Anda di halaman 1dari 3

ORIENTASI PERKULIAHAN PENDD.

MULTIKULTURAL

Pengampu MKU Pendd. Multikultural UNP:


Emizal Amri
Fatmariza
Susi Fitria Dewi
Junaidi Indrawadi
Reno Fernandes
Muhammad Hidayat

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL: KULIAH PENGANTAR 1

Oleh : Emizal Amri2 & Reno Fernades3

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan sebuah negara dengan penduduk yang sangat heterogen (majemuk),
baik dilihat dari segi ras/ etnik, budaya, kepercayaan/ agama maupun daerah. Jika hal itu bisa
dikelola dengan baik, maka keberagaman itu akan menjadi kekayaan khasanah bangsa. Sebaliknya
jika kemajemukan itu tidak berhasil dikelola dengan baik, maka ia bisa bermuara pada terjadinya
disintegrasi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan lebih jauh dari itu, ia bisa menimbulkan
disintegrasi bangsa.
Dihadapkan pada realitas semacam itu, maka pendiri bangsa ini sudah berupaya meletakkan
landasan yang tepat untuk membangun dan mengembangkan kesatuan dan persatuan bangsa.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara, serta penerimaan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
adalah dua simbol yang sangat strategis dan visioner dari the founding father of Republick ini.
Hanya saja kalau dicermati secara mendalam, komitmen politik itu belum sepenuhnya dijadikan
landasan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apalagi pada tataran grassroot. Buktinya
dalam perjalanan sejarah bangsa ini, terjadi berbagai peristiwa yang mengancam integrasi bangsa
ini, seperti pemberontakan PKI di Madiun, G30S/PKI, konflik Ambon, peristiwa berdarah di
Sampit, dan puluhan konflik yang berlatar rasa/ etnik, budaya dan agama lainnya.
Dihadapkan pada kenyataan demikian, maka digagaslah berbagai strategi dan kebijakan
untuk meredam konflik yang bisa mengancam integrasi masyarakat/ bangsa ini. Salah satu yang
dinilai strategis untuk menumbuhkembangkan solidaritas di kalangan masyarakat heterogen itu
adalah dunia pendidikan. Sejalan dengan itu diterapkanlah apa yang dikenal dengan kebijakan
politik pendidikan multikultural. Semula ideologi multikultural itu dititipkan ke dalam mata
pelajaranatau mata kuliah tertentu. Namun sejak beberapa tahun terakhir ini, Pendidikan
Multikultural hadir sebagai mata kuliah di berbagai jurusan/ fakultas pada perguruan tinggi di
Indonesia. Di UNP mesalnya, Pendidikan Multikultural itu merupakan mata kuliah wajib pada

1
Hand-out (H0) Pertemuan Minggu I (pertama) Perkuliahan Pendidikan Multikultural (MKU Elektif)
Universitas Negeri Padang, Semester Juli – Desember 2020.
2
Emizal Amri, salah seorang tim pengampu mata kuliah Pendidikan Multikultural Universitas Negeri
Padang; dosen tetap pada Jurusan Sosiologi FIS UNP Padang.
3
Reno Fernandes, pengampu mata kuliah Pendidikan Multikultural Universitas Negeri Padang; dosen
tetap pada Jurusan Sosiologi FIS UNP Padang.
Jurusan ISP (PPKn) dan Jurusan Pendidikan Sosiologi FIS UNP. Kemudian sesuai dengan
tuntutan nasional, sejak tiga tahun terakhir ini Pendidikan Multikultural dijadikan sebagai mata
kuliah MKU (pilihan) di Universitas Negeri Padang.

