggunakan metode
standard plate count. Jumlah koloni S. aureus yang melekat pada benang bedah yang ditemukan pada
benang bedah silk sebesar 2.4x104 Cfu/ml, vycril sebesar 6.0x104 Cfu/ml, catgut sebesar 18.6x104
Cfu/ml, dan nylon sebesar 2.6x104 Cfu/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah koloni S.
aureus pada seluruh benang dikatakan aman, tidak meningkatkan risiko SSI karena jumlah S. aureus
masih dibawah 105 mikroorganisme per gram jaringan. Selain itu, jumlah kolonisasi S. aureus pada
benang bedah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan pelindung yang melapisi suatu
benang, bahan benang, dan konfigurasi fisikalnya.
Kata Kunci: Benang bedah, Staphylococcus aureus, SSI

Abstract
Surgical sutures have an important role in surgical intervention that is allowing the approximation of
wound edges, promotion of wound healing and control of hemorrhage. Nevertheless the presence of
surgical suture increases the susceptibility of infection. It could happen as a result of bacterial
contaminating the foreign material for instance the surgical suture. That infection develops at the area
of surgical site is known as surgical site infection (SSI). It has been a long time that the surgical suture
associated with the onset of SSI. Staphylococcus aureus is the most isolated bacteria from SSI.
Therefore, the aim of this study is to figure out the adherence of S. aureus on four common used
surgical suture consist of silk, vycril, catgut, and nylon. The colonization of S. aureus adheres on
surgical suture was studied by dilutions/spread plate method and counted by standard plate count
method. The amount of S. aureus adheres on surgical sutures were recovered, silk about 2.4x104
Cfu/ml, vycril about 6.0x104 Cfu/ml, catgut about 18.6x104 Cfu/ml, and nylon about 2.6x104 Cfu/ml.
The results of this study demonstrate that the amount of bacterial colonization on the overall studied
surgical sutures was secured not to increase the risk of SSI because the amount of bacterial
colonization is less than 105 microorganism per gram of tissue. Additionally, the amount of bacterial
colonization on surgical suture depends on a number of factors, including the suture coating material,
the nature of suture material, and the physical configuration.
Keyword: Surgical suture, Staphylococcus aureus, SSI

48 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

PENDAHULUAN masalah yang serius bagi kesehatan


Suturing atau penjahitan telah masyarakat. Setelah operasi bedah mulut,
digunakan selama masa ke masa untuk biofilm dapat berkembang pada membran,
membantu penyembuhan jaringan pada drainase luka, implan, atau benang bedah.7
manusia, dengan menyatukan ujung – ujung Akibatnya adalah inflamasi pada jaringan
luka dan mengurangi jaringan yang telah mati sekitar dan terbentuknya tempat atau reservoir
(dead space). Dahulu, serat tanaman atau untuk patogen. Pada biofilm, bakteri
hewan digunakan sebagai benang dan tersembunyi dari respon imun host dan sangat
jarumnya dibentuk dari tulang hewan atau kurang efektif terhadap antiiotik.2, 7
metal. Pada era modern, benang yang steril Keberadaan benang bedah pada luka
dan jarum telah banyak menggantikan bahan– bedah diketahui dapat menyebabkan efek yang
bahan tersebut tetapi prinsip dasarnya tetap merugikan pada kondisi jaringan dan
sama.1 Penjahitan memiliki peran yang penting meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
terhadap penyembuhan luka setelah intervensi luka.8 Benang bedah merupakan benda asing
bedah, memberikan penyatuan kembali yang dapat memungkinkan terjadinya infeksi
jaringan yang terpisah karena bedah atau ketika diaplikasikan dan kemampuan jaringan
trauma kecelakaan, meningkatkan tersebut terhadap infeksi tergantung pada
penyembuhan awal (primary healing) dan material yang digunakan. Benang bedah dapat
kontrol perdarahan.2 Tujuan dari penutupan berpotensi menimbulkan infeksi dengan
luka adalah untuk menyatukan tepi – tepi luka menyembunyikan bakteri yang melekat pada
tidak hanya dengan kekuatan yang cukup benang tersebut.9 Pada penelitian Giuliana
untuk mencegah adanya kerenggangan atau Banche dkk. pada tahun 2007, lebih banyak
celah, tetapi juga dengan ketegangan dan bakteri ditemukan pada benang nonabsorbable
tekanan yang minimal terhadap jaringan.3 daripada benang absorbable.2
Kebanyakan intervensi bedah mulut Infeksi pada luka yang diakibatkan oleh
membutuhkan penyembuhan luka awal dengan prosedur bedah invasif umumnya disebut
menjaga penutupan luka sebelumnya.4 Untuk sebagai surgical site infection (SSI).10 Infeksi
tujuan ini, benang bedah dibagi menjadi ini berkembang pada lingkungan operasi yang
absorbable dan nonabsorbable (berdasarkan kelihatan steril ketika terdapat kontaminasi
ketahanannya pada jaringan host).4,5 Benang dari sejumlah mikroorganisme yang
bedah yang baik memiliki karakteristik fisik berinteraksi dengan jaringan devital dan benda
yang baik, seperti memiliki resistensi yang asing (seperti benang bedah, alat–alat
baik terhadap penarikan, stabilitas dimensi prostetik) sedemikian rupa untuk tetap
yang baik, mudah diatur (lack of memory), bertahan hidup dalam menghadapi
keamanan simpul yang baik, dan fleksibilitas antimikrobial dan pertahanan host.11 Sudah
yang cukup untuk mencegah kerusakan pada lama dikatakan bahwa adanya benang bedah
mukosa oral. Selain itu, harus mencegah atau dapat meningkatkan infeksi, SSI, dan
membatasi proliferasi dan perlekatan bakteri pertumbuhan bakteri sebagai biofilm.6
terhadap bagian – bagian yang terpapar cairan National Nosocomial Infections Surveillance
oral sehingga mencegah kontaminasi di dalam System (NNIS) mengkategorikan 17.671 isolat
luka.2 yang diperoleh dari pasien dengan SSI dari
Benang bedah dapat terkontaminasi oleh tahun 1986–1996. Lebih dari setengah isolat
bakteri dari lingkungan atau flora normal adalah bakteri Gram-positif berbentuk kokus;
manusia.6 Faktanya, benang bedah yang Staphylococcus aureus adalah bakteri yang
diaplikasikan pada gingiva dan mukosa oral paling umum diisolasi, diikuti oleh Coagulase-
menyebabkan respon jaringan yang negative Staphylococci, dan Enterococcus spp.
berkepanjangan yang paling sering diakibatkan Kira–kira sepertiga dari isolat adalah bakteri
oleh kontaminasi bakteri di sepanjang benang Gram-negatif berbentuk basil, dengan
bedah secara terus–menerus.2 Diketahui bahwa Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan
bakteri berkolonisasi pada permukaan sebagai Enterobacter spp menjadi bakteri Gram-
komunitas yang terdiri dari populasi bakteri negatif yang paling sering ditemukan. Sekitar
dalam suatu biofilm.6 Karena bakteri yang 5% dari isolat adalah bakteri anaerob.12 Pada
tumbuh dalam suatu biofilm resisten terhadap penelitian Deverick J. Anderson dkk. terhadap
terapi antimikroba, biofilm menyebabkan 9 rumah sakit selama 6 tahun di United States

