Anda di halaman 1dari 36

Telaah Kasus

Vertigo
UL

Oleh:
M. Alfadila Akbar 04084821921085
Rani Anggraini 04084821921037
Feisal Moulana 04084821921106

Pembimbing:
dr. Yunni Diansari, Sp.S (K)

DEPARTEMEN SARAF
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Kasus
Judul:
Vertigo

Oleh:
M. Alfadila Akbar 04084821921085
Rani Anggraini 04084821921037
Feisal Moulana 04084821921106

Pembimbing:
dr. Yunni Diansari, Sp.S (K)

Telah dinilai dan dinyatakan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Saraf RSUP Dr. Moh. Hoesin Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Palembang, April 2020


Pembimbing

dr. Yunni Diansari, Sp.S (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan telaah kasus yang berjudul
“Vertigo”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas laporan kasus yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya pada
Departemen Ilmu Kesehatan Saraf RSMH Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yunni Diansari, Sp.S (K)
selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dalam penulisan dan
penyusunan laporan telaah kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan telaah kasus ini masih memiliki
kekurangan dan kesalahan akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan laporan kasus di masa mendatang. Semoga karya
tulis ini bermanfaat bagi pembaca.

Palembang, April 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
BAB III SKENARIO DAN ANALISA KASUS ..............................................28
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktik sehari-hari dan
sangat mengganggu aktivitas yang digambarkan sebagai sensasi atau perasaan
berputar, bisa ruangan di sekitarnya yang terasa berputar (vertigo objektif) atau
perasaan dirinya yang berputar (vertigo objektif) yang dipengaruhi perubahan
posisi kepala. Vertigo terbagi menjadi 2 yaitu vertigo vestibular dan vertigo
nonvestibular. Vertigo vestibular dibagi lagi menjadi vertigo vestibular perifer dan
vertigo vestibular sentral. Vertigo vestibular perifer lebih sering sekitar 65%
dibandingkan vertigo vestibular sentral sekitar 7%. Vertigo vestibular perifer yang
paling sering yaitu benign paroxysmal positional vertigo 32%, Meniere's disease
12% dan vertigo vestibular lainnya sekitar 15-20%. Sedangkan vertigo vestibular
sentral yang paling sering yaitu space-occupying lesions (SOL) pada fossa
posterior sekitar 1%, infark serebelum sekitar 1,9%.10
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah adalah gangguan
keseimbangan perifer yang sering dijumpai terutama pada usia dewasa muda
hingga usia lanjut. BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat
pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer. Menurut penelitian,
pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar, sebanyak 20% memiliki
BPPV.1
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis semisirkularis posterior dengan
angka resolusi lebih dari 95% setelah terapi reposisi kanalith. Beberapa tahun
terakhir, terdapat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal, namun
dengan angka kesuksesan terapi yang masih rendah (<75%).Hal ini disebabkan
kesalahan dalam penentuan letak lesi dan tipe BPPV kanalis horizontal.3
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang meliputi beberapa tes antara lain tes Dix-Hallpike, tes kalori, dan tes
Supine Roll.7
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup
serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan

1
BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-
farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya dan penatalaksanaan
farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar menurut
beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.7

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Vestibular


Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkai, relatif kurang stabil
dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga
lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan.3
Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh yang
melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistem vestibuler dan
serebelum sebagai pengolah informasinya, selain itu fungsi penglihatan dan
proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak
anggota tubuh. Sistem tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk
selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.3

Gambar 1. Bagan Sistem Keseimbangan

Fungsi utama sistem vestibular (Gambar 2) adalah untuk memberi informasi


kepada otak mengenai posisi kepala dan percepatan. Labirin menjalankan fungsi
tersebut melalui dua organella yaitu kanalis semisirkularis dan otolith. Kanalis
semisirkularis terdiri dari kanalis semisirkularis horizontal, anterior, dan posterior
sedang otolith terdiri dari utrikulus dan sakulus. Kanalis semisirkularis berfungsi

3
untuk mendeteksi pergerakan angular kepala, sedang otolith mendeteksi
pergerakan linear atau efek gravitasi.3

Gambar 2. Sistem Vestibular

Inertia relatif dari endolimfe di dalam kanalis semisirkularis selama


pergerakan angular akan merubah posisi sel rambut pada cupula (Gambar 3),
mengaktivasi sel rambut, dan kemudian mentransmisikan aktivitas elektrik ke
saraf verstibular pada nervi kranialis ke delapan (n. vertibulocochlearis) (Gambar
4). Percepatan linear terjadi akibat perubahan posisi otolith di dalam utrikulus atau
sakulus. Hal ini akan mempengaruhi sel rambut dan meningkatkan atau
menurunkan frekuensi potensial aksi pada saraf vestibular di N. VIII.3

