Anda di halaman 1dari 8

Hakikat Pengembangan Kurikulum

Moh Alfan Nugroho


PGMI A 2018 – UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

1. Definisi Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa latin currere, yang berarti lapangan perlombaan
lari. Kurikulum juga bias berasal dari kata curriculum yang berarti a running course, dan
dalam bahasa prancis dikenal dengan carter berarti to run (berlari). Dalam
perkembangannya (BMPM, 2005:1).
Menurut J. Galen Sailor dan Willian M Alexander (1974:74), curriculum is defined
reflect volume judgment regarding the nature of education. The definition used also
influences haw curriculum will be planned and untilized.
Kurikulum merupakan nilai-nilai keadilan dalam inti pendidikan. Istilah tersebut
mempengaruhi terhadap kurikulum yang akan direncanakan dan dimanfaatkan.
Menurut Galen, the curriculum is that af subjects and subjek matter therein to be
thought by teachers and learned by students.
Definisi kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli, cenderung beraneka ragam,
namun dari berbagai pengertian tersebut, semuanya mengandung kebenaran. Definisi mana
yang cocok untuk kita pakai itu tergantung pada kondisi dan situasi. Bisa memilih salah
satu atau menggabungkannya semua dan menyimpulkan untuk menghasilkan definisi baru
(Kusumaningrum:2001), adalah:
John Dewei (1902), “kurikulum merupakan suatu rekontruksi berkelanjutan yang
memaparkan pengalaman belajar anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang
tertata dengan baik”.
Franklit Bobbit (1918), “kurikulum adalah suatu rangkaian pengalaman yang
memiliki kemanfaatan maksimum bagi peserta didik dalam mengembangkan
kemampuannya agar dapat menyesuaikan dan menghadapi berbagai situasi kehidupan”.
Hollins Caswell (1935), “kurikulum adalah susunan pengalaman yang digunakan
guru sebagai proses dan prosedur untuk membimbing anak didik menuju pada
kedewasaan”.
Ralph Tyler (1957), “kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar yang dirancang
dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan”.
UU No. 20 Tahun 2003, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum merupakan subjek dan bahan pelajaran dimana diajarkan oleh guru dan
dipelajari oleh siswa.
Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi
sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal
sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah. Dari rumusan pengertian
kurikulum tersebut terkandung dua hal pokok, yaitu (1) adanya mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh siswa dan (2) tujuan utamanya, yaitu untuk memperoleh ijazah. Implikasi
pengertian tersebut terhadap praktik pengajaran adalah bahwa untuk memperoleh ijazah
atau sertifikat setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan
menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa
ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya
disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau
dari tiga dimens, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai rencana. Kurikulum
sebagai ilmu dikaji konsep, asumsi, teori-teori dan prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum.
Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungan dengan
sitem-sistem lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagi jalur,
jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai
rencana diungkap beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifat
menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur,
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Demikian pula dengan rancangan atau desian,
terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, kebutuhan siswa.
Pengertian kurikulum tersebut dianggap pengertian yang sempit atau sederhana.
Jika mempelajari buku-buku literatur lainnya tentang kurikulum yang berkembang saat ini,
terutama yang berkembang di negara-negara maju maka akan menemukan banyak
pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum tidak terbatas hanya pada sejumlah
mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences)
yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkakn Harold B.
Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada
siswa dibawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the
students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan didalam kelas saja, tetapi
mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa diluar kelas. Pendapat yang
senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan
Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk
mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah,
maupun di luar sekolah (the curriculum is the sum total of school’s efforts to influence
learning, whether in the classroom, on the playground, our out of school).
Dengan beragam pendapat mengenai pengertian kurikulum tersebut maka secara
teoritis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat.
Menurut Hamid Hasan (1988), sebenarnya kurikulum bukanlah merupakan sesuatu yang
tunggal. Istilah kurikulum menunjukkan berbagai dimensi pengertian.Ia menunjukkan
bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, dimana
satu dimensi kurikulum tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kurikulum sebagai sebuah ide.
2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan
perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide.
3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah
kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara
teoritis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis,
4) Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum
sebagai suatu kegiatan.
Secara terminologi, kurikulum berarti program suatu pendidikan yang berisikan
berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan
dirancangkan secara sistematika atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan
pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan.
(Dakir, 2004:3). Menurut Dakir kurikulum itu memuat semua program yang dijalankan
untuk menunjang proses pembelajaran. Program yang dituangkan tidak terpancang dari
segi administrasi saja tetapi menyangkut keseluruhan yang digunakan untuk proses
pembelajaran.
Menurut Suryobroto dalam bukunta “Manajemen Pendidikan di Sekolah”
(2002:13), menerangkan, bahwa kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang
diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baikdilakukan di dalam sekolah
maupun diluar sekolah (Suryobroto, 2004:32). Nampaknya Suryobroto memandang semua
sarana prasarana dalam Pendidikan yang berguna untuk anak didik merupakan kurikulum.
Menurut pendapat Ali Al-Khouly kurikulum diartikan sebagai perangkat
perencanaaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan Pendidikan yang diinginkan (Ali Al-Khouly, tth:103).
Menurut Ross L. Neagley dan N. Dean Evans memandang kurikulum sebagai “all
of the planned experiences provided by the school to assist in attaining the designated
learning outcontes to the best their abilities”. Definisi ini tidak hanya menunjukkan adanya
perubahan penekanan dan isi pelajaran kepada pengalaman, tetapi juga menunjukkan
adanya upaya sekolah dalam membimbing peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar
sesuai dengan kemampuan maksimal peserta didik. Pandangan ini juga memahami adanya
perbedaan individu (individual differences) antar peserta didik, sehingga pencapaian hasil
belajar diukur sesuai dengan kemampuan maksimal masing-masing peserta didik.
Keberadaan utama terhadap konsep kurikulum antara lain yang pertama, tidak
terlihat hubungan kausal dan fungsional antara mata pelajaran dan materinya dengan
pembelajaran siswa yang merupakan sasaran utama kurikulum. Kedua, timbul apa yang
biasa disebut verbal learning, yaitu pembelajaran untuk kepentingan administrasi sekolah
seperti rapor, indeks prestasi (IP) dan untuk naik kelas (Dewey, 1916). Akibatnya,
pengajaran itu merupakan informasi saja bagi siswa, yaitu pengetahuan jadi (ready-made
knowledge) atau pengetahuan orang lain yang dihafal dan diingat siswa (Zais, 1976).
Implikasi logis dari konsep kurikulum tradisional itu adalah keberhasilan pengajaran
didasarkan pada banyaknya akumulasi deposito pengetahuan yang berhasil “ditransfer”
guru atau yang telah dikumpulkan siswa yang nanti harus dapat direproduksi sewaktu ujian.
Padahal, keberhasilan pendidikan yang didasarkan pada akumulasi pengetahuan tidak
dapat digunakan sebagai indicator pembelajaran karena “merely being able to repeat
quantities of information on demand is not evidence of… understanding in any level of
education”. Disamping itu akumulasi pengetahuan saja sedikit sekali berkontribusi pada
perkembangan kepribadian, tingkah laku dan sikap siswa (Zais, 1976).
Selain itu bila dilihat dalam proses belajar, kurikulum merupakan serangkaian mata
ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara
tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standarisasi Nasional SIN 19-7057-
2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter
Perusahaan). Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis
besar pengertian kurikulum yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan.
Sesuai dengan perkembangan pendidikan, kurikulum yang awalnya dipandang
sebagai kumpulan dari mata pelajaran kemudian berubah makna menjadi kumpulan semua
kegiatan atau semua pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan dan berada dalam tanggung jawab sekolah, lebih khususnya
hasil belajar yang diharapkan (Nurmadiah, 2018: 44).

