Anda di halaman 1dari 151

ANALISIS POSTUR TUBUH IBU MENYUSUI DALAM

POSISI DUDUK MENGGUNAKAN RAPID UPPER LIMB


ASSESMENT KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2014
Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:
Nadya Hanifa Burmawi
108101000049

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H.
2015 M.
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juni 2015
Nadya Hanifa, NIM: 108101000049
Analisis Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid
Upper Limb Assesment Kelurahan Pisangan

xvii + 106 Halaman + 14 Tabel + 19 Gambar + 2 Bagan + 10 Lampiran

ABSTRAK

Penerapan ergonomi yang tidak tepat sering terjadi pada ibu menyusui saat
duduk. Ibu menyusui lebih sering mengabaikan kenyamanan mereka yang dapat
menimbulkan postur janggal mengakibatkan keluhan rasa sakit. Gejala yang umum
terjadi akibat penerapan ergonomi yang tidak tepat adalah timbulnya risiko ergonomi
akibat kerja berupa MSDs. Namun masalah muncul adalah postur tubuh ibu
menyusui yang menggunakan posisi duduk apa yang meminalisasi timbulnya risiko
ergonomi.
Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk melihat gambaran analisis
posisi duduk ibu menyusui menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014.
Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan observasional
terhadap postur tubuh pada ibu menyusui menggunakan metode ergonomic risk
assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Untuk mendapatkan gambaran
postur kerja dari aktivitas ibu menyusui dalam posisi duduk menggunakan kursi
ergonomis, kursi biasa dan tidak menggunakan kursi.
Hasil yang diperoleh pada ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis
menggunakan metode RULA skornya 6 level risiko sedang, sedangkan postur
tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 30,8% (4 orang) dan siku kiri 31,2%
(5 orang). Pada ibu menyusui menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA
skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu
punggung sebesar 23,1% (3 orang), siku kiri 37,5% (3 orang) dan siku kanan
(3orang). Pada ibu menyusui tidak menggunakan kursi/sofa menggunakan metode
RULA skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu
leher sebanyak 53,8% (7 orang), punggung sebanyak 61,5% (8 orang), lengan bawah
kiri sebanyak 44,4% (4 orang), dan siku kiri sebanyak 50% (8 orang). Sedangkan
berdasarkan hasil observasi yang ditemukan postur janggal pada posisi duduk ibu
yang kursi/sofa dan yang tidak menggunakan kursi terdapat postur janggal pada
bagian tubuh seperti leher, lengan, punggung, kaki kecuali menggunakan kursi
ergonomis yang menggalami postur janggal pada bagian leher dan lengan. Oleh
karena itu disarankan ibu menyusui untuk untuk duduk secara benar baik
menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak mengunakan kursi dengan
duduk membentuk huruf S apabila dilihat dari samping, adanya bantalan pada
punggung.

Kata kunci: Ibu Menyusui, Posisi Duduk, Postur Tubuh.


Daftar Bacaan: 25 (1993-2010)

iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduate Thesis, Juli 2015

Nadya Hanifa, NIM: 108101000049

Analysis Posture of Breast Mother in Sitting Position using Rapid Upper Limb
Assesment in Kelurahan Pisangan

xvii + 106 Pages + 14 Tables + 19 Figures + 2 Schemes + 10 Attachments

ABSTRAK
Improper application of ergonomics often occurs in breastfeeding mothers
when sitting. Breastfeeding mother sometime abandon their convenience which can
result in awkward postures and pain. The common symptoms to improper application
of ergonomics is the emergence of ergonomic is the occupational risk in form of
MSDs. But the problem came with breastfeeding sit position and the equiptment that
can minimize ergonomic risk.
Because of that, this research tried to study about representation analysis
sitting position of breastfeeding mother with RULA in Kelurahan Pisangan 2014.
This study used descriptive method with quantitative approachment and
observational approachment toward posture of breastfeeding mother with ergonomic
risk assesment RULA (Rapid Upper Limb Assesment) method. To get an overview
of the activities of breastfeeding mothers in sitting position, we use ergonomic
chairs, regular chairs and no chair.
The results are in breastfeeding mothers using ergonomic chairs with RULA
methods the score is 6 levels moderate risk, whereas most risky posture is neck as
much as 30.8% (4 people) and left elbow 31.2% (5 people). In breastfeeding mothers
using the chair / sofa with RULA methods the score is 7 levels high risk posture
while most at risk, namely the back of 23.1% (3 people), left elbow 37.5% (3 people)
and right elbow (3 people). In nursing mothers did not use the chair / sofa with
RULA methods the score is 7 levels high risk posture while most at risk, namely the
neck as much as 53.8% (7 people), back as much as 61.5% (8 people), left forearm as
much as 44, 4% (4 people), and the left elbow as much as 50% (8 people). While
based on the observation, women found awkward postures in the sitting position who
used chairs / sofas and women found comfort at the part of body such as neck, arms,
wrists, back, legs except when used ergonomic chairs they felt comfort at back.
Therefore advisable for breastfeeding mothers to sit correctly either use an
ergonomic chair, chair/sofa, and no chair to sit down to form the letter S when
viewed from the side, the pads on the back.

Keywords: Breastfeeding, Sitting Position, Posture.

References: 25 (1993-2010)

iv
RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama Lengkap : Nadya Hanifa Burmawi

Tempat Tanggal Lahir : Padang, 05 November 1990

Alamat : Jl.Kantil II Blok H2 No.25 Harapan Kita,

Karawaci-Tangerang.

Telepon : 085697549711

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Email : hanifanadya@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1996 – 2002 : SD Islam Al-Isqitomah Tangerang

2002 – 2005 : SMP Negeri 19 Tangerang

2005 – 2008 : SMA Negeri 5 Karawang

2008 – sekarang : S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN MAGANG

Januari-Februari 2012 : Divisi Health Safety and Environment (HSE) PT

Krakatau Steel (Persero) Tbk.

PENGALAMAN ORGANISASI

 Paskibra SMP Negeri 19 Tangerang

 Paskibra SMA Negeri 5 Karawang

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, atas Berkat dan Rahmat-

Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar

Muhammad Shallallahu‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut

mereka dalam kebajikan hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam

memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM). Penyelesaian skripsi ini melalui banyak proses yang

telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya tercinta atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah

mendidik dan membesarkan saya hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal

tentang arti syukur, cinta dan pengorbanan. Selalu mendoakan dan memberikan

motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi untuk tidak berhenti

berusaha dan melakukan yang terbaik.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

vii
4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA, sebagai pembimbing skripsi I yang

telah memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya selama penyusunan

skripsi ini.

5. Ibu Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II yang telah

memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya selama penyusunan

skripsi ini.

6. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D sebagai sebagai penguji I skripsi saya yang

sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

7. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM sebagai penguji II skripsi saya yang

sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

8. Ibu Meilani M Anwar, SKM, M.T sebagai penguji III skripsi saya yang sudah

memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

9. Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu

pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi.

10. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu

dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan.

11. Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

12. Adik penulis dan keluarga besar untuk semangat dan motivasinya supaya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga.

13. Saudari-saudariku Risma Budiyanti, Maratush Sholilah, Ade Rahmi, dan Ade

Fithrotinnadhiroh

14. Sahabat penulis Sinthi Ayesha yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk

kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

viii
15. Serta kepada berbagai pihak yang turut mendukung dan membantu atas

terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih terdapat

banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu, penulis

berharap akan adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2015

Nadya Hanifa Burmawi

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. ii


ABSTRAK ....................................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 7
D. Tujuan .............................................................................................. 7
1. Tujuan Umum ............................................................................. 7
2. Tujuan Khusus ............................................................................ 7
E. Manfaat ............................................................................................ 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 11
A. Ergonomi ........................................................................................ 11
B. Faktor Risiko Ergonomi ................................................................ 12
a. Postur Tubuh ........................................................................... 12
b. Frekuensi ................................................................................. 18
c. Durasi ...................................................................................... 18
d. Force/Gaya ............................................................................. 19
e. Faktor Objek ............................................................................ 19
C. Menyusui ........................................................................................ 20
1. Definisi ASI ............................................................................ 21

x
2. Pemberian ASI Eksklusif ........................................................ 21
3. Posisi Menyusui ...................................................................... 22
D. Anatomi Tulang Belakang ............................................................ 27
E. Metode Penilaian Risiko Ergonomi .............................................. 29
1. RULA (Rapid Upper Limb Assesment) ................................. 29
2. REBA (Rapid Entire Body Assesment) .................................. 39
3. QEC (Quick Exposure Checklist) .......................................... 41
4. OWAS (Ovako Working Posture Analysing System) ............ 42
5. BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors) 43
6. Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH ............. 45
7. JSI (Job Strain Index) ............................................................ 45
8. PLIBEL-The Method Assigned for Identification of
Ergonomic Hazards ............................................................... 45
9. The Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods:
OCRA Index and OCRA Checklist ………………………….46
F. Desain Kursi .................................................................................. 47
1. Kursi Ergonomis .................................................................... 49
2. Kursi Non Ergonomis ............................................................ 51
G. Kerangka Teori .............................................................................. 51
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ....... 54
A. Kerangka Konsep .......................................................................... 54
B. Definisi Operasional ...................................................................... 56
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 59
A. Desain Penelitian ........................................................................... 59
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 59
C. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................... 59
D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 59
E. Pengumpulan Data ........................................................................ 61
F. Pengolahan Data ............................................................................ 65
G. Analisis Data ................................................................................. 70
BAB V HASIL ................................................................................................ 71
A. Gambaran Posisi Duduk Ibu Menyusui Menggunakan RULA

xi
di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 .............................................. 71
1. Gambaran Postur Duduk Menggunakan RULA Pada
Kursi Ergonomis .................................................................... 73
2. Gambaran Postur Duduk Menggunakan Kursi/Sofa .............. 76
3. Gambaran Postur Duduk Tidak Menggunakan Kursi ............ 82
B. Gambaran Analisis Postur Tubuh di Kelurahan Pisangan
Tahun 2014 .................................................................................... 86
C. Gambaran Posisi Janggal Ibu Menyusui di Kelurahan
Pisangan Tahun 2014 .................................................................... 88
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................... 90
A. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 90
B. Gambaran Posisi Duduk Menggunakan Kursi Ergonomis,
Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu
Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan
RULA di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ................................... 90
C. Gambaran Postur Tubuh Menggunakan Kursi Ergonomis,

Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu

Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan

Pisangan Tahun 2014 ..................................................................... 96

D. Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis,

Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu

Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan

Pisangan Tahun 2014 ..................................................................... 99

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 104


A. Simpulan .................................................................................... 104
B. Saran ............................................................................................ 105

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman


2.1 Postur janggal dan kemungkinan terjadinya

sakit atau gejala lainnya 17

2.2 Skor Grup A 33

2.3 Berat Beban 34

2.4 Grand Total Score Table 34

2.5 Skor Grup B 37

2.6 Berat Beban 37

2.6 Neck, trunk and leg score 38

3.1 Definisi Operasional 56

5.1 Distribusi Posisi Duduk Ibu saat Menyusui

di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 71

5.2 Gambaran Postur Tubuh Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun

Menggunakan Kursi Egonomis di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 73

5.3 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur

0-2 Tahun Menggunakan Kursi/Sofa di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 76

5.4 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur

0-2 Tahun Tidak Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 82

xiii
5.5 Distribusi Frekuensi Keluhan Berdasarkan Bagian Tubuh

pada Posisi Duduk Ibu Menyusui Bayi yang Berumur

0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 86

5.6 Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis,

Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui

Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 89

xiv
DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman


2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja 13

2.2 Kerangka Teori 53

xv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman


5.2 Posisi duduk yang benar saat menyusui 23

5.3 Posisi berdiri yang benar saat menyusui 24

5.4 Posisi rebahan yang benar saat menyusui 25

5.5 Posisi cradle hold yang benar saat menyusui 25

5.6 Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui 26

5.7 Posisi football hold yang benar saat menyusui 27

5.8 Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui 27

5.9 Postur Bagian Lengan Atas 31

5.10 Postur Bagian Lengan Bawah 32

5.11 Postur Pergelangan Tangan 32

5.12 Postur Putaran Pergelangan Tangan 33

5.13 Postur Leher 35

5.14 Postur Punggung 36

5.15 Postur Kaki 36

3.1 Kerangka Konsep 55

4.1 Timbangan Digital 60

4.2 Samsung ST65 60

4.3 Busur Derajat 61

4.4 Penggaris Panjang 61

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Pernyataan Persetujuan Responden

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Form Pengukuran RULA

Lampiran 4 Contoh Analisis RULA

Lampiran 5 Form Nordic Body Map

Lampiran 6 Data Kursi Ergonomis

Lampiran 7: Contoh Gambar Sofa yang Digunakan Ibu Menyusui

Lampiran 8: Contoh Gambar Kursi yang Digunakan Ibu Menyusui

Lampiran 9 Foto IbuMenyusui

Lampiran 10 Hasil Pengukuran RULA

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Soedarjatmi (2003) sikap duduk yang salah (tidak ergonomis)

akan meningkatkan risiko terpajan nyeri punggung bawah. Menurut Chang

(2006), 60 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah

duduk yang terjadi pada saat mereka bekerja atau yang aktivitasnya lebih banyak

dilakukan dengan duduk. Duduk lama dengan posisi yang salah dapat

menyebabkan otot-otot punggung bawah menjadi tegang dan dapat merusak

jaringan lunak sekitarnya. Bila keadaan ini berlanjut, akan menyebabkan

penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia

nukleus pulposus (Idyan dalam Harnoto, 2009).

Saat duduk juga dilakukan aktivitas mengangkat dan membungkuk, maka

pembebanan pada tulang belakang juga semakin besar. Hal itu dapat

menyebabkan nyeri punggung bawah. Gangguan fungsi itu timbul akibat tidak

seimbangnya otot perut dan otot pinggang yang menyangga tulang belakang

(Tarwaka, 2004). Wawancara yang dilakukan Klinpikul (2010) untuk penelitian

yang berjudul Factors Affecting Low Back Pain during Breastfeeding of Thai

Women ditemukan bahwa duduk untuk jangka waktu yang panjang pada ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dapat menyebabkan sakit, nyeri di

pinggang, leher, bahu, dan paha.

1
2

Posisi nyaman yang dilakukan ibu menyusui bayi yang berumur 0-2

tahun belum sesuai dengan posisi menyusui yang benar dalam keadaan duduk

seperti terlalu membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal

(Suradi, 2004). Sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu

kelelahan dan rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis

tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidaksesuaian antara

ibu dan lingkungan setempat. Maka sebaiknya ibu dapat mengambil posisi duduk

lebih baik menggunakan kursi, punggung ibu bersandar pada sandaran kursi, dan

agar kaki tidak bergantung maka harus diberi penyangga (Suradi, 2004).

Kalau diperhatikan pada lingkungan sekitar, maka akan ditemukan

obyek-obyek fisik buatan manusia seperti: kursi, meja, tempat tidur, ball point

dan sebagainya. Kursi untuk tempat duduk misalnya, mempunyai kegunaan yang

istimewa bagi manusia, apabila perancangannya memperhatikan sistem manusia-

kursi. Artinya ukuran-ukuran dari kursi tersebut harus memperhatikan ukuran-

ukuran manusia yang menggunakannya, dan bentuk atau tipe dari kursi harus

memperhatikan tujuan pemakaiannya. Jelas disini, bahwa untuk bisa merancang

suatu sistem kerja yang baik, harus menyeimbangkan fungsi manusia sebagai

pihak yang aktif dengan fungsi obyek yang dibuat sebagai pihak yang pasif.

Menurut penelitian yang dilakukan Fahma, dkk (2010) dengan judul

Perancangan Kursi untuk Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun

berdasarkan Pendekatan Antropometri (Studi Kasus: Di Ruang Laktasi Rumah

Sakit XYZ) mengemukakan rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui


3

bayi yang berumur 0-2 tahun berdasarkan antropometri penggunanya. Penelitian

lain yang dilakukan Iqbal (2013) dengan judul Pengembangan Model Kursi Bagi

Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran

Antropometri (Uji Coba Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) menemukan

ukuran-ukuran untuk dimensi rancangan kursi ergonomis melalui data

antropometri wanita di Indonesia (Chuan dkk, 2010) dengan data antropometri

ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan. Oleh karena

adanya penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan penggunaan kursi

ergonomis pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun khususnya di

Kelurahan Pisangan. Umumnya posisi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2

tahun cenderung sama di semua tempat.

Postur tubuh menjadi suatu bahan yang menarik untuk dikaji, hal ini

terbukti dengan munculnya berbagai metode analisis postur. Berbagai metode-

metode itu ialah Ovako Working Posture Analysing System (OWAS), Quick

Exposure Checklist (QEC), Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors

(BRIEF), Rapid Entire Body Assesment (REBA), Rapid Upper Limb Assesment

(RULA), Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH, Job Strain Index,

PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards, The

Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA

Checklist.

Metode-metode tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi postur kerja,

menentukan apakah postur yang dilakukan sudah aman dan nyaman serta
4

memberikan rekomendasi perbaikan postur kerja. Rekomendasi ditunjukkan

dengan menentukan klasifikasi postur, sudah termasuk aman atau belum

kemudian tindakan apa yang perlu dilakukan.

Metode RULA yang dikembangkan untuk menginvestigasi secara

ergonomi keadaan di tempat kerja dimana terdapat adanya keluhan-keluhan

cedera yang disebabkan oleh beban kerja pada tubuh bagian atas (McAtamney&

Corlett, 1993). Sehingga analisis postur tubuh menggunakan posisi duduk pada

ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun lebih efektif bila menggunakan

metode RULA. Input metode ini adalah postur (telapak tangan, lengan atas,

lengan bawah, punggung dan leher), beban yang diangkat, tenaga yang dipakai

(statis/dinamis), jumlah pekerjaan.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk

menggunakan kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Hasil

kuesioner Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan

sakit, nyeri, kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher

(23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan

bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Oleh

karena itu, pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun permasalahan

ergonomi terutama sangat terkait dengan postur tubuh yang tidak baik dan harus

melakukan pekerjaan yang berulang-ulang yaitu menyusui pada posisi duduk

yang tidak benar sehingga sangat berpotensi menimbulkan postur janggal.