Gambar 3. Reseptor (sel rambut) pada cupula kanalis semisirkularis

4
Gambar 4. Pergerakan angular kepala
2.2 Vertigo
2.2.1 Definisi
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara
definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan
sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan
linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini lebih jarang dirasakan. Kondisi ini
merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan
kadang merupakan gejala kelainan labirin. Namun, tidak jarang vertigo
merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya, obat, hipotensi, penyakit
endokrin, dan sebagainya).9
Berbeda dengan vertigo, dizziness atau pusing merupakan suatu keluhan
yang umum terjadi akibat perasaan disorientasi, biasanya dipengaruhi oleh
persepsi posisi terhadap lingkungan. Dizziness sendiri mempunyai empat subtipe,
yaitu vertigo, disekuilibrium tanpa vertigo, presinkop, dan pusing psikofisiologis
(Tabel 1).9

5
Tabel 1. Subtipe Dizziness
Light
Vertigo Presinkop Disekuilibrium
headedness
Deskripsi Ilusi gerakan, biasanya Sensasi yang Tidak seimbang Secara definitif
perasaan diri berputar akan terjadi atau imbalans tidak jelas,
terhadap lingkungan menjelang sering disebut
sekitar, atau kehilangan dengan
sebaliknya kesadaran pusing,
giddiness,
wooziness
Kemaknaan Banyak kemungkinan Penurunan aliran Gangguan Istilah ini
Klinis penyebab dan darah serebral neurologis, sekarang
memerlukan yang berasal dari kelemahan digunakan
pemeriksaan lebih sistem muskuloskeletal, bergantian
lanjut kardiovaskuler dan penurunan dengan
fungsi penglihatan presinkop

2.2.2 Etiopatofisiologi
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ-organ vestibuler, visual,
ataupun sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3
kanalis semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular,
serta utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan
akselerasi vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus vestibularis menuju
nukleus vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian kranial
muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis
(rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan
punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh). Selanjutnya, serebelum
menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat untuk integrasi antara
respons okulovestibuler dan postur tubuh.9
Fungsi vestibuler dinilai dengan mengevaluasi refleks okulovestibuler dan
intensitas nistagmus akibat rangsangan perputaran tubuh dan rangsangan kalori
pada daerah labirin. Refleksokulovestibuler bertanggung jawab atas fiksasi mata
terhadap objek diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak. Nistagmus
merupakan gerakan bola mata yang terlihat sebagai respons terhadap rangsangan
labirin, serta jalur vestibuler retrokoklear, ataupun jalur vestibulokoklear sentral.
Vertigo sendiri mungkin merupakan gangguan yang disebabkan oleh penyakit
vestibuler perifer ataupun disfungsi sentral oleh karenanya secara umum vertigo

6
dibedakan menjadi vertio perifer dan vertigo sentral. Penggunaan istilah perifer
menunjukkan bahwa kelainan atau gangguan ini dapat terjadi pada end-organ
(utrikulus maupun kanalis semisirkularis) maupun saraf perifer.7
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medula, maupun
serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20%–25% dari seluruh kasus
vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada
50% kasus vertigo. Penyebab vertigo sentral ini pun cukup bervariasi, di
antaranya iskemia atau infark batang otak (penyebab terbanyak), proses
demielinisasi (misalnya, pada sklerosis multipel, demielinisasi pascainfeksi),
tumor pada daerah serebelopontin, neuropati kranial, tumor daerah batang otak,
atau sebab-sebab lain.
Beberapa penyakit ataupun gangguan sistemik dapat juga menimbulkan
gejala vertigo. Begitu pula dengan penggunaan obat, seperti antikonvulsan,
antihipertensi, alkohol, analgesik, dan tranquilizer. Selain itu, vertigo juga dapat
timbul pada gangguan kardiovaskuler (hipotensi, presinkop kardiak maupun non-
kardiak), penyakit infeksi, penyakit endokrin (DM, hipotiroidisme), vaskulitis,
serta penyakit sistemik lainnya, seperti anemia, polisitemia, dan sarkoidosis.7
Neurotransmiter yang turut berkontribusi dalam patofisiologi vertigo, baik
perifer maupun sentral, di antaranya adalah neurotransmiter kolinergik,
monoaminergik, glutaminergik, dan histamin. Beberapa obat antivertigo bekerja
dengan memanipulasi neurotransmiter-neurotransmiter ini, sehingga gejala-gejala
vertigo dapat ditekan. Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik utama
dalam serabut saraf vestibuler. Glutamat ini memengaruhi kompensasi vestibuler
melalui reseptor NMDA (N-metil-D-aspartat). Reseptor asetilkolin muskarinik
banyak ditemukan di daerah pons dan medula, dan akan menimbulkan keluhan
vertigo dengan memengaruhi reseptor muskarinik tipe M2, sedangkan
neurotransmiter histamin banyak ditemukan secara merata di dalam struktur
vestibuler bagian sentral, berlokasi di presinaps dan postsinaps pada sel-sel
vestibuler.7

7
2.2.3 Diagnosis
Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan
dan ketegangan. Profil waktu, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang
timbul, paroksismal, kronik progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu
mempunyai profil waktu yang karakteristik.1 Durasi dari episode vertigo serta
keberadaan gejala pendengaran dapat membantu untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding (Tabel 2).9
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan
obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain
yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan
trauma akustik.9

