= ( )
× 100% = Kristalinitas (1)
Dimana CSC dan LC masing-masing adalah perhitungan terintegrasi di atas background spline
kubik dan linier, dan AC dan CC masing-masing adalah perhitungan yang berhubungan
dengan komponen amorf dan kristal.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perhitungan persen kristalinitas umumnya
dilakukan pada material-material tertentu seperti mineral lempung. Pada analisis kuantitatif
mineral lempung, keakuratan analisis dipengaruhi oleh peningkatan efek matriks dari sruktur
unik mineral lempung (Zhou, et al., 2018). Untuk mengeliminasi efek matriks, metode
standar internal dapat diterapkan pada proses analisisnya. Seperti yang desebutkan oleh Zhou,
dkk. dalam tulisannya bahwa penerapan pertama dari standar internal telah dilaporkan oleh
Clark dan Reynolds pada tahun 1936 untuk analisis quantitatif terhadap debu tambang.
Metode ini secara teoritis dikembangkan oleh Alexander dan Klug (1948) sebagai berikut:
( )
=k× (2)
( )
Dimana x adalah persen massa komponen P dalam sampel, k adalah koefisien yang
berhubungan dengan sifat-sifat uji difraksi sinar-X (yaitu, geometri peralatan dan panjang
gelombang sinar-X) dan dengan jumlah yang ditambahkan dari standar. Ip dan Is adalah
masing-masing intensitas diraksi sinar-X dari komponen P dan s.
Standar internal yang umum adalah digunakan adalah LiF, αAl2O3 dan AlO(OH) karena
standar ini biasanya memiliki koefisien atenuasi yang rendah, lebih disukai karena
menampilkan hanya beberapa refleksi XRD dan setidaknya terdapat satu refleksi kuat (Zhou,
et al., 2018). Dengan penambahan bahan standar terhadap sampel pada proporsi yang konstan
dengan fraksi dari sampel, maka persen massa komponen P akan sebanding dengan Ip/Is
(Alexander dan Klug (1948).
Gambar 2. Pola XRD sampel Gobabeb dan Buckskin dan hasil perhitungan komposisi fasa
amorf yang dihitung menggunakan perangkat lunak AMORP
Keterangan : Garis padat tipis mewakili hasil model individu untuk komponen kristal (merah) dan amorf
(biru), latar belakang linear (kuning) dan hasil model yang dikompilasi (hijau). Garis putus-
putus tebal (warna sama dengan hasil masing-masing model) menunjukkan hasil model rata-
rata. Hasil perhitungan statistik yang dikeluarkan oleh AMORPH untuk setiap analisis
ditunjukkan di bawah hasil model.
Berdasarkan Gambar 2, pola komponen kristal (merah) dan amorf (biru) yang kemudian
didigitasi untuk menghitung luas daerah di bawah peak-peak. Berikut adalah gambar pola
XRD hasil digitasi dengan perangkat lunak AutoCAD 2007.
Gambar 3. Hasil digitasi pola XRD sampel Gobabeb dan dengan perangkat lunak AutoCAD
Tabel 1. Hasil perhitungan persen kristalinitas dan amorf berdasarkan pola XRD (hasil
digitasi) sampel Gobabeb dan Buckskin (Rowe dan Brewer, 2017)
Sampel Luas total puncak kristal Luas total puncak amorf % Kristalinitas % Amorf
Gobabeb 2 (atas) 4.737,2094 2.979,5128 61,4% 38,6%
Gobabeb 2 (bawah) 5.043,3460 3.019,2760 62,6% 37,4%
Buckskin 2 (atas) 4.452,9994 3.431,6679 56,5% 43,5%
Buckskin 2 (bawah) 4.283,4237 3.802,5806 53,0% 47,0%
Perlu dicatat bahwa perhitungan yang dilakukan melalui prosedur digitasi ulang pola XRD
dari dari kedua sampel tersebut bertujuan hanya untuk menampilkan cara menghitung persen
kristalinitas melalui perbandingan luas daerah dibawah peak fasa kristalin (dicirikan dengan
puncak-puncak tajam) dengan peak fasa amorf (puncak-puncak yang melebar). Terdapat
perbedaan hasil perhitungan (digitasi pola XRD) dengan hasil perhitungan yang dilaporkan
oleh Rowe dan Brewer (2017) dengan kisaran nilai dari 0,3% sampai 1,9%. Perbedaan ini
tertunya diakibatkan oleh proses digitasi pada pola XRD yang tidak lepas dari human error
akibat kualitas gambar yang didigitasi beresolusi rendah.