49 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

dari tahun 2000–2005, S. aureus memiliki Hewan coba tikus putih galur wistar
keterlibatan sebanyak 40% terhadap SSI.13 jantan dengan berat 200-250 gram
Seperti dikatakan sebelumnya, keberadaan dikelompokkan atau dipisahkan menjadi 4
benang bedah dapat meningkatkan terjadinya kelompok berdasarkan tipe benang bedah yang
SSI namun penggunaan benang bedah akan dijahitkan pada mukosa bibir bawah
diperlukan dalam prosedur bedah di berbagai tikus. Hewan coba tikus putih galur wistar
rumah sakit termasuk salah satunya adalah (Rattus norvegicus) diadaptasikan selama satu
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unsyiah di minggu di laboratorium dengan suhu ruangan
Banda Aceh. Sementara itu, belum ada sebelum diberikan perlakuan. Tikus diberi
penelitian yang dilakukan untuk melihat makan dua kali sehari pagi dan sore dengan
perbandingan S. aureus pada benang bedah pellet yang dilunakkan dengan air dan
yang biasa digunakan dalam prosedur bedah ditimbang berat badannya setelah beberapa
terkait dengan SSI. Berdasarkan hal tersebut, hari. 17-20
peneliti tertarik untuk melihat dan mengetahui Sebelum perlukaan dilakukan, tikus
perbandingan perlekatan S. aureus pada dianastesi umum menggunakan 0,2 mg
berbagai benang bedah guna meminimalisir ketamine hydrochloride dan 0,1 mg xylazine
terjadinya infeksi pada area bedah (surgical hydrochloride secara intravena pada ekor tikus
site infection) akibat perlekatan bakteri pada yang sebelumnya telah dilakukan tindakan
benang bedah. aseptik dengan alkohol 70%.18,21 Saat tikus
sudah berada dibawah pengaruh anestesi,
BAHAN DAN METODE perlukaan dibuat dengan menggunakan scalpel
Jenis penelitian ini merupakan diinsisi sepanjang 3,5 mm dengan kedalaman
penelitian eksperimental laboratorik yang 0,5 mm pada mukosa bibir bawah tikus dan
bersifat deskriptif dengan desain penelitian diakhiri dengan irigasi menggunakan aquades
post-test only. Penelitian ini dilakukan di steril. 18
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Setiap satu tipe benang bedah dijahit
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala pada mukosa bibir bawah tikus dengan
pada bulan Januari 2016. Sampel penelitian ini menggunakan teknik interrupted suturing.
adalah 4 macam benang bedah yang Diberikan 2 jahitan pada setiap perlukaan yang
diaplikasikan pada 8 ekor tikus putih galur ada di mukosa bibir bawah tikus. Benang
wistar (Rattus norvegicus) yang memenuhi bedah tersebut diaplikasikan di tempat yang
kriteria inklusi dan isolat bakteri S. aureus sama pada setiap tikus untuk membandingkan
yang berasal dari hasil pemeriksaan bakteri kolonisasi dari bakteri S. aureus yang
pada benang bedah. Tikus putih galur wistar menempel pada benang bedah.7
(Rattus norvegicus) tersebut diperoleh dari Media yang digunakan telah tersedia
kandang hewan Fakultas Kedokteran Hewan dalam kemasan dan pembuatannya sesuai
Universitas Syiah Kuala. Teknik sampling dengan instruksi yang terdapat dalam masing-
yang digunakan dalam penelitian ini adalah masing kemasan. Pembuatannya hanya dengan
purposive sampling dengan berdasarkan pada melarutkan bahan media ke dalam 1200 ml
jumlah benang bedah yang diteliti. akuades sambil dipanaskan dan diaduk dengan
Sebelum memulai penelitian, tangan dan magnetic stirrer untuk membantu
meja terlebih dahulu distrerilkan menggunakan kelarutannya, kemudian disterilisasi dengan
alkohol 70% agar cemaran mikroba dapat autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit,
minimal. Seluruh alat yang tahan panas, dituang ke dalam cawan petri, dan didiamkan
seperti gelas ukur, jarum ose, batang L, cawan pada suhu kamar hingga memadat.22
petri, tabung reaksi dicuci bersih dan Metode yang digunakan untuk kultur S.
dikeringkan. Kemudian sterilisasi dilakukan aureus yang melekat pada benang bedah
dengan menggunakan sterilisator kering (oven) adalah metode pengenceran bertingkat/
dengan suhu 160oC selama 2 jam. Sedangkan lempeng sebar. Pewarnaan gram dilakukan
bahan–bahan yang disiapkan seperti media dengan cara mengambil bakteri uji dengan
yang akan digunakan disterilkan dengan menggunakan jarum ose, lalu dioleskan pada
menggunakan sterilisator basah (autoclave) kaca preparat dan difiksasi di atas api (lampu
dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama spiritus). Kemudian kaca preparat ditetesi zat
20 menit. 14-16 warna kristal violet dibiarkan selama 1 menit