Tabel 2. Diagnosis Banding Vertigo


Penyakit Durasi Gejala Prevalensi Perifer/sentral
auditori
Benign paroxysmal Detik – Sering Perifer
positional vertigo
Perilymphatic fistula Detik + Jarang Perifer
(head trauma,
barotrauma)
Vascular ischemia: Detik – jam Biasanya – Jarang Sentral atau
transient ischemic Perifer
attack
Ménière’s disease Jam + Sering Perifer
Syphilis Jam + Jarang Perifer
Vertiginous migraine Jam – Sering Sentral
Labyrinthine Hari + Jarang Perifer

8
concussion
Labyrinthitis Hari + Sering Perifer
Vascular ischemia: Hari Biasanya – Jarang Sentral atau
stroke Perifer
Vestibular neuronitis Hari – Sering Perifer
Anxiety disorder Bervariasi Biasanya – Sering Tidak spesifik
Acoustic neuroma Bulan + Jarang Perifer
Cerebellar Bulan – Jarang Sentral
degeneration
Cerebellar tumor Bulan – Jarang Sentral
Multiple sclerosis Bulan – Jarang Sentral
Vestibular ototoxicity Bulan + Jarang Perifer

Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik,
otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa pemeriksaan
fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan
penyebab, apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan
saraf pusat (korteks serebrum serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik, selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/
psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.10
Pemeriksaan fisik harus meliputi pengukuran tanda vital dan pemeriksaan
otoskopik. Pemeriksaan neurologis harus meliputi manuver Dix-Hallpike untuk
membedakan vertigo sentral dan perifer (Tabel 3).9
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmia
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam
menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu
letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang
tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.10

Tabel 3. Perbedaan vertigo sentral dan perifer


Komponen Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Temuan pada manuver Dix-Hallpike
Latensi gejala dan 2 – 40 detik Tidak ada (langsung)
nystagmus
Keparahan vertigo Berat Ringan
Durasi nistagmus < 1 menit > 1 menit

9
Fatigability1 Ya Tidak
Habituation2 Ya Tidak
Temuan lain
Postural instability Mampu berjalan; Terjatuh saat berjalan;
unidirectional instability severe instability
Hearing loss atau tinnitus Dapat timbul Biasanya tidak ada
Other neurologic Tidak ada Biasanya ada
symptoms

Pemeriksaan Fisik Umum


Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan
darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama
(denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.10
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik (Gambar 5). Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan
titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.10

Gambar 5. Uji Romberg

10
b. Tandem gait: Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita
akan cenderung jatuh.10
c. Uji Unterberger:Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan
dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit (Gambar 6). Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya
naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.10

Gambar 6. Uji Unterberger


d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany): Dengan jari telunjuk ekstensi dan
lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah
lesi.10

11
Gambar 7. Uji Tunjuk Barany

e. Uji Babinsky-Weil:Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan


lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.10

Gambar 8. Uji Babinsky-Weil

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologi


Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer.10
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri. Dari
posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 15° di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri
(Gambar 8). Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus,
dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Gambar 9. Manuver Dix-Hallpike

Perifer: vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik,

12
hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).10
Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih
dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-
fatigue).10
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-
masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang
timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya
nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).10
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau
directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah
jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air
hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah
jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-
masing telinga.10
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau N. VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.10
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan
untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.10
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
Schwabach memendek.10
b. Audiometri

13
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.10
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus
visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi
menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan). 10
Pemeriksaan Penunjang 10
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi: Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).

2.5 Tatalaksana
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya),
ialah untuk memperbaiki ketidakseimbangan vestibular melalui modulasi
transmisi saraf, umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik. Selain itu
dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor
semisirkularis (Gambar 10).10

Gambar 10. Metode Brandt-Daroff

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, lalu
tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan
selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan
tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk
tegak kembali.10

14
Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan
petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi. Latihan lain yang dapat dicoba ialah
latihan visual-vestibular, berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah kiri dan
kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat, kemudian diikuti
dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin
lama makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang ditemukan.9
Medikamentosa
Medikamentosa memberi manfaat jika digunakan untuk mengobati vertigo
akut yang berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari (Tabel 4). Pengobatan
medikamentosa memberi manfaat yang terbatas pada pasien BPPV, karena
episode vertigo umumnya berlangsung kurang dari 1 menit. Vertigo yang
berlangsung lebih dari beberapa hari umumnya menunjukkan bahwa terdapat
cidera vestibular permanen (cth, stroke), dan pengobatan medikamentosa harus
dihentikan untuk memungkinkan otak beradaptasi terhadap input vestibular baru.9

