Anda di halaman 1dari 5

NAMA : Ragil Putro Prasongko

NIM : 01.2.19.00701
Prodi: S1 Keperawatan

MENURUNKAN MIKROORGANISME KONTAMINAN DAN MENCEGAH TRANSMISI


dr. Vera Yuanita, M.Ked.Klin, SpMK

1. Apakah perbedaan desinfeksi dan antiseptik ?


2. Apakah perbedaan sterilisasi dan desinfeksi?
3. A. Sebutkan jenis dari cara sterilisasi!
B. Jelaskan indikator proses sterilisasi?
4. Apakah yang kalian ketahui mengenai Program Pengendalian Infeksi?
5. Jelaskan secara singkat kewaspadaan standard yang harus dilakukan pada fasilitas
kesehatan untuk menlindungi masyarakat dari penularan penyakit infeksi ?

Mohon untuk jawaban dapat dikirim via email :


verayuanitadr@gmail.com
paling lambat hari Kamis, 9 April 2020

JAWABAN
1. Perbedaannya adalah lokasi pengaplikasian zat kimia tersebut. Istilah antiseptik
digunakan untuk zat kimia anti mikroorganisme yang diaplikasikan pada jaringan hidup
terluar pada manusia maupun hewan, misalnya sabun mandi dan pembersih wajah.
Sedangkan desinfektan adalah zat kimia anti mikroorganisme yang diaplikasikan pada
permukaan benda-benda mati seperti lantai dan kamar mandi.

2. Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan menghancuran atau memusnahkan semua mikro-


organisme termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan. Hal ini biasanya
dilakukan dengan pemanasan atau penyaringan tetapi bahan kimia atau radiasi juga
dapat digunakan.
Disinfeksi adalah perusakan, penghambatan atau penghapusan mikroba yang dapat
menyebabkan penyakit atau masalah lain misalnya seperti pembusukan. Hal ini
biasanya dicapai dengan menggunakan bahan kimia.
3. A.  Sterilisai secara mekanik (filtrasi)

Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi) yaitu teknik sterilisasi dengan menggunakan


suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22mikron atau 0.45 mikrob) Cairan yang
akan disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan gaya sentrifugasi
atau pompa vakum) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Sterilisasi
dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang mudah rusak jika
terkena panas, atau mudah menguap (volatile) dan bahan yang tidak tahan panas,
misalnya larutan enzim dan antibiotik. Virus tidak akan tersaring dengan metode ini.

Sterilisasi dengan penyaringan dapat dilakukan dengan berbagai cara antaralain:

a). Non-disposable filtration apparatus


b). Disposable filter cup unit
c). Disposable filtration unit dengan botol penyimpan
d). Syringe filters
e). Spin filters

 Sterilisasi secara fisik dengan pemanasan & penyinaran.

Sterilisasi dengan pemanasan


a). Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung,
contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.

b). Panas kering: sterilisasi dengan oven suhu 180 oC selama 1 jam. Sterilisasi panas
kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.

c). Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air
lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi. Misalnya susu yang
disterilkan dengan suhu tinggi akan mengalami koagulasi dan bahan yang berpati
disterilkan pada suhu bertekanan pada kondisi pH asam akan terhidrolisis.

d. Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf


autoklaf adalah alat untuk memsterilkan berbagai macam alat & bahan yang
menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 121 oC. Suhu dan tekanan tinggi yang
diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih
besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan
media digunakan suhu  121 oCdan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit.
Alasan digunakan suhu 121oC atau 249,8 oF adalah karena air mendidih pada suhu
tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk tekanan 0 psi pada ketinggian di
permukaan laut (sea level) air mendidih pada suhu 100oC, sedangkan untuk autoklaf
yang diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan
memdididh pada suhu 1210C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika
dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu
disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka
tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 1210C untuk mendidihkan air.
Semua bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 121oC dan tekanan 15
psi selama 15 menit.

B. 1. Terminal Sterlization (sterilisasi akhir)


 Menurut PDA Technical Monograph dibagi menjadi dua, yaitu :
 Overkill Method, adalah metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan uap
panas pada suhu 121C selama 15 menit. Penggunaan metode ini biasanya dipilih untuk bahan-
bahan yang tahan panas seperti zat anorganik. Dasar pemilihan metode ini adalah karena lebih
efisien, cepat, dan aman.

 Bioburden Sterilitation, merupakan suatu metode sterilisasi yang dilakukan dengan


monitoring terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil mungkin di beberapa lokasi
jalur produksi sebelum menjalani proses sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilitas yang
dipersyaratkan SAL 10 -6. Dalam metode ini digunakan suatu zat yang dapat mengalami
degradasi kandungan bila dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah
penggunaan Dextrose yang bila dipanaskan dapat menghasilkan senyawa Hidro Methyl
Furfural (HMF) yang merupakan suatu senyawa hepatotoksik.

 
2. Aseptic Processing
Metode ini merupakan metode pembuatan produk steril menggunakan saringan dengan filter
khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang diformulasi dan dimasukkan ke
dalam kontainer steril dalam lingkungan terkontrol. Suplai udara, material, peralatan, dan
petugas telah terkontrol sedemikian hingga kontaminasi mikroba tetap berada pada level yang
dapat diterima dalam clear zone.
 