5

Gerakan postur janggal adalah salah satu faktor risiko terjadinya gangguan,

penyakit, atau cedera pada sistem otot rangka (Cohen dkk, 1997).

Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, maka peneliti ingin mengetahui

mengenai analisis postur tubuh yang berhubungan dengan posisi duduk ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan metode RULA. Penelitian

ini merupakan penelitian bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang

diterapkan pada postur tubuh ibu yang dapat terjadi postur janggal dan posisi

duduk ibu yang diukur menggunakan metode RULA melalui aktivitas menyusui

yang dilakukan ibu-ibu pasca melahirkan pada umumnya. Aktivitas menyusui

dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa

menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses

bekerja. Adanya penelitian ini, menunjukkan bahwa K3 dapat diterapkan dimana

saja yang terdapat aktivitas.

B. Rumusan Masalah

Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun harus mempunyai

keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi

pada payudara yang tepat (IDAI, 2008). Menurut Kristiyanasari (2009), posisi

yang nyaman untuk menyusui sangat penting dan banyak cara untuk

memposisikan ibu dan bayi selama proses menyusui berlangsung. Ibu menyusui

bayi yang berumur 0-2 tahun lebih sering mengabaikan memposisikan dirinya

selama aktivitas menyusui berlangsung sehingga menimbulkan postur janggal

pada saat posisi duduk yang menimbulkan risiko MSDs. Sikap duduk dengan
6

posisi yang salah sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengurangi kenyamanan.

Akibatnya sering terjadi keluhan pada bagian punggung bagian bawah

dikarenakan sikap duduk yang kurang ergonomis dan duduk dalam posisi statis

seperti posisi membungkuk (kurang dari 90 derajat) dapat memicu kerja otot

yang yang kuat dan lama tanpa cukup pemulihan dan aliran darah ke otot

terhambat. Ibu yang menyusui sering mengalami posisi duduk yang terlalu

membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal mengakibatkan

timbulnya kelelahan, sakit dan rasa nyeri.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari

2013 di Kelurahan Pisangan terhadap 10 ibu menyusui bayi yang berumur 0-2

tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk menggunakan

kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Adapun hasil kuesioner

Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan sakit,nyeri,

kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher (23%),

punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah

(12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi.

Berdasarkan permasalahan ini peneliti ingin mengetahui gambaran analisis posisi

duduk ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun (menggunakan kursi/sofa,

kursi ergonomis, dan tidak menggunakan kursi) di Kelurahan Pisangan lebih

lanjut.
7

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan kursi

ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi

yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui maksud dilakukannya

penelitian melalui tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan RULA di Kelurahan

Pisangan tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun

2014.
8

b. Diketahuinya gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014.

c. Diketahuinya gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan

kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun

2014.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian untuk mengetahui manfaat dilakukannya penelitian ini

bagi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dan masyarakat yang

membutuhkan referensi penelitian ini.

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi peneliti

lain yang akan atau sedang meneliti terkait tentang analisis postur tubuh ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan

metode RULA.

2. Bagi Ibu Menyusui

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun akan pentingnya posisi duduk

yang baik dan benar buat kesehatan ibu.


9

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi

mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengenai

gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun

dalam posisi duduk menggunakan metode RULA sebelum dan sesudah

menggunakan kursi ergonomis di Kelurahan Pisangan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Kesehatan

Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mengetahui gambaran analisis postur

tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk

menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2014.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan

Februari-Juli 2013 pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang

menggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak

menggunakan kursi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif dengan pendekatan

kuantitatif dan pendekatan observasional dengan menggunakan metode

ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Populasi

penelitian ini adalah ibu menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur yang
10

menggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak

menggunakan kursi yang berjumlah 83 orang.

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner nordic body map,

wawancara, observasi, dan pengukuran langsung lembar RULA. Pengumpulan

data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data ibu yang menyusui di

Kelurahan Pisangan Ciputat Timur melalui posyandu. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomi

Ergonomi merupakan ilmu yang memiliki perhatian pada desain dari sistem

di mana manusia melakukan sebuah aktifitas pekerjaan. Asal kata ergonomi berasal

dari bahasa yunani, yaitu ergon yang berarti bekerja dan nomos yang berarti hukum.

Ergonomi bertujuan untuk memastikan kebutuhan manusia akan keselamatan dan

efisiensi pekerjaan selama mereka berada didalam lingkungan kerjannya (Bridger

dalam Aryanto, 2008).

Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan

pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan

tercapainya produktifitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui

pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah komponen

kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian

pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan

kerja (Suma’mur dalam Aryanto, 2008).

Untuk kebanyakan orang, ergonomi adalah suatu konsep atau sebuah ide.

Ergonomi adalah cara pandang terhadap dunia, bagaimana manusia berpikir dan

bagaimana mereka berinteraksi dengan semua aspek dari lingkungan, peralatan

yang mereka gunakan dan situasi kerja mereka (Oborne dalam Aryanto, 2008).

11
12

B. Faktor Resiko Ergonomi

Faktor risiko ergonomi merupakan faktor-faktor yang berpotensi

menimbulkan kerugian atau efek terhadap kesehatan sehubungan dengan

ergonomi. Menurut Bridger (2003) ada beberapa faktor risiko ergonomi yaitu

faktor fisik pekerjaan, faktor organisasi kerja dan faktor psikososial dalam Astuti

(2009).

a) Postur Tubuh

Menurut Pheasant (1991) postur adalah orientasi relatif dari posisi

rata-rata setiap bagian tubuh hampir pada setiap waktu dan postur tubuh

seseorang dipengaruhi oleh gerakan yang diakukan. Postur seseorang

dalam bekerja merupakan hubungan antara dimensi tubuh seseorang

dengan dimensi berbagai benda yang dihadapinya dalam pekerjaan

(Pheasant, 1986). Menurut Pulat (1991) postur kerja sebagai posisi tubuh

pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan

desain area kerja dan task requirements.

Peranan penting dalam ergonomi yaitu postur dan pergerakan

memegang. Postur janggal (awkwark posture) salah satu penyebab utama

gangguan otot rangka. Menurut Bridger (1995) postur tubuh ketika bekerja

dapat dipengaruhi oleh faktor personal, karakteristik pekerjaan, dan desain

tempat kerja seperti yang ditunjukan sebagai berikut:


13

Bagan 2.1: Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja (Bridger, 2003)

Task requirements

Working posture

Workspace Personal factor

1. Workspace design seperti dimensi tempat duduk, dimensi permukaan

kerja, desain tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi, tingkat dan

kualitas pencahayaan.

2. Task Requirements seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk

pekerjaan manual (posisi, force/gaya), pergantian shift, waktu istirahat,

pekerjaan statis atau dinamis.

3. Karakteristik pekerja/personal factor seperti umur, antropometri, berat

badan, fitnes, pergerakan sendi, gangguan musculoskeletal

sebelumnya, injuri/ operasi yang pernah dialami sebelumnya,

penglihatan, jangkauan tangan, dan obesitas (Bridger, 2003).

Postur netral yaitu postur dalam proses yang sesuai dengan anatomi

tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian

penting tubuh, seperti organ tubuh, saraf, tendon, otot, dan tulang membuat

keadaan menjadi rileks dan menyebabkan kelelahan sistem

muskuloskeletal/sistem tubuh lainnya (Satrya dalam Rinandha, 2011). Ada


14

dua jenis postur yang sering terjadi ketika bekerja dengan pusat pendukung

yang berbeda yaitu:

a) Postur duduk

Menurut Pheasant (1991) postur duduk melibatkan fleksi pada lutut

dan fleksi punggung terhadap paha dan saat posisi duduk pusat pendukung

tubuh adalah tulang pungung terhadap pelvis. Postur duduk lebih disenangi

secara psikologis karena kelebihannya untuk mendukung postur yang stabil

pada tubuh dengan nyaman disepanjang waktu, dan sesuai dengan

pekerjaan yang dilakukan (Pheasant, 1986).

Menurut Bridger (1995) umumnya seseorang tidak mampu untuk

duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka

akan duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang

agak merosot dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara

anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan.

b) Postur berdiri

Saat posisi berdiri pusat pendukung tubuh adalah kaki. Menurut

Bridger (2003) ada beberapa manfaat posisi kerja yang dilakukan dengan

berdiri yaitu jangkauan lebih luas dalam posisi berdiri daripada posisi

duduk, berat badan dapat digunakan untuk menekan beban/force, pekerja

yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil daripada pekerja yang

duduk dan kaki sangat efektif pada damping vibration. Beban statis,

penekanan pada jaringan lunak dan pembekuan pada vena dapat

menyebabkan fatique, oleh sebab itu perlu adanya pergerakan dalam postur
15

berdiri seperti berjalan-jalan atau bergerak dalam waktu yang singkat

sebagai relaksasi agar aliran darah ke kaki tetap aktif (Bridger dalam

Astuti, 2009).

Menurut ILO (1998) secara alamiah postur terbagi menjadi dua yaitu:

a. Postur Statis :
Postur statis merupakan postur yang tetap atau sama hampir

disepanjang waktu. Pada postur statis hampir tidak terjadi pergerakan otot

dan sendi, sehingga beban yang ada adalah beban statis. Dalam kondisi ini

suplai darah yang membawa nutrisi dan oksigen akan terganggu sehingga

akan menggangu proses metabolism tubuh. Permasalahan dalam pekerjaan

statis adalah postur yang sama dalam jangka waktu yang lama sehingga

dapat menyebabkan stress atau tekanan pada bagian tubuh tertentu dalam

Astuti (2009).

b. Postur Dinamis :

Postur dinamis adalah postur yang terjadi dengan adanya perubahan

panjang dan peregangan pada otot serta adanya perpindahan beban. Postur

dinamis melibatkan adanya gerakan. Posisi yang paling nyaman bagi tubuh

adalah posisi netral dengan pergerakan. Akan tetapi jika pergerakan

tersebut terjadi terus menerus dan kelanjutan maka dapat membahayakan

kesehatan.

Hal ini dapat terjadi karena pergerakan yang berkepanjangan akan

membutuhkan energi yang lebih besar daripada posisi statis, terutama pada
16

pergerakan yang ekstrim atau ketika menangani beban yang berat.

Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat dilihat dari kerja otot,

aliran darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis postur

tersebut.Postur kerja yang berbahaya bagi kesehatan dan paling berisiko

menimbulkan cidera adalah postur janggal.

Postur janggal merupakan posisi tubuh/segmen tubuh yang

menyimpang secara signifikan dari posisi range yang normal pada saat

melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh

manusia untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal

akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan persendian

sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka.

Postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar pada

beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru

untuk menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal,

maka semakin banyak energy yang dibutuhkan untuk memepertahankan

kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan

semakin kuat (Bridger dalam Kurniawati, 2009). Berikut beberapa postur

janggal yang berisiko menimbulkan sakit pada bagian tubuh tertentu (Van

Wely dalam ILO, 1998):


17

Tabel 2.1 : Postur janggal dan kemungkinan terjadinya sakit atau gejala lainnya

Postur Janggal Alokasi kemungkinan sakit atau gejala


lainnya.

Berdiri Pada kaki, region lumbal

Duduk tanpa dukungan lumbar Pada region lumbal

Duduk tanpa dukungan punggung Pada otot-otot punggung

Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang Pada lutut, kaki dan region lumbar
baik dengan ketinggian yang sesuai

Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada Pada bahu dan otot-otot leher
permukaan alat kerja yang terlalu tinggi

Tangan bagian atas terangkat tanpa Pada bahu dan lengan bagian atas
dukungan dari alas vertical

Tangan meraih sesuatu yang sulit Pada bahu dan lengan bagian atas
terjangkau (jauh atau tinggi)

Kepala mendongkak Pada region leher

Posisi membungkuk, punggung yang Pada region lumbal, otot-otot punggung


mengarah ke depan

Membawa beban berat dengan cara Pada region lumbal, otot-otot punggung
memanggul atau memikul

Semua posisi tegang Pada semua otot (karena semua otot-otot


terlibat)

Posisi ekstrim yang terus menerus pada Pada semua sendi (karena semua sendi
setiap sendi terlibat)

Sumber: Van Wely dalam ILO, 1998.


18

Semakin sering dan lama terjadinya postur janggal maka akan semakin

perbesar kemungkinan risiko yang ditimbulkan. Selain itu derajat kejanggalan

yang terjadi juga menentukan risiko yang ditimbulkan (Astuti, 2009).

b) Frekuensi

Banyaknya frekuensi aktivitas (mengangkat atau memindahkan) dalam

satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi

gerakan postur janggal ≥ 2 kali/menit merupakan faktor risiko terhadap

pinggang. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa

lelah bahkan nyeri/sakit pada otot, oleh karena adanya akumulasi produk sisa

berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan yang dilakukan

berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada otot dengan akibat terjadinya

edema atau pembentukan jaringan perut. Akibat adanya jaringan parut maka

akan terjadi penekanan di otot yang akan mengganggu fungsi syaraf.

Terganggunya fungsi syaraf, destruksi serabut saraf atau kerusakan yang

menyebabkan berkurangnya respon syaraf dapat menyebabkan kelemahan pada

otot (Humantech, 1995).

c) Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat

sebagai menit-menit dari jam kerja atau hari pekerja perpajan risiko. Durasi juga

dapat dilihat sebagai pajanan atau tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan

berdasarkan faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada

faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya.


19

Durasi dibagi sebagai berikut :

a) Durasi singkat : < 1 jam/hari

b) Durasi sedang : 1-2 jam/hari

c) Durasi lama : > 2 jam

Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering dan

berulang-ulang adalah keletihan atau kelelahan otot. Sepanjang otot mengalami

kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi

dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu cepat

untuk memberikan oksigen yang memadai mencapai jaringan atau memberikan

uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Germain dalam Munir, 2008).

d) Force/ gaya

Force/ gaya merupakan usaha mekanik atau fisik yang dikeluarkan untuk

melakukan gerakan atau peregangan (American Dental Association, 2004).

force/ gaya juga dapat berarti sebagai tenaga yang dikeluarkan ketika melakukan

sesuatu force/ gaya juga berhubungan dengan beban dan berat objek yang

ditangani. Semakin berat objek yang ditangani semakin besar force/ gaya yang

harus dikeluarkan tubuh. Secara umum semakin besar gaya yang dikeluarkan

untuk menangani suatu objek, maka risiko kesehatan yang dapat terjadi juga

akan semakin besar dalam Astuti (2009)

e) Faktor Objek

1. Berat objek

Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat

oleh seseorang adalah 23-25 kg. Mengangkat beban yang terlalu berat akan
20

mengakibatkan tekanan pada discus pada tulang belakang (deformitas

discus). Deformitas discus menyebabkan derajat kurvatur lumbar lordosis

berkurang sehingga pada akhirnya mengakibatkan tekanan pada jaringan

lunak. Selain itu, beban yang berat juga dapat menyebabkan kelelahan karena

dipicu peningkatan tekanan pada discus intervertebra (Bridger, 1995).

2. Besar dan bentuk objek

Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan

otot rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedikit

mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak

atau bahu lebih 300-400mm, panjang lebih dari 350mm dengan ketinggian

lebih 450mm. sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan,

tidak ada sudut tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat

objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena

kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 1999).

C. Menyusui

Menurut Roesli (2000), menyusui adalah proses pemberian ASI kepada bayi,

dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI.

Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan alat-

alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan

pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama

suami. Lawrence dalam Roesli (2001), menyatakan bahwa menyusui adalah

pemberian sangat berharga yang dapat diberikan seorang ibu pada bayinya. Dalam
21

keadaan miskin, sakit atau kurang gizi, menyusui merupakan pemberian yang dapat

menyelamatkan kehidupan bayi.

1. Definisi ASI

Air Susu Ibu adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak

dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh

kelenjar-kelenjar mamari pada manusia. ASI merupakan satu-satunya makanan

alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bayi sejak lahir hingga berusia 2

tahun lebih (Siregar, 2004).

ASI diproduksi atau dibuat oleh kelenjar susu atau pabrik ASI. Kemudian

disalurkan melalui saluran susu ke gudang susu yang terdapat dibawah daerah

yang berwarna gelap atau cokelat tua disekitar putting susu. Gudang susu ini

sangat penting artinya, karena merupakan tempat penampungan ASI. Puting susu

mengandung banyak saraf sensoris sehingga sangat peka. ASI diproduksi atas

hasil kerja gabungaan antara hormon dan refleks. Selama hamil, terjadilah

perubahan pada hormon yang berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu

untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-kadang

mulai kehamilan 6 bulan terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan

payudara mulai memproduksi ASI (Roesli, 2000).

2. Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan,

diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun air putih sampai

bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan

lain dan tetap diberikan ASI sampai berumur 2 tahun (Purwati, 2003).
22

Menurt Roesli (2000) yang berpendapat bahwa yang dimaksud ASI

eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya

diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lainnya seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan tambahan padat seperti

pisang,papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim. Pemberian asi secara

eksklusif ini dianjurkan unutk jangka waktu setidaknya 4 bulan, tetapi bila

mungkin 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus dikenalkan dengan

makanan padat, sedangkan asi dapat diberikan sampai umur 2 tahun atau bahkan

lebih dari 2 tahun. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health

Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dalam (Inayatillah, 2010).

3. Posisi Menyusui

Ada banyak cara untuk memposisikan ibu dan bayinya selama proses

menyusui berlangsung. Sebagian ibu memilih menyusui dalam posisi berbaring

miring sambil merangkul bayinya. Sebagian lagi melakukannya sambil duduk di

kursi dengan punggung diganjal bantal dan kaki diatas bangku kecil. Setiap ibu

memiliki kebiasaan yang berbeda dan tidak ada satu posisi pun yang paling benar

dalam menyusui.

Ada beberapa posisi menyusui yaitu posisi duduk, posisi berdiri, posisi

rebahan, posisi cradle hold, posisi cross cradle hold, posisi football hold dan

posisi berbaring miring.


