Buku Panduan Interpretasi Analisis Cairan Ascites
Buku Panduan Interpretasi Analisis Cairan Ascites
I Nyoman Wande
1
KATA PENGANTAR
Mengawali ucapan terima kasih ini, perkenankan penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Wara
Nugraha-Nya Panduan Interpretasi Analisis Cairan Ascites ini dapat diselesaikan. Buku
panduan ditujukan kepada para peserta didik Program Studi Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Dengan mempelajari buku panduan ini, diharapkan para
peserta didik atau dokter yang membaca buku ini mampu melakukan interpretasi analisis
cairan ascites serta mampu mengambil suatu keputusan dalam penatalaksanaan lebih
lanjut.
Penulis menyadari bahwa penyusunan buku panduan analisis cairan ascites ini berkat
bantuan dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
syukur dan terima kasih yang tulus kepada seluruh staf dan karyawan di Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta keluarga saya yang tercinta yang
telah mendukung penulis untuk menyelesaikan buku panduan ini.
I Nyoman Wande
2
DAFTAR ISI
JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
Pendahuluan 4
Paracentesis 4
Pemeriksaan Cairan ascites 7
Simpulan 13
Daftar Pustaka 14
3
ANALISIS CAIRAN ASCITES
I Nyoman Wande
Bagian Patologi Klinik FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar
PENDAHULUAN
ascites berasal dari Bahasa Yunani ‘ askos’ yang berarti tas atau karung. Secara klinis
ascites adalah komplikasi dari beberapa penyakit seperti hepar, jantung, ginjal, infeksi, dan
Pada keadaan normal, jumlah cairan peritoneal tergantung pada keseimbangan antara
aliran plasma ke dalam dan keluar dari darah dan pembuluh limfa. Apabila keseimbangan
protein (tekanan onkotik), atau peningkatan obstruksi limfa. Ascites merupakan salah satu
komplikasi yang paling sering terjadi pada penyakit sirosis dan hipertensi portal. Lebih
dari 50% penderita sirosis akan berkembang menjadi ascites dalam waktu 10 tahun periode
pengamatan. 85% kasus ascites disebabkan oleh sirosis hepatis dan 10% ascites
disebabkan oleh keganasan. Tipe lain dari ascites dikategorikan sebagai kardiogenik,
PARACENTESIS
tempat tidur pasien, dengan cara memasukkan jarum suntik ke dalam cavum abdomen,
kemudian dikeluarkan sejumlah kecil cairan ascites untuk tujuan diagnostik atau dalam
4
Indikasi dari paracentesis yaitu:
1. Ascites yang baru terjadi baik rawat jalan ataupun rawat inap
2. Infeksi
3. Perdarahan
1. Angiocath needle yang berdiameter besar (16-18 gauge untuk mengeluarkan cairan
ascites yang banyak, 20-22 gauge digunakan dalam penampungan spesimen untuk
diagnostik)
2. Thoracentesis kit
5. Doek steril
5
6. Masker, dan baju pelindung
2. Posisikan pasien, posisi supine atau lateral decubitus. Posisi tempat pungksi
6. Anestesi lokal pada kulit dan jaringan subkutan dengan lidocaine dan tunggu
kultur (masukkan ke dalam botol kultur darah sebanyak 5-10 cc pada masing
masing botol)
6
PEMERIKSAAN CAIRAN ASCITES
1. Gross appearance
Normal warna cairan peritoneal yaitu putih jernih sampai kuning pucat. Cairan
ascites yang seperti susu (chylous ascites) ditandai dengan adanya kilomikron, merupakan
partikel lipoprotein terdapat banyak dalam trigliserida. Penyebab chylous ascites yaitu
utama chylous ascites pada orang dewasa, sedangkan congenital lymphatic abnormalities
merupakan penyebab utama chylous ascites pada anak. Pseudochylous ascites atau
perforasi usus. Adanya kadar kilomikron dan trigliserida yang tinggi dalam cairan ascites
dapat digunakan untuk membedakan chylous ascites dengan pseudochylous ascites. Hal
ini sangat penting oleh karena sekitar 80% kasus keganasan abdomen menunjukkan
Ascites berdarah menunjukkan adanya tumor jinak atau ganas, pankreatitis hemoragik,
atau ulkus perforasi, sedangkan ascites berwarna jernih atau kekuning-kuningan sering
dihubungkan dengan sirosis. Oleh karena itu gross appearance ascites dapat digunakan
sebagai data dasar dalam memperkirakan penyebab dari ascites tersebut (McHutchison,
1997).
