Anda di halaman 1dari 55

BAB I

KONSEP-KONSEP DASAR
CAIRAN TUBUH DAN ELOKTROLIT

A. Jumlah dan Komposisi Cairan Tubuh

Lebih kurang 60% berat badan orang dewasa pada umumnya terdiri

dari cairan (air dan elektrolit). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah

cairan tubuh adalah umur, jenis kelamin, dan kandungan lemak tubuh.

Secara umum diketahui, orang yang lebih muda mempunyai presentase

cairan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih tua,

dan pria secara proposional mempunyai lebih banyak cairan tubuh

dibandingkan dengan wanita. Orang yang gemuk mempunyai jumlah

cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang kurus, karena

sel lemak mengandung sedikit air.

Cairan tubuh terdapat dalam dua kompartemen cairan : ruang

intraseluler (cairan dalam sel) dan ruang ekstraseluler (cairan di luar sel).

Kurang lebih dari dua pertiga dari cairan tubuh berada dalam kompartemen

cairan intraseluler, dan kebanyakan terdapat pada masa otot skeletal. Pada

pria dengan berat badan 70 kg (154 pound), cairan intraseluler berjumlah

sekitar 25 L. kurang lebih sepertiga cairan tubuh merupakan cairan

ekstraseluler dan berjumlah sampai 15 L pada pria dengan berat badan 70

kg (154 pound).

1
Kompartemen cairan ekstraseluler lebih jauh dibagi menjadi ruang

cairan intravaskuler, interstisiel, dan transeluler. Ruang intravaskuler

(cairan dalam pembuluh darah) mengandung plasma. Kurang lebih 3 liter

dari rata-rata 6 liter cairan darah terdiri dari plasma. Tiga liter sisanya

terdiri dari eritrosit, dan trombosit. Ruang interstisiel mengandung cairan

yang mengelilingi sel dan berjumlah sekitar 8 liter pada orang dewasa.

Limfe merupakan suatu contoh dari cairan interstiel. Ruang transeluler

merupakan bagian terkecil dari cairan ekstraseluler dan mengandung

kurang lebih dari 1 liter cairan setiap waktu. Contoh-contoh dari cairan

transeluler adalah cairan serebrospinal, perikardikal, sinovial, intraokular,

dan pleural; keringat; dan sekresi pencernaan.

Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau

ruang utama dalam upaya dalam untuk mempertahankan keseimbangan

antara kedua ruang itu. Kehilangan cairan dari tubuh dapat mengganggu

keseimbangan ini. Kadang cairan tidak hilang dari tubuh, tetapi tidak

tersedia untuk untuk dipergunakan baik oleh ruang cairan intraseluler

ataupun ruang cairan ekstraseluler. Hilangnya cairan ekstraseluler (CES) ke

dalam ruang yang tidak mempengaruhi keseimbangan antara cairan

intraseluler. CIS dan CES tersebut sebagai perpindahan cairan ruang

ketiga.

Petunjuk dini dari perpindahan cairan ruang ketiga adalah

penurunan haluaran urin meskipun ada terapi cairan yang adekuat.

2
Haluaran urin menurun karena perpindahan cairan keluar dari ruang

intravaskuler; ginjal kemudian menerima aliran darah yang lebih sedikit

dan berusaha mengkompensasi dengan menurunkan haluaran urin. Tanda

dan gejala lain dari perpindahan “ruang ketiga” yang menunjukkan

kekurangan volume cairan intravaskuler termasuk peningkatan frekuensi

jantung, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan vena sentral (TVS),

edema, peningkatan berat badan, dan ketidakseimbangan dalam masukan

dan haluaran cairan. Contoh dari perpindahan ruang ketiga timbul dalam

esites, luka bakar, dan perdarahan masif ke dalam suatu sendi atau kavitas

tubuh.

Tubuh mengeluarkan sejumlah besar energi untuk mempertahankan

konsentrasi natrium ekstraseluler yang tinggi dan konsentrasi kalium

intraseluler yang tinggi. Tubuh melakukan hal ini dengan cara pompa

membran sel, yang menukar ion-ion natrium dan kalium. Pergerakan cairan

yang normal melalui dinding kapiler kedalam jaringan tergantung pada

kekuatan tekanan hidrostatik (tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada

dinding pembuluh darah) pada kedua ujung pembuluh arteri dan vena dan

tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein plasma. Arah perpindahan

cairan tergantung pada perbedaan dari kedua kekuatan yang berlawanan ini

(tekanan hidrostatik vs osmotik).

3
Selain elektrolit, CES juga mengangkut substansi lain, seperti

enzim dan hormone. CES juga membawa komponen darah, seperti sel

darah merah dan sel darah putih, keseluruh tubuh.

B. Elektrolit

Elektrolit dalam cairan tubuh merupakan kimia aktif (kation, yang

mengandung muatan positif, dan anion, yang mengandung muatan negatif).

Kation-kation utama dalam cairan tubuh adalah natrium, kalium, kalsium,

dan magnesium. Anion-anion utama adalah klorida, bikarbonat, fosfat,

sulfat, dan proteinat.

Zat kimia ini bergabung dalam berbagai kombinasi. Karenanya,

konsentrasi elektrolit dalam tubuh diungkapkan dalam istilah miliekuivalen

(mEq) per liter, suatu ukuran aktivitas kimiawi, dan bukan dalam istilah

milligram (mg) yaitu satuan berat. Lebih spesifik miliekuivalen

didefinisikan sebagai ekuivalen dari aktivitas elektrokimia dari 1 mg

hydrogen. Dalam suatu larutan, kation dan anion jumlahnya sebanding

dalam mEq/L.

Karena konsentrasi natrium mempengaruhi seluruh konsentrasi

CES, natrium merupakan kation penting dalam pengaturan volume cairan

tubuh. Retensi natrium dihubungkan dengan retensi cairan; sebaliknya,

kehilangan natrium secara besar-besaran dengan penurunan volume cairan

tubuh.

4
Tabel 1. Perkiraan Kadar Elektrolit Utama Dalam Cairan Tubuh.
Elektrolik mEq/L
Cairan Ekstaseluler (Plasma)
Kation
Natrium (Na) 142
Kalium (K+) 5
2+
Kalsium (Ca ) 5
Magnesium (Mg2+) 2
Total kation 154
Anion
Klorida (CI-) 103
Bikarbonat (HCO3-) 26
2-
Fosfat (HPO4 ) 2
Sulfat (SO42-) 1
Asam organik 5
Proteinat 17
Total anion 154
Cairan intraseluler
Kation
Kalium (K+) 150
2+
Magnesium (Mg ) 40
Natrium (Mg2+) 10
Total kation 20
Anion

Fosfat¿} ¿ ¿¿ 150

Bikarbonat 10
Proteinat 40
Total anion 200
(Metheny N, Fluid and Electrolyte Balance; Nursing Considerations,
Philadelphia, JB Lippincott, 1992).

C. Pengaturan Kompartemen Cairan Tubuh Osmosis dan Osmolalitas

Jika dua larutan yang berbeda dipisahkan oleh membran

impermeabel menjadi substasi terlarut, perpindahan air terjadi melalui dari

daerah dengan konsentrasi zat terlarut tinggi sampai larutan tersebut

mempunyai konsentrasi yang sama; difusi air ini disebabkan oleh gradient

5
konsentrasi air yang dikenal sebagai osmosis. Besarnya kekuatan ini

tergantung pada jumlah partikel yang terlarut dalam larutan dan bukan

pada beratnya. Jumlah partikel yang terlarut dalam satu unit air

menentukan osmolalitas atau konsentrasi suatu larutan, yang

mempengaruhi perpindahan air antara kompartemen cairan.

Ada tiga istilah lain yang dihubungkan dengan osmotic, tekanan

onkotik, dan diuresis osmotik.

 Tekanan osmotik adalah besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk

menghentikan aliran air oleh osmosis.

 Tekanan onkotik adalah tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein (y.i.,

albumin).

 Diuretik osmotik terjadi ketika terdapat peningkatan haluran urin yang

diakibatkan oleh ekskresi substansi seperti glukosa, manitol, atau agens

kontras dalam urin.

Difusi

Difusi didefinisikan sebagai kecenderungan alami dari suatu sunstansi untuk

bergerak dari suatu area dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke area dengan

konsentrasi yang lebih rendah. Difusi terjadi melalui perpindahan tidak teratur

(random) dari ion dan molekul. Suatu contoh difusi adalah pertukaran oksigen

dengan karbon dioksida antara kapiler dan alveoli paru.

LARUTAN LARUTAN KONIS


KONIS TINGGI RENDAH

*Air mengalir kearah yang


  mengandung garam*

6
Membran semipermiabel
H2O

Gambar 14-1. Osmosis (“Air mengalir dimana terdapat garam.”)


(Metheny N, Fluid and Electrolyte Balance; Nursing Considerations,
Philadelphia, JB Lippincott, 1992.)

Fitrasi

Tekanan hidrostatik dalam kapiler cenderung untuk menyaring

cairan keluar dari kompartemen vaskuler kedalam cairan interstisiel.

Contoh dari filtrasi adalah pergerakan air dan elektrolit dari jaringan

kapiler arteri ke cairan interstisiel; dalam hal ini, tekanan hidrostatik

dihasilkan oleh aksi pompa jantung.