50 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

lalu bilas dengan air. Selanjutnya kaca preparat penghitung koloni Quebec dan prosedur SPC
ditetesi dengan iodin Gram, dibiarkan selama 1 (Standard Plate Count).
menit lalu dibilas dengan air mengalir. Koloni S. aureus yang tumbuh pada
Kemudian ditetesi dengan etil alkohol 95% media MSA (Mannitol Salt Agar) dapat
selama 10 detik hingga zat warna tidak terlihat diamati secara langsung setelah diinkubasi
diatas kaca preparat dan bilas kembali dengan selama 24 jam. Koloni S. aureus yang tumbuh
air. Setelah itu, kaca preparat ditetesi safranin, pada media MSA (Mannitol Salt Agar)
diamkan selama 45 detik lalu bilas dengan air ditandai dengan koloni yang berwarna kuning
dan keringkan. Setelah mengering, kaca dan juga memiliki zona berwarna kuning di
preparat ditetesi minyak emersi lalu diamati di sekeliling pertumbuhannya. Hal ini dapat
bawah mikroskop dengan pembesaran dilihat pada Gambar 1.
1000x.14,23,24
Uji katalase dilakukan dengan
mencampurkan satu ose inokulum dengan satu
ose hidrogen peroksida pada kaca preparat.
Staphylococcus aureus ditandai dengan
bentukan gelembung-gelembung udara.25
Setelah dilakukan kultur dan identifikasi
bakteri S. aureus, koloni S. aureus dengan
bentuk bulat, cembung, mengkilat, dan
berwarna kuning keemasan yang tumbuh pada
media MSA kemudian dihitung secara Gambar 1. Bakteri Staphylococcus aureus yang
langsung menggunakan penghitung koloni tumbuh pada media MSA (Mannitol Salt Agar)
Quebec.23
Data yang diperoleh ditabulasi, Koloni S. aureus yang tumbuh
kemudian dilakukan uji normalitas dan selanjutnya dilakukan uji pewarnaan Gram dan
homogenitas varians untuk mengetahui apakah uji Katalase. Dari hasil pewarnaan Gram, S.
data tersebut normal dan homogen. Jika hasil aureus ditandai dengan hasil pewarnaan yang
uji menunjukkan distribusi yang normal, maka berwarna ungu dan berbentuk kokus dibawah
dilanjutkan dengan uji statistik parametrik pengamatan pada mikroskop.
dengan menggunakan uji analisis one way
ANOVA dengan derajat kemaknaan 95% (р =
0,05). Bila hasil uji tersebut menunjukkan
perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan
dengan uji Post hoc.

HASIL
Hasil perhitungan kuantitatif perlekatan
S. aureus pada setiap benang bedah yang diuji
dapat dilihat pada Tabel 5.1. Setiap benang Gambar 2. Hasil pewarnaan Gram terhadap isolat
bedah yang diuji pada 8 tikus diteliti pada hari bakteri dari benang bedah (pembesaran 1000x)
ke-delapan postoperatif untuk melihat
perlekatan S. aureus. Sebelum dilakukan Hasil uji katalase terhadap koloni
perhitungan S. aureus pada setiap benang bakteri yang memiliki warna dan zona
bedah yang diuji, sampel benang bedah yang pertumbuhan berwarna kuning yang tumbuh
didapat diencerkan dari 10-1-10-8 dan pada media MSA (Mannitol Salt Agar) pada
dibiakkan dengan metode lempeng sebar pada penelitian ini didapatkan bahwa koloni
media MSA (Mannitol Salt Agar). Kemudian tersebut menunjukkan reaksi positif. Hal ini
koloni bakteri yang sudah tumbuh pada media ditandai dengan adanya gelembung udara
MSA (Mannitol Salt Agar) dikonfirmasi yang terbentuk pada saat hidrogen peroksida
dengan melakukan pewarnaan Gram dan uji dicampurkan dengan satu ose inokulum
Katalase untuk selanjutnya dilakukan bakteri menggunakan ose. Gelembung udara
perhitungan bakteri dengan menggunakan yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 3.

51 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

4.6x104 Cfu/ml, dan Nylon sebesar 0.65x104


Cfu/ml. Hasil perhitungan kuantitatif
perlekatan S. aureus menunjukkan bahwa
benang bedah Catgut memiliki jumlah koloni
total dan rata – rata paling banyak.