23

a. Posisi Duduk

Posisi menyusui dengan duduk dapat dilakukan dengan posisi santai

dengan menggunakan kursi atau sofa, punggung ibu bersandar pada

sandaran kursi, dan kaki tidak boleh mengantung. Adapun cara menyusui

dengan posisi duduk yaitu: 1) gunakan bantal untuk menopang bayi, bayi

ditidurkan di atas pangkuan ibu; 2) bayi dipegang satu lengan, kepala bayi

diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan

dan kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan

telapak tangan ibu; 3) satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu

dan yang satu di depan; 4) perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi

menghadap payudara; 5) telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis

lurus (Kristiyanasari, 2009).

Gambar 2.1: Posisi duduk yang benar saat menyusui (Kristiyanasari, 2009)

b. Posisi Berdiri

Menyusui dengan posisi berdiri diusahakan bayi merasa nyaman

saat menyusui. Cara menyusui dengan posisi berdiri : 1) bayi digendong

dengan kain atau alat penggendong bayi; 2) saat menyusui sebaiknya tetap

disangga dengan lengan ibu agar bayi merasa tenang dan tidak terputus saat

menyusu; 3) lekatkan badan bayi ke dada ibu dengan meletakkan tangan


24

bayi di belakang atau samping ibu agar tubuh ibu tidak terganjal saat

menyusui.

Gambar 2.2 : Posisi berdiri yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

c. Posisi Rebahan

Menyusui dengan posisi rebahan dapat dilakukan dengan : 1) ibu

dapat duduk di atas tempat tidur dan punggung bersandar pada sandaran

tempat tidur atau dapat diganjal dengan bantal; 2) kedua kaki ibu berada

lurus di atas tempat tidur; 3) bayi diletakkan menghadap perut ibu; 4) ibu

menyangga bayi secara merata dari kepala, bahu hingga pantatnya; 5)

posisikan paha ibu turut membantu menyangga tubuh bayi, namun kalau

kurang dapat ditambah dengan bantal.


25

Gambar 2.3: Posisi rebahan yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

d. Posisi Madona/Cradle Hold

Menyusui dalam posisi madona ini sangat baik untuk bayi yang

baru lahir secara persalinan normal. Adapun cara menyusui bayi dengan

posisi madona (menggendong) : 1) bayi berbaring menghadap ke arah ibu,

2) letakkan kepala bayi pada siku ibu, 3) leher dan punggung atas bayi

diletakan pada lengan bawah leteral payudara, 4) jaga bayi di perut ibu,

sampai kulitnya dan kulit ibu saling bersentuhan, 5) ibu menggunakan

tangan lainnya untuk memegang payudara jika diperlukan (Depkes, 2002)

Gambar 2.4 : Posisi cradle hold yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)
26

e. Posisi Cross Cradle Hold

Menyusui dalam posisi cross cradle hold bagus untuk bayi

prematur dan ibu dengan puting payudara kecil. Cara menyusui dalam

posisi cross cradle hold : 1) tubuh bayi diletakkan di salah satu lengan ibu,

2) telapak tangan ibu menyangga kepala bayi, 3) peluk bayi sehingga dada,

kepala dan perut menghadap kearah ibu, 4) jika diperlukan ibu

menggunakan tangan sebelahnya memegang payudara.

Gambar 2.5 : Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

f. Posisi Football Hold

Menyusui dalam posisi football hold (mengepit) baik bagi ibu yang

melahirkan dengan operasi sesar atau untuk ibu-ibu dengan payudara besar.

Cara dalam menyusui dalam posisi football hold : 1) pegang bayi di

samping ibu dengan kaki di belakang ibu, 2) bayi berbaring atau punggung

melingkar antara lengan dan samping dada ibu, 3) lengan bawah dan tangan

ibu menyangga bayi, 4) ibu harus menggunakan bantal untuk menopang

bayi, 5) ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara

jika diperlukan (Depkes, 2002).


27

Gambar 2.6 : Posisi football hold yang benar saat menyusui

g. Posisi Berbaring Miring

Menyusui dengan posisi berbaring miring baik untuk ibu yang

merasakan lelah atau nyeri. Harus diwaspadai dari posisi ini adalah

pertahankan jalan nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu.

Menyusui berbaring miring juga berguna pada ibu ingin tidur sehingga ia

dapat menyusui tanpa bangun (WHO, 1993).

Gambar 2.7 : Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

C. Anatomi Tulang Belakang

Tulang Belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena

merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan panggul

untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang terdapat

pada pangkal paha. Bentuk dari tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya

sama hanya ada perbedaannya sedikit tergantung pada kerja yang ditanganinya.
28

Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu:

a. Vertebra Cervical (tulang leher): terdiri dari 7 tulang yang memiliki

bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian

seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan

ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

b. Vertebra Thoracic (tulang punggung): terdiri dari 12 ruas di mana

masing-masing ruas tersebut tersemat pada dua tulang rusuk sehingga

terbentuk rongga yang berfungsi melindungi organ-organ vital yaitu

jantung dan paru-paru.

c. Vertebra Lumbalis (tulang pinggang): terdiri dari 5 ruas yang membentuk

daerah lumbal atau pinggang. Vertebra ini memungkinkan kita untuk

membungkuk ke depan atau berkuluk ke belakang.

d. Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung

dan tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya.

Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian

panggul.

e. Vertebra Coccyaglis (tulang ekor): terdiri atas 4 tulang yang juga

tergabung tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan

sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang

kuat.

Ruas-ruas tulang belakang ini tersusun dari atas ke bawah dan di antara

masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut cakram antara

ruas sehingga tulang belakang tegak dan membungkuk, disamping itu di sebelah
29

depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut-serabut kenyal yang

memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Fungsi pergerakan dari tulang

belakang sendiri sangat tergantung pada intervertebral discus yang terpisah dari

bagian vertebra dan berfungsi sebagai peredam kejutan dalam Selvianti (2009).

D. Metode Penilaian Risiko Ergonomi

Metode penilaian risiko ergonomi digunakan untuk mengidentifikasi

gangguan otot rangka pada postur tubuh .terbukti dengan adanya berbagai metode

analisis postur. Berikut metode penlaian risiko ergonomi:

1. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

a. Definisi RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr.Lynn

Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonomi dari universitas

di Nottingham (University’s NottinghamInstitute of Occupational ergonomics).

Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi pada tahun 1993

(Lueder, 1996).

Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam

bidang ergonomi yang menginvestigasikan dan menilai posisi kerja yang

dialakukan oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak melakukan piranti khusus

dalam memberikan pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas

sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh.

Penilaian dengan menggunakan metode RULA membutuhkkan waktu sedikit

untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang

mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan


30

pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukkan dan dipakai

pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).

Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap, kekuatan

dan aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive

starain injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan

yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi

menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk

dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan

menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu

metode RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan

dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).

RULA disediakan untuk menangani kasus yang menimbulkan resiko

pada muskuloskeletal saat pekerja melakukan aktivitas. Alat tersebut

memberikan penilaian resiko yang objektif pada sikap, kekuatan dan aktivitas

yang dilakukan pekerja. RULA telah digunakan di dunia internasional beberapa

tahun ini untuk menilai resiko yang dihubungkan dengan Work Related Upper

Linb Disorders (WRULD) (Mardiyanto, 2008).

Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi

secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas

untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan

skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari

postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah

hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1 (rendah) sampai skor tinggi (7),
31

skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi

itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk

mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan (Staton dkk dalam

Ikrimah 2010).

Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut:

1. Langkah pertama:

a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion

b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion

c. +3 Untuk 45° - 90° flexion

d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih

Keterangan:

a. + 1 jika pundak/bahu ditinggikan

b. + 1 jika lengan atas abducted

c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang

Gambar 2.9: Postur Bagian Lengan Atas (Staton, 2005).

2. Langkah kedua :

Skor tersebut yaitu:

a. + 1 untuk 60° - 100° flexion

b. +2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion


32

Keterangan:

a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi

Gambar 2.10 : Postur Bagian Lengan Bawah (Staton, 2005)

3. Langkah ketiga :

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and

Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:

a. + 1 untuk berada pada posisi netral

b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension

c. + 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension

Keterangan:

a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar

Gambar 2.11: Postur Pergelangan Tangan (Staton, 2005)

4. Langkah keempat :
33

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh

Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut

adalah:

b. +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran

c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang

putaran.

Gambar 2.12: Postur Putaran Pergelangan Tangan (Staton, 2005)

5. Langkah kelima :

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi

lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati

dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan

dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

Tabel 2.2 Skor Grup A

Sumber: Staton, 2005


34

6. Langkah keenam :

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.

b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.

7. Langkah ketujuh :

Skor untuk penggunaan tenaga atau beban

Tabel 2.3 Berat Beban

Sumber: Staton, 2005


8. Langkah kedelapan :

Tetapkan lajur pada table C

Tabel 2.4 Grand Total Score Table

Sumber: Staton, 2005


9. Langkah kesembilan :

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan

oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah:
35

a. +1 untuk 0 - 10° flexion

b. +2 untuk 10 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° atau lebih flexion

d. +4 jika dalam extention

Apabila leher diputar atau dibengkokkan

Keterangan :

a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.

Gambar 2.13 : Postur Leher (Staton, 2005)

10. Langkah kesepuluh :

Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al :

a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau

lebih

b. +2 untuk 0 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° - 60° flexion

d. +4 untuk 60° atau lebih flexion

Punggung diputar atau dibengkokkan

Keterangan:
36

a. +1 jika tubuh diputar

b. +1 jika tubuh miring kesamping

Gambar 2.14: Postur Punggung (Staton, 2005)

11. Langkah kesebelas :

Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:

a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana

terdapat ruang untuk berubah posisi.

a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 2.15 : Postur Kaki (Staton, 2005)

12. Langkah kedua belas :


37

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher,

punggung (badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.

Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.

Tabel 2.5 Skor Grup B

Sumber: Staton, 2005

13. Langkah ketiga belas :

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.

b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.

14. Langkah keempat belas :

Skor untuk penggunan tenaga atau beban.

Tabel 2.6: Berat Beban

Sumber: Staton, 2005


38

15. Langkah kelima belas :

Tetapkan lajur pada table C

Tabel 2.5 Neck, trunk and leg score

Sumber: Staton, 2005

Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A (arm

and wrist analysis) kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur

kelompok B (neck, trunk, and leg analysis) ke dalam kolom horizontal tabel C. Setelah

diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan (action

level) sebagai berikut:

a. Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima

selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.

b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh

dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.

c. Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan

perubahan dibutuhkan segera.

d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan

dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).


39

Metode ini memiliki keterbatasan dalam pengukurannya, diantaranya

(Corlett, 1998) :

a. Tangan : metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam,

meluruskan, memutar, memerlukan tekanan pada telapak tangan.

b. Tempat kerja : metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang

dapat menyebabkan terjadinya postur janggal.

c. Ketidaknyamanan : metode ini tidak mengukur derajat ketidaknyamanan

akibat dimensi fisik tempat kerja.

Meskipun begitu, metode ini juga memiliki banyak keuntungan yaitu mudah

digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya dan dapat

dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut tindakan

perbaikan dalam Maijunidah (2010).

2. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

Rapid Entire Body Assesment (REBA) adalah cara penilaian tingkat

risiko dari repetitive motion dengan melihat pergerakan atau postur yang

dilakukan oleh pekerja. Pengukuran dilakukan menggunakan task analysis

(tahapan-tahapan kegiatan dari awal sampai akhir) (Stanton dkk, 2005).

Sistem penilaian REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang

dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs

dengan menampilkan serangkaian table-tabel untuk melakukan penilaian

berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat

beban atau tenaga yang dikeluarkan serta aktivitasnya. Perubahan nilai-nilai

disediakan untuk setiap bagian tubuh untuk memodifikasi nilai dasar terjadi
40

perubahan atau pertambahan faktor risiko dari setiap pergerakan atau postur yang

dilakukan.

Cara perhitungannya adalah dengan memberi nilai pada setiap postur

yang terjadi, yang terdiri dari tiga grup yaitu pertama bagian leher, punggung dan

kaki; kedua bagian lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan; ketiga

penggabungan antara bagian pertama dan kedua. Bagian pertama dijumlahka

dengan berat beban sedangkan bagian kedua dijumlahkan dengan coupling dan

ketiga dijumlahkan dengan aktifitas yang dilakukan. Setelah didapatkan hasilnya

maka dapat ditentukan rekomendasi untuk tindakan pengendalian berdasarkan

atas tingkat risiko yang terjadi (Stanton, 2005).

Kelebihan dari REBA yaitu :

a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu

pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombionasi efek dari

otot dan usaha, postur tubuh dalan pekerjaan, genggaman peralatan kerja,

pekerjaan statis atau berulang-ulang).

c. Dapat digunakan untuk postur tubuh stabil maupun yang tidak stabil.

d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk

menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang diperlukan

dilakukan.

e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari

analisa yang telah yang telah dilakukan.

Sedangkan kekurangan REBA yaitu:


41

a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.

b. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama

yang berkaitan dengan faktor psikososial.

c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan

dengan vibrasi, temperatur dan jarak pandang.

3. Quick Exposure Checklist (QEC)

Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode yang dapat dipakai

utuk menilai secara cepat risiko pajanan terhadap Work Related Musculoskeletal

Disorders (WMSDs) atau gangguan otot rangka yang berhubungan dengan

pekerjaan (Li and Buckle dalam Stanton dkk, 2005). QEC fokus pada penilaian

pajanan dan perubahannya yang bermanfaat untuk intervensi di tempat kerja

yang penilaiannya dilakukan dengan cepat. Metode ini menilai gangguan risiko

yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu atau lengan, pergelangan

tangan dan leher serta kombinasinya dengan faktor risiko durasi, repetisi,

pekerjaan statis atau dinamis, tenaga yang dibutuhkan, dan kebutuhan visual.

Selain itu, metode ini juga melihat ada atau tidaknya pengaaruh getaran dan

tekanan psikososial dalam penilaiannya. Konsep dalam penilaian metode ini

adalah melihat skor pajanan ergonomi untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan

dengan bagian tubuh lainnya dengan cara melihat kombinasi faktor risiko

ergonomi yang hadir secara bersamaan di tempat kerja. Metode dalam penilaian

QEC melibatkan observasi langsung oleh peneliti dari kuesioner untuk pekerja,

dimana hasil penilaiannya akan dikalkulasikan sesuai dengan ketentuan QEC.

Skoring untuk QEC berdasarkan persentase hasil penilaian QEC sendiri yaitu ≤
42

40% (dapat diterima), 41-50% (perlu adanya investigasi lanjutan), 51-70%

(investigasi lebih lanjut dan perubahan segera), >70% (investigasi dan perubahan

segera) (Stanton dkk, 2005).

Metode ini menilai beberapa faktor risiko fisik utama terhadap MSDs dan

mempertimbangkan kombinasi atau interaksi dari berbagai faktor di tempat

kerja. Akan tetapi metode ini hanya berfokus pada faktor fisik di tempat kerja

saja, kurang mendetail dalam menilai postur kerja.

4. Ovako Working Posture Analysing System (OWAS)

Ovako Working Posture Analysing System (OWAS) merupakan metode

yang digunakan untuk menganalisis postur kerja selama bekerja. Metode OWAS

mengukur beban pada sistem musculoskeletal karena adanya postur kerja yang

tidak sesuai. Postur yang diukur adalah postur kerja pada punggung, tangan dan

kaki. pengukuran dengan metode ini didasarkan pada sampling pekerjaan

(mengukur variable pada waktu yang dijadikan sampling) dengan suatu

pekerjaan. Selain itu juga diukur mengenai force atau beban yang ditangani

ketika bekerja, tetapi metode ini tidak mempertimbangkan faktor risiko lainnya

dalam ergonomi seperti getaran, suhu (Kant, Notermans & Borm, 1990).

Menurut ILO (1998) mekanisme pertama dalam pelaksanaan OWAS

adalah pemilihan pekerjaan dan pekerja yang akan dinilai, kemudian dilakukan

analisis pekerjaan dengan membagi fase-fase yang terjadi dalam pekerjaan

tersebut. Selanjutnya dilakukan pengambilan data menggunakan sampel (waktu

yang dapat mewakilkan, semua hal yang mempengaruhi, fase pekerjaan dan

ketentuan minimumnya). Hal terakhir yang dilakukan menganalisis data tersebut


43

dan menetapkan kategori tindakan untuk pekerjaan tersebut. Kategori itu

meliputi action categories 1 (tidak membutuhkan tindakan perbaikan), action

categories 2 (membutuhkan tindakan perbaikan dalam waktu dekat), action

categories 3 (membutuhkan tindakan perbaikan sesegera mungkin), action

categories 4 (membutuhkan tindakan perbaikan secepatnya). Metode ini cocok

digunakan utnuk manual handling dan pekerjaan yang bersifat dinamis karena

merode ini menilai suatu pekerjaan berdasarkan tahapan masing-masing task

pada pekerjaan tersebut dalam Astuti (2009).

5. Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF)

Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF) adalah alat

penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem tingkatan untuk

mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam suatu pekerjaan. BRIEF

digunakan untuk menentukan Sembilan bagian tubuh yang dapat berisiko

terhadap terjadinya Cummulative Trauma Disorders (CTD) atau risiko gangguan

Kesehatan pada sistem rangka. Penilaian pekerjaan menggambarkan tinjauan

ulang ergonomic secara mendalam dari ketiga penetapan data (sederhana, mudah

dipahami, dan dapat dipercaya) dan juga yang paling memberikan beban paling

berat. Bagian tubuh yang dianalisa meliputi: tangan kiri dan pergelangannya,

siku kiri, bahu kiri, leher, punggun, tangan kanan dan pergelangannya, siku

kanan, bahu kanan dan kaki (Humantech, 1995).

BRIEF mengidentifikasi risiko-risiko yang berhubungan dengan postur,

tenaga, durasi dan frekuensi ketika mengobservasi ke sembilan bagian tubuh

tersebut. Setiap dari Sembilan kategori dinilai untuk menentukan penilaian


44

risiko. Penilaian risiko digunakan untuk menentukan tinggi, sedang, atau

rendahnya risiko untuk setiap bagian tubuh. Dengan penilaian risiko, prioritas

dari intervensi dapat dilakukan. Bagian terakhir dari BRIEF adalah untuk

mengenali beban-beban fisik yang termasuk getaran, suhu dingin dan tekanan

jarinagn lunak (Humantech, 1995).