Pompa Natrium-Kalium

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsentrasi natrium

lebih besar dalam CES dibandingkan dengan dalam CIS; karena ini, ada

kecenderungan natrium untuk memasuki sel dengan cara difusi.

Kecenderungan ini diimbangi oleh pompa natrium-kalium, yang terdapat

pada membran sel dan secara aktif memindahkan natrium dari sel ke dalam

CES. Sebaliknya, konsentrasi kalium intraseluler yang tinggi dipertahankan

dengan memompakan kalium ke dalam sel. Per definisi, transport aktif

menunjukkan bahwa pengeluaran energi harus terjadi agar terjadi

perpindahan terhadap gradient konsentrasi.

D. Rute Pemasukan dan Kehilangan

7
Air dan elektrolit diperoleh dengan berrbagai cara. Dalam keadaan

sehat, seseorang memperoleh cairan dengan minum dan makan. Dalam

beberapa jenis penyakit, cairan mungkin diberikan melalui jalur parental

(secara intravena atau subkutan) atau melalui selang nutrisi enteral dalam

lambung atau intestin. Jika keseimbangan cairan bersifat kritis, semua cara

pemenuhan dan semua cra kehilangan harus dicatat dan volumenya

dibandingkan. Organ-organ tempat kehilangan cairan termasuk ginjal, kulit

dan saluran gastrointestinal.

Ginjal. Volume urin yang biasa pada orang dewasa adalah antara lain 1

dan 2 liter per hari. Sebagai aturan umum adalah haluaran kurang lebih 1

ml urin per kilogram dari berat badan per jam (1 ml/kg/jam) pada semua

kelompok usia.

Kulit. Perspirasi kasat mata mengacu pada kehilangan air dan elektrolit

yang dapat terlihat melalui kulit dengan cara berkeringat. Zat terlarut utama

dalam keringat adalah natrium, klorida, dan kalium. Kehilangan keringat

yang nyata dapat bervariasi dari 0 sampai 1000 ml atau lebih setiap jam,

tergantung pada suhu lingkungan. Kehilangan air yang terus menerus

melalui evaporasi (kurang lebih 600 ml/hari) terjadi melalui kulit sebagai

perspirasi tidak-kasat mata, suatu bentuk kehilangan air yang ridak tampak.

Demam banyak meningkatkan kehilangan air tidak-kasat mata melalui

paru-paru dan kulit, seperti kehilangan barier kulit alami melalui luka bakar

yang luas.

8
Paru-paru. Paru-paru normalnya membuang uap air (kehilangan tidak-

kasat mata) pada tingkat antara 300 sampai 400 ml setiap hari.

Kehilangannya lebih besar dengan peningkatan frekuensi atau kedalaman

pernapasan, atau keduanya.

Traktus gastrointestinal. Kehilangan yang lazim melalui saluran

gastrointestinal hanya 100 sampai 200 ml setiap hari, meskipun kurang

lebih 8 liter cairan bersirkulasi melalui sistem gastrointestinal setiap 24 jam

(disebut “sirkulasi gastrointestinal”). Karena cairan dalam jumlah besar

bereabsorpsi dalam usus halus, jelas bahwa kehilangan yang besar dapat

terjadi melalui saluran gas trointestinal jika terjadi diare atau fistula.

Pada orang sehat, rata-rata masukan dan haluaran air dalam 24 jam

kurang lebih sama (tabel 14-2).

Masukan Haluaran
Cairan oral 1300 ml Urin 1500 ml
Air dalam makanan 1000 ml Feses 200 ml
Air yang dihasilkan melalui 300 ml
300 Tidak kasat mata
metabolisme
Paru-paru 600 ml
Total 2600 ml Kulit 2600 ml

E. Mekanisme Homeostatik

Tubuh dilengkapi dengan meknisme homeostatis yang luar biasa

untuk menjaga komposisi dan volume cairan tubuh dalam batasan normal

yang sempit. Organ-organ yang terlibat dalam homestatik termasuk ginjal,

paru-paru, jantung adrenal, kelenjar paratiroid dan kelenjar pituitary.

9
Ginjal. Penting untuk pengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, secara

normal ginjal menyaring 170 liter plasma setiap hari pada orang dewasa,

sementara pada saat yang sama hanya mengekskresi 1,5 liter urin. Ginjal

berfingsi baik secara otonom maupun dalam merespon terhadap pembawa

pesan yang dibawah oleh darah, seperti aldosterone dan hormone anti

diuretic (ADH). Fungsi-fungsi utama ginjal dalam mempertahankan

keseimbangan cairan yang normal termasuk berikut ini :

 Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan ekskresi

selektif cairan tubuh.

 Pengaturan kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi

yang dibutuhkan dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan

dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan.

 Pengaturan pH CES melalui retensi ion-ion hydrogen

 Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik.

Dengan adanya fakta-fakta tersebut di atas, dengan jelas terlihat

bahwa gagal ginjal akan mengakibatkan berbagai masalah cairan dan

elektrolit. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia, sama seperti

massa otot dan produksi kreatinin eksogen tiap harinya. Karena itu, nilai

kreatinin serum yang tinggi-normal dan secara minimal meningkat

mungkin menunjukkan adanya penurunan fungsi air dan elektrolit.

Jantung dan Pembuluh Darah. Kerja pompa jantung mensirkulasi darah

melalui ginjal di bawah tekanan yang sesuai untuk menghasilkan urin.

10
Kegagalan kerja pompa ini mengganggu perfusi ginjal dan karena itu

mengganggu pengaturan air dan elektrolit.

Paru-paru. Paru-paru juga vital dalam mempertahankan homeostatis.

Melalui ekshalasi, paru-paru membuang kira-kira 300 ml air setiap hari

pada orang dewasa normal. Kondisi-kondisi abnormal seperti hipernea

(respirasi dalam yang abnormal) atau batuk yang terus-menerus

meningkatkan kehilangan air ini; ventilasi mekanik dengan air yang

berlebihan menurunkan kehilangan air ini. Paru-paru juga mempunyai

peran penting dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa, seperti

yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini. Perubahan-perubahan pada

proses penuaan yang normal menghasilkan penurunan fungsi pernapasan,

menyebabkan kesukaran dalam pengaturan pH pada individu usia lanjut

yang menderita penyakit gawat atau mengalami trauma.

Kelenjar Pituitari. Hipotalamus menghasilkan suatu substansi yang

dikenal dengan nama hormon anti diuretik (ADH), yang disimpan dalam

kelenjar pituitari posterior dan dilepaskan jika diperlukan. ADH kadang

disebut sebagai hormon penyimpan air, karena ia menyebabkan tubuh

untuk menahan air. Fungsi ADH termasuk mempertahankan tekanan

osmotik sel dengan mengendalikan retensi atau ekskresi air oleh ginjal dan

dengan mengatur volume darah (Gbr. 14-2).

Kelenjar Adrenal. Aldosteron, suatu minerakolokortikoid yang

diekskresikan oleh zona glomerulosa (daerah terluar) dari korteks adrenal,

11
mempunyai efek yang mendalam pada keseimbangan cairan. Peningkatan

sekresi aldosteron menyebabkan retensi natrium (dan karena itu juga

retensi air) dan kehilangan kalium. Sebaliknya, penurunan sekresi

aldosteron menyebabkan kehilangan natrium dan air serta retensi kalium.

Kortisol, hormon andrenokortikoid yang lain, hanya mempunyai sebagian

kemampuan mineralokortikoid dari aldosteron. Meskipun demikian, jika

kartisol disekresi dalam jumlah besar, kortisol juga dapat mengakibatkan

retensi natrium dan cairan serta kekurangan kalium.

Kelenjar Paratiroid. Kelenjar paratiroid, yang terdapat disudut kelenjar

tiroid, mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat melalui hormon

paratiroid (PTH). PTH mempengaruhi resorpsi tulang, absorpsi kalsium

dari usus halus, dan reabsorpsi kalsium dari tubulus ginjal.

Volume darah
Osmolalitas serum
(Rasa haus dan Masukan cairan )

TD Arterial
Produksi ADH (merangsang baoreseptor)
dalam Hipotalamus
(osmoreseptor)
Perfusi ginjal
ADH dilepaskan ke dalam
12 aliran darah dari tempat
H2O & Na+ Pelepasan Renin (GFR) penyimpanan dalam
Disaring pituitri posterior
Oleh ginjal
Angiotensin I & II
Volume darah 2

Osmolalitas serum Aldosteeron oleh oleh ginjal


korteks adrenal

Angiotensin I & II Ekskresi urine

Volume H2O Na+ yang bersirkulasi (kehilangan K+)

Gambar 14-2. Siklus Pengaturan Air

Mekanisme Homeostatis Lain

Perubahan-perubahan dalam volume kompartemen interstisiel di

dalam ruang cairan ekstraseluler dapat terjadi tanpa mempengaruhi fungsi

tubuh. Meskipun demikian, kompartemen vaskuler, tidak dapat

mentoleransi perubahan dengan mudah dan harus secara hati-hati

dipertahankan untuk memastikan bahwa jaringan memperoleh nutrient

yang adekuat.