Tabel 4. Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan vertigo


Generik Dagang Dosis Lama kerja Sedasi
Cyclizine Marezine 50 mg 4 dd 4 - 6 jam +
Dymenhidrinate Dramamine 25-50 4 dd 4 - 6 jam ++
Diphenhydramine Benadryl 25-50 4 dd 4 - 6 jam ++
Meclizine Bonine, Antivert 12,5-25 mg 2-3 dd 12 – 24 jam +
Promethazine Phenergan, Avopreg 25 mg 4 dd 4 - 6 jam ++
Scopolamine Transderm 0,5 mg 1 dd 72 jam +
Scop
Holopon 0,5 mg 3 dd +
Hydroxyzine Iterax, Bestalin 25-100 mg 3 dd 4 - 6 jam ++
Ephedrine 25 mg 4 dd 4 - 6 jam -
Cinnarizine Stugeron 25-50 3 dd +
Flunarizine Sibelium 5 mg 2 dd +
Hyoscine Buscopan 10-20 mg 3-4 dd -
Betahistine Hyoscopan 6-12 3 dd -
Merislon 6 mg 8-16 3 dd -
Betaserc 8 mg
+ = mild; ++ = moderate; +++ = prominent

15
Berbagai obat-obatan digunakan untuk mengobati vertigo dan untuk
mengurangi gejala nausea dan emesis. Obat-obatan tersebut merupakan kombinasi
dari antagonis reseptor asetilkolin, dopamin, dan histamin. The American
Gastroenterological Association merekomendasikan penggunaan antikolinergik
dan antihistamin untuk pengobatan nausea yang disebabkan oleh vertigo atau
motion sickness.9
Gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmiter inhibitor pada
sistem vestibular. Benzodiazepine memperkuat efek kerja GABA pada sistem
saraf pusat sehingga efektif dalam mengurangi vertigo dan anxietas.9
Vestibular Rehabilitation Exercises (VRE)
Vestibular rehabilitation exercises (VRE) atau latihan rehabilitasi vestibular
umumnya meliputi pengobatan vertigo. Latihan tersebut melatih otak untuk
menggunakan komponen visual dan propioseptif alternatif untuk mempertahankan
keseimbangan dan postur. Latihan ini penting untuk pasien agar dapat mengalami
vertigo secara terus menerus sehingga otak dapat beradaptasi. Setelah stabilisasi
akut pada pasien vertigo, penggunaan obat-obatan supresan vestibular harus
diminimalisir sehingga memfasilitasi adaptasi otak terhadap input vestibular
baru.9

2.3 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


2.3.1 Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyakit sistem
vestibular yang paling sering ditemui. BPPV adalah penyakit benign (jinak), yang
berarti tidak mengancam nyawa dan tidak bersifat progresif. BPPV menghasilkan
sensasi berputar yang disebut vertigo yang bersifat paroxysmal dan positional,
yaitu terjadi secara tiba-tiba dan dipengaruhi perubahan posisi kepala.5
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan dari telinga bagian
dalam sistem vestibular yang merupakan bagian vital dari sistem keseimbangan.
Benign pada BPPV berarti jinak, artinya memang demikian tidak mengancam
jiwa. BPPV menghasilkan sensasi berputar yang disebut vertigo yang bersifat
paroxysmal dan positional, artinya terjadi tiba-tiba dan dengan perubahan posisi

16
kepala.6

2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi vertigo di Jerman untuk usia 17 hingga 79 tahun adalah 30%,
24% diasumsikan karena kelainan vestibuler dan 6% karena non vestibuler. Di
Amerika, prevalensi disfungsi vestibular sekitar 35% populasi dengan umur 40
tahun ke atas.4 Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010
dari usia 40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga
paling sering dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum, setelah
nyeri kepala, dan stroke. Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari
keseluruhan populasi dan hanya 4-7% yang diperiksakan ke dokter.8
Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000 orang,
wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna Paroxysmal
Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun, jarang
pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala. Menurut survey dari Department
of Epidemiology, Robert Koch Institute Germany pada populasi umum di Berlin
tahun 2007, prevalensi vertigo dalam 1 tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%,
untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu follow up
study menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50%
selama 5 tahun. Di Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi Semarang
menyebutkan bahwa kasus vertigo menempati urutan ke 5 kasus terbanyak yang
dirawat di bangsal saraf.11

2.3.3 Faktor Risiko


Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala
atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi
pada telinga dalam juga meripakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV
meningkat dengan bertambahnya usia. BPPV terjadi lebih umum pada usia lanjut
dan pada orang yang lebih tua akibat degenerasi sistem vestibular telinga bagian
dalam.10
Hal ini terjadi akibat dari infeksi virus yang mempengaruhi telinga seperti

17
yang menyebabkan vestibular neuritis dan penyakit meniere adalah penyebab
signifikan. BPPV juga terkait dengan migraine. Banyak BPPV yang timbul
spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit yang berbeda di
kupula semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan kanalis semisirkularis
menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi
kepala yang berubah. Kadang-kadang BPPV terjadi setelah operasi gigi, yang
mana penyebabnya berkemungkinan kombinasi berkepanjangan dari posisi
terlentang, atau trauma telinga bagian dalam ketika operasi.2