PEMBAHASAN
Untuk mengidentifikasi S. aureus yang
melekat pada sampel benang bedah yang diuji,
sampel dikultur dengan metode lempeng sebar
menggunakan media MSA (Mannitol Salt
Agar) dimana sebelumnya sampel telah
Gambar 3. Hasil uji Katalase terhadap isolat bakteri
diencerkan dengan pengenceran 10-1-10-8.
dari benang bedah. Reaksi positif ditunjukkan
dengan adanya gelembung udara yang terbentuk Sampel yang telah diencerkan dan dikultur
(ditunjukkan dalam lingkaran merah). pada media MSA (Mannitol Salt Agar)
tersebut diinkubasi secara aerob pada suhu 37o
Setelah dilakukan uji pewarnaan Gram C selama 24 jam.26-28
dan uji Katalase, koloni–koloni S. aureus yang Mannitol Salt Agar merupakan media
tumbuh pada setiap cawan petri dapat dihitung yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri
secara langsung menggunakan penghitung Gram-positif (Staphylococcus) dan
koloni Quebec. Hasil perhitungan koloni– menghambat pertumbuhan bakteri Gram-
koloni S. aureus dapat dilihat pada Tabel 1. negatif lainnya.29 Media MSA (Mannitol Salt
Agar) merupakan media selektif karena
Tabel 1. Hasil Perhitungan Kuantitatif Perlekatan S. memiliki konsentrasi garam yang tinggi
aureus pada benang Silk, Vycril, Catgut, dan (7.5%) yang dapat menghambat hampir
Nylon. seluruh pertumbuhan bakteri. Namun,
Staphylococcus dapat mentoleransi kadar
Jumlah Jumlah
koloni koloni rata garam yang tinggi tersebut.30, 31
total – rata Malik dkk. pada tahun 2015,
(Cfu/ml) (Cfu/ml) mengatakan bahwa media MSA (Mannitol Salt
No. Sampel Cfumin Cfumax (dari 4 (dari 4 Agar) adalah media selektif untuk
sampel sampel pertumbuhan S. aureus karena hanya S. aureus
setiap setiap yang dapat tumbuh pada media ini dan dapat
benang benang bertahan pada konsentrasi garam yang
bedah) bedah) tinggi.28,31 Media MSA (Mannitol Salt Agar)
Benang juga merupakan media diferensial karena
1. 1x104 13x101 2.4x104 0.6x104
Silk
mengandung gula mannitol dan phenol merah
Benang 192.5x
2. <104 6.0x104 1.5x104 yang merupakan suatu indikator pH. Ketika
Vycril 101
Benang 3.5x10 193x10
mannitol difermentasi akan terbentuk asam
3. 4 1 18.6x104 4.6x104 dan pH turun. Phenol merah akan menjadi
Catgut
Benang 107x10 berwarna kuning di bawah pH 6.8 sehingga
4. 1x104 1 2.6x104 0.65x104 mannitol fermenter seperti S. aureus akan
Nylon
*Colony-forming unit menghasilkan halo berwarna kuning di
sekeliling pertumbuhannya.30, 31 Kriteria untuk
Dari Tabel 1. dapat dilihat jumlah identifikasi S. aureus pada media kultur ini
koloni S. aureus pada setiap benang bedah dilihat menurut morfologi koloni berwarna
berbeda memiliki nilai yang bervariasi. Jumlah putih kekuningan yang mengubah warna
total koloni S. aureus pada benang bedah Silk phenol merah menjadi berwarna kuning yang
sebesar 2.4x104 Cfu/ml, Vycril sebesar 6.0x104 mengindikasikan adanya fermentasi
Cfu/ml, Catgut sebesar 18.6x104 Cfu/ml, dan mannitol.26,28-30,32,33
Nylon sebesar 2.6x104 Cfu/ml. Sedangkan Untuk meyakinkan koloni bakteri
jumlah rata–rata koloni S. aureus pada benang yang mengubah warna media MSA (Mannitol
bedah Silk sebesar 0.6x104 Cfu/ml, Vycril Salt Agar) menjadi berwarna kuning
sebesar 1.5x104 Cfu/ml, Catgut sebesar merupakan S. aureus dilakukan pewarnaan