7
Tabel 1. Tipe ascites dan penyakit utama sebagai penyebab (Huang et al., 2014)
Tipe ascites Penyakit utama sebagai penyebab
Hepatik Sirosis
Obstruksi aliran vena hepatic (obstruksi vena hepar, Budd-Chiari
syndrome, veno-occlusive disease)
Oklusi vena portal
Obstruksi vena cava inferior
Kanker hepar
Kardiogenik Gagal jantung kongestif
Perikarditis konstriktif
Nefrogenik Syndrome nefrotik
Malignan/ keganasan Ca ovarium
Ca serviks
Ca endometrium
Ca Mamma
Ca esophagus
Ca lambung
Ca kolorektal
Ca paru
Ca pancreas
Ca hepatobilier
Primary peritoneal cancer
Infectious ascites Peritonitis tuberkulosa
Spontaneous bacterial peritonitis(SBP)
Infeksi jamur
Infeksi parasit
Infeksi Chlamydia
Miscellaneous ascites Chylous ascites
Pancreatic ascites
Bile ascites
Ovarial disease (Meig’s syndrome, struma ovarii, ovarian
hyperstimulation)
SLE
Whipple’s disease
Sarcoidosis
2.1 Total protein cairan ascites dan serum-ascites albumin gradient (SAAG)
Sejak lama kadar total protein cairan ascites digunakan untuk membedakan apakah
cairan ascites bersifat transudat atau eksudat. Gupta dkk melaporkan bahwa 24% pasien
dengan sirosis komplikasi memiliki kadar protein total cairan ascites lebih dari 25 g/L, dan
alexandrakis dkk melaporkan bahwa 20% kasus ascites malignan memiliki kadar protein
8
total cairan ascites yang rendah. SAAG lebih sensitif dan lebih spesifik untuk
membedakan ascites yang terjadi oleh karena hipertensi portal dengan ascites yang terjadi
oleh mekanisme patofisiologi yang lain (seperti inflamasi peritoneum). SAAG perrtama
kali dikenalkan oleh Hoefs et al. tahun 1981 dengan dikalkulasi dengan cara: kadar
albumin serum dikurangi dengan kadar albumin cairan ascites. SAAG secara umum
rendah (< 1,1 g/dL) pada ascites yang bukan oleh karena hipertensi portal seperti misalnya
pada infeksi atau keganasan. SAAG tinggi (≥ 1,1 g/dL) pada ascites yang berhubungan
dengan hipertensi portal seperti misalnya pada kasus sirosis hati dan gagal jantung
Studi sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat kadar LDH cairan ascites yang
tinggi pada efusi malignant dan kadar yang rendah pada efusi non-malignant. Light dkk
cairan ascites. Nilai cut-off untuk tiga parameter pemeriksaan cairan ascites untuk
membedakan antara ascites hepatic dan non hepatic, yaitu: LDH=400 IU, rasio LDH cairan
ascites/serum=0,6, rasio total protein cairan ascites/serum=0,5. Apabila nilai dua dari tiga
mengindikasikan bahwa ascites disebabkan oleh non-hepatic, sedangkan nilai yang lebih
rendah dari nilai cut-off untuk ketiga parameter mengindikasikan bahwa ascites
9
2.3 Glukosa
Pada kondisi normal, kadar glukosa pada cairan cavum peritoneum hampir sama
dengan kadar glukosa dalam serum. Kadar glukosa cairan ascites akan menurun pada
glukosa dikonsumsi oleh bakteri, sel leukosit, atau sel kanker. Kadar glukosa cairan ascites
selalu lebih rendah daripada normal pada penderita yang mengalami ascites tuberkulosa.
darah yang sangat berguna dalam membedakan peritonitis tuberkulosa dengan ascites yang
2.4 Amylase
Cairan ascites yang banyak mengandung amylase biasanya terjadi pada kerusakan
duktus pankreatikus atau obstruksi yang terjadi pada pankreatitis, atau trauma pankreas.
Peningkatan kadar amylase cairan ascites di atas kadar normal amylase serum dijumpai
pada 90% pasien dengan pankreatitis akut dan pancreatic pseudocyst. Pada kasus
pankreatitis akut yang sangat berat, kadar amylase cairan ascites dapat meningkat 100x
lipat dibandingkan kadar dalam serum. Peningkatan kadar amylase cairan ascites dapat
juga ditemukan pada pasien dengan keganasan, perforasi ulkus peptikum, pembedahan
abdomen atas, obstruksi intestinal mekanis, penyakit vaskuler mesenterik, obstruksi bilier,
dan kolesistitis akut. Jadi hyperamylasemia bukan marker spesifik untuk kerusakan
10
Aktivitas adenosine deaminase (ADA) dilaporkan lebih sensitif dan spesifik dalam
diagnosis awal ascites tuberkulosa dibandingkan dengan tipe lain dari ascites.