2.3.4 Etiologi
BPPV adalah kelainan vestibular yang umum ditemui; 2,4% individu akan
mengalami penyakit ini di suatu waktu, BPPV meliputi 20% diagnosis yang
ditetapkan oleh klinisi yang merupakan spesialis atau ahli dalam penyakit
dizzinessdan vestibular, dan merupakan penyebab sekitar 50% timbulnya
dizziness pada geriatri.5
Penyebab BPPV yang paling umum pada kelompok berusia < 50 tahun
adalah trauma kepala yang akan menimbulkan tenaga untuk melepaskan otoconia
dari membrannya. Pada kelompok berusia > 50 tahun, BPPV umumnya idiopatik,
yang berarti penyebabnya tidak diketahui secara pasti, namun umumnya dikaitkan
dengan proses degeneratif pada membran otolitik. BPPV juga dihubungkan
dengan migrain dan ototoksisitas. Virus yang mempengaruhi telinga (seperti pada
kasus neuritis vestibular) dan penyakit Meniere bersifat signifikan namun jarang
ditemui. Terkadang BPPV timbul pada pasien yang telah menjalani pembedahan
telinga akibat trauma dan efek bed rest lama (posisi supine). BPPV juga dapat
timbul setelah periode inaktivitas yang lama.5

2.3.5 Patofisiologi
Organ vestibular dalam tiap telinga meliputi utrikulus, sakulus, dan kanalis
semisirkularis. Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mendeteksi pergerakan
rotasi, dan berisi cairan endolimfe di dalamnya. Ketika kepala berotasi, cairan
endolimfe bergerak ke belakang karena pengaruh inertia dan menimbulkan

18
tekanan terhadap cupula, reseptor sensorik pada dasar kanal, reseptor tersebut
kemudian akan mengirim impuls ke otak mengenai pergerakan kepala tersebut.5
BPPV timbul akibat adanya otoconia, yaitu kristal kalsium karbonat yang
normalnya merupakan bagian dari anatomi telinga dalam, terlepas dari membran
otolitik dalam utrikulus dan tertumpuk pada salah satu kanalis semisirkularis.9
Ketika kepala tidak bergerak, gravitasi menyebabkan otoconia menggumpal
dan menetap. Ketika kepala bergerak, otoconia akan bergeser. Hal ini akan
menstimulasi cupula untuk mengirim signal yang salah (false signal) ke otak,
menimbulkan vertigo dan merangsang nistagmus.5

2.3.6 Klasifikasi
Subtipe dari BPPV dibedakan berdasarkan keterlibatan spesifik kanalis
semisirkularis dan apakah otoconia yang terlepas bebas berpindah di dalam canal
(canalithiasis) atau menempel pada cupula (cupulothiasis) (Gambar 10).5

Gambar 11. Canalithiasis dan Cupulothiasis

BPPV secara tipikal ditemukan unilateral, yang artinya kelainan terjadi di


telinga kanan saja atau telinga kiri, walaupun pada beberapa kasus kelainan
ditemukan bilateral. Tipe yang paling umum dan ditemukan pada 81-90 % kasus
adalah canalithiasis kanalis semisirkularis posterior.5
a. BPPV Kanalis Posterior
BPPV yang paling sering terjadi adalah tipe kanal posterior. Penyebab

19
paling sering terjadinya BPPV kanal posterior adalah kanalitiasis. Hal ini
dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal
posterior disebabkan karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada
pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun
berbaring.3
Mekanisme di mana kanalitiasis menyebabkan nistagmus dalam kanalis
semisirkularis posterior digambarkan oleh Epley. Partikel harus berakumulasi
menjadi "massa kritis" di bagian bawah dari kanalis semisirkularis posterior.
Kanalit tersebut bergerak ke bagian yang paling rendah pada saat orientasi
dari kanalis semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi. Tarikan yang
dihasilkan harus dapat melampaui resistensi dari endolimfe pada kanalis
semisirkularis dan elastisitas dari barier kupula, agar bisa menyebabkan
defleksi pada kupula. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya hal ini
ditambah inersia asli dari partikel tersebut menjelaskan periode laten yang
terlihat selama manuver Dix-Hallpike.3
BPPV kanalis posterior dapat didiagnosis ketika nistagmus posisional
paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver Dix-
Hallpike menghasilkan torsional upbeating nystagmus yang terkait dalam
durasi dengan vertigo subjektif yang dialami pasien, dan hanya terjadi setelah
memposisikan Dix-Hallpike pada sisi yang terkena. Diagnosis presumtif
dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi nistagmus posisional paroksismal
menegaskan diagnosisnya.3
Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV
kanal posterior secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang
penting. Pertama, ada periode latensi antara selesainya manuver dan onset
vertigo rotasi subjektif dan nistagmus objektif. Periode latensi untuk onset
nistagmus dengan manuver ini tidak spesifik pada literatur, tapi berkisar
antara 5 sampai 20 detik, walaupun dapat juga berlangsung selama 1 menit
pada kasus yang jarang. Yang kedua, vertigo subjektif yang diprovokasi dan
nistagmus meningkat, dan kemudian mereda dalam periode 60 detik sejak
onset nistagmus.3