52 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

Gram dan uji Katalase. Pewarnaan Gram garam (NaCl) antara 2.5% sampai 20%.35
dikembangkan oleh Hans Christian’s Gram, Pada penelitian ini, untuk melihat
seorang bakteriologis berkebangsaan perlekatan bakteri pada beberapa benang
Denmark, pada tahun 1884 yang bertujuan bedah yang umum digunakan (silk, vycril,
untuk mengamati bentuk, ukuran, morfologi catgut, dan nylon) dihitung berdasarkan
sel, dan susunan dari sel bakteri.29,30,34 prosedur SPC (Standard Plate Count) yaitu
Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan yang cawan yang digunakan untuk perhitungan
paling sering digunakan karena merupakan adalah cawan yang mengandung 30-300
metode empiris yang digunakan untuk koloni.39-41 Oleh karena itu, pada penelitian ini,
mengklasifikasi bakteri menjadi dua pengenceran yang digunakan adalah
-1 -4
kelompok, yaitu Gram-positif dan Gram- pengenceran 10 –10 .
negatif.29,34 Pada hasil pewarnaan Gram, Dari hasil penelitian, pada benang
bakteri Gram-positif akan terlihat berwarna nonabsorbable (silk dan nylon) memiliki
ungu dan bakteri Gram-negatif akan terlihat jumlah total koloni S. aureus sebesar 2.5x104
berwarna merah.23 Sedangkan uji Katalase Cfu/ml dan jumlah rata–rata koloni S. aureus
berfungsi untuk membedakan Staphylococcus sebesar 0.63x104 Cfu/ml. Sedangkan pada
dan Streptococcus, dimana kelompok benang absorbable (catgut dan vycril)
Staphylococcus bersifat katalase positif memiliki jumlah total koloni S. aureus sebesar
ditandai oleh terbentuknya gelembung– 12.3x104 Cfu/ml dan jumlah rata–rata koloni S.
gelembung udara dari hasil uji Katalase.34 Dari aureus sebesar 6.1x104 Cfu/ml. Hasil
hasil pewarnaan Gram dan uji Katalase, koloni penelitian ini menunjukkan lebih banyak
bakteri yang berwarna kuning pada media bakteri yang diisolasi pada benang absorbable
MSA (Mannitol Salt Agar) menunjukkan hasil daripada benang nonabsorbable. Berdasarkan
pewarnaan yang berwarna ungu (bakteri penelitian J-E Otten dkk. pada tahun 2005,
Gram-positif) dan terdapat gelembung udara melaporkan lebih banyak bakteri yang
yang terbentuk pada saat uji Katalase (katalase ditemukan pada benang nonabsorbable
positif) yang merupakan karakteristik dari S. (supramid, synthofil, ethibond excel, ti-cron)
aureus. daripada benang absorbable (monocryl).7
Staphylococcus aureus adalah bakteri Penelitian lain dengan menggunakan benang
anaerob fakultatif, Gram-positif, dengan hasil yang sama oleh Giuliana Banche dkk. pada
yang positif pada uji katalase dan koagulase, tahun 2007, lebih banyak bakteri yang diisolasi
berbentuk kokus, serta paling patogen di antara pada benang nonabsorbable daripada benang
Staphylococci lainnya.35-37 Bakteri ini dapat absorbable.2 Penelitian ini tidak sejalan
tumbuh pada suhu 6oC–48oC dalam kondisi dengan pernyataan J-E Otten dan Giuliana B.
kekurangan atau ketiadaan oksigen, namun bisa dikarenakan oleh benang bedah yang
pertumbuhan optimalnya pada suhu 37oC.35 diteliti tidak sama dan subjek penelitian yang
Pada penelitian ini, S. aureus yang dikultur dipilih berbeda. Pada penelitian sebelumnya
pada media MSA (Mannitol Salt Agar) memilih subjek penelitian pada manusia yang
diinkubasi dalam suasana aerob pada suhu memiliki kondisi rongga mulut berbeda
37oC selama 24 jam dapat tumbuh optimal. dengan tikus berdasarkan kebersihannya
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sehingga bisa menjadikan hasil penelitian yang
Belay dan Rasooly pada tahun 2002 yang berbeda. Selain itu, ukuran diameter, bentuk
menyatakan bahwa pertumbuhan S. aureus dan lengkung jarum pada benang juga bisa
lebih lambat secara anaerob daripada aerob, mempengaruhi perlekatan bakteri. Ukuran
yaitu waktu pertumbuhan S. aureus selama diameter benang yang lebih besar akan
fase eksponensial pada media BHI (brain memberikan tempat yang lebih luas untuk
heart infusion) pada suhu 37oC sekitar 35 bakteri melekat sehingga pada ukuran diameter
menit pada kondisi aerob sedangkan pada benang yang berbeda – beda hasil perlekatan
kondisi anaerob menghabiskan waktu 80 bakteri juga akan berbeda. Jenis (reversed
menit.35,36 Pertumbuhan S. aureus dapat cutting dan tapper cut) dan bentuk jarum yang
dihambat oleh adanya kadar garam yang tinggi semakin luas dan besar akan memberikan
namun dapat bertahan terhadap panas.35,38 trauma yang lebih besar sehingga jenis dan
Bakteri ini dapat mentoleransi konsentrasi bentuk jarum yang berbeda–beda juga akan