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Pendidikan Multikultural itu dikembangkan dari sebuah ideologi yang semula berkembang
di Amerika Serikat pada awal tahun 1960-an, yakni multiculturalism. Menurut Gunawan &
Rante inti dari multikulturalisme itu adalah: “(1) pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan
kompleksitas kehidupan dalam masyarakat; (2) perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas
dan budaya, baik yang mayoritas maupun minoritas; (3) kesederajatan kedudukan dalam keaneka-
ragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok serta budaya; (4) penghargaan
yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan; (5)
kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.” Berkaitan
dengan lima ciri pokok itu, ada ahli yang menambahkan pentingnya supremasi hukum guna
mengatur suatu kelompok untuk berekspresi agar bisa diterima oleh kelompok lain. Artinya, tidak
semua ekspresi berbeda dari suatu kelompok harus diterima oleh kelompok lain.
Bertolak dari pokok pikiran di atas, muncul pertanyaan: apakah pendidikan multikultural
itu? Dari berbagai batasan yang dirumuskan para ahli tentang pendidikan multikultural, di sini
akan dirujuk tiga pendapat sebagai landasar berpika dalam mata kuliah ini. Menurut James Banks,
pendidikan multikultural merupakan sebuah gagasan yang menekankan kesetaraan semua peserta
didik tanpa memandang dari kelompok mana mereka berasal, baik dilihat dari segi gender, suku
bangsa, ras, budaya, kelas sosial maupun agama. Tanpa ada pengecualian, semua mreka harus
mengalami kesetaraan dalam pendidikan di sekolah. Di sisi lain Azyumardi Azra mendefinisikan
pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam
merespon perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan demi secara
keseluruhan. Sementara Prudence Crandall mengemukakan, pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik, baik dari
aspek keragaman suku (etnis), ras, agama (aliran kepercayaam) dan budaya (kultur). Kemudian
mereka itu diperlakukan secara adil dan setara dalam prosespendidikan.
Berdasarkan beberapa batasan di atas dan batasan yang dipublikasikan dalam berbagai
literatur, dapat diambil konklusi: “pendidikan multikultural pada hakikatnya adalah profil sekolah
yang mampu merespon secara adil keberagaman populasi sekolah (baik etnik, budaya, agama,
daerah maupun sosio-ekonomi) dengan menjunjung tinggi kesetaraan dan persamaan hak setiap
warga sekolah.” Konklusi ini sekaligus mengisyaratkan, bahwa pendidikan multikultural
menekankan penerapan filosofi pluralisme budaya ke dalam sistem pendidikan yang didasarkan
pada prinsip-prinsip persamaan (equality), saling menghormati, saling menerima dan memahami
satu dengan lain, dan adanya komitmen moral untuk menegakkan keadilan sosial.
Mengapa profil pendidikan multikultural itu dinilai urgen untuk diterapkan di lingkungan
dunia pendidikan di Indonesia? Jawabnya adalah bahwa dunia pendidikan di Indonesia belum
steril dari unsur diskriminasi. Baik disadari ataupun tidak, pembedaan perlakuan terhadap warga
sekolah sering terjadi, baik hal itu dilakukan secara kelembagaan maupun secara kelompok ataupun
secara personal. Secara kelembagaan misalnya, masih banyak sekolah atau yayasan pendidikan
tertentu hanya bisa menerima siswa dengan latar belakang budaya dan keyakinan keagamaan
tertentu, sementara kelompok lain tidak memiliki kesempatan untuk memasuki lembaga pendidikan
dimaksud. Hal yang sama juga berlaku dalam rekruitmen tenaga pendidi/ guru. Guru dengan latar
belakang etnik, budaya, dan agama tertentu tidak bisa diterima di sekolah atau yayasan pendidikan
tersebut. Kalaupun terpaksa diterima, maka guru yang bersangkutan mendapat perlakuan berbeda
dalam banyak hal, seperti peluang untuk dipromosikan, naik pangkat, kesempatan untuk
mendapatkan pelatihan, dan sebagainya.
Dalam proses pembelajaran, masih sangat banyak ditemukan pembedaan perlakuan terhadap
peserta didik hanya karena perbedaan latar belakang etnik/ budaya, agama, daerah, dan kelas sosio-
ekonomi. Di samping tidak mendapatkan perlakuan yang sama/ setara, tidak sedikit peserta didik
yang tidak mendapatkan hak yang sama dalam proses pembelajaran maupun dalam memperoleh
penilaian hasil belajar. Penilaian tidak diberikan berdasarkan potensi (kapasitas) peserta didik,
melainkan karena kedekatan sosial, kesamaan latar belakang budaya, agama, dan daerah asal. Jika
hal demikian tidak bisa diminimalisir, maka fenomena itu akan tetap tumbuh dan berkembang di
dunia pendidikan. Pada gilirannya hal tersebut akan menjauhkan sekolah (lembaga pendidikan)
dari misisnya sebagai institusi untuk pengembangan sumberdaya manusia di atas prinsip keadilan
dan humanisme.
Mengapa pembedaan perlakuan seperti diilustrasikan di atas masih relatif bamnyak terjadi di
dunia pendidikan di Indonesia?. Salah satu jawabannya adalah: karena pendidikan (sekolah) itu
adalah sebuah institusi sosial dan budaya. Dinamikanya akan dipengaruhi oleh profil sosio-kultur
masyarakatnya. Jika sekolah itu berada di lingkungan masyarakat plural dengan ikatan-ikatan
primordial dan tradisional, maka pembedaan-pembedaan itu akan tetap tumbuh dan berkembang.
Sebaliknya, jika sekolah itu tumbuh di lingkungan masyarakat multikultural dan menjunjung tinggi
nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, maka kesetaraan di lingkungan warga sekolah akan bisa
dipupuk dan ditumbuhkembangkan.
Interelasi antara profil masyarakat dan sekolah, tantangan, dan strategi pengimplementasian
pendidikan kultural itulah yang akan dikupas/ diperbincangan dalam maka kuliah ini selama satu
semeter.

MEKANISME PERKULIAHAN
Berkaitan dengan mekanisme dan prosedur perkuliahan intinya relatif sama dengan kontrak
perkuliahan yang berlaku di UNP pada semester yang lalu. Perbedaannya hanya terletak pada
model pembelajarannya: jika sebelumnya berlangsung melalui kuliah tatap muka, kini
dilaksanakan secara daring (‘tatap maya’). Kesemuanya itu bisa tercermin dalam RPS yang sudah
diinputkan ke sistem. Selamat belajar, semoga kesuksesan menyertai Anda semua, aamien !!!

***

File : 3mz@30082020

Anda mungkin juga menyukai