Proses Sterilisasi dalam kehidupan sehari - hari
Tidak hanya untuk peralatan medis atau laboratorium saja, tapi Sterilisasi sering kita lakukan
hampir setiap hari, inti dari sterilisais adalah proses menghilangkannya bakteri dan partikel -
partikel lainnya yang membahayakan dari suatu benda atau objek.
 Mandi : saat mandi kita menggunakan sabun untuk membersihkan kotoran karean
dalam  sabun terdapat Triclosan yaitu antiseptik untuk membunuh kuman.
 Obat Kumur (berkumur) : Proses berkumur menghilangkan sisa makanan dan bakteri
yang masih tersisa dari proses sikat gigi, pada obat kumur ada zat yang mempunyai
fungsi sebagai antimikroba dengan spektrum luas sehingga bisa melawan berbagai
macam bakteri , fungsi lainnya untuk melawan, menekan pertumbuhan bakteri pada
mulut. 
 Mencuci tangan dengan Handsanitaizer : Pada Handsanitaizer mengandung bahan- 
bahan untuk membunuh / mencegah pertumbuha jasad renik pada jaringan hidup .
 Merebus botol susu bayi : Proses ini untuk membunuh spora-spora maupun sel-sel
vegetative yang tumbuh di dalam botol susu.
 Mengepel lantai : Pada pembersih lantai yang kita pakai terdapat  bahan kimia yang
bisa membunuh sel-sel vegetatif dan jasad renik, biasanya digunakan pada obyek yang
tidak hidup.

4. Pengendalian infeksi adalah disiplin yang terkait dengan


pencegahan infeksi nosokomial atau terkait perawatan kesehatan, sub-disiplin
praktis epidemiologi . Ini adalah bagian penting dari infrastruktur perawatan
kesehatan. Pengendalian infeksi dan epidemiologi rumah sakit mirip dengan
praktik kesehatan masyarakat , dipraktikkan dalam batas-batas sistem pemberian
layanan kesehatan tertentu daripada diarahkan pada masyarakat secara
keseluruhan. Agen anti-infeks termasuk :
antibiotik , antibakteri , antijamur , antivirus dan antiprotozoa .

5. a.         Kebersihan tangan
 Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang disebarkan
melalui   tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat 
dan  membunuh  mikroorganisme  pada  kulit. Menjaga  kebersihan tangan  ini 
dilakukan  segera  setelah  sampai  di  tempat  kerja,  sebelum  kontak dengan  klien 
atau  melakukan  tindakan  untuk  klien,  selama  melakukan indakan  (jika  secara 
tidak  sengaja  terkontaminasi)  dan  setelah  kontak  atau melakukan   tindakan   untuk  
klien. Secara   garis   besar,   kebersihan   tangan dilakukan  pada  air  mengalir, 
menggunakan  sabun  dan/atau larutan  antiseptik, dan diakhiri dengan mengeringkan
tangan dengan kain yang bersih dan kering (Kemenkes RI, 2011).
 b.        Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindungan Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi klien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan munculnya
Acquired   Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis C, serta meningkatnya
kembali kasus Tuberculosis (TBC), penggunaan APD juga menjadi sangat penting
dalam melindungi petugas. Alat pelindung diri mencakup sarung  tangan, masker, alat
pelindung mata, topi, gaun, apron, pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya
(Kemenkes RI, 2011).
 c.         Penatalaksanaan peralatan klien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan, linen, dan
alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan klorin 0,5%,
mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh serta memilih proses penanganan
yang akan digunakan secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan
precleaning, pencucian dan pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), serta
sterilisasi (Kemenkes RI, 2011).
 d.        Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa pengelolaan
limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah yang terkontaminasi
maupun yang tidak terkontaminasi (Kemenkes RI, 2011).
 e.         Pengendalian lingkungan rumah sakit
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya adalah
untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman. Pengendalian
lingkungan secara baik dapat meminimalkan atau mencegah transmisi mikroorganisme
dari lingkungan kepada klien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah
sakit atau fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
 f.         Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat bekerja. Upaya rumah
sakit atau fasilitas kesehatan untuk mencegah transmisi ini adalah membuat program
pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugasnya, misalnya dengan pemberian
imunisasi (Kemenkes RI, 2011).
 g.        Penempatan/isolasi klien
Penerapan program ini diberikan pada klien yang telah atau sedang dicurigai menderita
penyakit menular. Klien akan ditempatkan dalam suatu ruangan tersendiri untuk
meminimalkan proses penularan pada orang lain (Kemenkes RI, 2011).
 h.        Hygiene respirasi/etika batuk
Semua klien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan kebersihan
pernapasan dengan cara selalu menggunakan masker jika berada di fasilitas pelayanan
kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup mulut dan hidung menggunakan tangan
atau tissue (Kemenkes RI, 2011).
 i.          Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan sekali pakai
pada setiap kali suntikan (Kemenkes RI, 2011).
 j.          Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring (Kemenkes RI, 2011).

Anda mungkin juga menyukai