Baroreseptor, yang adalah reseptor saraf kecil, mendekteksi

perubahan-perubahan pada tekanan dalam pembuluh darah dan

menyampaikan informasi ini kepada sistem saraf pusat. Baroreseptor

bertanggung jawab untuk memonitor volume yang bersirkulasi dan

mengatur aktivitas neural simpatis dan parasimpatis sama halnya seperti

aktivitas endokrin. Baroreseptor dikategorikan sebagai sistem baroreseptor

13
tekanan rendah dan tekanan tinggi. Baroreseptor tekanan rendah berada

dalam atrium jantung, terutama diatrium kiri. Barireseptor tekanan tinggi

berada dalam ujung-ujung saraf di arkus aorta dan di sinus kardia. Selain

itu, baroreseptor tekanan tinggi yang lain berada di arteriol aferen pada

apparatus jukstaglomerular nefron.

Dengan tekanan arteri menurun, baroreseptor menyampaikan

impuls-impuls yang lebih sedikit dari sinus karotis dan arkus aorta ke pusat

vasomotorik. Penurunan dalam impuls-impuls merangsang sistem saraf

simpatis dan menghambat sistem saraf parasimpatis. Hasil akhir dari proses

ini merupakan peningkatan pada frekuensi jantung, konduksi, dan

peningkatan kontraktilitas dan peningkatan volume darah yang

bersirkulasi. Rangsangan simpatis menyebabkan konstriksi pada arteriol

renalis; hal ini meningkatkan pelepasan aldosteron, menurunkan filtrasi

glomerular, dan meningkatkan reabsorpsi natrium dan air.

Renin adalah suatu enzim yang mengubah pada angiotensinogen,

suatu substansi tidak aktif yang dibentuk oleh hepar, menjadi angiotensin I

dan angiotensin II. Suatu enzim yang dilepaskan dalam kapiler paru-paru

merubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II, dengan

kemampuan vasokonstriktornya, meningkatkan tekanan perfusi arteri dan

menstimulasi rasa haus. Jika sistem saraf simpatis distimulasi, aldosteron

dilepaskan sebagai respons terhadap adanya peningkatan dari pelepasan

renin. Aldosteron merupakan pengatur volume dan juga akan dilepaskan

14
jika kalium serum meningkat, jika natrium serum menurun, atau jika kadar

ACTH meningkat.

Hormon Anti Diuretik (ADH) dan mekanisme rasa haus

mempunyai peran penting dalam mempertahankan konsentrasi natrium dan

masukan cairan oral. Masukan oral dikendalikan oleh pusat rasa haus yang

berada dalam hipotalamus. Jika konsentrasi serum atau osmolalitas

meningkat atau jika volume darah menurun, neuron-neuron dalam

hipotalamus distimulasi oleh dehidrasi intraseluler; rasa haus kemudian

timbul dan orang tersebut meningkatkan masukan cairan oral. Ekskresi air

dikendalikan oleh ADH. Aldosteron, dan baroreseptor seperti yang

disebutkan sebelumnya.

Osmoreseptor, terletak pada permukaan hipotalamus, merasakan

perubahan dalam konsentrasi natrium. Jika tekanan osmotic meningkat,

neuron-neuron mengalami dehidrasi dan dengan cepat melepaskan impuls-

impuls kepituitari posterior yang meningkatkan pelepasan ADH. ADH

mengalir dalam darah ke ginjal dimana ia mengubah permeabilitas

terhadap air, menyebabkan suatu peningkatan dalam reabsorpsi air dan

penurunan haluaran urin. Air yang tertahan mengencerkan CES dan

mengembalikan konsentrasinya menjadi normal. Pengembalian tekanan

osmotic normal memberikan umpan balik ke osmoreseptor untuk

mencegah pelepasan ADH lebh lanjut (lihat gbr. 14-2).

15
BAB II
KONSEP DASAR GANGGUAN PADA
VOLUME CAIRAN, OSMOLALITAS, DAN ELEKTROLIT

Tiga kategori umum dari perubahan yang menjelaskan abnormalitas

cairan tubuh adalah; (1) volume, (2) osmolalitas, dan (3) komposisi. Meskipun

gangguan-gangguan pada ketiga hal ini saling berhubungan, tapi sesungguhnya

masing-masing merupakan bagian yang terpisah.

Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan

ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium

dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat kekurangan atau

kelebihan volume ECF. Misalnya, kehilangan cairan ECF isotonic yang

mendadak, seperti yang terjadi pada diare, diikuti dengan penurunan yang

bermakna pada volume ECF, namun tidak ataupun hanya terjadi sedikit

penurunan pada volume cairan intraseluler (ICF). Cairan tidak akan berpindah

dari ICF ke ECF selama osmolalitas pada kedua kompartemen tetap sama.

Gangguan volume ECF umumnya diketahui dari gejala dan tanda klinis.

Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi ICF dan

menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang

relatif tidak seimbang. Jika hanya air saja yang hilang, atau bertambahnya air

yang berasal dari ECF, maka konsentrasi partikel-partikel aktif secara osmotik

akan berubah. Ion natrium merupakan 90% dari peartikel-partikel yang aktif

secara osmotic pada ECF, dan umumnya mencerminkan osmolalitas dari

16
kompartemen cairan tubuh. Jika konsentrasi natrium pada pada ECF menurun,

maka air berpindah dari ECF ke ICF (menyebabkan pembengkakan sel)

sampai tercapainya kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua

kompartemen. Sebaliknya, jika konsentrasi natrium pada ECF naik, maka air

berpindah dari ICF ke ECF (menyebabkan pengkerutan sel), sampai

teracapainya kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen.

Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan

hipernatremia, sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan

ini.

Kadar dari kebanyakan ion lain di dalam kompartemen ECF dapat

berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-

partikel yang aktif secara osmotik, sehingga mengakibatkan perubahan

komposisional. Contohnya, kenaikan kadar kalium serum dari keadaan normal

4-8 mEq/L akan mengakibatkan efek bermakna terhadap fungsi miokardium,

tapi tidak menakibatkan perubahan yang bermakna bagi osmolalitas ECF. Jika

ginjal berfungsi normal, gangguan cairan dan elektrolit akan minimal, terutama

jika kehilangan atau penambahan zat terlarut atau air terjadi secara bertahap.

Ada kemungkinan terjadi perubahan dalam distribusi cairan tubuh,

seperti kehilangan internal ECF ke ruang nonfungsional. Contoh lain adalah;

terkumpulnya cairan isotonik pada luka bakar, asites, atau trauma otot.

Kehilangan fungsional dari ECF kadang-kadang disebut sebagai ruangan

ketiga (non-ECF, non-ICF). Karena perubahan dalam distribusi cairan itu

17
mengakibatkan kelebihan atau kekurangan volume ECF, maka perubahan-

perubahan itu dimasukkan ke dalam kategori kekurangan volume ECF.

Penjelasan berikut menguraikan ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit secara terpisah. Namun penting diingat bahwa dalam praktek,

gabungan keduanya jauh lebih sering terjadi.

A. Kekurangan Volume Cairan Ekstraselular (ECF)

Kekurangan volume ECF atau hipovalemia didefinisikan sebagai

kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air

dalam jumlah yang relatef sama. Kekurangan volume isotonik seringkali

disalahartikan sebagai dehidrasi, istilah yang seharusnya hanya dipakai

untuk kehilangan air murni relatif yang mengakibatkan hipernatremia.

 Sebab-Sebab Kekurangan Volume ECF

Kehilangan di luar ginjal

1. Kehilangan melalui saluran cerna.

a. Lambung; muntah; penyedotan gastrointestinal.

b. Usus halus; diare; ileostomi dan fistula pancreas/biliar.

c. Perdarahan

2. Kehilangan melalui kulit

a. Diaforesis (berkeringat)

b. Luka bakar yang luas (hilang melalui penguapan)

3. Kehilangan melalui ruang ketiga

a. Obstruksi usus

18
b. Peritonitis

c. Luka bakar yang berat

d. Asietes

e. Pankreatitis

f. Efusi pleura

g. Cedera remuk atau fraktur paha

h. hipoalbuminemia

Kehilangan melalui ginjal

1. Penyebab intristik dari ginjal

a. Penyakit ginjal

1) Nefritis boros garam

2) Fase diuresis gagal ginjal akut

2. Penyebab di luar ginjal

a. Kelebihan pemakaian diuretik

b. Diuresis osmotic

1) Glikosuria diabetik

2) Hiperalimentasi enteral atau parenteral

3) Pengobatan dengan manitol

c. Kekurangan Aldosteron

1) Penyakit Addison

2) Hipoaldosteronisme

19
 Kekurangan Volume ECF: Gambaran Klinis

Gejala/tanda

-Lesu, lemah dan lemas (awal)


-Anoreksia
-Haus
-Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sirkulasi >10 mmHg)
-Takikardia
-Pusing, sinkop
-Tingkat kesadaran yang berubah
-Penurunan suhu tubuh, kecuali jika ada infeksi
-Ekstreminatas dingin (lanjut)
-Waktu pengisian vena-vena tangan yang memanjang (3-5 detik)
-Vena jugularis mendatar pada posisi berbaring
-Penurunan tekanan vena sentral (CVP menrun)
-Mukosa mulut kering
-Lidah kering, terbelah-belah (normal hanya ada 1 alur longitudinal di
garis tengah)
-Turgor kulit buruk
-Oliguria (<30 ml/jam)
-Penurunan berat badan yang cepat

-Penurunan 2% = kekurangan ringan


-Penurunan 5% = kekurangan sedang
-Penurunan 8% = kekurangan berat

 Temuan Laboratorium
-Peningkatan hematokrit
-Peningkatan kadar protein serum
-Na+ serum normal (biasanya)

20
-Rasio BUN/kreatinin serum > 20:1 (normal = 10:1)
-Berat jenis kemih tinggi
-Osmolalitas kemih > 450 mOsmol/kg
-Na+ kemih < 10 mEq/L (penyebab di luar ginjal)
-Na+ kemih > 20 mEq/L (penyebab pada ginjal atau adrenal)

B. Kelebihan Volume Cairan Ekstraselular

Kelebihan volume cairan ekstraselular dapat terjadi jika natrium

dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira-kira sama.

Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF

(hipervolemia), maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan

interstisial sehingga menyebabkan edema. Kelebihan volume cairan selalu

terjadi sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan

mengakibatkan retensi air.

 Sebab-Sebab Kelebihan Volume ECF

1. Mekanisme pengaturan yang berubah

a. Gagal jantung kongestif

b. Sirosis hati

c. Sindrom nefrotik

2. Gagal ginjal

3. Sindrom Chusing; terapi kortikosteroid

4. Kelaparan (hipoalbuminemia)

5. Infus larutan garam intravena secara cepat

21
 Kelebihan Volume ECF: Gambaran Klinis

Tanda/gejala

Distensi vena jugularis


Peningkatan CVP (>11 cm H2O)
Peningkatan tekanan darah
Denyut nadi penuh, kuat
Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan (> 3-5 detik)
Edema paru akut (jika berat)
Dispnea, takipnea
Ronki basah di seluruh lapangan paru
Penambahan berat badan secara cepat
Penambahan 2% = kelebihan ringan
Penambahan 5% = kelebihan sedang
Penambahan 8% = kelebihan berat
Temuan laboratorium
Penurunan hematrokit
Protein serum rendah
Na+ serum rendah
Na+ kemih rendah (< 10 mEq/24 jam)

C. Ketidak Seimbangan Osmolalitas

1. Hiponatremia

 Sebab-sebab hiponatremia (ketidakseimbangan


hipoosmolalitas)
Kehilangan natrium melampaui kehilangan air

1) Pengobatan diuretic dengan diet rendah garam yang

berkepanjangan.

22
2) Kehilangan melalui saluran cerna yang berlebihan (muntah,

diare, penyedotan nasograstik).

3) Penggantian cairan tubuh yang hilang hanya dengan air atau

cairan bebas natrium lainnya (seperti pada diaforesis,

perdarahan, atau transudasi ruang ke-tiga).

4) Gagal ginjal dengan gangguan kemampuan untuk menyimpan

natrium jika diperlukan.

5) Difisiensi adrenal (penyakit Anddison).

 Penambahan air yang melampaui penambahan natrium

1) Berkurangnya kemampuan untuk membuang air bebas

a) Berkurangnya volume sirkulasi efektif (gagal jantung

kongestif, sindrom nefrotik, sirosis)

b) Gagal ginjal

c) Pemakaian diuretic yang berlebihan

2) Pemberian cairan hipotonik IV yang berlebihan

3) Pemberian enema air kran yang berlebihan

4) SIADH

5) Kompulsi minum air (polidipsi psikogenik)

6) Tenggelam dalam air tawar

 Hiponatremia tanpa hipo-osmolalitas serum

1. Osmotik (hiperglikemia, manitol)

23
 Tipe-tipe hiponatremia

1) Yang berhubungan dengan kekurangan volume ECF (lihat

kotak pada hal. 305).

2) Yang berhubungan dengan kelebihan volume ECF dan edema

(lihat kotak pada hal. 308).

3) Yang berhubungan dengan volume ECF normal.

 Hiponatremia Gambaran klinis

Tanda/gejala

Na+ serum > 125 mEq/L:


Anoreksia
Rasa pengecap terganggu
Kejang otot
Na+ serum < 115 mEq/L:
Kejang dan koma
Tidak ada atau berkurangnya refleks-refleks
Tanda Babinski
Edema papil
Edema bekas jari di atas sternum
Temuan laboratorium

Na+ serum < 135 mEq/L (pada SIADH dapat sangat rendah, 100

mEq/L)

Osmolalitas serum < 287 mOsmol/kg

24
Osmolalitas kemih rendah (< 100 mOsmol/kg) dengan ekskresi air

normal seperti pada polidipsi psikogenik atau berat jenis kemih

normal (berat jenis 1.004)

Osmolalitas atau berat jenis kemih meningkat tidak sesuai (> 100

mOsmol/kg) meskipun osmolalitas serum rendah, atau berat jenis >

1.004 pada hiponatremia yang disebabkan oleh hal-hal lain.

Na+ serum < 10 mEq/L jika disertai edema atau berkurangnya

volume oleh sebab-sebab di luar ginjal.

Natrium kemih > 20 mEq/L jika disertai kehilangan garam melalui

ginjal atau gagal ginjal dengan retensi air sudah SIADH.

2. Hipernatermia

Sebab-sebab Hipernatremia (ketidakseimbangan hiperosmolalitas

Asupan air yang tidak cukup

1. Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus (misalnya,

keadaan koma, kebingungan)

2. Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak mencukupi.

3. Tidak dapat menelan (misalnya, pada gangguan pembuluh darah

otak).

Kehilangan air yang berlebihan

1. Di luar ginjal

a. Demam dan/atau diaforesis

b. Luka bakar

25
c. Pemakaian respirator yang lama

d. Diare berair

2. Ginjal

a. Diabetes insipidus (sentral, nefrogenik)

(1) Cedera kepala (khususnya, fraktur dasar tengkorak)

(2) Bedah saraf

(3) Infeksi (ensefalitis, meningitis)

(4) Neoplasma otak

b. Diuresis osmotic

(1) Glikosuria pada diabetes tak terkontrol

(2) Diuresis pada pemberian makanan tinggi protein melalui

slang

(3) Manitol

Bertambahnya natrium

1. Tenggelam di laut

2. Pemberian garam natrium IV yang berlebihan

a. Larutan garam hipertonik (3% atau 5%)

b. Pemakaian natrium bikarbonat IV yang berlebihan untuk

mengatasi henti jantung.

c. Larutan garam isotonik

3. Penggantian tak sengaja gula dengan garam pada susu formula

bayi.

26
4. Aborsi terapeutik di mana terjadi masuknya larutan garam

hipertonik yang tidak sengaja.

Tipe-tipe hipernatremia

1. Yang berkaitan dengan volume ECF normal

2. Yang berkaitan dengan berkurangnya volume ECF

3. Yang berkaitan dengan kelebihan volume ECF yang normal

Hipernatremia: Gambaran Klinis

Tanda/Gejala

Neurologik

Awal : lemah, lemas, iritabel

Berat : agitasi, mania, delirium, kejang, koma

Refleks-refleks tendon dalam meningkat

Kaku kuduk

Haus

Meningkatnya suhu tubuh

Kulit yang merah panas

Selaut lender mulut kering dan lengket

Lidah kasar, merah, dan kering

Temuan laboratoium

Na+ serum  145 mEq/L

Osmolalitas serum > 295 mOsmol/kg

27
Osmolalitas serum umumnya 800 mOsmol/kg (berat jenis 1.030)

3. Hipokalemia

Sebab-sebab hipokalemia

Asupan K+ dari makanan yang menurun

1) Pasien sakit berat yang tidak dapat makan minum melalui mulut dalam

beberapa hari tanpa diberi K+ tambahan dalam cairan infusnya.

2) Kelaparan, makan hanya roti panggang dan the

3) Alkoholisme.

Kehilangan melalui saluran cerna

(1) Muntah yang berkepanjangan dan penyedotan nasogastrik

(2) Diare, penyalahgunaan laksatif

(3) Ileostomi, fistula

(4) Adenoma vilosa kolon.

Kehilangan ginjal

(1) Obat-obat diuretic (tiazid, furosemid)

(2) Beberapa penyakit ginjal:

a. Fase penyembuhan diuresis dari gagal ginjal akut

b. Asidosis tubulus ginjal (RTA)

(3) Asidosis diabetic yang beakibat diuresis osmotic

(4) Tahap penyembuhan dari luka bakar yang berat

(5) Efek mineralokortikoid yang berlebihan

a. Hiperaldosteronisme primer atau sekunder

28
b. Kekurangan volume ECF (paling banyak terjadi)

c. Sindrom Cushing : pengobatan kortikosteroid

d. Makan licorice (aktivitas mirip aldosteron)

e. Menelan tembakau kunyah (mengandung licorice dalam jumlah

besar)

(6) Antibiotic (karbenisilin, aminoglikosida)

(7) Penurunan magnesium

Kehilangan yang meningkat melalui keringan pada udara panas

1. Orang yang berkeringat banyak karena penyesuaian terhadap panas

Berpindahnya K+ ke dalam sel

(1) Alkalosis metabolik

(2) Penganganan ketoasidosis diabetic dengan insulin dan glukosa

Hipokalemia : Gambaran Klinis

Tanda dan Gejala

(1) Susunan saraf pusat dan neuromuscular

a. Gejala awal tak jelas: lelah; “tidak enak badan”

b. Parestesia

c. Refleks tendon dalam menghilang

d. Kelemahan otot seluruh tubuh

(2) Pernapasan

a. Otot-otot pernapasan lemah, nafas dangkal (lanjut)

29
(3) Saluran cerna

a. Menurunnya motilitas usus besar : anoreksia, mual, muntah, ileus.