53 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

memberikan dampak yang berbeda.Hasil yang mengatakan bahwa perlekatan bakteri


penelitian dilihat dari konfigurasi fisikal tergantung pada sejumlah faktor, termasuk
benang (multifilament dan monofilament), konfigurasi fisikal (monofilament vs.
pada benang catgut (multifilament) memiliki multifilament), bahan benang, juga bahan yang
jumlah total koloni S. aureus sebesar 18.6x104 melapisi benang dimana benang yang dilapisi
Cfu/ml dan jumlah rata–rata koloni S. aureus suatu bahan pelindung lebih memiliki
sebesar 4.6x104 Cfu/ml, pada benang vycril pengaruh daripada hanya dilihat dari
(multifilament) memiliki jumlah total koloni S. konfigurasi fisikalnya.6
aureus sebesar 6.0x104 Cfu/ml dan jumlah Hasil penelitian dilihat dari bahan yang
rata–rata koloni S. aureus sebesar 1.5x104 melapisi benang, pada benang vycril (sintetis
Cfu/ml, sedangkan pada benang nylon absorbable) memiliki isolat bakteri yang lebih
(monofilament) memiliki jumlah total koloni sedikit, yaitu memiliki jumlah total koloni S.
bakteri S. aureus sebesar 2.6x104 Cfu/ml dan aureus sebesar 6.0x104 Cfu/ml dan jumlah
jumlah rata – rata koloni S. aureus sebesar rata–rata koloni S. aureus sebesar 1.5x104
0.65x104 Cfu/ml. Penelitian ini didukung oleh Cfu/ml dibandingkan dengan benang catgut
pernyataan Henry-Stanley dkk. pada tahun (alami absorbable) yang memiliki jumlah total
2010 pada penelitiannya bahwa benang koloni S. aureus sebesar 18.6x104 Cfu/ml dan
multifilamen lebih cenderung untuk memiliki jumlah rata–rata koloni S. aureus sebesar
perlekatan bakteri lebih banyak karena 4.6x104 Cfu/ml. Hal ini didukung oleh
memiliki area lebih besar dan permukaan yang pernyataan Chu dan William bahwa benang
kompleks tetapi masih perlu studi lebih lanjut yang dilapisi dengan suatu bahan pelindung
untuk mengkonfirmasi hal tersebut.6 Namun memiliki pengaruh yang lebih daripada hanya
hasil penelitian pada benang silk dilihat dari bahan benang dan konfigurasi
(multifilament) memiliki lebih sedikit isolat fisikalnya. Pada saat ini sudah tersedia benang
bakteri, yaitu jumlah total koloni S. aureus antimikrobial yang dilapisi dengan triclosan
sebesar 2.4x104 Cfu/ml dan jumlah rata–rata yaitu benang vycril.42 Benang vycril yang
koloni S. aureus sebesar 0.6x104 Cfu/ml banyak tersedia sekarang ini sudah dilapisi
dibandingkan dengan benang nylon dengan triclosan sehingga dapat
(monofilament). Hasil penelitian ini tidak mempengaruhi jumlah total dan rata–rata
sejalan dengan pernyataan Henry-Stanley dkk. koloni bakteri dimana jumlah total dan rata–
bisa dikarenakan oleh jumlah simpul yang rata koloni bakteri pada benang vycril yang
diberikan pada beberapa macam benang bedah berbahan sintetis lebih sedikit dibandingkan
yang dijahitkan berbeda. Pada benang nylon dengan benang catgut yang berbahan alami
diberikan simpul lebih banyak dari benang tanpa dilapisi suatu bahan pelindung.
lainnya yaitu 5 kali simpul dikarenakan Jumlah kolonisasi bakteri pada benang
benang nylon merupakan benang monofilamen bedah yang dikaitkan dengan SSI (Surgical
yang memiliki sifat untuk kembali ke bentuk Site Infection), menurut penelitian Krizek dan
semula dan kualitas simpul yang tidak kuat Robson pada tahun 1975, risiko terjadinya SSI
sehingga simpul yang lebih banyak akan (Surgical Site Infection) akan meningkat jika
menyebabkan panjang benang bedah yang area bedah dikontaminasi lebih dari 105
diaplikasikan berbeda dan menghasilkan mikroorganisme per gram jaringan.43 Dari
perlekatan bakteri yang lebih banyak. hasil penelitian, tidak ada benang yang
Hasil penelitian dilihat dari bahan memiliki jumlah total maupun rata–rata koloni
benang (alami atau sintetis), pada benang silk bakteri lebih dari 105 mikroorganisme per
(alami nonabsorbable) memiliki isolat bakteri gram jaringan sehingga dapat dikatakan bahwa
lebih sedikit, yaitu jumlah total koloni S. benang – benang bedah yang diuji tetap aman
aureus sebesar 2.4x104 Cfu/ml dan jumlah digunakan dan tidak akan meningkatkan risiko
rata–rata koloni S. aureus sebesar 0.6x104 terjadinya SSI (Surgical Site Infection).
Cfu/ml dibandingkan dengan benang nylon Dapat dilihat dari hasil penelitian ini
(sintetis nonabsorbable) yang memiliki jumlah bahwa faktor yang paling mempengaruhi
total koloni S. aureus sebesar 2.6x104 Cfu/ml jumlah maupun rata–rata kolonisasi bakteri
dan jumlah rata–rata koloni S. aureus sebesar pada benang adalah bahan pelindung yang
0.65x104 Cfu/ml. Hal ini didukung oleh melapisi suatu benang diikuti dengan bahan
pernyataan Chu dan William pada tahun 1984 benang (alami atau sintetis) dan konfigurasi