Kelebihan BRIEF :

a. Dapat mengkaji hampir seluruh bagian tubuh (9 bagian tubuh)

b. Dapat menentukan risiko terjadinya Cummulative Trauma Disorders

(CTD).

c. Dapat menentukan bagian tubuh mana yang memiliki beban paling berat.

d. Dapat mengidentifikasi awal penyebab MSDs.

e. BRIEF telah memenuhi semua persyaratan untuk menjadi sebuah sistem

analisa bahaya MSDs yang diakui OSHA.

f. Tidak membutuhkan seorang ahli ergonomil untuk melakukan penilaian

pekerjaan menggunakan BRIEF.

Kekurangan BRIEF :

a. Tidak dapat mengetahui total skor secara menyeluruh dari suatu

pekerjaan, karena skor yang dihitung berdasarkan bagian tubuh.

b. Banyak faktor yang harus dikaji.

c. Membutuhkan waktu pengamatan yang lebih lama.

d. Tidak dapat digunakan untuk manual handling.


45

6. Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH

Tindakan laporan diri dari ketidaknyamanan muskuloskeletal yang

banyak digunakan dan umumnya diterima sebagai proxy atau faktor risiko untuk

gangguan muskuloskeletal dalam penelitian epidemiologi dan surveilans

kesehatan kerja. Tindakan ketidaknyamanan juga biasa digunakan mengevaluasi

intervensi ergonomis atau sebagai alat skrining dalam konteks pengawasan

bahaya untuk mendeteksi paparan stres fisik tempat kerja

Pada penelitian NIOSH banyak dilakukan penelitian mengenai postur

tubuh dengan diagram standar yaitu Standardized Nordic Questionnaire (SNQ)

yang digunakan untuk membedakan bagian atas tubuh yaitu leher, bahu, siku,

pergelangan tangan, punggung bawah, pinggul, paha lutut, pergelangan kaki dan

kaki (Galinsky dkk, 2000).

7. Job Strain Index (JSI)

Job Strain Index dapat dibagi menjadi tugas-tugas yang dinilai 6 variabel-

variabel. Variabel berikut ialah penggunaan, durasi waktu penggunaan per siklus,

jumlah dari kegiatan per menit, postur pergelangan tangan, kecepatan

pengunaan, dan durasi tugas per hari. JSI digunakan hanya untuk gerakan-

gerakan berulang pada tubuh bagian atas yaitu siku, lengan bawah dan

pergelangan tangan (Moore and Garg, 1995).

8. PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards

Undang-undang Lingkungan Kerja Swedia mengatur bahwa perusahaan

harus menyelidiki kecelakaan kerja, menyusun rencana kerja, dan mengatur dan

mengevaluasi modifikasi pekerjaan. Oleh karena itu, Inspektorat Buruh milik


46

pemerintah harus mempelajari kondisi dan perbaikan di tempat kerja. Metode

untuk identifikasi faktor stres muskuloskeletal yang mungkin memiliki efek

berbahaya dirancang oleh PLIBEL. PLIBEL telah digunakan dalam beberapa

penelitian, di tempat kerja ergonomis dan sebagai alat pendidikan (Kemmlert,

1995).

PLIBEL adalah alat screening checklist sederhana dimaksudkan untuk

menyoroti risiko muskuloskeletal sehubungan dengan investigasi tempat kerja.

Aspek waktu serta pertimbangan lingkungan dan organisasi juga harus dianggap

sebagai faktor memodifikasi. Daftar checklist dirancang untuk dapat diperiksa

dalam penilaian kerja dari bahaya ergonomis pada bagian tubuh yaitu leher,

bahu, punggung, pinggang, siku, lengan, tangan, lutut, dan kaki. Daftar checklist

dibuat pada tahun 1986 dan terus menerus diperbarui (Kemmlert, 1995).

Metode PLIBEL adalah metode penilaian umum dan tidak dimaksudkan

untuk pekerjaan tertentu. Penilaian tersebut mengobservasi sebagaian atau

seluruh tubuh dan merangkum identifikasi aktual dari bahaya ergonomis hanya

dalam beberapa kalimat. Metode ini sederhana dan dirancang untuk memeriksa

primer. PLIBEL adalah metode investigasi awal pengamatan tempat kerja untuk

mengidentifikasi bahaya ergonomis dan dapat dilengkapi dengan pengukuran

lain, misalnya berat badan dan waktu (Kemmlert, 1995).

9. The Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and


OCRA Checklist
Menurut Occhipinti dan Colombini (1996) mengembangkan tindakan

kerja berulang (OCRA) metode untuk menganalisis paparan pekerja bagian


47

tubuh atas faktor risiko cedera (pengulangan, kekuatan, postur janggal dan

pergerakan, kurangnya masa pemulihan, dan lain-lain). Indeks OCRA dapat

memprediksi risiko ekstremitas atas gangguan muskuloskeletal yang

berhubungan dengan pekerjaan (WMSDs) pada populasi terkena.

Indeks OCRA adalah yang pertama, yang paling analitis, dan metode

yang dapat diandalkan dikembangkan. Hal ini umumnya digunakan untuk

redesain atau analisis mendalam dari workstation (Colombini dkk, 2002).

Cheklist OCRA berdasarkan indeks OCRA, direkomendasikan untuk skrining

awal workstation yang berulang (Occhipinti dkk, 2000).

Kedua metode OCRA adalah pengamatan dan sebagian besar dirancang

untuk diterapkan dalam perusahaan-perusahaan industri. Mereka menargetkan

setiap pekerjaan di bidang manufaktur dan sektor jasa yang melibatkan gerakan-

gerakan berulang dan upaya tungkai atas (pembuatan komponen mekanik,

peralatan listrik, mobil, tekstil dan pakaian, keramik, perhiasan, daging dan

pengolahan makanan). Metode ini tidak cocok untuk menilai pekerjaan yang

menggunakan keyboard dan mouse, atau komputerisasi lainnya alat data-entry

(Occhipinti dan Colombini, 1996).

E. Desain Kursi

Fokus dari kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah

perancanganan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan (Grandjean, 1988),

sehingga setiap rancangan desain harus selalu memikirkan kepentingan manusia,

yaitu keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Menurut

Wignjosoebroto (2008), desain sebelum dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu


48

dilakukan kajian, evaluasi, pengujian yang menyangkut berbagai aspek teknis

fungsional, maupun kelayakan ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas, evaluasi

ergonomis, dan marketing.

Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik

dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman

dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Untuk mendesain

peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau

mendesain peralatan yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan

manusia dan lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat

menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia. Dampak negatif bagi manusia

akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada

kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain:

nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso dalam Wardaningsih, 2010).

Perancangan kursi yang ergonomis bukanlah merupakan hal yang sederhana

dan mudah. Sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan dalam perancangan agar

kursi yang dirancang dapat sesuai dengan tubuh manusia sebagai pengguna. Dilihat

dari segi kesehatan kursi yang dianggap baik merupakan kursi yang dapat

memberikan kenyamanan bagi pengguna tersebut. Perlu diperhatikan dalam

perancangan kursi agar tidak melupakan kriteria kursi ergonomis dengan

memperhatikan anatomi dan antropometri tubuh manusia.


49

Desain kursi terbagi menjadi dua yaitu kursi ergonomi dan kursi non ergonomi :

1. Kursi Ergonomis

Penerapan ergonomi dalam pembuatan kursi dimaksudkan untuk

mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap ergonomis ini

diharapkan efesiensi kerja dan mengurangi keluhan otot-otot skeletal. Tempat

duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan relaksasi pada otot-

otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada

bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-

bagian tersebut. Dalam mendesain kursi kerja yang ergonomis harus memenuhi

kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan

berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri orang Indonesia dalam

Wardaningsih (2010).

Menurut Nurmianto (2004) kriteria kursi ergonomis yaitu:

a. Stabilitas Duduk :

Diharapkan suatu kursi mempunyai emapt atau lima kaki untuk

menghindari ketidakstabilan duduk.

b. Kekuatan Produk :

Kursi harus dirancang baik sehingga kompak dan kuat dengan

konsentrasi perhatian pada bagian yang mudah retak yaitu pada bagian

sandaran tangan (Arm Set) dan sandaran punggung (Back Rest).

c. Mudah naik turunkan :

Ketinggian kursi baiknya mudah diatur pada saat duduk tanpa harus

turun dari kursi.


50

d. Sandaran Punggung :

Sandaran punggung adalah penting untuk memahami beban

punggung kearah belakang (Lumbar Spine). Hal itu haruslah dirancang

dapat digerakkan naik turun maupun maju mundur. Selain itu dapat pula

diatur fleksibilitasnya sehingga sesuai dengan bentuk punggung.

e. Fungsional :

Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam

alternative perubahan postur.

f. Bahan Material :

Tempat duduk dan sandaran punggung harus dilapisi dengan

material yang cukup lunak.

g. Kedalaman Kursi :

Kedalaman kursi (depan-belakang) harusnya sesuai dengan dimensi

panjang antara lipat lutut (popliteal) dengan pantat (buttock).

h. Lebar Kursi :

Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 persentil

populasi.

i. Lebar Sandaran Punggung :

Seharusnya sama dengan lebar punggung wanita 5 persentil

populasi. Jika terlalu lebar akan mempengaruhi kebebasan gerak siku.

j. Bangku Tinggi :

Kursi untuk bangku tinggi harus diberikan sandaran kaki yang dapat

digerakan naik turun.


51

2. Kursi Non Ergonomis

Selain kursi ergonomi dapat pula kursi yang tidak ergonomi, adapun

kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut:

a) Kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar sehingga bagian depan

terlalu kedepan sehingga pekerja akan memajukan posisi duduknya dan

menyebabkan bagian punggung tidak dapat bersandar.

b) Kursi yang terlalu dan tidak dilengkapi dengan sandaran pinggang tidak

dapat dimanfaatkan oleh karena mereka harus duduk maju ke depan agar

dapat melakukan pekerjaannya. Ruang antara alas duduk dan tepi bawah

meja terlalu sempit sehingga menyebabkan paha pekerja tertekan.

c) Sandaran pinggang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gerakan bahu

dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman (Panero dkk

dalam Wardaningsih, 2010).

F. Kerangka teori

Menurut Bridger (2003) faktor risiko ergonomi berisiko menimbulkan efek

kesehatan yang berhubungan dengan ergonomi seperti postur tubuh, frekuensi,

durasi, force/gaya, faktor objek. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya postur

tubuh yaitu posisi kerja duduk. Posisi kerja dipengaruhi oleh hubungan antara

dimensi tubuh dan stasiun kerjanya (workstation) (Pheasant, 2003). Posisi duduk

yang diamati yaitu posisi menggunakan kursi/sofa, posisi menggunakan kursi

ergonomis, dan tidak menggunakan kursi.


52

Menurut Anderson (1995), posisi duduk yang menggunakan kursi ergonomis

adalah posisi tulang belakang harus menyerupai posisi tulang belakang pada saat

berdiri normal, yaitu membentuk huruf S apabila dilihat dari samping. Posisi duduk

dengan tulang punggung membentuk kurva S akan lebih baik dari sisi anotomi

maupun dari sisi beban atau gaya minimum. Beban yang tetap pada otot punggung

diminimasikan melalui aktivitas otot yang akan meningkat ketika duduk dengan

postur merosot ke depan.

Posisi duduk yang menggunakan kursi/sofa seharusnya duduk di atas kursi

dengan alas duduk dan sandaran keras. Alas duduk dan sandaran yang ideal

membentuk susut 1000 - 1100. Tinggi alas duduk harus sesuai sehingga orang dapat

duduk dengan fleksi sempurna baik pada sendi lutut dan panggul, sedangkan kaki

tepat mendatar di atas lantai. Sofa merupakan tempat duduk yang ideal namun untuk

jangka waktu lama akan menimbulkan nyeri akibat regangan otot-otot hamstring dan

ligamentum longitudinal posterior (Judana, 1981).

Menurut Pheasant (1991), posisi duduk tidak menggunakan kursi (tanpa

sandaran) menyebabkan fleksi lutut dan fleksi tulang belakang pada tungkai atas

(sekitar 900 pada kedua keadaaan tersebut) Terlalu lama duduk dengan posisi yang

salah akan menyebabkan otot-otot menjadi spasme dan dapat merusak jaringan

lunak. Posisi tubuh yang salah selama duduk membuat tekanan abnormal dari

jaringan sehingga menyebabkan rasa sakit dalam (Hamitz, 2000).


53

Menurut Marras dan Karwowski (2006), postur tubuh ibu yang diamati saat

menyusui meliputi lengan atas, lengan bawah, leher, punggung, tangan, pergelangan

tangan, kaki. Menurut Humantech (1995), postur tubuh yang berpotensi

menimbulkan postur janggal yaitu tangan, pergelangan tangan, siku, lengan, leher,

punggung, kaki dan posisi duduk yang paling berisiko yaitu posisi duduk tidak

menggunakan kursi (tanpa sandaran) (Pheasant,1991). Sehingga kerangka teori pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Postur Tubuh:
1. Tangan
Dimensi Tempat Duduk:
2. Pergelangan Tangan
1. Kursi Ergonomis 3. Siku
2. Kursi/Sofa 4. Lengan
3. Tidak Menggunakan Kursi 5. Leher
6. Punggung
7. Kaki

Bagan 2.2
Kerangka Teori (Bridger, 2003; Anderson, 1995; Judana, 1981; Pheasant, 1991
dalam Hamitz, 2000; dan Humantech, 1995)
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Postur tubuh ibu yang perlu mendapatkan perhatian tangan, pergelangan

tangan, lengan, leher, punggung, kaki. Bagian tubuh ini akan merasa tidak nyaman

pada kondisi duduk yang tidak menggunakan sandaran, lamanya duduk, berat beban

(bayi), kursi yang tidak ergonomis, posisi duduk yang salah, alat yang tidak

memadai.

Menurut Pheasant (1991), paling berisiko adalah posisi duduk tidak

menggunakan alat bantu (kursi tanpa sandaran) terlalu lama duduk dengan posisi

yang salah akan menyebabkan otot-otot menjadi spasme dan dapat merusak jaringan

lunak. Posisi tubuh yang salah selama duduk membuat tekanan abnormal dari

jaringan sehingga menyebabkan rasa sakit.

Dimens tempat duduk dibagi menjadi 3 yaitu menggunakan kursi ergonomis,

menggunakan kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi. Jadi pada penelitian ini

dilihat alat bantu yang digunakan ibu saat menyusui (kursi) yang akan diamati dalam

penelitian ini untuk menangangi postur tubuh ibu, hal ini dilakukan dengan beralasan

karena berhubungan langsung dengan tubuh ibunya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi duduk ibu menyusui bayi

yang berumur 0-2 tahun bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan metode RULA

di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

54
55

disusunlah kerangka konsep dengan mengacu pada kerangka teori yang telah

dikemukakan pada tinjauan pustaka dari beberapa sumber. Faktor yang dilihat

mempengaruhi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun bayi yang berumur 0-2

tahun pada saat posisi duduk meliputi menggunakan kursi ergonomis, menggunakan

kursi/sofa, tidak menggunakan kursi sedangkan faktor postur tubuh yang diamati

saat ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun bayi yang berumur 0-2 tahun

meliputi lengan atas, lengan bawah, leher, punggung, tangan, pergelangan tangan,

kaki. Dapat dilihat dalam bagan berikut:

Postur Tubuh Menggunakan


RULA :

 Leher
Dimensi Tempat Duduk  Lengan Atas
 Lengan Bawah
 Batang tubuh
 Tangan
 Pergelangan Tangan
 Kaki

Gambar 3.1
Kerangka Konsep
55
56

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala


Postur Tubuh Postur tubuh pada saat Lembar Observasi Skor 1 atau 2 = postur biasa diterima Ordinal
melakukan aktivitas menyusui. Rula, jika tidak dipertahankan
Kamera, atau tidak berulang dalam
Busur periode lama
derajat, Skor 3 atau 4 = diperlukan pemeriksaan
Penggaris lanjutan dan juga
Panjang. diperlukan perubahan-
perubahan.
Skor 5 atau 6 = Harus segera dilakukan
pemeriksaan dan
perubahan.
Skor 7 = Kondisi ini berbahaya
maka pemeriksaan dan
perubahan diperlukan
dengan segera (saat itu
juga)
Dimensi tempat Hubungan antara dimensi Kuesioner Pengukuran 0. Tidak menggunakan kursi Ordinal
duduk tubuh dan stasiun kerjanya langsung 1. Menggunakan kursi biasa
(workstation) (Pheasant, 2003). 2. Menggunakan kursi ergonomis
57

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala


Postur tubuh: Posisi yang terjadi pada lengan Lembar Observasi Skor +1 = Jika pergerakan 0-200 (ke Nominal
1.Postur lengan atas ketika melakukan sesuatu Rula, depan maupun belakang
atas. pekerjaan. Kamera, tubuh)
Busur Skor +2 = Jika pergerakan 200-450
derajat, (kebelakang)
Penggaris Skor +3 = Jika pergerakan 450-900
Panjang. Skor +4 = Jika pergerakan >900
Tambahkan:
Skor +1 = Jika bahu naik
Skor +1 = jika lengan berputar/bengkok
Skor -1 = jika terdapat sanggahan pada
lenggan/dalam posisi
bersandar.