(4) Kardiovaskular

a. Hipotensi postular

b. Disritmia (khususnya jika memakai digitalis dan ada penyakit

jantung)

c. Perubahan-perubahan pada EKG

(1) Gelombang T yang lebar dan mendatar progresif (kadang-

kadang terbalik)

(2) Depresi segmen ST

(3) Gelombang U yang menonjol

(5) Ginjal

a. Poliuria, nokturia (kelainan pemekatan)

Temuan laboratorium

1. K+ serum<3,5 mEq/L

2. pH serum  7,45; peningkatan bikarbonat serum (hipokalemia sering

disertai alkalosis metabolik).

4. Hiperkalemia

Sebab-sebab Hiperkalemia

Singkirkan pseudohiperkalemia

30
1. Teknik pengambilan darah vena yang jelek,; lisis sel darah

Ekskresi K+ yang tidak memadai

1. Gagl ginjal (akut dan kronik)

2. Insufisiensi adrenal

a. Hipoaldosteronisme

b. Penyakit Addison

3. Diuretik hemat kalium (seperti spironolakton.

Berpindahnya K+ keluar dari sel menuju ECF

1. Asidosis metabolik (seperti pada gagl ginjal)

2. Kerusakan jaringan (luka bakar yang luas, cedera remuk yang berat,

perdarahan internal)

Asupan yang berlebihan :

1. Pemberian cepat larutan infuse IV yang mengandung kalium

2. Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan

3. Makan pengganti garam pada pasien-pasien gagal ginjal

Hiperkalemia: Gambaran Klinis

Tanda dan Gejala :

1. Neuromuskular

a. Kelemahan otot yang tidak begitu kelihatan biasanya

merupakan tanda awal.

31
b. Kelemahan otot yang berjalan naik dan berkembang kearah

paralis flaksid pada tungkai bawah, dan akhirnya pada badan

dan lengan (berat).

c. Parestesia pada wajah, lidah, kaki, dan tangan

2. Saluran cerna :

a. Mual, kolik usus, diare

3. Ginjal :

a. Oliguria yang berlanjut menjadu anuria

4. Kardiovaskular :

a. Disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit, fibrilasi

ventrikel atau henti jantung.

b. Perubahan EKG (selalu terjadi jika K+ serum = 7-8 mEq/L).

(1) Gelombang T yang tinggi dan tajam (awal ; K+  6mEq/L)

(2) Interval PR memanjang

(3) QRS melebar

Temuan Laboratorium

Kadar K+ serum > 5,5 mEq/L.

32
BAB III
PENATALAKSANAAN GANGGUAN
VOLUME CAIRAN, OSMOLALITAS DAN ELEKTROLIT

1. Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengacaukan

keseimbangan cairan dan elektrolit?

2. apakah pasien mendapat pengobatan cairan parenteral, atau pengobatan

lain yang dapat mengacaukan keseimbangan cairan dan elektrolit? Jika ya,

bagaimana pengobatan itu bisa mengacaukan keseimbangan cairan ?

3. Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal dan, jika ya, dari

mana ? apa tipe ketidakseimbangan yang biasanya menyertai pengeluaran

cairan itu?

4. Apakah ada pembatasan diet (seperti diet rendah garam)? Jika ya,

bagaimana itu bisa mempengaruhi keseimbangan cairan ?

5. Apakah pasti telah menerima air dan zat gizi lain melalui mulut atau Jalan

lain dalam jumlah yang cukup ? jika tidak, berapa lama pemasukan yang

tidak memadai itu telah berlangsung ?

6. Bagaimana perbandingan antara pemasukan cairan total dengan

pengeluaran cairan totalnya ?

A. Penatalaksanaan Kekurangan Cairan Tubuh

Penuntun Kebutuhan Cairan Intervena :

Ketentetuan umum :

1. Berikan kebutuhan rumatan dan ganti cairan yang hilang

33
2. Ganti kehilangan yang sedang berlangsung, volume per volume

3. Pemberian cairan dibagi rata dalam 24 jam kecuali dalam keadaan-

keadaan khusus

Kebutuhan volume 24 jam/m2 luas permukaan tubuh (BSA = body surface

area):

1. Rumatan 1500 ml/m2 BSA

2. Kekurangan volume cairan sedang + rumatan (penurunan BB

mendadak <5%) 2400 ml/m2 BSA.

3. Kekurangan volume cairan yang berat + rumatan (penurunan BB

mendadak <5%) 3000 ml/m2 BSA.

Konversi berat badan terhadap BSA pada orang dengan ukuran tubuh rata-

rata:

Berat badan
Kg lbs Perkiraan BSA dalam m2
3 6,6 0,20
6 13,2 0,30
20 44,0 0,80
40 88,0 1,30
50 110.0 1,50
57 125,4 1,60
70 154,0 1,76
85 187,0 2,00

34
Contoh-cntoh perhitungan:

Kebutuhan rumatan bagi wanita dengan berat badan 125 lb yang tidak

makan dan Minum melalui mulut dan tidak mengalami kehilangan yang

abnormal:

Kebutuhan 24 jam cairan i.v.=1,60 x 1500 ml=2400 ml

Kebutuhan cairan i.v. bagi pria dengan BB 70 kg yang telah muntah selama

2 hari dan mengalami kekurangan volume cairan sedang:

Kebutuhan 24 jam cairan i.v. = 1,76 x 2400 ml = 4224 ml

Pengkajian Keperawatan

Untuk mengkaji adanya FVD, masukan dan haluaran cairan diukur dan

dievaluasi sedikitnya pada interval 8 jam; kadang, pengukuran tiap jam

diperlukan. Dengan terjadinya FVD, kehilangan cairan tubuh melebihi

masukan cairan. Kehilangan ini mungkin dalam bentuk urin yang

berlebihan (poliuria), diare, muntah, dan seterusnya. Kemudian, setelah

FVD sudah sepenuhnya terjadi, ginjal mencoba menyimpan cairan tubuh

yang diperlukan, menyebabkan terjadinya haluaran urin kurang dari 30

ml/jam pada orang dewasa; urin dalam hal ini terkontraksi dan

menggambarkan respons ginjal yang sehat. Pengukuran berat badan tiap

hari dipantau; kehilangan berat badan akut sebesar 0,5 kg (1 pound)

menggambarkan kehilangan cairan kurang lebih 500 ml. (satu liter cairan

kurang lebih seberat 1 kg, atau 2,2 pound).

35
Tanda-tanda vital dipantau dengan ketat. Perawat harus waspada

terhadap nadi yang lemah, cepat dan hipotensi postural (y.i., penurunan

tekanan sistolik lebih besar dari 15 mmHg ketika pasien bergerak dari

posisi baring ke posisi duduk). Penurunan suhu tubuh seringkali menyertai

kekurangan volume cairan, kecuali jika ada infeksi yang menyertai.

Turgor kulit dan lidah dipantau secara berkala. Pada orang yang

sehat, kulit yang dicubit akan kembali dengan segera ke posisi normalnya

ketika dilepaskan. Kemampuan elastis ini, disebut sebagai turgor, sebagian

tergantung pada volume cairan interstisiel. Pada orang yang FVD, kulit

kembali pada posisi semula lebih lambat setelah cubitan dilepaskan; jika

FVD berat, kulit mungkin tetap naik selama beberapa detik. Turgor

jaringan paling baik diukur dengan mencubit kulit di atas sternum, bagian

dalam paha, atau dahi. Tes turgor kulit tidak valid pada orang usia lanjut

seperti pada orang yang usia lebih muda karena elastisitas kulit menurun

sesuai usia.

Mengevaluasi turgor lidah, yang tidak dipengaruhi oleh usia,

mungkin lebih valid daripada mengevaluasi turgor kulit. Pada orang

normal, lidah mempunyai satu alur longitudinal. Pada orang dengan FVD,

ada tambahan alur longitudinal dan lidah menjadi lebih kecil, karena

kehilangan cairan. Tingkat kelembaban membrane mukosa oral juga dikaji

adalah mulut yang kering menandakan baik FVD ataupun pernapasan

mulut.

36
Konsentrasi urin dipantau dengan mengukur berat jenis urin. Pada

pasien yang kehilangan cairan, berat jenis urin harus di atas 1,020,

menunjukkan penyimpanan cairan ginjal yang sehat.

Fungsi mental yang terakhir dipengaruhi akibat kehilangan cairan

hebat sebagai akibat dari penurunan perfusi serebral. Penurunan perfusi

perifer dapat mengakibatkan ekstremitas dingin. Pada pasien dengan fungsi

kardiopulmonal yang relatif normal, tekanan vena sentral yang rendah

merupakan hal yang menunjukkan hipovolemia. Pasien dengan

dekompensasio kardiopulmonal akut membutuhkan pemantauan

hemodinamik yang lebih mendalam untuk memantau tekanan pada kedua

sisi jantung.