54 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

fisikalnya. Sedangkan jika dilihat dari bentuk jarum yang sama. Jumlah simpul yang
absorbable dan nonabsorbable, benang diberikan pada beberapa benang bedah tidak
absorbable belum tentu memiliki jumlah sama sehingga peneliti berharap untuk
kolonisasi bakteri yang lebih sedikit daripada penelitian selanjutnya dapat memberikan
benang nonabsorbable. Jika dilihat dari jumlah jumlah simpul yang sama terhadap benang
bakteri yang melekat pada benang, seluruh bedah yang akan digunakan.
benang–benang bedah yang diuji tidak
memiliki risiko terhadap peningkatan DAFTAR PUSTAKA
terjadinya SSI (Surgical Site Infection). 1. Young K. An Overview of Suture in
Walaupun diantara seluruh benang bedah yang Surgical Practice. World Journal of
diuji, benang catgut memiliki jumlah koloni Medical Education and Research
bakteri yang paling banyak tetapi benang ini 2013;3(1).
masih tetap aman digunakan dan tidak berisiko 2. Banche G, Roana J, Mandras N, et al.
menimbulkan SSI (Surgical Site Infection) Microbial Adherence on Various Intraoral
karena jumlah koloni bakteri yang melekat Suture Materials in Patients Undergoing
pada benang ini tidak melebihi dari 105 Dental Surgery. J Oral Maxillofac Surg
mikroorganisme per gram jaringan. Dapat 2007;65(8):1503 - 07.
disimpulkan bahwa perlekatan suatu bakteri 3. Srinivasulu K, Kumar DN. A Review on
pada benang bergantung pada bahan pelindung Properties of Surgical Sutures and
yang melapisi suatu benang dan bahan benang Applications in Medical Field.
(alami atau sintetis) tersebut serta perlekatan International Journal of Research in
bakteri pada benang tidak akan menimbulkan Engineering & Technology (IMPACT :
SSI (Surgical Site Infection) jika jumlah koloni IJRET) 2014;2(2): 85-96
bakteri tidak lebih dari 105 mikroorganisme 4. Javed F, Al-Askar M, Almas K, Romanos
per gram jaringan. GE, Al-Hezaimi K. Review Article :
Tissue Reactions to Various Suture
KESIMPULAN DAN SARAN Materials Used in Oral Surgical
Penelitian ini menunjukkan bahwa Interventions. International Scholarly
benang catgut memiliki jumlah koloni paling Research Network 2012.
banyak diantara benang–benang bedah lainnya 5. Kim JS, Shin SI, Herr Y, et al. Tissue
namun benang ini tetap aman digunakan Reaction to Suture Materials in The Oral
karena jumlah koloni bakteri yang melekat Mucosa of Beagle Dogs. J Periodontal
tidak melebihi 105 mikroorganisme per gram Implant Sci 2011;41:185-91.
jaringan sehingga tidak akan menimbulkan SSI 6. Henry-Stanley MJ, Hess DJ, Barnes
(Surgical Site Infection). AMT, Dunny GM, Wells CL. Bacterial
Benang–benang bedah yang umum Contamination of Surgical Suture
digunakan baik silk, vycril, nylon maupun Resembles A Biofilm. Surgical Infection
catgut aman dan tidak menimbulkan SSI. 2010;11:433,34,36.
Faktor yang paling mempengaruhi perlekatan 7. Otten JE, Al-Ahmad MW, Jahnke H, Pelz
bakteri pada benang bedah adalah bahan K. Bacterial Colonization on Different
benang yang dilapisi suatu pelindung diikuti Suture Materials - A Potential Risk for
oleh bahan benang alami ataupun sintetis serta Intraoral Dentoalveolar Surgery. J
konfigurasi fisikal benangnya yaitu Biomed Mater Res Part B : Appl
monofilamen ataupun multifilamen. Biomater 2005;74B:627-35.
Pada penelitian ini, benang – benang 8. Katz S, Izhar M, Mirelman D. Bacterial
bedah yang diuji terbatas hanya menggunakan Adherence to Surgical Sutures : A
empat macam benang bedah sehingga peneliti Possible Factor in Suture Induced
berharap untuk penelitian selanjutnya dapat Infection. Ann. Surg 1980:35.
menggunakan jenis benang bedah yang lebih 9. Masini BD, Stinner DJ, Waterman SM,
bervariasi. Wenke JC. Bacterial Adherence to Suture
Jenis dan bentuk jarum yang digunakan Materials. Journal of Surgical Education
pada beberapa benang bedah tidak sama 2011;68(2): 101-4.
sehingga peneliti berharap untuk penelitian 10. Welsh A. Surgical Site Infection :
selanjutnya dapat menggunakan jenis dan Prevention and Treatment of Surgical

55 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

Site Infection. London: RCOG Press; (Manihot esculenta) terhadap Proses


2008. Penyembuhan Luka Gingiva Tikus
11. Dai T, Kharkwal GB, Tahaka M, et al. (Rattus norvegicus). 2013.
Animal Models of External Traumatic 21. Al-Henhena N, Mahmood AA, Al-
Wound Infections. Virulence Magrami A. Histological Study of
2011;2(4):296-315. Wound Healing Potential by Ethanol
12. Kirby JP, Mazuski JE. Prevention of Leaf Extract of Strobilanthes cripus in
Surgical Site Infection. Surg Clin N Am Rats. Journal of Medicinal Plants
2009;89:365 - 89. Research 2011;5(16): 3660-66.
13. Anderson DJ, Sexton DJ, Kanafani ZA, 22. Wardani YD. Aktivitas Antibakteri
Auten G, Kaye KS. Severe Surgical Site Ekstrak Etanol Kayu Secang
Infection in Community Hospitals : (Caesalpinia sappan l.) terhadap
Epidemiology, Key Procedures, and The Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Changing Prevalence of Methicillin- Shigella sonnei ATCC 9290 dan
Resistant Staphylococcus aureus. Eschericia coli ATCC 25922.
Infection Control and Hospital Universitas Muhammadiyah Surakarta;
Epidemiology 2007;28: 1047-53. 2012.
14. Andayani R, Gani BA, Handa AG, 23. Cappuccino JG, Sherman N. Manual
Handasari W. Uji Hambat Ekstrak Laboratorium Mikrobiologi 8ed.
Methanol Daun Saga (Abrus prection Jakarta: EGC; 2013.
linn) terhadap Pertumbuhan 24. Rosdiana N. Gambaran Daya Hambat
Streptococcus mutans. Cakradonya Minyak Kelapa Murni dan Minyak
Dent J 2011;4(1): 427-74. Kayu Putih dalam Menghambat
15. Penyusun T. Buku Petunjuk Praktikum Pertumbuhan Streptococcus mutans
Mikrobiologi. Malang: Fakultas Sains [Skripsi]. Banda Aceh: Universitas
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syiah Kuala; 2010.
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang; 25. Khusnan, Prihtiyantoro W, Slipranata
2014. M. Identifikasi dan Karakterisasi
16. Kharisma A, Manan A. Kelimpahan Fenotipe Staphylococcus aureus Asal
Bakteri Vibrio sp. pada Air Pembesaran Kasus Bumblefoot dan Arthritis pada
Udang Vannamei (Litopenaeus Broiler Jurnal Kedokteran Hewan 2012;
vannamei) Sebagai Deteksi Dini 6(2): 102-04.
Serangan Penyakit Vibriosis. Jurnal 26. Bautista-Trujillo GU, Solorio-Rivera JL,
Ilmiah Perikanan dan Kelautan Renteria-Solorzano I, et al. Performance
2012;4(2): 129-34. of Culture Media for The Isolation and
17. Setiaji ZE. Penurunan Imunitas Adaptif Identification of Staphylococcus aureus
Rongga Mulut Tikus Wistar Jantan from Bovine Mastitis. Journal of
Akibat Stresor Rasa Sakit [Skripsi]: Medical Microbiology 2013; 62(Pt 3):
Universitas Jember; 2012. 369-76.
18. Famela I, Sabrina IPR, Yuslianti ER. 27. Veeh RH, Shirtliff ME, Petik JR, et al.
Pengaruh Gel Ekstrak Etanol Daun Detection of Staphylococcus aureus
Mengkudu terhadap Penyembuhan Luka Biofilm on Tampons and Menses
Mukosa Palatum Tikus Galur Wistar Components. The Journal of Infectious
Bionatural-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Diseases 2003; 188(4): 519-30.
Fisik 2014;16(3): 159 - 62. 28. Akbar A, Anal AK. Prevalence and
19. Marlina N, Yuslianti ER, Adiantoro S. Antibiogram Study of Salmonella and
Pengaruh Madu Rambutan terhadap Staphylococcus aureus in Poultry Meat.
Penyembuhan Luka Eksisi Mukosa Asian Pacific Journal of Tropical
Mulut Tikus Galur Wistar Dilihat dari Biomedicine 2013; 3(2): 163-68.
Luas Luka dan Vaskularisasi. 29. Espinoza AJ. Prevalence of Methicillin
Bionatural-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Resistant Staphylococcus aureus on
Fisik 2014;16(3): 172 - 75. Computer Mice on The Campus of
20. Nisa VM, Meilawaty Z, Astuti P. Efek Southern Adventist University.
Pemberian Ekstrak Daun Singkong Collegedale, Tennessee: Southern

