Rizki Wahyudi - Makalah 4
Rizki Wahyudi - Makalah 4
Makalah
Diajukan untuk
memenuhi salah
satu syarat
perkuliahan Ilmu
Komunikasi
Semester Ganjil
Disusun oleh:
Rizki wahyudi
Dosen pengampu :
Syamsul rizal sinulingga, MPH
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Tanin (Tannin) Bagian II”.
Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Farmakognosi pada program studi FARMASI di Politeknik Kesehatan Bangka
Belitung.
Dalam penulisan makalah ini penyusun sudah berusaha sebaik mungkin
dalam menyusun dan penulisan makalah ini. Oleh karena itu jika terdapat kesalahan
dan kekurangan dalam penulisan makalah ini penyusun mohon maaf dan masukannya,
agar penyusun dapat memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan
makalah ini berikutnya. Penyusun berharap makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan unuk
menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi
untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan
dan/atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga
dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Dari
uraian di atas, sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan
masyarakat (Puskesmas), Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit khusus, praktek
dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi
spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS), Pedagang Besar Farmasi (PBF), pabrik obat dan bahan obat,
laboratorium kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya. Dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan diperlukan perbekalan kesehatan yang
meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sedangkan sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetik.
Sistem Pengelolaan Obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
aspek seleksi dan perumusan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian
dan penggunaan obat. Saat ini kenyataannya sebagian besar rumah sakit di Indonesia
belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan, mengingat
beberapa kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi, terbatasnya pengetahuan
manajemen rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit, kebijakan manajemen
rumah sakit, terbatasnya pengetahuan pihak-pihak terkait tentang pelayanan farmasi
rumah sakit. Akibat kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat
konvensional yang hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan
pendistribusian.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana system pengelolaan perbekalan farmasi?
2. Metode apa saja yang digunakan dalam Sistem Distribusi Perbekalan
Farmasi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui system pengelolaan perbekalan farmasi
2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam system distribusi
perbekalan farmasi
2
BAB II
URAIAN MATERI
3
a. Kategori V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus selalu
disediakan untuk menyelamatkan jiwa pasien
b. (life-saving drug), misalnya insulin, heparin, adrenalin, atropin sulfat,
albumin dan obat-obat pelayanan kesehatan standar, misalnya serum antibisa
ular.
c. Kategori E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, misalnya obat jantung, obat hipertensi, obat diabetes.
d. Kategori N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau boleh
tidak disediakan karena tidak membahayakan nyawa bila tidak tersedia,
misalnya food suplement dan vitamin (Quick,1997).
Analisis ABC/Paretto mengelompokkan obat berdasarkan volume and value of
consumption obat, yaitu sebagai berikut:
a. Kelompok A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis dengan
resep dokter, menyerap dana sebesar ± 80% dari total dana dengan jumlah
item ± 20% dari total item obat yang ada.
b. Kelompok B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus dan
sering keluar, menyerap dana sebesar ± 15% dari total dana dengan jumlah
item ± 60% total item obat yang ada.
c. Kelompok C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen saja.
Menyerap dana sebesar ± 5% dari total dana dengan jumlah item ± 20% total
item obat yang ada (Quick,1997).
B. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui:
1. Pembelian
2. Produksi atau pembuatan sediaan farmasi
3. Sumbangan/drooping atau hibah
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif( tender) merupakan
suatu metode penting untuk mencapau keseimbangan yang tepat antara mutu
dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan
pada criteria berikut :
mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan
waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan
tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan.
4
Tujuan pengadaaan :
Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu
yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancer, dan
tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan
sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau
sumbangan.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai
kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan
Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah
ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :
5
c. Menjaga ketersediaan
Penumpukan stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat dihindari dengan
pengaturan sistem penyimpanan seperti fisrt expired fisrt out (FEFO) dan fisrt in fisrt
out (FIFO). Sistem FEFO adalah dimana obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih
pendek keluar terlebih dahulu, sedangkan dalam sistem FIFO obat yang pertama kali
masuk adalah obat yang pertama kali keluar (Quick,1997).
1) Kelompok farmakologi/terapeutik
2) Indikasi klinik
3) Kelompok alphabetis
4) Tingkat penggunaan
5) Bentuk sediaan
6) Random bin
7) Kode barang.
6
tersebut harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat, selain itu
tempat penyimpanan narkotika tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat
penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian masing-masing dengan kunci yang berlainan.