20
b. BPPV Kanalis Lateral (Horizonal)
BPPV tipe kanal lateral sembuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan
BPPV tipe kanal posterior. Hal ini dikarenakan kanal posterior tergantung di
bagian inferior dan barier kupulanya terdapat pada ujung yang lebih pendek
dan lebih rendah. Debris yang masuk dalam kanal posterior akan
terperangkap di dalamnya. Sedangkan kanal lateral memiliki barier kupula
yang terletak di ujung atas. Karena itu, debris bebas yang terapung di kanal
lateral akan cenderung untuk mengapung kembali ke utrikulus sebagai akibat
dari pergerakan kepala. 3
Dalam kanalitiasis pada kanal lateral, partikel paling sering terdapat di
lengan panjang dari kanal yang relatif jauh dari ampula. Jika pasien
melakukan pergerakan kepala menuju ke sisi telinga yang terkena, partikel
akan membuat aliran endolimfe ampulopetal, yang bersifat stimulasi pada
kanal lateral. Nistagmus geotropik (fase cepat menuju tanah) akan terlihat.
Jika pasien berpaling dari sisi yang terkena, partikel akan menciptakan arus
hambatan ampulofugal. Meskipun nistagmus akan berada pada arah yang
berlawanan, itu akan tetap menjadi nistagmus geotropik, karena pasien
sekarang menghadap ke arah berlawanan. Stimulasi kanal menciptakan
respon yang lebih besar daripada respon hambatan, sehingga arah dari
gerakan kepala yang menciptakan respon terkuat (respon stimulasi)
merupakan sisi yang terkena pada geotropik nistagmus.3
BPPV kanalis horizontal adalah suatu bentuk varian dari BPPV yang
pertama kali diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik
vertigo posisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah
nistagmus horizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase
cepat ke arah telinga di posisi bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase
cepat ke arah telinga di posisi atas) selama kepala dipalingkan ke salah satu
sisi dalam posisi telentang. Nistagmus geotropik terjadi karena adanya
otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam lumen posterior
kanalis horizontal (kanalolithiasis), sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi
karena otokonia yang terlepas dari utrikulus menempel pada kupula kanalis

21
horizontal (kupulolithiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam
lumen anterior kanalis horizontal (kanalolithiasis apogeotropik).1
Apogeotrofik nistagmus terdapat pada 27% dari pasien yang memiliki BPPV
tipe kanal lateral.3

2.3.7 Diagnosis
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Pasien biasanya melaporkan episode berputar ditimbulkan oleh
gerakan-gerakan tertentu, seperti berbaring atau bangun tidur, berguling di tempat
tidur, melihat ke atas atau meluruskan badan setelah membungkuk. Episode
vertigo berlangsung 10 sampai 30 detik dan tidak disertai dengan gejala tambahan
selain mual pada beberapa pasien.3
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin
merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi
kebanyakan pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien
melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1
atau 2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau
dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis dari
BPPV. 3
Pasien dengan BPPV sering mengeluhkan rasa pusing berputar diikuti oleh
mual, muntah dan keringat dingin sewaktu merubah posisi kepala terhadap
gravitasi, dengan periode vertigo yang episodik dan berlangsung selama satu
menit atau kurang. Pasien akan memodifikasi atau membatasi gerakan untuk
menghindari episode vertigo.1
Gejala penyerta lain yaitu mual, muntah, dan berkeringat dingin. Aktivitas
yang dapat memperparah gejala berbeda pada tiap pasien, antara lain merubah
posisi kepala terhadap gravitasi. Jika terdapat keterlibatan kanalis semisirkularis
posterior pada kasus BPPV klasik, masalah pergerakan kepala yang umum
termasuk memandang ke atas, berguling dan berdiri dari tempat tidur.5
Dalam anamnesis, harus ditanyakan faktor-faktor yang merupakan etiologi
atau yang dapat mempengaruhi keberhasilan terapi, seperti riwayat stroke,

22
diabetes, hipertensi, trauma kepala, migrain dan riwayat gangguan keseimbangan
sebelumnya atau riwayat gangguan saraf pusat.1
Anamnesis BPPV dikonfirmasi dengan melakukan manuver provokasi
untuk memastikan adanya keterlibatan kanalis semisirkularis. Sebelum melakukan
manuver provokasi, haruslah diinformasikan kepada pasien bahwa tindakan yang
dilakukan bertujuan untuk memprovokasi serangan vertigo.3

2.3.8 Tatalaksana
BPPV yang disebabkan oleh debris kalsium yang terdapat pada kanalis
semisirkularis (canalithiasis), umumnya kanalis posterior, tidak dianjurkan untuk
mendapat pengobatan medikamentosa.9
Vertigo akan berkurang dengan manuver rotasi kepala yang akan
memindahkan deposit kalsium tersebut kembali ke vestibula. Manuver yang
digunakan antara lain canalith repositioning procedure atau manuver Epley dan
manuver Epley yang dimodifikasi.9
Pasien mungkin diminta untuk tetap berada dalam posisi berdiri selama 24
jam setelah melakukan canalith repositioning untuk mencegah deposit kalsium
tersebut kembali ke kanalis semisirkularis, walaupun hal ini secara universal tidak
direkomendasikan. Kontraindikasi terhadap prosedur canalith repositioning antara
lain stenosis carotid berat, penyakit jantung tidak stabil, dan penyakit leher berat,
seperti spondilosis cervical dengan myelopathy atau rheumatoid arthritis lanjut.9
Telah banyak penelitian yang membuktikan pemberian terapi dengan
manuver reposisi partikel atau Particle Repositioning Maneuver (PRM) secara
efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada
bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan
manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi
karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah
melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal
10 menit untuk menghindari risiko jatuh.9