Intervensi Keperawatan

Mencegah FVD. Untuk mencegah FVD, perawat harus menyadari

bahwa pasien mempinyai resiko dan melakukan tindakan untuk

meminimalkan kehilangan cairan. Sebagai contoh, jika pasien mengalami

diare, cara-cara pencegahan seharusnya dimplementasikan untuk

mengendalikan diare sementara melakukan penggantian cairan. Cara-cara

pencegahan ini mungkin termasuk memberikan obat antidiare dan volume

kecil cairan oral pada interval yang sering.

Memperbaiki FVD. Jika mungkin, cairan oral diberikan untuk

membantu memperbaiki FVD, dengan memberikan perhatian pada

kesukaan dan ketidaksukaan pasien. Jenis cairan yang hilang dari pasien

37
juga dipertimbangkan dan usaha-usaha dilakukan untuk memilih cairan

yang paling mungkin menggantikan elektrolit yang hilang. Jika pasien

enggan minum karena tidak nyaman di mulut, perawatan mulut harus

sering diberikan dan dipilih cairan yang tidak mengiritasi mukosa. Pasien

dapat ditawari sedikit cairan pada interval sering daripada volume besar

dalam satu waktu. Jika ada mual, antiemesis mungkin dibutuhkan sebelum

penggantian cairan oral dapat ditoleransi.

Jika pasien tidak mampu makan dan minum, dokter mungkin

mempertimbangkan cara alternative (pemberian enteral atau parenteral)

untuk masukan cairan. Intervensi ini penting untuk mencegah kerusakan

ginjal karena FVD yang berkepanjangan.

B. Penatalaksanaan Kelebihan Volume Cairan

Prinsip-prinsip umum dalam penanganan :

Penanganan kelebihan volume cairan dan edema membutuhkan

pemahaman semua faktor, baik yang primer maupun yang sekunder yang

mengakibatkan gangguan, dan jika mungkin menangani sebab-sebab yang

mendasarinya. Hampir semua Langkah penanganan bertujuan untuk

membatasi pemasukan natrium dan air.

Timbulnya edema paru akut dengan hipoksemia adalah keadaan yang

mengancam nyawa yang membutuhkan penanganan segera, yaitu dengan

mengurangi pre load (beban yang masuk ke jantung) dan memulihkan

pertukaran gas secepat mungkin. Usaha-usaha yang dilakukan meliputi

38
meletakkan pasien pada posisi Fowler tinggi, dan pemberian morfin, diuretic

yang bekerja cepat seperti furosemid, dan oksigen. Pada kasus edema paru

akut yang berat, pemasangan torniket yang berpindah-pindah untuk menahan

cairan pada ekstremitas dapat menolong. Untuk mencegah kelebihan volume

cairan dan edema paru akut, penting sekali untuk memantau dengan seksama

kecepatan pemberian cairan intravena dan respon pasien. Khususnya, pada

pasien usia tua atau paru, mudah terjadi edema paru akut, pengurangan cairan

edema harus lebih perlahan-lahan.

Gagal jantung kongestif umumnya diatasi dengan digitalis, diuretic,

dan pembatasan asupan natrium dalam diet. Sirosis hati ditangani dengan diet

rendah garam dan diuretic. Pemberian kortikosteroid pada pasien-pasien

dengan sindrom nefrotik dapat menghilangkan proteinuria, dan dengan

demikian memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, yang merupakan

mekanisme primer penyebab edema. Edema yang disebabkan malnutrisi

berespon baik terhadap pemberian diet yang adekuat, terutama dengan

penambahan protein makanan. Perawatan konservatif, seperti tirah baring dan

pemakaian stocking, dapat membantu mobilisasi cairan.

Intervensi Keperawatan

Mencegah FVE. Intervensi yang spesifik agak bervariasi sesuai dengan

kondisi patologis yang mendasarinya dan tingkat FVE. Meskipun demikian

kebanyakan pasien, membutuhkan diet pembatasan natrium dalam berbagai

bentuk. Karena itu, dianjurkan ketaatan pada diet yang diberikan. Pasien diberi

39
instruksi untuk menghindari obat-obat yang dijual bebas tanpa menanyakannya

terlebih dahulu pada pemberi pelayanan kesehatan, karena substansi ini

mungkin mengandung natrium. Jika retensi cairan tetap terjadi meskipun taat

pada diet yang diberikan, sumber-sumber natrium yang tersembunyi, seperti

suplai air atau penggunaan water softener, harus dipertimbangkan.

Mendeteksi dan Mengendalikan FVE. Mendeteksi FVE merupakan hal

penting yang utama sebelum kondisi menjadi kritis. Intervensi termasuk

memberikan istirahat, membatasi natrium, memantau terapi cairan parenteral,

dan memberikan obat yang sesuai.

Beberapa pasien mendapatkan keuntungan dari periode istirahat yang

teratur, karena tirah baring menolong diuresis cairan edema. Mekanismenya

mingkin berhubungan dengan penurunan pooling vena dan selanjutnya

peningkatan volume darah yang bersirkulasi dan perfusi ginjal. Pembatasan

natrium dan cairan seharusnya diberlakukan sesuai indikasi. Karena

kebanyakan pasien dengan FVE membutuhkan diuretic, respons pasien

terhadap agens-agens ini dipantau. Tingkat kecepatan cairan parenteral dan

respons pasien terhadap cairan ini dipantau dengan ketat. Jika terjadi dispnea

atau ortopnea, pasien dibaringkan pada posisi semi-Fowler untuk

meningkatkan ekspansi paru. Pasien diubah posisinya pada interval yang

teratur, karena jaringan yang edema yang lebih mudah mengalami kerusakan

kulit dibandingkan jaringan normal.

40
Karena kondisi-kondisi yang meningkatkan kecenderungan FVE

seringkali kronis, pasien diajarkan untuk memantau responsnya sendiri

terhadap terapi dengan mencatat dan mengvaluasi masukan dan haluaran

cairan dan perubahan berat badan. Pasien ditekankan tentang pentingnya

mentaati terari pengobatan.

C. Penatalaksanaan Gangguan elektrolit

1. Penatalaksanaan Hiponatremia

Penggantian natrium. Pengobatan yang paling nyata dari

hiponatremia adalah pemberian natrium yang hati-hati. Pemberian ini

mungkin dicapai secara oral, dengan selang nasogastrik, atau secara

parenteral. Bagi pasien yang mampu makan atau minum, penggantian

natrium dapat dengan mudah dilakukan, karena natrium banyak

terdapat dalam diet normal. Untuk pasien yang tidak mampu menerima

natrium per normal, larutan Ringer Laktat atau saline isotonis (0,9%

natrium klorida) mungkin diberikan (Tabel 14-5 menjabarkan

komponen-komponen larutan air dan elektrolit tertentu). Kebutuhan

natrium harian yang lazim pada orang dewasa adalah kurang lebih 1000

mEq. Jika tidak ada kehilangan yang abnormal.

Pada SIADH, saline yang hipertonis saja tidak dapat berubah

konsentrasi natrium plasma. Natrium yang berlebihan akan

diekskresikan dengan cepat dalam urin yang sangat pekat. Dengan

tambahan furosemide (Lasix), urin tidak pekat dan urin isotonis

41
diekskresikan dan mencapai suatu perubahan dalam keseimbangan air.

Selain itu, dapat pasien-pasien yang mengalami SIADH, dimana sulit

dilakukan pembatasan air, lithium atau democlocyeline dapat melawan

efek osmotic dari ADH pada tubulus koligentes medularis.

Pembatasan air, Jika hiponatremia terjadi pada pasien dengan

volume cairan normal atau kelebihan, pengobatan pilihannya adalah

pembatasan air. Hal ini jauh lebih aman dibandingkan pemberian

natrium dan biasanya cukup efektif. Meskipun demikian jika gejala

neurologist timbul, mungkin perlu memberikan volume kecil larutan

natrium hipertonis, seperti natrium klorida 3% atau 5%. Penggunaan

yang tidak benar dari cairan ini sangat berbahaya.

Pengkajian Keperawatan

Penting artinya untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko

terhadap hiponatrema sehingga mereka dapat dipantau. Deteksi dan

penanganan awal dari gangguan ini penting untuk mencegah terjadinya

konsekuensi yang serius.

Untuk pasien-pasien yang berisiko, perawat memantau masukan

dan haluaran cairan juga menimbang berat badan setiap hari.

Kehilangan natrium abnormal atau penambahan air dicatat. Perawat

terutama harus mewaspadai perubahan-perubahan sistem saraf pusat,

seperti letargi, konfusi, kedutan otot, dan kejang-kejang. Umunya, lebih

banyak gejala neurologist yang dihubungkan dengan kadar natrium

42
yang sangat rendah yang terjadi sangat cepat karena kelebihan cairan.

Tindakan paling penting adalah untuk memantau kadar natrium serum

dengan ketat pada pasien-pasien yang berisiko mengalami hipotremia.

Jika ada indikasi, kadar natrium urin dan berat jenis urin juga dipantau.

Hipotremia merupakan penyebab konfusi pada lansia yang

sering diabaikan. Lansia mempunyai risiko untuk mengalami

hiponatremia yang lebih tinggi karena terjadinya perubahan-perubahan

pada fungsi ginjal dan selanjutnya penurunan kemampuan untuk

mengekskresikan beban air yang berlebihan. Pemberian obat-obat yang

menyebabkan terjadinya kehilangan natrium atau retensi air merupakan

satu faktor predisposisi.