2.Postur lengan Posisi yang terjadi pada lengan Lembar Observasi Skor +1= Jika pergerakan 600-1000 Nominal
bawah bawah ketika melakukan suatu Rula, Skor +2= Jika pergerakan 00-600 atau
pekerjaan. Kamera, 1000
Busur Tambahkan:
derajat, Skor +1= Jika lengan bawah bekerja
Penggaris melewati garis tengah
Panjang. Skor +1= Jika lengan bawah bekerja
keluar tubuh dari sisi tubuh.
58

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala


3. Postur Posisi yang terjadi pada Lembar Observasi Skor +1= Jika posisi netral Nominal
pergelangan pergelangan tangan ketika Rula, Skor +2= Jika pergerakan 00-150 (ke atas
tangan melakukan suatu pekerjaan Kamera, maupun ke bawah)
Busur Skor +3= Jika pergerakan >150 (ke atas
derajat, maupun ke bawah)
Penggaris Tambahkan :
Panjang Skor +1 = Jika pergelangan tangan
putaran menjauhi sisi tengah

4. Postur leher Posisi yang terjadi pada leher Lembar Observasi Skor +1= Jika pergerakan 00-100 Nominal
ketika melakukan suatu Rula, Skor +2= Jika pergerakan 100-200
pekerjaan. Kamera, Skor +3= Jika pergerakan >200
Busur Skor +4= Jika pergerakan ekstensi
derajat, Tambahkan :
Penggaris Skor +1= Jika leher berputar
Panjang Skor +1= Jika leher menekuk

5. Postur Posisi yang terjadi pada Lembar Observasi Skor +1= Jika pergerakan ketika duduk Nominal
punggung punggung ketika melakukan Rula, dan ditopang dengan baik
(batang tubuh) sesuatu pekerjaan. Kamera, (terdapat sandaran) dengan
Busur sudut paha-tubuh 900 atau
derajat, lebih
Penggaris Skor +2= Jika pergerakan 00-200 atau
Panjang. ketika duduk tidak terdapat
59

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala


Sandaran.
Skor +3= Jika pergerakan 200-600
Skor +4= Jika pergerakan 600
Tambahkan:
Skor +1= Jika punggung berputar
Skor +1= Jika punggung bungkuk/miring
ke samping

6. Postur kaki Posisi yang terjadi pada kaki Lembar Observasi Skor 1= Jika pergerakan posisi normal Nominal
ketika melakukan suatu Rula, (kaki tertopang ketika duduk
pekerjaan. Kamera, dengan bobot seimbang rata)
Busur Skor 1= Jika pergerakan tidak
derajat, seimbang(kaki tidak
Penggaris bertopang atau bobot
Panjang. tubuh tidak tersebar
merata)
Berat Objek Berat benda yang ditangani Lembar Observasi Skor 0 = Jika berat >2kg Nominal
oleh pekerja ketika melakukan Rula, Skor +1 = Jika berat 2-10kg (dilakukan
suatu pekerjaan Timbangan sekali)
Digital Skor +2= Jika berat 2-10kg (postur statis
dan dilakukan berulang)
Skor +3= Jika berat >10kg
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan

observasional terhadap postur tubuh pada ibu menyusui menggunakan metode

ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Untuk

mendapatkan gambaran postur kerja dari aktivitas ibu menyusui dalam posisi duduk

menggunakan kursi ergonomis, kursi biasa dan tidak menggunakan kursi.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013-Maret 2013 di

Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi sekaligus sampel pada penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui

bayi yang berumur 0-2 tahun di wilayah Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat

Timur yang berjumlah 83 orang. Kriteria utama sampel adalah ibu yang menyusui

dan menggunakan posisi duduk saat menyusui serta bukan ibu yang bekerja, artinya

ibu hanya sebagai ibu rumah tangga.

D. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan informasi data responden mengenai

gambaran keluhan subjektif MSDs yang mengacu pada kueisoner Nordic Body

59
60

Map (Wilson and Corlett, 1995) dan kuesioner yang digunakan untuk

mengetahui durasi dan frekuensi.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data gambaran risiko

pekerjaan yaitu postur posisi menyusui saat duduk dengan mengacu pada lembar

RULA(McAtamney and Corlett, 1993), durasi dan frekuensi.

3. Timbangan Digital

Timbangan digital digunakan untuk memperoleh data mengenai berat badan ibu

dan bayi. Merk timbangannya yaitu Camry.

Gambar 4.1 : Timbangan Digital

4. Kamera Digital

Kamera digital digunakan untuk melakukan pengambilan gambar responden

yang dibutuhkan dalam pengukuran postur ibu menyusui saat posisi duduk.

Kamera ini dengan merk Samsung ST65.

Gambar 4.2: Samsung ST65


61

5. Penggaris Penjang dan Busur Derajat.

Penggaris Panjang dan Busur Derajat digunakan untuk mengukur sudut-sudut

postur ibu menyusui saat posisi duduk yang diukur setalah dilakukan

pengambilan gambar. Sebagai berikut gambarnya:

Gambar 4.3: Busur Derajat

Gambar 4.4: Penggaris Panjang

E. Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer berupa data yang diperoleh langsung dari peneliti yang berasal dari

hasil observasi langsung, hasil pengisian kuesioner. Data hasil observasi

langsung berasal dari pengamatan posisi menyusui saat duduk dengan merekam

atau mengambil gambar sedangkan hasil pengisian kuesioner berasal dari

kuesioner nordic body map digunakan untuk mengetahui keluhan subjektif

MSDs pada ibu menyusui, dan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui

durasi dan frekuensi.

2. Data sekunder berupa data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat

Timur dikumpulkan melalui seluruh posyandu yang berada di Kelurahan

Pisangan Ciputat Timur.


62

`Berikut tahapan pengumpulan data:

1. Tahapan pengukuran ibu menyusui yang menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi yaitu

a. Mengambil data ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di posyandu-

posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan.

b. Setalah mengambil data ibu menyusui lalu dipilih ibu yang menyusui dan

menggunakan posisi duduk saat menyusui serta bukan ibu yang bekerja,

artinya ibu hanya sebagai ibu rumah tangga.

c. Setelah itu, dilakukan wawancara pada ibu menyusui dengan

menanyakan menggunakan alat bantu (kursi) apa ibu saat menyusui

bayinya (kursi,sofa atau tidak menggunakan apapun).

d. Setalahnya dipilih secara acak ibu menyusui yang menggunakan

kursi/sofa atau tidak menggunakan apapun untuk bersedia menggunakan

kursi ergonomis.

e. Jika ibu bersedia menggunakan kursi ergonomis maka ibu akan diberikan

kursi ergonomis untuk aktivitas menyusui. Jika ibu tidak bersedia

menggunakan kursi ergonomis maka ibu akan diukur posisi duduknya

sesuai dengan ibu menggunakan kursi/sofa atau tidak menggunakan

kursi.

f. Dilakukan pengukuran pada ibu menyusui menggunakan kursi

ergonomis, kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi dihari yang berbeda.

g. Jika saat dilakukan pengukuran ibu menyusui sedang tidak sedang

menyusui bayinya maka ditanyakan jam berapa biasa bayi menyusui dan
63

setalah itu dilakukan pengukuran hari berikutnya menurut jam bayi

menyusui.

h. Pengukuran yang dilakukan menggunakan kamera digital dengan cara

merekam proses ibu menyusui bayinya menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi dari awal ibu menyusui sampai

selesai dengan diambil posisi ibu dari tampak depan, samping kanan dan

kiri

i. Saat pengukuran ibu tidak selalu diam di satu posisi terkadang ibu

mengubah posisi menyusuinya dari menyusui menggunakan mamae

sebalah kanan pindah ke mamae sebelah kiri.

j. Oleh karena itu pengukuran diambil pada saat ibu menyusui pada satu

posisi duduk dalam jangka waktu yang lama karena menurut Klinpikul

(2010) pada penelitian yang berjudul Factors Affecting Low Back Pain

during Breastfeeding of Thai Women ditemukan ibu menyusui dapat

berisiko sakit, nyeri di pinggang, leher, bahu dan paha jika duduk untuk

waktu yang panjang.

k. Pada saat pengukuran ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis, yang

dimana kursi ergonomis itu mempunyai kriteria seperti adanya sandaran

punggung, adanya alas dudukan untuk lengan bawah, adanya pijakan

kaki.

l. Pada saat pengukuran ibu menyusui menggunakan kursi/sofa digunakan

kursi/sofa yang berbeda-beda tiap ibu menyusui tidak sama bisa dilihat

contoh gambar kursi/sofa pada ibu menyusui dalam Lampiran 7&8.


64

m. Setelah ibu menyusui akan ditanyakan bagian tubuh mana ibu yang

mengalami keluhan rasa sakit, nyeri, kesemutan saat menyusui bayinya

menggunakan kuesioner Nordic Body Map.

n. Setelah pengukuran selesai dilakukan maka saatnya peneliti melihat hasil

video ibu menyusui untuk diukur menggunakan RULA.

o. Kriteria diambilnya pengukuran RULA pada video dilihat saat ibu

menyusui dengan posisi duduk yang posisi duduknya paling lama.

p. Setalah itu diambil gambar ibu menyusui pada posisi duduk yang lama

dan dilakukan pengukuran menggunakan busur derajat dan pengaris

panjang pada bagian postur tubuh ibu seperti leher, punggung, lengan

atas, lengan bawah pergelangan tangan, dan kaki.

q. Setelah itu diketahui sudut-sudut bagian postur tubuh ibu seperti leher,

punggung, lengan atas, lengan bawah pergelangan tangan, dan kaki.

r. Lalu dikategorikan pada skor RULA dan diketahui hasilnya dengan skor

sebagai berikut :

a) Skor 1 atau 2 = postur biasa diterima jika tidak dipertahankan

atau tidak berulang dalam periode lama

b) Skor 3 atau 4 = diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga

diperlukan perubahan-perubahan.

c) Skor 5 atau 6 = Harus segera dilakukan pemeriksaan dan

perubahan.

d) Skor 7 = Kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan perubahan

diperlukan dengan segera (saat itu juga)


65

F. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari empat jenis pengolahan data,

yaitu data coding, data editing, data entry, dan data cleaning.

Tahap beberapa pengolahan data yaitu:

1. Data Coding

Data coding merupakan kegiatan mengklasifikasi data dan memberikan

kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.

Pengkodean data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Penggunaan Posisi duduk : 0. Tidak menggunakan kursi

1. Menggunakan kursi/sofa

2. Menggunakan kursi ergonomis

b. Skor analisis RULA berdasarkan level risiko : 1. Minimum: Skor 1-2.

2. Kecil : Skor 3-4

3. Sedang : Skor 5-6

4. Tinggi : Skor 7

2. Data Editing

Data editing adalah penyuntingan memeriksa kembali data yang

dilakukan sebelum proses pemasukan data (data entry). Penyuntingan data ini

dilakukan di lapangan. Hal-hal yang dapat dilakukan meliputi:

a) Memeriksa kembali apakah semua pertanyaan yang diajukan kepada

responden telah dijawab.

b) Memeriksa kembali apakah video yang direkam sudah tepat yang diambil.
66

3. Data Entry

Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau

fasilitas analisis data.

4. Data Cleaning

Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data dientri.

Cara yang sering dilakukan adalah dengan melihat distribusi frekuensi dari

variabel-variabel dan menilai kelogisannya. Untuk data continue dapat dilihat

sebarannya untuk melihat ada atau tidaknya outliers.

Pengolahan data penilaian postur dengan metode RULA, dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Memberi skor pada postur tubuh grup A yang terdiri dari lengan atas, lengan

bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan.

a. Kriteria penilaian lengan atas:

1. Skor 1 untuk pergerakan lengan atas sebesar 200 ke depan maupun ke

belakang tubuh.

2. Skor 2 untuk pergerakan lengan atas lebih dari 200 ke belakang atau

200-450.

3. Skor 3 untuk pergerakan lengan atas 450-900.

4. Skor 4 untuk pergerakan lengan atas lebih dari 900.

Penambahan atau pengurangan skor diberikan apabila sikap bahu naik

(ditambah 1), lengan berputar atau bengkok (ditambah 1), dan terdapat

sanggahan pada lengan atau lengan dalam posisi bersandar (dikurangi 1).
67

b. Kriteria penilaian lengan bawah:

1. Skor 1 untuk pergerakan lengan bawah sebesar 600-1000

2. Skor 2 untuk pergerakan lengan bawah 00-600 atau lebih dari 1000

Penambahan skor diberikan apabila lengan bawah bekerja melewati garis

tengah atau keluar dari sisi tubuh (masing-masing ditambah skor 1).

c. Kriteria penilaian pergelangan tangan:

1. Skor 1 apabila pergelangan tangan berada pada posisi netral.

2. Skor 2 apabila pergerakan pergelagan tangan 00-150 ke atas maupun ke

bawah.

3. Skor 3 apabila pergerakan pergelangan tangan lebih dari 150.

Penambahan skor diberikan apabila pergerakan pergelangan tangan

menjauhi sisi tengah, yaitu ditambah skor 1.

d. Kriteria penilaian putaran pergelangan tangan:

1. Skor 1 apabila pergelangan tangan berada pada posisi tengah dari

putaran.

2. Skor 2 apabila pergelangan tangan berada pada atau dekat dari putaran.

2) Setelah penilaian pada masing-masing postur tubuh pada grup A selesai

diberikan, kemudian masing-masing skornya dimasukkan ke dalam tabel A.

Pertemuan silang antara masing-masing skor akan menghasilkan skor

postur tubuh grup A.

3) Skor postur tubuh grup A kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas,

yaitu untuk postur statis (satu atau lebih bagian tubuh statis atau diam) atau
68

pengulangan (tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari empat kali per

menit) ditambahkan skor 1.

4) Setelah ditambahkan skor aktivitas, ditambahkan juga skor beban dengan

kriteria sebagai berikut:

1. Skor 0 ditambahkan untuk beban kurang dari 2 kg.

2. Skor 1 ditambahkan untuk beban 2-10 kg dan hanya sesekali

dilakukan.

3. Skor 2 ditambahkan untuk beban 2-10 kg dan jika postur statis dan

dilakukan berulang-ulang.

4. Skor 3 diberikan untuk beban lebih dari 10 kg.

5) Skor postur tubuh grup A, skor aktivitas, dan skor beban dijumlahkan.

Hasil penjumlahannya dimasukkan pada tabel C.

6) Memberikan skor pada postur tubuh grup B yang terdiri dari leher, batang

tubuh, dan kaki.

a. Kriteria penilaian leher:

1. Skor 1 diberikan apabila pergerakan leher 00-100 ke depan.

2. Skor 2 diberikan apabila pergerakan leher 100-200 ke depan.

3. Skor 3 diberikan apabila pergerakan leher lebih dari 200 ke depan.

4. Skor 4 diberikan apabila pergerakan leher ke atas (ekstensi).

Penambahan skor pada leher diberikan apabila leher berputar atau

menekuk. Masing-masing ditambahkan skor 1.

b. Kriteria penilaian batang tubuh:


69

1. Skor 1 diberikan apabila berada pada posisi duduk dan ditopang dengan

baik (terdapat sandaran) dengan sudut paha-tubuh 900 atau lebih.

2. Skor 2 diberikan apabila pergerakan batang tubuh 0o-20o atau ketika

duduk tidak terdapat sandaran.

3. Skor 3 diberikan apabila pergerakan batang tubuh 20o-60o.

4. Skor 4 diberikan apabila pergerakan batang tubuh lebih dari 60o.

Penambahan skor pada batang tubuh dilakukan apabila batang tubuh

berputar atau bungkuk. Masing-masing ditambahkan skor 1.

c. Kriteria penilaian kaki:

1. Skor 1 diberikan apabila posisi kaki normal atau seimbang dimana bobot

tubuh tersebar merata pada kaki.

3. Skor 2 diberikan apabila posisi kaki tidak seimbang dimana kaki tidak

tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

7) Setelah penilaian pada masing-masing postur tubuh pada grup B selesai

diberikan, kemudian masing-masing skornya dimasukkan ke dalam tabel B.

Pertemuan silang antara masing-masing skor akan menghasilkan skor

postur tubuh grup B.

8) Setelah diperoleh hasil skor postur tubuh grup B, kemudian ditambahkan

skor aktivitas dan skor beban sebagaimana disebutkan di atas.

9) Skor postur tubuh grup B, skor aktivitas, dan skor beban dijumlahkan. Hasi

lpenjumlahannya dimasukkan pada tabel C.

10) Pertemuan silang antara skor hasil penjumlahan skor tubuh grup A, skor

aktivitas, dan skor beban dengan skor hasil penjumlahan skor tubuh grup
70

B, skor aktivitas, dan skor beban pada tabel C menghasilkan skor akhir

RULA.

11) Skor akhir RULA kemudian digunakan untuk menentukan level risiko

ergonomi dan tindakan yang harus dilakukan.

G. Analisis Data

Analisis univariat

Analisis ini dilakukan untuk mendeskripsikan postur tubuh dan desain

tempat kerja untuk memperoleh gambaran karakteristik sampel dalam bentuk

table distribusi frekuensi.


BAB V

HASIL

A. Gambaran Posisi Duduk Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan


Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2
Tahun Menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di Kelurahan Pisangan

didapatkan bahwa posisi duduk ibu yang menggunakan kursi atau sofa sebanyak

19.3% (16 orang), dan ibu yang tidak menggunakan kursi sebanyak 60,2% (50

orang). Sebagai pembanding peneliti meminta kepada sejumlah ibu sebanyak

20,5% (17 orang) untuk menggunakan kursi yang didesain ergonomis dan untuk

diketahui postur tubuhnya. Berikut tabel distribusi posisi duduk ibu saat

menyusui:

Tabel 5.1
Distribusi Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Bayi yang Berumur 0-2
Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

No. Tempat duduk yang digunakan N %

1. Kursi Ergonomis 17 20.5

2. Kursi/sofa 16 19,3

3. Tidak menggunakan kursi 50 60,2

Total 83 100

Pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dilakukan pengukuran dengan

metode RULA dilakukan dengan mengkombinasikan skor postur tubuh (lengan atas,

lengan bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan) dan postur tubuh

71
72

(leher, punggung dan kaki). Didapatkan kategori level risiko 1-7. Level risiko minimum

dikategorikan 1-2 dengan tindakan aman, level risiko kecil dikategorikan 3-4 dengan

tindakan diperlukan beberapa waktu ke depan, level risiko sedang dikategorikan 5-6

dengan tindakan dalam waktu dekat, dan level risiko tinggi dikategorikan 7 dengan

tindakan sekarang juga.


60
60
73

1. Gambaran Postur Duduk Menggunakan RULA Pada Kursi Ergonomis

Berdasarkan hasil skor RULA yang telah dikombinasi didapatkan rata-rata level risiko dikategorikan 6 dengan level risiko sedang.