23
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat
dilakukan tergantung dari varian BPPV-nya.9
1. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar
45⁰, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2
menit. Lalu kepala ditolehkan 90⁰ ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi
berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu
pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk
secara perlahan.3

Gambar 12. Manuver Epley

2. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 45⁰ ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke
posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan
vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi
yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.3

24
Gambar 13. Manuver Semont

3. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 360⁰, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 90⁰ ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh
ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh
mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90⁰ dan
tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi.
Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat
dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.3

Gambar 14. Manuver Lempert

4. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga
yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.3
5. Brandt-Daroff exercise

25
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat
membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi
kebiasaan.3

2.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada BPPV adalah kekakuan pada leher, spasme otot
akibat kepala diletakkan pada posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi.
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu canal switch, selama melakukan manuver
untuk mengembalikan posisi kanal vertikal, partikel-partikel yang berpindah
tempat dapat bermigrasi hingga sampai ke kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari
kasus. Pada kasus ini, nistgamus yang bertorsional menjadi horizontal dan
geotropik. Komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu canalith jam, selama
melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan merasakan beberapa gejala,
seperti vertigo yang menetap, mual, muntah dan nistagmus.2,7

2.3.10 Prognosis
Prosedur reposisi canalith memberikan pengobatan yang cepat dan tahan lama
pada kebanyakan pasien BPPV. Namun, dalam subkelompok kecil pasien,
kegagalan mungkin disebabkan berbagai faktor prognostik. Pasien perlu untuk
diedukasi tentang BPPV. Satu dari tiga pasien sembuh dalam jangka waktu 3
minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah 6 bulan dari serangan. Pasien harus
diberitahu bahwa BPPV dapat dengan mudah ditangani, tetapi harus diingatkan
bahwa kekambuhan sering terjadi bahkan jika terapi manuvernya berhasil, jadi
terapi lainnya mungkin dibutuhkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa 15%
terjadi kekambuhan pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan terjadi pada
40 bulan setelah terapi. Kekambuhan dari BPPV adalah masalah yang umum
terjadi. Meniere’s disease, CNS disease, migraine headaches,dan post-traumatic
BPPV merupakan faktor resiko yang lebih memungkinkan untuk terjadinya
kekambuhan. Efektivitas reposisi dan manuver liberatory bervariasi dari 70-100%.

26
Keberhasilan pengobatan didasarkan pada kanalis semisirkularis yang terkena.2,7

BAB III
SKENARIO DAN ANALISA KASUS

3.1 Ilustrasi Kasus


Laki-laki usia 55 tahun dating ke poliklinik neurologi dengan keluhan pusing
berputar sejak 2 bulan yang lalu. Lebih kurang sejak 2 bulan yang lalu, penderita
mengatakan sering mengeluh pusing berputar yang hilang timbul, keluhan
tersebut biasanya muncul saat penderita menoleh atau berubah posisi. Saat
serangan datang, durasinya kurang dari lima menit. Mual muntah tidak ada,
gangguan pendengaran tidak ada, tinnitus tidak ada. Keluhan dirasakan hampir
setiap hari dengan frekuensi 3-5 kali perhari. Penderita masih bisa beraktivitas
seperti biasa.
1. Pemeriksaan fisik didapatkan: Sens: compos mentis, TD 140/90 mmHg,
HR: 88x/m, regular. RR 20x/m. T afebris.
2. Status neurologi:
- Romberg test positif. Lain-lain: t.a.k
- Dix hallpike maneuver: nystagmus rotatoar (+), latensi 20 detik,

27
fatigue (+)
3. Riwayat trauma (-), Riwayat hipertensi ada, rutin minum amlodipine 5
mg. Riwayat infeksi telinga (-).

3.2 Analisa Kasus


Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan;
Diagnosis Klinis : Pusing berputar
Diagnosis Topik : Organovestibuler (canalis semisirkularis)
Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Diagnosis Kerja : Vertigo vestibular perifer ec BPPV
Dari keluhan utama maka kita dapat menyimpulkan bahwa penderita
mengalami vertigo. Vertigo ialah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh
seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya (dapat
sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar), pada kasus ini penderita
merasa bahwa badannya berputar.
Vertigo pada pasien terjadi secara tiba-tiba dan dipengaruhi posisi kepala.
Hal ini merujuk pada kondisi yang disebut Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). Benign (jinak) berarti tidak mengancam nyawa dan tidak bersifat
progresif, bersifat paroxysmal dan positional, yaitu terjadi secara tiba-tiba dan
dipengaruhi perubahan posisi kepala. Pada BPPV umumnya ditemui episode
berputar ditimbulkan oleh gerakan-gerakan tertentu, seperti berbaring atau bangun
tidur, berguling di tempat tidur, melihat ke atas atau meluruskan badan setelah
membungkuk.
Riwayar hipertensi ada, pasien rutin minum amlodipin 5 mg. Riwayat
riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat infeksi telinga sebelumnya tidak ada. Hal
ini merujuk pada etiologi BPPV penderita. Maka dari itu, penyebab BPPV pada
penderita disimpulkan adalah idiopatik. Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah
idiopatik, selain idiopatik, penyebab terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti
dengan neuritis vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi dan operasi telinga,
dapat juga sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau
bed rest total lama.