D.pendistribusian
Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu tugas utama
pelayanan farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang peranan penting dalam
penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan ke unit-unit disetiap
bagian farmasi rumah sakit termasuk kepada pasien. Hal terpenting yang harus
diperhatikan adalah berkembangnya suatu proses yang menjamin pemberian sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang benar dan tepat kepada pasien, sesuai dengan yang
tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi Obat (KIO) serta dilengkapi
dengan informasi yang cukup (Quick,1997).
a) Sistem persediaan lengkap (Floor stock system), meliputi semua persediaan obat
dan alat kesehatan yang dibutuhkan diruangan. Pelayanan dalam sistem persediaan
ruangan salah satu adalah penyediaan emergency kit (kotak obat darurat) yang
digunakan untuk keperluan gawat darurat (Siregar,2004).
7
c) sistem unit dose dispensing (UDD) didefinisikan sebagai obat yang disiapkan
dan diberikan kepada pasien dalam unit dosis tunggal yang berisi obat untuk sekali
minum. Konsep UDD bukan merupakan inovasi baru dalam farmasi dan pengobatan.
Unit dose dispensing merupakan tanggung jawab farmasi yang tidak dapat berjalan
disituasi institusi rumah sakit tanpa kerja sama dengan perawat dan staf kesehatan
yang lain. Keuntungan UDD antara lain penderita hanya membayar obat yang
digunakanya saja,mengurangi kesalahan pengobatan,memperbesar komunikasi antara
apoteker-dokter perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian penggunaan obat.
Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan lebih tinggi (Siregar
dan Amalia,2004).
Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain diantaranya adalah:
a) Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari dan
hanya membayar untuk obat-obatan yang digunakan saja,
d) Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan dibagian
perawat dan farmasi,
8
Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan (ambulatory) di RS mencakup:
persyaratan manajemen, persyaratan fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan
order atau resep obat, dan pedoman operasional lainnya (siregar dan amalia, 2003).
Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory harus dipimpin oleh seorang apoteker
yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten secara professional
(Anonim,2012).
Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan adalah sistem resep
perorangan yaitu cara distribusi obat pada pasien secara individual berdasarkan resep
dokter. Pasien harus diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang
akan bertanggung jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga
kesehatan. Apoteker juga harus bertindak sebagai konsultan obat bagi pasien yang
melakukan swamedikasi (Siregar dan Amalia, 2003).
E. Pengendalian
Tujuan pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan perbekalan farmasi
di unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)
b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima (Depkes RI,2008)
9
b. Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
Fungsi:
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1(satu) jenis
perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran,
10
4) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Depkes
RI,2008)
2) Penyusunan laporan,
4) Pengendalian persediaan,
11
c) Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.
3) Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan :
c) Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung sebesar
waktu tunggu,
2.9.2 Pelaporan
Tujuan:
12
c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan,
G. Penghapusan
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak
memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan
akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan
obat yang sub standar (Depkes RI,2008)
13
4) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan,
Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU No.22 Tahun 1997, yaitu:
Pasal 60:
a) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi,
b) Kadarluarsa,
c) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, atau
Pasal 61:
b) Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan,
c) Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan.
Pasal 75:
14
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:
d) Memeriksa tanda pengenal diri tersangka, menyuruh berhenti orang yang diduga
melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
serta,
l) Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA),
dan/atau tes bagian tubuh lainnya,
15
o) Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat
perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
q) Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan
Prekursor Narkotika,
r) Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas
penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
dan
Pasal 91
3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x
24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan
menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan
kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri,
dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
16
4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi,
penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan,
pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar
tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan
pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia
farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai masukan
diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah IFRS.Mengingat pentingnya pelayanan farmasi di
rumah sakit, maka calon apoteker perlu memahami dan mengenal peranan
apoteker di rumah sakit, khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai
bekal bagi lulusan Program Pendidikan Profesi Apoteker apabila bekerja di
rumah sakit
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih belum sempurna,
dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh karena itu, saya berharap pembaca
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini dan pembelajaran untuk penulisan makalah di lain kesempatan.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya, dan juga para
pembaca pada umumnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, C.J.P, Amalia, L. 2003. Farmasi Rumah Sakit. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. 2002. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) . Jakarta
19
http://kesehatan-dokter-kebidanan-farmasi.blogspot.com/2012/01/perencanaan-
pengadaan-dan-distribusi.html diakses pada tanggal 8 Oktober 2013
20