Berikut gambaran postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan kursi ergonomis di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014:

Tabel 5.2
Gambaran Postur Tubuh Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan Kursi Egonomis di Kelurahan Pisangan Tahun
2014

No. Postur Deskripsi Postur

1. a) Lengan atas kanan bergerak dan membentuk sudut 620 sehingga mempunyai skor
2.
b) Lengan bawah kanan bergerak dan membentuk sudut 1150 sehingga mempunyai
skor 2.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 120 sehingga mempunyai skor
2.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 170 sehingga mempunyai skornya 2.
f) Tulang punggung membungkuk dan ibu bersandar pada sandaran kursi sehingga
mempunyai skor 2.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan kaki bertumpu pada pijakan kaki
kursi sehingga mempunyai skor 1.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
74

Lanjutan Tabel 5.2

No. Postur Deskripsi Postur

i) Beban bayi sebesar 4,21 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 6 tergolong action level 3.
2. a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 170 sehingga mempunyai skor 2.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 770 sehingga mempunyai skor
2.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 570 sehingga mempunyai skor
4.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 280 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu tidak bersandar pada kursi ergonomis sehingga mempunyai
skor 2.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan kaki bertumpu pada pijakan kaki
kursi sehingga mempunyai skor 1.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 5,12 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 6 tergolong action level 3.
75

Lanjutan Tabel 5.2

No. Postur Deskripsi Postur

3. a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 400 sehingga mempunyai
skor 2.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 780 sehingga mempunyai
skor 2.
c) Pergelangan tangan bergerak dan menbentuk sudut 630 mempunyai skor 3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 230 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu bersandar pada kursi ergonomis dan membungkuk
sehingga mempunyai skor 2.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan kaki bertumpu pada pijakan kaki
kursi sehingga mempunyai skor 1.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 5,54 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan
berulang-ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
76

2. Gambaran Postur Duduk Menggunakan RULA Pada Kursi/Sofa

Berdasarkan hasil skor RULA yang telah dikombinasi didapatkan rata-rata level risiko dikategorikan 7 dengan level

risiko tinggi. Berikut gambaran postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan kursi/sofa di

Kelurahan Pisangan Tahun 2014:

Tabel 5.3
Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan Kursi/Sofa di Kelurahan Pisangan
Tahun 2014

No. Postur Deskripsi Postur


1. a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 220 sehingga mempunyai skor 3.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 820 sehingga mempunyai skor 3.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 360 sehingga mempunyai skor
3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 220 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu tidak bersandar pada kursi plastik atau dinding sehingga
mempunyai skor 3.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan kaki bertumpu pada lantai sehingga
mempunyai skor 1.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 5,70 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
77

Lanjutan Tabel 5.3

No. Postur Deskripsi Postur

2. a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 140 sehingga mempunyai skor 3.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 850 sehingga mempunyai skor 2.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 370 sehingga mempunyai skor
3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 270 sehingga mempunyai skor 3.
f) Tulang punggung ibu tidak bersandar pada sofa sehingga mempunyai skor 3.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan kaki tidak seimbang karena kaki kiri
bertumpu pada kaki meja dan kaki kanan bertumpu pada lantai sehingga
mempunyai skor 2.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 5,97 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
78

Lanjutan Tabel 5.3

No. Postur Deskripsi Postur

3 a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 300 sehingga mempunyai skor 3.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 1090 sehingga mempunyai skor
3
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 270 sehingga mempunyai skor
4.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 340 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu tidak bersandar pada kursi plastik karena tidak terdapat
sandaran pada kursi tersebut sehingga mempunyai skor 3.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan kaki tidak seimbang karena kaki untuk
bertumpu pada lantai harus jinjit terlebih dahulu sehingga mempunyai skor 2.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 4,82 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
79

Lanjutan Tabel 5.3

No. Postur Deskripsi Postur

4. a) Lengan atas kanan bergerak dan membentuk sudut 240 sehingga mempunyai skor
2.
b) Lengan bawah kanan bergerak dan membentuk sudut 960 sehingga mempunyai skor
2.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 300 sehingga mempunyai skor
4.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 230 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu tidak bersandar pada kursi plastik dan membungkuk sehingga
mempunyai skor 3.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan untuk bertumpu pada lantai harus
jinjit terlebih dahulu sehingga mempunyai skor 1
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 6,21 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
80

Lanjutan Tabel 5.3

No. Postur Deskripsi Postur

5 a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 450 sehingga mempunyai skor 4.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 1110 sehingga mempunyai skor
3.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 620 sehingga mempunyai skor
4.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 450 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu bersandar pada kursi putar sehingga mempunyai skor 2.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan untuk bertumpu pada kaki kursi harus
jinjit terlebih dahulu sehingga mempunyai skor 2.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 5,31 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
81

Lanjutan Tabel 5.3

No. Postur Deskripsi Postur


6. a) Lengan atas kanan bergerak dan membentuk sudut 270 sehingga mempunyai skor
3.
b) Lengan bawah kanan bergerak dan membentuk sudut 1020 sehingga mempunyai
skor 3.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 630 sehingga mempunyai skor
3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga
mempunyai skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 370 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu bersandar pada sofa sehingga mempunyai skor 2.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan untuk bertumpu pada lantai sehingga
mempunyai skor 1.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 5,32 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-
ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
82

3. Gambaran Postur Duduk Menggunakan RULA Pada Tidak Menggunakan Kursi

Berdasarkan hasil skor RULA yang telah dikombinasi didapatkan rata-rata level risiko dikategorikan 7 dengan level

risiko tinggi. Berikut gambaran postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun tidak menggunakan kursi di

Kelurahan Pisangan Tahun 2014:

Tabel 5.4
Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Tidak Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan
Tahun 2014

No. Postur Deskripsi Postur


1. a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 410 sehingga mempunyai skor 3.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 1090 sehingga mempunyai skor 3.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 370 sehingga mempunyai skor 3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga mempunyai
skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 290 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu tidak bersandar pada apapun karena ibu duduk dilantai
sehingga mempunyai skor 3.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan tidak bertumpu karena ibu duduk
dilantai sehingga mempunyai skor 2.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 6,91 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4
Lanjutan Tabel 5.4
83

No. Postur Deskripsi Postur


2. a) Lengan atas kanan bergerak dan membentuk sudut 190 sehingga mempunyai skor 2.
b) Lengan bawah kanan bergerak dan membentuk sudut 830 sehingga mempunyai skor
2.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 570 sehingga mempunyai skor 3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga mempunyai
skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 220 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu bersandar pada bantal yang diselipin dibelakang punggung
sehingga mempunyai skor 3.
g) Kaki diluruskan tetapi kaki kanan bertumpu pada kaki kiri sehingga mempunyai skor
2.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 7,40 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
84

Lanjutan Tabel 5.4

No. Postur Deskripsi Postur

3. a) Lengan atas kiri bergerak dan membentuk sudut 180 sehingga mempunyai skor 2.
b) Lengan bawah kiri bergerak dan membentuk sudut 900 sehingga mempunyai skor 2.
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 280 sehingga mempunyai skor 3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga mempunyai
skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 300 sehingga mempunyai skor 4.
f) Tulang punggung ibu tidak bersandar apapun karena duduk dilantai sehingga
mempunyai skor 4.
g) Kaki ditekuk sehingga membentuk sudut dan tidak bertumpu karena ibu duduk
dilantai sehingga mempunyai skor 2.
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 7,73 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
85

Lanjutan Tabel 5.4

No. Postur Deskripsi Postur


4. a) Lengan atas kanan bergerak dan membentuk sudut 150 sehingga mempunyai skor 1.
b) Lengan bawah kanan bergerak dan membentuk sudut 850 sehingga mempunyai skor
2
c) Pergelangan tangan bergerak dan membentuk sudut 550 sehingga mempunyai skor 3.
d) Putaran pergelangan tangannya pada atau dekat dengan putaran sehingga mempunyai
skor 2.
e) Leher dalam posisi fleksi membentuk sudut 450 sehingga mempunyai skor 3
f) Tulang punggung ibu bersandar pada dinding sehingga mempunyai skor 1
g) Kaki ditekuk ke samping dan tidak bertumpu karena ibu duduk dilantai sehingga
mempunyai skor 2
h) Aktivitas saat menyusui membentuk postur statis sehingga mempunyai skor 1.
i) Beban bayi sebesar 6,69 sehingga mempunyai skor 2 yang dilakukan berulang-ulang.
j) Skor akhir rula adalah 7 tergolong action level 4.
86

B. Gambaran Postur Tubuh Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan


Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2
Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Pengukuran postur tubuh dilakukan menggunakan kuesioner Nordic Body

Map untuk mengukur keluhan sakit pada postur tubuh dalam posisi duduk ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dengan menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi. Berdasarkan hasil yang diperoleh

menggunakan Nordic Body Map postur tubuh yang paling berisiko adalah

punggung dan siku kiri. Berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensi keluhan

berdasarkan bagian tubuh pada posisi duduk ibu menyusui bayi yang berumur 0-

2 tahun:

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Keluhan Berdasarkan Bagian Tubuh pada Posisi Duduk Ibu
Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Posisi Duduk Ibu menyusui bayi yang


berumur 0-2 tahun Total
No. Bagian Tubuh Kursi Bukan Kursi Kursi
Ergonomis
N % N % n % n %

1. Lengan Atas Kiri 1 16,7 3 50 2 33,3 6 100

2. Lengan Atas Kanan 1 25 1 25 2 50 4 100

3. Lengan Bawah Kiri 2 22,2 4 44,4 3 33,3 9 100

4. Lengan Bawah 2 33,3 3 50 1 16,7 6 100


Kanan

5. Leher 2 15,4 7 53,8 4 30,8 13 100

6. Siku Kiri 3 18,8 8 50 5 31,2 16 100

7. Siku Kanan 3 37,5 2 25 3 37,5 8 100


87

Posisi Duduk Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2


tahun
No. Bagian Tubuh Kursi Total
Kursi Bukan Kursi Ergonomis

N % N % n % n %

8. Pergelangan Tangan 2 33,3 2 33,3 2 33,3 6 100


Kiri

9. Pergelangan Tangan 2 50 2 50 0 0 4 100


Kanan

10. Tangan Kiri 2 33,3 3 50 1 16,7 6 100

11. Tangan Kanan 1 25 3 75 0 0 4 100

12. Punggung 3 23,1 8 61,5 2 15,4 13 100

13. Pergelangan Kaki 1 20 3 60 1 20 5 100


Kiri

14. Pergelangan Kaki 0 0 1 50 1 50 2 100


Kanan

15. Kaki Kiri 0 0 1 50 1 50 2 100

16. Kaki Kanan 0 0 1 50 1 50 2 100

1. Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan Kursi/Sofa sebagai


Alas Duduk

Rata-rata postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun

saat menggunakan kursi/sofa sebagai alas duduk yang paling berisiko pada

bagian tubuh yaitu punggung sebesar 23,1% (3 orang), siku kiri 37,5% (3

orang) dan siku kanan (3orang). Disebabkan posisi duduk yang tidak didesain

untuk ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dan kebanyakan ibu

membungkukkan punggungnya dan siku kiri-kanan untuk menahan bayi

yang sedang menyusui sehingga menimbulkan postur janggal pada ibu.


88

2. Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan Kursi Ergonomis


sebagai Alas Duduk

Rata-rata postur ibu yang menggunakan kursi ergonomis sebagai alas

duduk yang paling berisiko pada bagian tubuh yaitu leher sebanyak 30,8% (4

orang) dan siku kiri 31,2% (5 orang). Disebabkan pada leher karena sebagian

ibu menunduk untuk bisa melihat bayinya dan pada siku kanan karena ibu

menopang berat badan bayi.

3. Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Tidak Menggunakan Kursi sebagai
Alas Duduk

Rata-rata postur ibu yang tidak menggunakan kursi sebagai alas

duduk yang paling berisiko pada bagian tubuh yaitu leher sebanyak 53,8% (7

orang), punggung sebanyak 61,5% (8 orang), lengan bawah kiri sebanyak

44,4% (4 orang), dan siku kiri sebanyak 50% (8 orang).

C. Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan


Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2
Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Berdasarkan hasil observasi yang ditemukan di Kelurahan Pisangan

didapatkan bahwa posisi duduk ibu yang menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa dan yang tidak menggunakan kursi terdapat postur janggal pada

bagian tubuh seperti leher, lengan, pergelangan tangan, punggung, kaki. Secara

detail dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


89

Tabel 5.6
Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak
Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di
Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Posisi Duduk Menggunakan


Bagian
Tubuh Tidak Menggunakan
Kursi Ergonomis Kursi/Sofa Kursi
Menunduk (karena Menuduk (karena ibu menatap Menunduk (karena ibu
Leher
ibu menatap bayinya) bayinya) menatap bayinya)
Lengan ditopang oleh Lengan ditopang oleh Lengan ditopang oleh
sandaran tangan kursi sandaran tangan kursi (karena paha ibu (karena sikap
(karena berat kepala berat kepala bayi ditopang duduk ibu menyilangkan
bayi ditopang oleh oleh lengan ibu) kaki kesamping supaya
lengan ibu) meninggikan paha atas
untuk menopang berat
kepala bayi)
Lengan
Lengan mengantung atau tidak Lengan mengantung atau
ditopang oleh sandaran tangan tidak ditopang oleh
kursi (karena berat kepala bayi sandaran tangan kursi
ditopang oleh lengan ibu dan (karena berat kepala bayi
rata-rata ibu membentuk sudut ditopang oleh lengan ibu
≥ 800) dan rata-rata ibu
membentuk sudut ≥ 800)
Bersandar pada kursi (karena Bersandar pada tembok
sudut yang dibentuk 200-600) (karena sudut yang
dibentuk 200-600)
Punggung Tidak bersandar pada apapun Tidak bersandar pada
(karena duduk dikursi yang apapun (karena sudut
tidak ada sandarannya) yang bentuk rata-rata ≥
600)
Berjinjit untuk menyentuh Ditekuk kesamping atau
lantai (karena kursi yang disilangkan (karena
digunakan rata-rata tidak untuk menopang berat
sesuai dengan proporsi tubuh badan bayi)
ibu bagian bawah)
Kaki
Menggantung (karena kursi
yang digunakan rata-rata tidak
sesuai dengan proporsi tubuh
ibu bagian bawah dan kursi
terlalu tinggi)
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain :

1. Saat dilakukan pengambilan foto/video oleh peneliti sebagian ibu tidak

berada pada sikap duduk alami saat menyusui karena ibu menyadari adanya

kamera.

2. Saat akan pengukuran ibu terkadang sudah selesai menyusui dan bayi tidak

mau menyusu lagi, bayi yang sedang tidur, bayi yang tidak mau menyusu

saat sedang ramai, oleh karena itu peneliti menanyakan kembali jam berapa

biasa bayi menyusui dan setalah itu dilakukan pengukuran hari berikutnya

menurut jam bayi menyusui.

B. Gambaran Posisi Duduk Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan

Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2

Tahun Menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 60,2% (50 orang) ibu menyusui

lebih memilih posisi duduk tidak menggunakan kursi seperti duduk dilantai atau

di atas tempat tidur. Sedangkan 19,3% (16 orang) menggunakan kursi/sofa untuk

menyusuinya seperti kursi plastik yang tidak ada sandaran punggung dan

tangannya atau kursi plastik yang ada sandaran punggung dan tanganya, kursi

kantor, sofa, kursi makan dan sebagainya. Terakhir beberapa ibu 20,5% (17

90
91

orang) diminta untuk menggunakan kursi ergonomis yang didesain khusus untuk

ibu menyusui.

Penggunaan pemilihan menggunakan kursi/sofa dan tidak menggunakan

kursi dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang rendah ditandai dengan kondisi

rumah di pemukiman padat penduduk. Dimana didalam rumah ibu menyusui

terkadang tidak ada kursi sehingga ibu tidak punya pilihan untuk menyusui

bayinya di lantai atau tempat tidur. Ibu menyusui tidak selalu menggunakan

posisi duduk ada saatnya ibu menggunakan posisi tidur pada saat malam hari.

Saat ibu melakukan aktivitas menyusui dalam jangka waktu yang lama

dan berulang-ulang menggunakan posisi duduk tidak selalu tegak lurus tetapi

lama kelamaan duduk ibu akan merosot atau membungkuk ini sesuai dengan

dikemukakan oleh Bridger (1995) umumnya seseorang tidak mampu untuk

duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka akan

duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang agak merosot

dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan

posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan.

Banyak cara untuk memposisikan ibu dan bayinya selama proses

menyusui berlangsung. Sebagian melakukannya sambil duduk di kursi dengan

punggung diganjal bantal dan kaki di atas bangku kecil. Sebagian lagi ibu

memilih menyusui dalam posisi berbaring miring sambil merangkul bayinya.

Namun, pada ibu menyusui dengan duduk tidak semua menggunakan ganjalan

bantal pada punggungnya seperti ibu menyusui tidak menggunakan kursi atau
92

menggunakan kursi/sofa tetapi tidak ada sandaran punggungnya. Ibu menyusui

juga tidak semua menggunakan kursi kecil untuk menopang kaki oleh karena itu

kaki itu menggantung itu terjadi pada ibu yag menggunakan kursi/sofa yang

tinggi dudukan kursi/sofanya tinggi daripada kaki ibu saat duduk di kursi/sofa. Ini

tidaklah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kristiyanasari (2009), posisi

menyusui dengan duduk dapat dilakukan dengan posisi santai dengan

menggunakan kursi atau sofa, punggung ibu bersandar pada sandaran kursi, dan

kaki tidak boleh mengantung. Adapun cara menyusui dengan posisi duduk yaitu:

1) gunakan bantal untuk menopang bayi, bayi ditidurkan di atas pangkuan ibu; 2)

bayi dipegang satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung siku ibu dan

bokong bayi diletakkan pada lengan dan kepala bayi tidak boleh tertengadah atau

bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu; 3) satu tangan bayi diletakkan di

belakang badan ibu dan yang satu di depan; 4) perut bayi menempel badan ibu,

kepala bayi menghadap payudara; 5) telinga dan lengan bayi terletak pada satu

garis lurus.