Intervensi Keperawatan

Mendeteksi dan Mengendalikan Hiponatremia. Perawat harus

mewaspadai pasien-pasien yang mempunyai risiko mengalami

hiponatremia dan memulai tindakan untuk mendeteksi gangguan

tersebut sebelum gangguan.

Pemulihan Kadar Natrium Kembali Normal. Jika masalah

utamanya adalah sretensi air, lebih aman untuk membatasi masukan

cairan dibandingkan dengan memberikan natrium. Pemberiam natrium

pada pasien dengan normovoiemia atau hipervolemia menimbulkan

predisposisi terhadap terjadinya overload volume, pasien-pasien

dengan penyakit kardiovaskuler yang menerima cairan yang

43
mengandung natrium seharusnya dipantau dengan sangat ketat terhadap

tanda-tanda terjadinya kelebihan sirkulateori, seperti krekels.

Pada hiponatremia berat, tujuan terapi adalah untuk

meningkatkan kadar natrium serum secukupnya hanya untuk

menghilangkan tanda-tanda gangguan neurologist. Contohnya,

direkomendasikan bahwa konsentrasi natrium serum ditingkatkan

mencapai level tidak lebih tinggi dari 125 mEg/L (SI : 125 mmol/L)

dengan salin hipertonik.

2. Penatalaksanaan Hipernetramia

Pengobatan hipertnatremia terdiri atas penurunan terhadap

kadar natrium serum dengan infuse dengan infuse larutan elektrolit

hipotonik (seperti natrium klorida 0,3 %) atau larutan isotonic (seperti

D3W). Larutan natrium hipotonil dipertimbangkan lebih utama

dibandingkan Dekstrosa 5 % dalam air oleh beberapa praktisi klinik

karena larutan ini menyebabkan penurunan kadar natrium serum yang

edema serebral. Penurunan kadar natrium serum yang cepat sementara

waktu menurunkan risiko terjadinya edema serebral. Penurunan kadar

natrium serum yang cepat sementara waktu menurunkan osmolalitas

plasma di bawah osmolalitas cairan pada jaringan otak, dan

menyebabkan terjadinya edema serebral yang berbahaya. Diuretik

mungkin juga diberikan untuk mengatasi penambahan natrium.

44
Tidak ada keseragaman mengenai kecepatan yang tepat untuk

mengurangi kadar natrium. Sebagai aturan umum. Kadar natrium

serum diturunkan pada kecepatan tidak lebih dari 2 mEq/L/jam untuk

memberikan waktu yang cukup untuk penyesuaian melalui difusi

melewati kompartemen cairan.

Desmopression (DDAVP) dapat diberikan untuk mengobati

diabetes insipidus jika ia merupakan penyebab dari hipernatremia.

Pengkajian Keperawatan

Kehilangan dan penambahan cairan dipantau dengan hati-hati

pada pasien-pasien yang mengalami risiko terjadinya hipernatremia.

Perawat harus mengkaji terjadinya kehilangan air yang abnormal atau

masukan air yang kurang dan terjadinya penambahan natrium dalam

jumlah besar, seperti yang mungkin terjadi pada penggunaan obat yang

dijual bebas dengan kandungan natrium yang tinggi (seperti Alka-

Seltzer). Perawat juga penting untuk memperoleh riwayat penggunaan

obat, karena beberapa obat yang diresepkan mungkin juga mempunyai

kandungan natrium yang tinggi.

Adanya rasa haus atau peningkatan suhu tubuh dicatat dan

dievaluasi hubungannya dengan tanda-tanda klinik yang lain. Pasien

dipantau terhadap terjadinya perubahan perilaku, seperti gelisah,

disorientasi, dan letargi.

45
Intervensi Keperawatan

Mencegah Hipernatremia. Perawat berupaya untuk mencegah

hipernatremia dengan memberikan cairan pada interval yang teratur,

terutama pada pasien yang mengalami gangguan yang tidak mampu

mempersepsikan atau berespon terhadap rasa haus. Jika masukan cairan

tetap tidak adekuat, perawat mengkonsultasikan pada dokter untuk

merencanakan jalan masukan lain, baik dengan pemberian makan

melalui selang atau dengan jalan parenteral. Jika pemberian makan

melalui selang yang digunakan, air yang cukup seharusnya diberikan

untuk mempertahankan kadar natrium serum dan kadar nitrogen area

darah dalam batas-batas normal. Sebagai aturan umum, makin tinggi

osmolalitas makanan perselang makin tinggi kebutuhan untuk

tambahan air.

Untuk pasien yang mengalami diabetes insipidus, yang penting

adalah memastikan masukan air yang adekuat. Jika pasien sadar dan

mempunyai mekanisme rasa haus yang utuh, hanya menyediakan air

mungkin cukup. Jika pasien mengalami tingkat penurunan kesadaran,

atau ketidakmampuan lain yang mengganggu masukan cairan yang

adekuat, penggantian cairan parenteral mungkin diberikan. Terapi ini

dapat diantisipasi pada pasien-pasien dengan gangguan neurologist,

terutama pada periode awal pascaoperasi.

46
Memperbaiki Hipernatremia. Pada saat hipernatremia terjadi

dan cairan parenteral merupakan hal yang penting untuk

penatalaksannya, perawat memantau respon pasien terhadap cairan

dengan melakukan tinjauan terhadap cairan dengan melakukan tinjauan

terhadap seri kadar natrium serum dan dengan mengobservasi

perubahan-perubahan dalam tanda-tanda neurologist. Dengan

penurunan kadar natrium serum yang bertahap, tanda-tanda neurologist

seharusnya membaik. Seperti yang disebutkan pada pembahasan

tentang penatalaksanaan, penurunan kadar natrium serum yang terlalu

cepat menyebabkan plasma untuk sementara waktu menjadi bersifat

hipoosmotik terhadap cairan di jaringan otak, dan menyebabkan edema

serebral yang berbahaya.

3. Penatalaksanaan Hipokalemia

Pengobatan hipokalemia yang paling baik adalah pencegahan.

Kehilangan kalium harus diperbaiki setiap hari, pemberian kalium

sebanyak 40 sampai 80 mEq/L. sudah adekuat untuk orang dewasa jika

tidak ada kehilangan kalium yang abnormal.

Untuk pasien-pasien berisiko, harus disediakan diet yang

mengandung cukup kalium, masukan harian kalium pada orang dewasa

rata-rata adalah 50 sampai 100 mEq/hari. Makanan yang tinggi kalium

termasuk kismis, pisang, apricot, jeruk, advokad, kacang-kacangan, dan

kentang.

47
Jika masukan makanan tidak adekuat untuk alasan apapun,

dokter mungkin memberikan tambahan kalium. Banyak pengganti

garam yang mengandung 50 sampai 60 mEq kalium per sendok teh dan

mungkin dapat memenuhi semua kebutuhan masukan kalium tambahan

bagi pasien.

Tambahan kalium oral dapat menghasilkan lesi usus kecil;

karena itu, pasien harus dikaji dan diberi peringantan tentang distensi

abdomen, nyeri, atau perdarahan GL.

Jika pemberian kalium oral tidak memungkinkan, cara

intervena dapat diindikasikan. Pada kenyataannya, cara intervena

merupakan suatu keharusan untuk pasien-pasien dengan hipokalemia

berat (seperti kadar serum 2 mEq/L). Meskipun kalium klorida

biasanya digunakan untuk memperbaiki kekurangan kalium, dokter

mungkin memberikan kalium asetat atau kalium fosfat. Kalium

intervena harus diberikan melalui pompa IV untuk menghidari

penggantian kalium yang terlalu cepat. Jika kalium diberikan melalui

vena perifer, kecepatan pemberian harus diturunkan untuk menghindari

iritasi vena dan menyebabkan sensasi terbakar selama pemberian. Tiap

rumah sakit mempunyai standar perawatan sendiri yang menjadi

rujukan meskipun demikian, kalium IV seharusnya tidak diberikan

pada kecepatan yang lebih cepat dari 20 mEq/jam atau dalam

konsentrasi lebih besar dari 30 sampai 40 mEq/L kecuali jika

48
hipokalemia berat, karena hal ini dapat menyebabkan disritmia yang

mengancam jiwa.

 Kalium tidak pernah diberikan melalui suntikan IV atau IM; jika

menyiapkan infuse IV, infuse harus tercampur dengan baik untuk

mencegah dosis bolus yang terjadi akibat terkumpul kalium di dasar

penampung IV.

Umumnya, konsentrasi yang lebih besar dari 60 mEq/L tidak

diberikan melalui vena perifer, karena dapat terjadi nyeri vena dan

sclerosis. Untuk kebutuhan rumatan rutin, kalium diberikan pada

kececpatan tidak lebih dari 10 mEq/jam, direncakan secukupnya.

Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/L)

dapat diberikan melalui jalur sentral. Bahkan pada hipokalemia yang

sangat berat, dianjurkan bahwa pemberian kalium tidak lebih dari 20

sampai 40 mEq/jam (diencerkan secukupnya); pada situasi semacam ini

pasien harus dipantau melalui elektrokardiogram (EKG) dan

diobservasi dengan ketat terhadap tanda-tanda lain, seperti perubahan

pada kekuatan otot.