28
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, pada pemeriksaan
fisik umum didapatkan tekanan darah tinggi yaitu 140/90 mmHg, pemeriksaan
spesifik tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan neurologi tidak didapat kelainan.
Pada pemeriksaan gait dan keseimbangan didapatkan romberg (+) berarti pasien
mengalami gangguan keseimbangan. Pemeriksaan Dix-Hallpike manuver
didapatkan nistagmus rotatoar (+), latensi 20 detik, fatigue (+). Hal ini membantu
menegakkan diagnosis BPPV.
Pemeriksaan neurologis pada vertigo harus meliputi manuver Dix-Hallpike.
Pemeriksaan ini dapat membedakan vertigo sentral dan perifer. Pada vertigo
perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang
dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes
diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sedang pada vertigo sentral, tidak ada
periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-
ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue). Pada pasien nistagmus horizontal
muncul setelah 3 detik, durasi < 1 menit, sehingga dapat disimpulkan bahwa
vertigo pada pasien adalah vertigo perifer.
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup
serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan
BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-
farmakologi dan farmakologi.
Terapi non–farmakoogi yaitu canalith repositioning procedure atau
manuver Epley dan manuver Epley yang dimodifikasi. Pada pasien dilakukan
manuver Epley dan edukasi untuk melakukan manuver Brandt-Darroff secara
rutin di rumah. Medikamentosa dapat memberi manfaat jika digunakan untuk
mengobati vertigo akut yang berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari.
Gejala vestibular akut yang disebabkan oleh gangguan perifer diterapi dengan
antiemetik dan obat penekan vestibular, Antihistamin anti-vertigo pada obat
antihistamin (seperti obat betahistin) tidak berkaitan dengan potensinya sebagai
antagonis histamine, tetapi bersifat khas dan bukan hanya merupakan kemampuan
menekan pusat muntah di batang otak. Senyawa betahistin (suatu analog histamin)
dapat meningkatkan sirkulasi di telinga dalam sehingga dapat diberikan untuk

29
mengatasi gejala vertigo.

30
BAB IV
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan gangguan


vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus
paroksimal. Untuk mendiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari
10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Pemeriksaan fisik standar untuk
BPPV antara lain tes DixHallpike, tes kalori, dan tes Supine Roll.
Penatalaksanaan BPPV meliputi nonfarmakologis, farmakologis, dan operasi.
Penatalaksanaan BPPV yang sering digunakan adalah non-farmakologis yaitu
terapi manuver reposisi partikel (PRM) dapat secara efektif menghilangkan
vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh
pada pasien. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar


N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepa la & Leher. Edisi Keenam. Jakar
ta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9.
2. Bittar, Roseli. Mezzalira, Raquel. Furtado, Paula Lobo, dkk. Benign Paroxys
mal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment. International Tinnitus Jour
nal. 2011;135-145.
3. Edward Y, Roza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Jurnal Kesehatan A
ndalas, 3(1); 2014.
4. Grill E, Muller M, Brandt M. Vertigo and dizziness: challenges for
epidemiological research. OA Epidemiology. 2013;1(2):12.
5. Hain TC.Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Vestibular Disorder
Association, [Internet], downloaded from http://vestibular.org/sites/default/fil
es/page_files/BPPV_1.pdf; 2009.
6. Hain, C. T. 2013, ‘Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)’,
Vestibular Disorders Association, [Online], accessed, available at:
https://vestibular.org/sites/default/files/page_files/BPPV_1.pdf
7. Purnamasari, Prida. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Position
al Vertigo (BPPV). Bagian Ilmu Penyakit Saraf Udayana. Denpasar. 2010;1-2
4.
8. Sumarilyah, E. Penelitian pengaruh senam vertigo terhadap keseimbangan
tubuh pada pasien vertigo di RS Siti Khodijah Sepanjang. RS Siti Khodijah
Sepanjang: JawaTimur; 2010.
9. Wahyudi, KT. Vertigo. Cermin Dunia Kedokteran, 39(10): 738–741; 2012.
10. Wreksoatmojo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran, N
o.144; 2004.
11. Wurtiningsih. B, (2012). Dukungan Keluarga pada Pasien Stroke di Ruang
Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang.
http://medicahospitalia.rskariadi.co.id/index.php/mh/article/view/42/34

32

Anda mungkin juga menyukai