Menggunakan nilai cut-off ADA 36-40 IU/L dalam mendiagnosis ascites tuberkulosa,
memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas sebesar 97%. Pasien dengan peritonitis
tuberkulosa memiliki kadar ADA lebih tinggi daripada ascites karena sirosis (Huang et al.,
2014).
3. Pemeriksaan non-biokimia
3.1 Hitung sel, kultur bakteri, dan Polymerase chain reaction (PCR)
khususnya ascites oleh karena infeksi. SBP didefinisikan dengan adanya sel neutrophil ≥
250 cell/µL atau kultur bakteri cairan ascites dengan hasil positif. Hitung sel dengan alat
otomatis seperti flow cytometer dan kultur cairan ascites harus dikerjakan secara simultan.
Sedangkan pada pasien sirosis dengan ascites memiliki jumlah sel leukosit lebih rendah
daripada pada pasien SBP atau peritonitis tuberkulosa. Selain itu ascites oleh karena sirosis
memiliki proporsi sel mononuklear (limfosit dan monosit) lebih banyak, konsentrasi
tuberkulosis yaitu pemeriksaan PCR (dapat diperiksa dengan volume cairan ascites 50 ml).
Pada diagnosis efusi tuberkulosis menggunakan PCR, merupakan alat diagnosis yang ideal
3.2 Viskositas
11
Viskositas cairan ascites merupakan indikator baru dalam membedakan jenis
ascites. Viskositas cairan ascites dengan SAAG > 11 g/L lebih rendah dibandingkan cairan
ascites dengan SAAG < 11 g/L. Pemeriksaan viskositas cairan ascites memang cukup
cepat, sederhana, murah dan membutuhkan jumlah specimen yang sedikit (Huang et al.,
2014).
dalam mendiagnosis suatu penyakit. Pada teknik ini disebutkan menggunakan agen
spectroscopy digunakan untuk membedakan ascites sirosis yang jinak dengan ascites
malignant. Kadar BHBT, laktat, aseton, dan asetoasetat secara signifikan lebih tinggi pada
pasien dengan ascites malignant dibandingkan dengan ascites oleh karena sirosis (Huang
et al., 2014).
VEGF yang dikenal sebagai faktor permeabilitas vaskuler, berperan penting dalam
akumulasi cairan ascites. Dengan menggunakan enzyme immunoassay, kadar VEGF lebih
tinggi pada ascites malignant dibandingkan dengan ascites non-malignant (seperti sirosis,
malignant yaitu 91,3% dan 90,9%. Nilai cut-off VEGF dalam menentukan ascites
malignant yaitu 662 pg/ml, nilai cut-off VEGF dalam menentukan ascites non-malignant
12
3.5 Petanda Tumor
Petanda tumor dapat digunakan dalam menentukan risiko kanker, skrining untuk
kekambuhan, atau progresifitas kanker. Beberapa petanda tumor yang sering diperiksa
yaitu: alfa fetoprotein (AFP), carcinoembryonic antigen (CEA), cancer antigen (CA)19-9
SIMPULAN
besar terhadap prognosis dari penyakit dasarnya tersebut. Analisis cairan ascites meliputi
gross appearance, tes biokimia (SAAG, LDH, glukosa, amylase, dan ADA), dan tes non-
biokimia (hitung sel, kultur bakteri dan PCR, viskositas, 1H NMR spectroscopy, VEGF
dan petanda tumor). Analisis tersebut berperan penting dalam menentukan jenis ascites
13
Daftar Pustaka
VEGF and TNFalpha in ascites from advanced ovarian cancer: Association with
2011;17:1237–1248.
Chang SY. Paracentesis and ascites fluid analysis. June 16, 2002.
J Med 2004;350:1646–1654.
Huang LL., Xiang Xia HH., and Lin Zhu S. Ascitic fluid analysis in the differential
Light RW. The Light criteria: the beginning and why they are useful 40 years later. Clin
370.
Tarn AC, Lapworth R. Biochemical analysis of ascitic (peritoneal) fluid: what should we
14
Wilkins EG. Tuberculosis peritonitis: diagnostic value of the ascitic/blood glucose ratio.
Tubercle 1984;65:47–52.
15