Cara duduk yang benar di tempat duduk ibu sering mengabaikan padahal,

hal ini sangatlah penting sebagai dasar pola posisi ergonomis dimana banyak

aktivitas menyusui dilakukan dalam keadaan duduk. Contohnya posisi duduk

ketika aktivitas menyusui yang cenderung statis dan monoton, sehingga

terkadang para ibu perlu melakukan perubahan sikap dan posisi tubuhnya saat

menyusui (Chamdany dalam Meilia, 2011).


93

Ibu menyusui yang tidak menggunakan kursi biasanya melakukan

aktivitas menyusui dengan durasi yang terlalu lama dalam keadaan duduk

dengan posisi yang salah karena ibu biasanya tidak bersandar atau bersandar

ditembok akan menyebabkan pegal-pegal. Ini sesuai dengan pendapat Pheasant

(1991), posisi duduk tidak menggunakan kursi (tanpa sandaran) menyebabkan

fleksi lutut dan fleksi tulang belakang pada tungkai atas (sekitar 900 pada kedua

keadaaan tersebut) Terlalu lama duduk dengan posisi yang salah akan

menyebabkan otot-otot menjadi spasme dan dapat merusak jaringan lunak. Posisi

tubuh yang salah selama duduk membuat tekanan abnormal dari jaringan

sehingga menyebabkan rasa sakit dalam (Hamitz, 2000).

Posisi duduk yang menggunakan kursi/sofa seharusnya duduk di atas

kursi dengan alas duduk dan sandaran keras. Alas duduk dan sandaran yang ideal

membentuk sudut 1000 - 1100. Tinggi alas duduk harus sesuai sehingga orang

dapat duduk dengan fleksi sempurna baik pada sendi lutut dan panggul,

sedangkan kaki tepat mendatar di atas lantai. Sofa merupakan tempat duduk yang

ideal namun untuk jangka waktu lama akan menimbulkan nyeri akibat regangan

otot-otot hamstring dan ligamentum longitudinal posterior (Judana, 1981).

Menurut Anderson (1995), posisi duduk yang menggunakan kursi

ergonomis adalah posisi tulang belakang harus menyerupai posisi tulang

belakang pada saat berdiri normal, yaitu membentuk huruf S apabila dilihat dari

samping. Posisi duduk dengan tulang punggung membentuk kurva S akan lebih

baik dari sisi anotomi maupun dari sisi beban atau gaya minimum. Beban yang
94

tetap pada otot punggung diminimasikan melalui aktivitas otot yang akan

meningkat ketika duduk dengan postur merosot ke depan.

RULA diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor

resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang

mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja.

Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti

bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu metode RULA dikembangkan

untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan dilakukan perbaikan sesegera

mungkin (Lueder, 1996).

Pengukuraan dengan metode RULA pada ibu menyusui dilakukan

dengan cara observasi secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama

beberapa siklus tugas untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran.

Alat ini memasukan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan,

yang mana rating dari postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang

diharapkan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1

(rendah) sampai skor tinggi (7), skor tersebut adalah dengan menggolongkan

menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka

waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan

diajukan (Staton dalam Ikrimah 2010).

Metode RULA dipilih karena ibu menyusui berada pada posisi statis

dalam waktu yang lama dalam sekali menyusui dan mengakibatkan pembebanan

fisik pada postur tubuh bagian atas seperti leher, bahu, tangan, dan punggung
95

dikarenakan beban bayi yang ibu bawa. Oleh karena itu, sangat cocok untuk

menilai postur tubuh ibu menyusui dalam menggunakan posisi duduk

menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi karena

ibu menyusui pada posisi yang statis selama 30-60 menit dalam sekali menyusui

dan pembebanan postur tubuh lebih banyak terjadi pada tangan, leher, bahu, dan

punggung.

Berdasarkan hasil skor RULA yang menggunakan kursi ergonomis telah

dikombinasi didapatkan rata-rata level risiko dikategorikan 6 dengan level risiko

sedang yang dimana harus ada tindakan dalam waktu dekat yang diambil ibu untuk

memperbaiki postur duduknya. Berdasarkan hasil skor RULA yang menggunakan

kursi/sofa telah dikombinasi didapatkan rata-rata level risiko dikategorikan 7

dengan level risiko tinggi. Berdasarkan hasil skor RULA yang tidak

menggunakan kursi telah dikombinasi didapatkan rata-rata level risiko

dikategorikan 7 dengan level risiko tinggi.

Pada hasil skor RULA menggunakan kursi/sofa dan tidak menggunakan

kursi sama-sama mendapatkan level risiko 7 yang dimana level tersebut tinggi

dengan harus mengambil tindakan sekarang juga. Berarti ibu harus memperbaiki

postur tubuhnya sekarang juga dan harus menambahkan ganjalan bantal pada

punggung supaya posisi tulang belakang menyerupai posisi tulang belakang pada

saat berdiri normal, yaitu membentuk huruf S apabila dilihat dari samping itu

sesuai dengan pendapat Anderson (1995), posisi duduk yang menggunakan kursi

ergonomis adalah posisi tulang belakang harus menyerupai posisi tulang

belakang pada saat berdiri normal, yaitu membentuk huruf S apabila dilihat dari
96

samping. Posisi duduk juga yang menggunakan kursi/sofa seharusnya duduk di

atas kursi dengan alas duduk dan sandaran keras. Menurut Judana (1981), alas

duduk dan sandaran yang ideal membentuk susut 1000 - 1100

C. Gambaran Postur Tubuh Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan

Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2

Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Hasil dari penelitian terdapat rata-rata postur tubuh ibu menyusui saat

menggunakan kursi/sofa sebagai alas duduk yang paling berisiko pada bagian

tubuh yaitu punggung sebesar 23,1% (3 orang), siku kiri 37,5% (3 orang) dan

siku kanan (3 orang). Disebabkan posisi duduk yang tidak didesain untuk ibu

menyusui dan kebanyakan ibu membungkukkan punggungnya dan siku kiri-

kanan untuk menahan bayi yang sedang menyusui sehingga menimbulkan postur

janggal pada ibu.

Hasil penelitian pada ibu yang menggunakan kursi ergonomis sebagai

alas duduk rata-rata bagian tubuh yang paling berisiko yaitu leher sebanyak

30,8% (4 orang) dan siku kiri 31,2% (5 orang). Disebabkan saat ibu duduk, leher

ibu menunduk dikarenkan untuk melihat bayinya dan pada bagian tubuh lainnya

yaitu siku kanan dikarenakan ibu harus menopang berat badan bayi.

Hasil penelitian pada ibu yang tidak menggunakan kursi sebagai alas

duduk yang paling berisiko pada bagian tubuh yaitu leher sebanyak 53,8% (7

orang), punggung sebanyak 61,5% (8 orang), lengan bawah kiri sebanyak 44,4%

(4 orang), dan siku kiri sebanyak 50% (8 orang). Postur tubuh ibu menyusui yang
97

paling banyak mengalami resiko ergonomi adalah posisi duduk yang tidak

menggunakan kursi sebagai alas tempat duduknya. Postur tubuhnya yang

berisiko tinggi pada bagian tubuh yaitu leher, punggung, lengan bawah kiri, dan

siku kiri. Pada posisi duduk menggunakan kursi yang paling berisiko pada

bagian tubuh yaitu punggung, siku kiri dan siku kanan. Terakhir pada posisi

duduk yang menggunakan kursi ergonomis bagian tubuh yang paling berisiko

yaitu leher dan siku kiri. Persamaan bagian tubuh yang berisiko tinggi yaitu siku

kiri, leher dan punggung.

Menurut Pheasant (1991), postur adalah orientasi relatif dari posisi rata-

rata setiap bagian tubuh hampir pada setiap waktu dan postur tubuh seseorang

dipengaruhi oleh gerakan yang diakukan. Postur seseorang dalam bekerja

merupakan hubungan antara dimensi tubuh seseorang dengan dimensi berbagai

benda yang dihadapinya dalam pekerjaan (Pheasant, 1986). Menurut Pulat

(1991) postur kerja sebagai posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas

kerja yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan task requirements.

Postur tubuh ibu menyusui juga dipengaruhi oleh posisi duduk ibu,

dimana ada ibu yang menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa dan tidak

menggunakan kursi itu juga disesuaikan oleh posisi ibu menyusui bayinya

dengan tepat. Menurut Bridger (1995) postur tubuh ketika bekerja dapat

dipengaruhi oleh faktor personal, karakteristik pekerjaan, dan desain tempat

kerja.
98

Menurut ILO (1998) secara alamiah postur terbagi menjadi dua yaitu

postur statis dan postur dinamis. Postur statis merupakan postur yang tetap atau

sama hampir disepanjang waktu. Pada postur statis hampir tidak terjadi

pergerakan otot dan sendi, sehingga beban yang ada adalah beban statis. Dalam

kondisi ini suplai darah yang membawa nutrisi dan oksigen akan terganggu

sehingga akan menggangu proses metabolisme tubuh. Pada ibu menyusui

menggunakan postur statis yang dimana ibu hanya duduk untuk menyusui

bayinya dalam waktu yang lama yang tidak terjadi pergerakan sendi dan otot.

Menurut Karjewski et.al (2009) menjelaskan bahwa ketika ulang atau persendian

tidak berada pada posisi netral, maka terjadi postur janggal.

Postur netral yaitu postur dalam proses yang sesuai dengan anatomi

tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting

tubuh, seperti organ tubuh, saraf, tendon, otot, dan tulang membuat keadaan

menjadi rileks dan menyebabkan kelelahan sistem muskuloskeletal/sistem tubuh

lainnya (Satrya dalam Rinandha, 2011).

Permasalahan dalam pekerjaan statis saat menyusui adalah postur yang

sama dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menyebabkan stress atau

tekanan pada bagian tubuh tertentu dalam Astuti (2009). Postur dinamis adalah

postur yang terjadi dengan adanya perubahan panjang dan peregangan pada otot

serta adanya perpindahan beban. Postur dinamis melibatkan adanya gerakan.

Posisi yang paling nyaman bagi tubuh adalah posisi netral dengan pergerakan.

Akan tetapi jika pergerakan tersebut terjadi terus menerus dan kelanjutan maka
99

dapat membahayakan kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena pergerakan yang

berkepanjangan akan membutuhkan energi yang lebih besar daripada posisi

statis, terutama pada pergerakan yang ekstrim atau ketika menangani beban yang

berat. Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat dilihat dari kerja

otot, aliran darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis postur

tersebut.Postur kerja yang berbahaya bagi kesehatan dan paling berisiko

menimbulkan cidera adalah postur janggal.

Disarankan pada saat ibu menyusui dalam posisi duduk harus ditunjang

dengan kursi yang tepat seperti menggunakan kursi ergonomis yang dapat

membantu duduk dengan postur alami. Ini sesuai dengan pendapat Grandjean

(1988), dimana mengatakan duduk dalam postur alami akan mengurangi kerja

otot statis untuk menghindari gangguan pada tulag belakang, pinggang, dan kaki

D. Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan

Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2

Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014

Postur janggal terjadi karena postur tubuh atau segmen tubuh yang

menyimpang secara signifikan dari posisi range yang normal pada saat

melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh manusia

untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal akan

menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan persendian sehingga

menyebabkan rasa sakit pada otot rangka.


100

Postur janggal adalah deviasi dari gerakan tubuh atau anggota gerak yang

dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas kerja secara berulang-ulang dan

dalam waktu yang relatif lama. Gerakan postur janggal merupakan salah satu

faktor risiko terjadinya gangguan, penyakit, atau cedera pada sistem otot rangka.

Gangguan, penyakit, atau cidera pada sistem musculoskeletal hampir tidak

pernah terjadi secara langsung, akan tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari

benturan kecil maupun besar secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang

relatif lama (Cohen dkk, 1997). Misalnya ibu yang sedang melakukan aktivitas

menyusui yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya

hingga masa menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan

sebagai proses bekerja yang dapat mengalami postur janggal.

Ibu menyusui mengalami postur tubuh yang tidak alamih saat posisi

duduk dikarenakan harus duduk sekaligus menyusui bayinya. Menurut Bernard

(1997), dalam ukuran jarak atau dimensi pada dasarnya setiap orang memiliki

keinginan untuk melakukan kegiatannya dalam postur yang optimal. Postur

tubuh yang tidak stabil (tidak alamiah) menunjukan bukti yang kuat sebagai

faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan

leher, punggung dan bahu.

Ibu menyusui menggunakan kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi

terjadi postur janggal pada bagian tubuh punggung yaitu bersandar pada kursi

(karena sudut yang dibentuk 200-600) karena menurut Humantech (1995)

terjadinya postur janggal pada punggung jika membungkuk (bent forward) yaitu
101

punggung dan dada lebih condong ke depan membentuk > 200 terhadap garis

vertikal. Oleh karena punggung pada ibu meyusui yang menggunakan kursi/sofa

dan yang tidak menggunakan kursi mengalami postur janggal. Postur janggal

pada punggung lainnya yaitu tidak bersandar pada apapun (karena sudut yang

bentuk rata-rata ≥ 600). Menurut Humantech (1995), postur janggal yang lainnya

yaitu miring (bent sideway), yaitu setiap deviasi bidang median tubuh dari garis

vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk dan terjadi fleksi

pada bagian tubuh, biasanya ke depan atau ke samping.

Menurut Hermans dkk (2000), postur punggung yang merupakan faktor

risiko adalah membungkuk yaitu postur punggung membungkukkan badan

hingga membentuk sudut 200 terhadap vertikal dan berputar dengan beban objek

≥ 9 kg, durasi ≥ 10 detik, dan frekuensi 2 kali/menit atau total lebih 4 jam/hari.

Berarti saat ibu menyusui yang tidak memiliki sandaran tidak memperhatikan

besaran sudut yang dibentuk dan dapat menimbulkan postur janggal karena

posisi duduk dengan lebih codong ke depan atau belakang dapat terjadi fleksi.

Ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa dan tidak

menggunakan kursi terjadi postur janggal pada bagian tubuh leher yaitu

menunduk dikarenakan ibu menatap bayinya. Menurut Humantech (1995),

postur janggal pada leher terjadi pada saat melakukan membengkokkan leher ≥

200 terhadap vertikal, menekukkan kepala. Menurut Grandjean (1987) posisi

menunduk leher dan kepala tidak boleh melebihi 150, karena menyebabkan

postural stress. Menurut Bridger (1995) ada banyak bukti fleksi yang dilakukan
102

secara sering atau ditahan dalam waktu lama pada kedua bagian ini berhubungan

dengan nyeri pada leher dan kepala yang kronis. Pada ibu menyusui dilakukan

menekukkan kepala (menunduk) dengan waktu yang lama dan dilakukan sering

yang dimana ibu menyusui lakukan saat aktivitas menyusui untuk melihat

bayinya

Pada lengan bagian tubuh yang terjadi postur janggal yaitu lengan

ditopang oleh sandaran tangan kursi (karena berat kepala bayi ditopang oleh

lengan ibu), terjadi pada ibu menyusui yang menggunakan kursi ergonomis dan

kursi/sofa. Sedangkan tidak menggunakan kursi lengan ditopang oleh paha ibu

(karena sikap duduk ibu menyilangkan kaki kesamping supaya meninggikan

paha atas untuk menopang berat kepala bayi). Bagian leher yang terjadi postur

janggal yang lain yaitu karena lengan mengantung atau tidak ditopang oleh

sandaran tangan kursi (karena berat kepala bayi ditopang oleh lengan ibu dan

rata-rata ibu membentuk sudut ≥ 800) terjadi pada ibu menyusi menggunakan

kursi/sofa dan tidak menggunakan kursi. Menurut Humantech (1995), terjadi

postur janggal saat menggunakan gerakan penuh dalam bekerja. Ibu menyusui

melakukan gerakan penuh untuk menopang bayi dengan beban bayi oleh karena

itu menimbulkan postur janggal pada lengan.

Ibu menyusui menggunakan kursi/sofa terjadi postur janggal pada bagian

tubuh kaki yaitu berjinjit untuk menyentuh lantai (karena kursi yang digunakan

rata-rata tidak sesuai dengan proporsi tubuh ibu bagian bawah) dan kakinya

menggantung (karena kursi yang digunakan rata-rata tidak sesuai dengan


103

proporsi tubuh ibu bagian bawah dan kursi terlalu tinggi). Sedangkan tidak

menggunakan kursi postur janggal pada kaki yaitu ditekuk kesamping atau

disilangkan (karena untuk menopang berat badan bayi). Disebutkan postur

janggal pada kaki yaitu bertumpu di atas satu kaki atau tidak seimbang dalam

Bukhori (2010) dan Laraswati (2009). Oleh karena itu ibu menyusui yang

berjinjitkan kaki saat dalam posisi duduk dan kakinya menggantung dapat

menyebabkan postur janggal karena kaki bertumpu diatas satu kaki atau tidak

seimbang.

Telah dilihat di atas sikap kerja tidak alamiah pada ibu menyusui

mengakibatkan bagian-bagian tubuh itu mengalami postur janggal. Menurut

Grandjen (1993), sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan

posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya

pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat

dsb. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin

tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini

pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja

tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja dalam Tarwaka dkk

(2004). Masih terdapat posisi janggal pada ibu menyusui saat menggunakan kursi

ergonomi, bisa jadi terdapatnya posisi janggal ini dikarenakan kursi ergonomi

yang didesain masih dibuat menggunakan ukuran rata-rata ibu kebanyakan.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Hasil yang diperoleh pada ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis

menggunakan metode RULA skornya 6 level risiko sedang, sedangkan postur

tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 30,8% (4 orang) dan siku kiri

31,2% (5 orang) dan postur janggalnya pada bagian tubuh leher yaitu menunduk

(karena ibu menatap bayinya), lengan yaitu karena ditopang oleh sandaran

tangan kursi (karena berat kepala bayi ditopang oleh lengan ibu), punggung yaitu

bersandar pada kursi (karena sudut yang dibentuk 00-200), kaki yaitu bertumpu

pada pijakan kaki (karena kaki membentuk sudut 900).