Pengkajian Keperawatan

Karena hipokalemia dapat mengancam jiwa, penting artinya

untuk membantu timbulnya hipokalemia pada pasien-pasien yang

beresiko. Adanya keletihan, anoreksia, kelemahan otot, penurunan

motilitas usus, parestesia, atau disritmia harus mendorong perawat

49
untuk memeriksa konsentrasi kalium serum. Jika tersedia,

elektrokardiogram dapat memberikan informasi yang bermanfaat.

Pasien-pasien yang menerima digitalis yang berisiko mengalami

defisiensi kalium harus dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda

terjadinya toksisitas digitalis, karena hipokalemia meningkatkan aksi

digitalis. Pada kenyataannya, dokter biasanya memilih untuk

mempertahankan kadar kalium serum lebih besar dari 3,5 mEq/L (SI:

3,5 mmol/L) pada pasien-pasien yang menerima digitalis.

Intervensi Keperawatan

Mecegah Hipokalemia. Tindakan-tindakan tertentu dilakukan

untuk mencegah hiokalemia jika mungkin. Pencgahan mungkin dalam

bentuk menganjurkan masukan makanan yang kaya akan kalium pada

pasien-pasien yang berisiko (jika sesuai diet). Sumber-sumber kalium

termasuk buah dan sari buah (pisang, melon, buah sitrus), sayur-

sayuran segar dan beku, daging segar, dan makanan olahan. Bila

hipokalemia terjadi akibat penyalahgunaan laktasif atau diuretic,

penyuluhan pasien dapat membantu menghilangkan masalah. Bagian

dari riwayat kesehatan dan pengkajian kesehatan harus diarahkan untuk

mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan pencegahan

melalui penyuluhan.

Memperbaiki Hipokalemia. Perawatan yang sangat teliti harus

diterapkan saat memberikan kalium secara intervena. Kalium harus

50
diberikan hanya setelah adanya aliran urin yang adekuat. Penurunan

pada volume urin hingga kurang dari 20 ml/jam selama dua jam

berurutan adalah indikasi untuk menghentikan infuse kalium sampai

situasi tersebut dievaluasikan. Kalium terutama diekskresikan oleh

ginjal; karena itu, jika ada oliguria, pemberian kalium dapat

menyebabkan konsentrasi kalium meningkat sampai ke kadar yang

berbahaya.

Penggantian kalium harus diberikan dengan hati-hati pada

lansia karena mereka mempunyai massa tubuh dan kadar kalium total

tubuh yang lebih rendah dan karena itu membutuhkan kalium yang

lebih rendah. Selain itu, dengan hilangnya fungsi ginjal secara

fisiologis bersamaan dengan bertambahnya usia, pemberian kalium

mungkin ditahan dengan lebih mudah dibandingkan pada orang yang

lebih mudah.

4. Penatalaksanaan Hiperkalemia

Prosedur EKG segera harus dilakukan untuk mendeteksi perubahan.

Repolarisasi yang memendek dan gelombang T tinggi sering terlihat

pada awalnya. Adalah juga bijaksana untuk memeriksa ulang kadar

kalium serum untuk memastikan hasil.

Pada situasi nonakut, pembatasan diet kalium dan obat yang

mengandung kalium dapat mencukupi. Sebagai contoh, menyingkirkan

penggunaan garam pengganti yang mengandung kalium pada pasien

51
yang menerima diuretic hemat kalium adalah yang paling diperlukan

untuk mengatasi hiperkalemia ringan.

Pencegahan hiperkalemia yang serius dengan pemberian, baik

secara oral atau dengan enema retensi, resin pertukaran-kation (seperti

(Kayexalate), mungkin perlu pada pasien-pasien dengan kerusakan

ginjal. Resin pertukaran-kation tidak dapat digunakan jika pasien

mengalami paralitik ileus karena dapat terjadi performasi intestinal.

Tindakan-tindakan Kegawatan :

Pada keadaan darurat, mungkin perlu pemberian kalsium glukonat

secara intravena. Dalam beberapa menit setelah pemberian, kalsium

bekerja secara antagonis melawan aksi hiperkalemia pada jantung.

Infuse kalsium tidak menurunkan konsentrasi kalium serum tetapi

dengan segera menjadi antagonis terhadap reaksi abnormalitas

konduksi jantung. Kalsium klorida dan kalsium glukonat tidak dapat

dipertukarkan. Kalsium glukonat mengandung 4,5 mEq kalsium dan

kalsium klorida mengandung 13,6 mEq kalsium. Pemantauan tekanan

darah pasien merupakan hal yang penting karena pemberian yang cepat

dapat mengakibatkan hipotensi. EKG harus dipantau secara kontinu

selama pemberian; adanya bradikardi merupakan suatu indikasi untuk

menghentikan infus. Efek protektif miokardium dari kalsium bersifat

sementara, berlangsung sekitar 30 menit. Perhatian ekstra dibutuhkan

jika pasien mendapatkan digitalis, karena pemberian kalsium secara

52
parenteral mensentisasi jantung terhadap digitalis, dan dapat

mencetuskan toksisitas digitalis.

Pemberian natrium bikarbonat secara intravena mungkin perlu untuk

membasakan plasma dan menyebabkan perpindahan sementara kalium

ke dalam sel-sel. Juga, natrium bikarbonat melengkapi natrium untuk

melawan efek kardia akibat kalium. Efek dari terapi ini dimulai dalam

30 sampai 60 menit dan mungkin menetap selama berjam-jam;

meskipun demikian, sifatnya hanya sementara.

Pemberian insulin regular dan dekstrosa hipertonis secara

intravena menyebabkan perpindahan kalium sementara ke dalam sel-

sel. Terapi glukosa dan insulin mempunyai awitan tindakan dalam 30

menit dan berlangsung selama beberapa jam.

Tindakan pengganti sementara di atas hanya sementara untuk

melindungi pasien dari hiperkalemia. Jika kondisi hiperkalemia tidak

bersifat sementara, pembuangan actual kalium dari tubuh diperlukan ;

hal ini mungkin dicapai dalam berbagai cara seperti resin pertukaran

kation, dialysis peritoneal, atau hemodialisis.

Pengkajian Keperawatan

Pasien-pasien yang beresiko mengalami kelebihan kalium harus

diidentifikasi sehingga mereka dapat dipantau dengan ketat terhadap

tanda-tanda hiperkalemia.

53
Perawat mengobservasi tanda-tanda kelemahan otot dan

disritmia. Adanya parestesia dicatat, juga gejala-gejala gastrointestinal

seperti mual, dan kolik intestinal. Untuk pasien yang berisiko, kadar

kalium serum diukur secara berkala.

Penting untuk diingat bahwa peningkatan kadar kalium serum

mungkin kesalahan; karena itu, kadar abnormal yang tinggi harus

diteliti kembali. Untuk menghindari laporan hiperkalemia palsu,

penggunaan turniket yang bekepanjangan saat mengambil sampel darah

harus dihindari dan pasien diingatkan agar tidak melakukan latihan

pada ekstremitasnya sebelum pengambian darah dilakukan. Sampel

darah dibawa ke laboratorium secepat mungkin, karena hemolisis pada

sampel mengakibatkan peningkatan kadar kalium serum yang palsu.

Intervensi Keperawatan

Mencegah Hiperkalemia. Tindakan-tindakan dilakukan untuk

mencegah hiperkalemia pada pasien-pasien berisiko, jika mungkin,

dengan menganjurkan pasien untuk mentaati pembahasan kalium yang

dianjurkan.makanan yang mengandung kalium tinggi yang harus

dihindari termasuk kopi, cocoa, teh, buah yang dikeringkan, kacang

yang dikeringkan, dan roti gandum utuh. Susu dan telur juga

mengandung kalium yang cukup besar. Sebaliknya, makanan dengan

kandungan kalium minimal termasuk mentega, margarine, sari buah

54
atau saus cranbeery, bir cahe, permen karet atau gula-gula agar, permen

yang keras, root beer, gula, dan madu.

Mengembalikan Keseimbangan Kalium. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya, adalah memungkinkan untuk melebihi

toleransi terhadap kalium pada sembarang orang jika substansi tersebut

diberikan dengan cepat melalui jalur intravena. Karena itu, perawatan

yang teliti harus dilakukan untuk memantau larutan kalium dengan

ketat, memberikan perhatian yang cermat terhadap konsentrasi larutan

dan kecepatan pemberian. Saat kalium ditambahkan ada larutan

parenteral, kalium dicampur dengan cairan dengan membalik-balik

botol beberapa kali. Kalium klorida seharusnya tidak pernah diberikan

pada botol yang sedang tergantung karena hal ini mungkin berakibat

kalium yang diberikan sbg bolus (kalium klorida berat dan mengendap

di dasar botol penampung).

Penting artinya untuk mengingatkan pasien untuk menggunakan

pengganti garam dengan hati-hati jika mereka juga mendapatkan

bentuk tambahan kalium lain atau diuretic hemat kalium. Juga, diuretic

hemat kalium (seperti spironolakton, triamterene, dan amiloride),

suplemen kalium, dan pengganti garam tidak diberikan pada pasien

dengan disfungsi ginjal. Kebanyakan pengganti garam mengandung

kurang lebih 60 mEq kalium per sendok teh.

55

Anda mungkin juga menyukai