56 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

Adventist University; 2011. 36. Belay N, Rasooly A. Staphylococcus


30. Malik K, Naeem N. Study of Bacteria aureus Growth and Enterotoxin A
on Computers Mice and Keyboards. Production in An Anaerobic
International Journal of Current Environment. J Food Prot 2002; 65(1):
Microbiology and Applied Sciences 199-204.
2014; 3(4): 813-23. 37. Dezfulian A, Salehian MT, Amini V, et
31. Malik K, Noor S, Mushtaq M, Anwar N, al. Catalase-negative Staphylococcus
Basit H. Screening of Staphylococcus aureus Isolated from A Diabetic Foot
Species from Beef, Mutton, Fish, and Ulcer. Iranian Journal of Microbiology
Quail Meat Samples Collected from 2010; 2(3): 165-67.
Different Localities of Lahore. Bulletin 38. Harris LG, Foster SJ, Richards RG. An
of Environment, Pharmacology and Life Introduction to Staphylococcus aureus,
Sciences 2015; 4(5): 137-42. and Techniques for Identifying and
32. Shittu A, Lin J, Morrison D, Kolawole Quantifyings S. aureus Adhesins in
D. Identification and Molecular Relation to Adhesion to Biomaterials :
Characterization of Mannitol Salt Review. European Cells and Materials
Positive, Coagulase-Negative 2002;4:39-60.
Staphylococci from Nasal Samples of 39. Effendi F, Roswiem AP, Stefani E. Uji
Medical Personnel and Students. Aktivitas Antibakteri Teh Kombucha
Journal of Medical Microbiology Probiotik terhadap Bakteri Eschericia
2006;55: 317-24. coli dan Staphylococcus aureus.
33. Soliman MK, Ellakany HF, Gaafar AY, Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi
et al. Epidemiology and Antimicrobial Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
Activity of Methicillin Resistant 40. Ramadhani R. Distribusi Bakteri
Staphylococcus aureus (MRSA) Nitrifikasi (Nitrosomonas dan
Isolated from Nile Tilapia (Oreochromis Nitrobacter) di Muara Sungai Tallo
niloticus) during an Outbreak in Egypt. Kota Makassar [Skripsi]. Makassar:
Life Science Journal 2014; 11(10): 186- Universitas Hasanuddin. 2015.
194. 41. Muhiddin NH. Komposisi
34. Dewi AK. Isolasi, Identifikasi dan Uji Mikroorganisme pada Fermentasi Umbi
Sensitivitas Staphylococcus aureus Ubi Kaya Pahit Menjadi "Wikau
terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Maombo". Bionature 2011; 12(1): 7-14.
Kambing Peranakan Ettawa Penderita 42. A O, J S, P F, et al. In Vitro Evaluation
Mastitis di Wilayah Girimulyo, of Novel Antimicrobial Coatings for
Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Sain Surgical Sutures Using Octenidine.
Veteriner 2013;31(2): 138-50. BMC Microbiology 2015; 15(186): 1-8.
35. Cretenet M, Even S, Loir YL. Unveiling 43. Alyousef MA, Aloqiel SA, Aldallah SD,
Staphylococcus aureus Enterotoxin et al. Study of Bacteria Isolated Post
Production in Dairy Products : A Operative Wound Infection and Their
Review of Recent Advances to Face Antibiogram in Hafr Albatin Hospitals.
New Challenges. Dairy Sci. & Technol. American Journal of Pharmacy and
2011;91: 127-50. Pharmaceutical Sciences 2015; 2: 1-6.

57 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.


Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Anda mungkin juga menyukai