2. Pada ibu menyusui menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA

skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu

punggung sebesar 23,1% (3 orang), siku kiri 37,5% (3 orang) dan siku kanan

(3orang), dan pada postur janggalnya pada bagian tubuh leher yaitu menuduk

(karena ibu menatap bayinya), lengan yaitu ditopang oleh sandaran tangan kursi

(karena berat kepala bayi ditopang oleh lengan ibu), mengantung atau tidak

ditopang oleh sandaran tangan kursi (karena berat kepala bayi ditopang oleh

lengan ibu dan rata-rata ibu membentuk sudut ≥ 800), punggung yaitu bersandar

pada kursi (karena sudut yang dibentuk 200-600), tidak bersandar pada apapun

(karena duduk dikursi yang tidak ada sandarannya), kaki yaitu berjinjit untuk

104
105

menyentuh lantai (karena kursi yang digunakan rata-rata tidak sesuai dengan

proporsi tubuh ibu bagian bawah), berjinjit untuk menyentuh lantai (karena kursi

yang digunakan rata-rata tidak sesuai dengan proporsi tubuh ibu bagian bawah.

3. Pada ibu menyusui tidak menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA

skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu

leher sebanyak 53,8% (7 orang), punggung sebanyak 61,5% (8 orang), lengan

bawah kiri sebanyak 44,4% (4 orang), dan siku kiri sebanyak 50% (8 orang), dan

pada postur janggalnya pada bagian tubuh leher yaitu menuduk (karena ibu

menatap bayinya), lengan yaitu ditopang oleh paha ibu (karena sikap duduk ibu

menyilangkan kaki kesamping supaya meninggikan paha atas untuk menopang

berat kepala bayi), mengantung atau tidak ditopang oleh sandaran tangan kursi

(karena berat kepala bayi ditopang oleh lengan ibu dan rata-rata ibu membentuk

sudut ≥ 800), punggung yaitu bersandar pada kursi (karena sudut yang dibentuk

200-600), tidak bersandar pada apapun (karena sudut yang bentuk rata-rata ≥ 600),

Kaki yaitu ditekuk kesamping atau disilangkan (karena untuk menopang berat

badan bayi)

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan bagi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2

tahun dari hasil penelitian ini adalah:

a. Disarankan kursi ergonomi bisa diberikan adjustment pada sandaran tangan

dan pijakan kaki, pelebaran sandaran tangan dan pijakan kaki, pemberian

busa yang lebih empuk.


106

b. Disarankan kursi/sofa bisa diberikan sandaran (backrest) dan bantalan

punggung yang dilakukan untuk memberikan kesempatan relaksasi pada otot

punggung secara berkala.

c. Disarankan ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang tidak

menggunakan kursi, menggunakan sandaran dan bantalan punggung yang

dapat mengurangi tekanan untuk sudut sandaran yang dapat disesuaikan dari

sudut vertikal 900- 1100 sedangkan kaki tepat mendatar di atas lantai atau

tidak mengantung.
DAFTAR PUSTAKA

American Dental Association. 2004. An Introduction to Ergonomics: Risk Factors,


MSDs, Approaches and Intervention.

Astuti, Sri Endah Budi. 2009. Gambaran Faktor Risiko Pekerjaan dan Keluhan Gejala
MSDs pada Tubuh Bagian Atas Pekerja Disektor Informal Butik Lamonde
Depok Lama Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Skripsi

Bernard, B, P. 1997, Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors. National


Institute for Occupational Safety and Health.

Bridger. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore: McGraw-Hill Inc.

Bridger, R. S. 2003, Introduction to Ergonomics, 2nd.ed., Tailor & Francis Group,


London.

Grandjean, E. 1993. Fitting The Task to The Man, fourth edition. London : Taylor &
Francis Inc.

Hignett dan McAtamney. 2000. REBA Employee Assessment Worksheet. Applied


Ergonomics, 201-205.

Humantech. 1995, Humantech Applied Ergonomics Training Manual, 2nd.ed., Berkelery


Vale, Australia.

ILO (International Labour Organization. 1998. Work Organization and Ergonomics.


Geneva.

Karjewski, Janet Torma et. al. 2009. Ergonomics: MSD Risk Factors-Awkward
Postures. NIOSH Publication No. 2009-107.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004


Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia.

Klinpikul, N., et. al. 2010. Factors Affecting Low Back Pain during Breastfeeding of
Thai Woman. World Academy of Science, Engineering and
Technology.Available on: http://www.waset.org/journals/waset/v48/v48-56.pdf.

Kumar, Shrawan. 1999. Biomechanics in Ergonomics. London: CRC Press Taylor &
Francis Group. Ed.

Kurniawati, Ita. 2009. Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi dan Keluhan Subjektif
Terhadap Terjadinya Gangguan Muskuloskeletal pada Pekerja Pabrik Proses
Finishing Departemen PPC PT Southern Cross Textile Industry Ciracas Jakarta
Timur 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Skripsi

Lueder, Rani. 2002. Anatomical, Physiological and Health Considerations Relevant


to The SwingSeat. For SmartMotion Technology, Inc.

Lueder, Rani. 2004. Ergonomics of Seated Movement, A Review of The Scientific


Literature. Humanics ErgoSystems, Inc.

Marras, William S. dan Waldemar Karwowski. 2006. Fundamentals and Assesment


Tools for Occupational Ergonomics. Boca Raton: CRC Press Taylor&Francis
Group. Ed.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya : Tinjauan Anatomi,
Fisiologi, Antropometri, Psikologi, dan Komputasi Untuk Perancangan Kerja
dan Produk. Surabaya: Penerbit Guna Widya.

OSHA. 2002. Ergonomic: The Study of work. US Departement of Labor Occupational


Safety and Health Administration. OSHA 3125.

Pheasant, Stephen. 2003. Body Space Anthropometry, Ergonomics and the Design of
Work. London: Taylor & France. Second Edition.

Roesli, Utami. 2009. Panduan Praktis Menyusui. Cet. I. Jakarta: Pustaka Bunda.

Stanton, Neville et. al. 2005. Handbook of Human Factor dan Ergonomics Methode.
London: CRC Press Taylor & Francis Group.

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV


Sagung Seto

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan, Keselamatan & Produktivitas. Edisi
I, Cetakan I. Surakarta : UNIBA Press.

Wilson, J.R and Corlett, E.N. (eds) Evaluation of Human Work: A Practical
Ergonomics Methodology. 2nd and Revisised Edition. London: Taylor&Francis.
Lampiran 1: Form Pernyataan Persetujuan Responden

ANALISIS POSTUR TUBUH IBU MENYUSUI


DALAM POSISI DUDUK MENGGUNAKAN
RAPID UPPER LIMB ASSESMENT
KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2014

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Saya mahasiswa S1 Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Program


Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian tentang “Analisis
Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid Upper Limb
Assesment Kelurahan Pisangan Tahun 2014”. Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk itu, saya meminta kesediaan ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Dimana akan diberikan kuesioner dan dilakukan observasi serta wawancara mendalam terkait
dengan aktivitas menyusui ibu. Semua informasi yang Ibu berikan dan peneliti amati akan
terjamin kerahasiaannya. Setelah Ibu membaca maksud dan kegiatan penelitian ini, maka
saya meminta Ibu untuk mengisi nama dan tanda tangan di bawah ini.
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden pada penelitian
ini dan akan memberikan informasi yang diminta dengan sebenar-benarnya”.

Nama Informan Tanda Tangan

Atas perhatian dan kerjasamanya untuk itu saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Hormat saya,

Nadya Hanifa Burmawi


SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Pada penelitian ini, responden akan diberikan kursi ergonomis untuk aktivitas

menyusui yang direkomendasikan oleh peneliti. Selanjutnya, dilkaukan wawancara dan

observasi terkait postur tubuh dalam posisi duduk menggunakan kursi ergonomis. Segala

informasi yang diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiaannya.

“Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden pada penelitian

ini dan akan memberikan informasi yang diminta dengan sebenar-benarnya”.

Nama Informan Tanda Tangan


Lampiran 2 Lembar Observasi

Nama Ibu :

Alamat :

Umur Ibu :

Nama Bayi :

Umur Bayi :

Rekam dengan video posisi atau sikap tubuh ibu saat menyusui.

Hasil Pengukuran

Faktor yang Diukur Hasil Pengukuran

Tinggi Badan Ibu (cm)

Berat Badan Ibu (kg)

Berat badan Bayi (kg)

Kursi yang digunakan


Lampiran 3 Form Pengukuran RULA
Lampiran 4: Contoh Analisis RULA

A. Langkah-langkah penilaian postur tubuh ibu menyusui dalam posisi duduk dengan
metode RULA :
1. Diambil gambar postur duduk ibu saat menyusui melalui video.
2. Video yang telah direkam, kemudian dijadikan gambar-gambar sesuai dengan postur
yang diinginkan untuk dianalisis.
3. Ditentukan sudut-sudut bagian tubuh yang terbentuk dari postur tubuh ibu saat
menyusui tersebut.
4. Ditentukan skor masing-masing bagian tubuh berdasarkan sudut yang dibentuk dan
ketentuan skor pada masing-masing bagian tubuh.
5. Skor tubuh grup A ditambahkan dengan skor aktivitas dan beban kemudian hasil
penjumlahannya dimasukkan ke dalam table C. Begitu juga dengan skor tubu grup B
ditambahkan dengan skor aktivitas dan beban kemudian hasil penjumlahanya
dimasukkan ke dalam table C.
6. Diperoleh skor akhir RULA

B. Contoh Cara Menghitung RULA:


1. Skor Tubuh Grup A
a. Postur Lengan Atas: Sudut yang dibentuk adalah sebesar 620 sehingga
mempunyai skor sehingga mempunyai skor 3 tetapi karena adannya skor
perubahan maka 3-1 = 2 (terdapat sanggahan pada lengan atau dalam posisi
bersandar) .
b. Postur Lengan Bawah: Sudut yang dibentuk adalah sebesar 1150 sehingga
mempunyai skor 2.
c. Postur Pergelangan Tangan: Sudut yang dibentuk adalah sebesar 120 sehingga
mempunyai skor 2.
d. Putaran Pergelangan Tangan: Putaran pergelangan tangan ibu pada gambar diatas
adalah pada posisi tengah dari putaran sehingga mempunyai skor 1.

Masing-masing skor postur tubuh di atas dimasukkan ke dalam table A yaitu sebagai
berikut:

Skor lengan
Skor pergelagan
atas
tangan

Skor putaran pergelagan

Skor lengan tangan

bawah

Skor tubuh grup A gambar di atas adalah 3. Skor tersebut kemudian ditambahkan
dengan skor aktivitas dan skor beban.
a. Skor aktivitas untuk gambar diatas adalah 1 karena postur saat menyusui adalah
postur statis.
b. Skor beban untuk gambar diatas adalah 2 karena berat beban bayi sebesar 4,21 dengan
postur statis dan dilakukan berulang-ulang.

Jadi, skor tubuh grup A + skor aktivitas+skor beban= 3+1+2=6


2. Skor Tubuh Grup B
a. Postur Leher : Sudut yang dibentuk adalah sebesar 170 dalam posisi fleksi
sehingga mempunyai skornya 2.
b. Postur Tulang Punggung: Sudut yang dibentuk adalah membungkuk dan ibu
bersandar pada sandaran kursi sehingga mempunyai skor 2.
c. Postur Kaki: Kaki ibu pada gambar di atas ditekuk dan bertumpu pada pijakan
kaki kursi sehingga mempunyai skor 1.
Masing-masing skor postur tubuh di atas dimasukkan ke dalam tabel B yaitu
sebagai berikut:

Skor leher
Skor batang tubuh

Skor kaki

Skor tubuh grup B gambar di atas adalah 2. Skor tersebut kemudian ditambahkan dengan
skor aktivitas dan skor beban.
a. Skor aktivitas untuk gambar diatas adalah 1 karena postur saat menyusui adalah
postur statis.
b. Skor beban untuk gambar diatas adalah 2 karena berat beban bayi sebesar 4,21 dengan
postur statis dan dilakukan berulang-ulang.

Jadi, skor tubuh grup B + skor aktivitas+skor beban= 2+1+2=5


Skor A dan Skor B dimasukkan ke dalam table C sebagai berikut:

Skor A
Skor B

Akhir skor RULA gambar di atas adalah 6, sehingga responden di atas berada pada
level risiko sedang dan dibutuhkan tindakan dalam waktu dekat untuk mengurangi risiko
dan meminimalisir akibat dari risiko lebih lanjut.
Lampiran 5: Form Nordic Body Map
Lampiran 6: Data Kursi Ergonomis

Gambar Bentuk Kursi Ergonomis:

Tampak Depan samping Kanan Tampak Depan samping Kiri

Tampak samping Kanan Tampak samping Kiri

Tampak Depan Tampak Belakang


Data Dimensi Kursi Ergonomis:

Gambar Rancangan Kursi Ergonomis dengan rincian: a. lebar sandaran,


b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran tangan,
e. lebar alas kursi, f. panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi
Lampiran 7: Contoh Gambar Sofa yang Digunakan Ibu Menyusui

Lampiran 8: Contoh Gambar Kursi yang Digunakan Ibu Menyusui


Lampiran 9: Foto Ibu Menyusui

A. Foto Ibu Menyusui Menggunakan Kursi Ergonomi

1.

2. 4.

3. 5.
6. 9.

7. 10.

8. 11.
12. 15.

13. 16.

14. 17.
B. Foto Ibu Menyusui Tidak Menggunakan Kursi

1. 4.

2. 5.

3.
C. Foto Ibu Menyusui Menggunakan Kursi/Sofa

1. 4.

2. 5.

3.
LAMPIRAN 10: HASIL PENGUKURAN RULA

Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Tidak Menggunakan Kursi

Skor Tubuh Grup A Skor Tubuh Grup B


Skor Skor
Putaran Skor Skor Skor Skor Skor Skor Skor
No. Lengan Lengan Pergelangan Tabel Tabel
Pergelangan Aktivitas Beban A Leher Punggung Kaki Aktivitas Beban B RULA
Atas Bawah Tangan A B
Tangan
1 2 2 3 2 4 1 2 7 4 3 1 6 1 2 9 7
2 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7
3 2 2 3 2 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 6 7
4 1 2 2 1 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7
5 3 1 3 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7
6 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
7 1 3 2 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6
8 2 1 2 1 3 1 2 6 4 2 1 5 1 2 8 7
9 2 1 3 2 4 1 2 7 1 1 2 3 1 2 6 7
10 2 1 4 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7
11 2 1 4 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 6 7
12 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7
13 2 1 3 2 4 1 2 7 3 2 2 4 1 2 7 7
14 3 1 2 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
15 1 2 1 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7
16 3 1 2 1 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 7 7
17 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
18 2 1 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
19 2 1 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
20 1 1 3 1 2 1 2 5 4 2 1 5 1 2 8 7
21 2 1 2 1 3 1 2 6 4 2 1 5 1 2 8 7
22 3 1 3 1 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 7 7
23 1 2 1 1 2 1 2 5 3 3 1 4 1 2 7 7
24 2 2 2 1 3 1 2 6 3 3 1 4 1 2 7 7
Lanjutan Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Tidak Menggunakan Kursi

Skor Tubuh Grup A Skor Tubuh Grup B Skor Skor Skor Skor Skor
Skor Skor Skor Skor
No.
Lengan Lengan Pergelangan Putaran
Tabel Aktivitas Beban A Leher Punggung Kaki Tabel Aktivitas Beban B RULA
Atas Bawah Tangan Pergelangan B
A
Tangan
25 1 1 1 2 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7
26 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7
27 2 2 4 2 4 1 2 6 3 2 1 3 1 2 6 7
28 2 2 4 2 4 1 2 7 4 2 1 5 1 2 8 7
29 2 3 1 1 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7
30 1 2 1 2 3 1 2 6 4 2 2 5 1 2 8 7
31 1 1 4 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
32 2 1 4 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7
33 1 1 3 2 3 1 2 6 2 2 1 2 1 2 5 6
34 2 1 2 1 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7
35 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7
36 2 1 2 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7
37 1 1 3 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7
38 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
39 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7
40 1 1 3 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
41 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
42 1 1 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
43 2 1 3 2 4 1 2 7 1 1 2 3 1 2 6 7
44 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
45 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
46 2 2 1 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7
47 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 2 4 1 2 7 7
48 1 1 3 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
49 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
50 1 1 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Menggunakan Kursi/Sofa

Skor Tubuh Grup A Skor Tubuh Grup B


Skor Skor Skor Skor Skor
Lengan Lengan Pergelangan Putaran Leher Punggung Kaki Tabel Skor Skor Skor Skor
No. Tabel Aktivitas Beban A
Atas Bawah Tangan Pergelangan Aktivitas Beban B RULA
A B
Tangan
1 1 1 2 1 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
2 1 2 1 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7
3 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
4 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
5 1 2 1 1 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
6 1 2 4 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6
7 1 2 3 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
8 2 1 4 2 4 1 2 7 2 1 2 3 1 2 6 7
9 3 1 3 2 4 1 2 7 3 3 2 5 1 2 8 7
10 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7
11 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
12 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7
13 3 1 3 2 4 1 2 7 2 1 1 2 1 2 5 7
14 2 2 1 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7
15 1 1 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
16 1 2 3 1 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6
Tabel Hasil Pengukuran RULA Ibu Menyusui Menggunakan Kursi Ergonomis

Skor Tubuh Grup A Skor Tubuh Grup B


Skor Skor Skor Skor Skor
Putaran Skor Skor Skor Skor
No. Lengan Lengan Pergelangan Tabel Aktivitas Beban A Tabel
Pergelangan
A
Leher Punggung Kaki B
Aktivitas Beban B RULA
Atas Bawah Tangan
Tangan
1 2 2 2 2 3 1 2 5 2 2 1 2 1 2 5 6
2 2 2 3 1 3 1 2 5 2 2 1 2 1 2 5 6
3 2 2 3 2 4 1 2 7 4 2 1 3 1 2 6 7
4 1 2 3 1 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6
5 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7
6 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
7 1 2 3 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
8 1 2 4 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6
9 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
10 3 1 3 2 4 1 2 7 2 1 1 2 1 2 5 7
11 3 1 3 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7
12 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
13 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
14 2 1 4 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7
15 1 1 4 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7
16 2 2 2 2 3 1 2 5 2 2 1 2 1 2 5 6
17 1 1 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7

Anda mungkin juga menyukai