2. Peran Kurikulum
Kurikulum dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Kurikulum merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum
sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis mempunyai
perasaan yang sangat penting bagi pendidikan.
Oemar Hamalik (1990: 8) berpendapat bahwa ada tiga peranan kurikulum yang
dinilai sangat penting dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Ketiga
peranan tersebut adalah 1) peranan konservatif, 2) peranan kritis atau evaluatif dan 3)
peranan kreatif. Ketiga peranan itu sama pentingnya dan di antara ketiganya perlu
dilaksanakan secara berkeseimbangan.
Selanjutnya Oemar Hamalik (1990: 8-9) menjelaskan lebih lanjut mengenai ketiga
peranan kurikulum tersebut, yaitu sebagai berikut:
1) Peranan konservatif
Dalam peranan ini, kurikulum bertanggung jawab mentransmisikan dan
mentransfer warisan sosial kepada generasi muda. Sekolah sebagai suatu lembaga
sosial berkewajiban membina tingkah laku para siswa sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang ada di dalam masyarakat. Dalam kerangka ini peranan kurikulum amat
penting dalam membantu proses sosial tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat
Romine yang dikutip oleh Oemar Hamalik (1990: 9), bahwa:
“In a sense the conservative role provides what may be called “social
cement””. It contributes to like mindedness and provides for behavior wich
is consistent with values already accepted. It deals with is sometimes known
as the core of “relative universals”
Dengan adanya peranan konservatif ini, maka sesungguhnya kurikulum itu
berorientasi pada masa lampau. Namun peranan ini sangat mendasar sifatnya
disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan
proses sosial.
2) Peranan kritis dan evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah bukan hanya
mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai, memilih unsur-unsur
kebudayaan yang akan diwariskan.
Dalam hal ini kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial. Nilai
sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan masa sekarang atau masa mendatang
dihilangkan dan dilakukan perbaikan.
3) Peranan kreatif
Dalam peranan ini, kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan dan kontruksi,
dalam arti mencipta dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan
masa sekarang dan masa mendatang dalam masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum
menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir kemampuan serta ketrampilan
yang baru, yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Dan juga membantu setiap
siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berpikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
Ketiga peranan kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang dan harmonis
agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan
yang menyebabkan peranan kurikulum pendidikan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan
ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait
dalam proses pendidikan, diantaranya pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua,
siswa, dan masyarakat.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa kurikulum mempunyai peranan yang sangat
penting dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu dalam mentransfer warisan sosial dan
nilai-nilai budaya kepada generasi muda, mengadakan control dan evaluasi terhadap unsur
sosial budaya yang diwariskan pada siswa serta mengadakan inovasi yang kreatif untuk
menciptakan nilai sosial yang baru sesuai tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat.

3. Fungsi Kurikulum
Kurikulum sebagai komponen penting dalam pendidikan memiliki banyak fungsi.
Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk membantu peserta didik untuk
mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Kurikulum itu segala aspek yang
mempengaruhi peserta didik di sekolah, termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya.
Kurikulum sebagai program belajar bagi siswa, disusun secara sistematis dan logis,
diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar,
kurikulum adalah niat, rencana dan harapan. Alexander Inglish sebagaimana dikutip oleh
Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi (1988: 8-12) mengemukakan fungsi
kurikulum yang meliputi:
1) Fungsi penyesuaian (the adjustive adaptive)
Karena individu hidup dalam lingkungan, sedangkan lingkungan tersebut
senantiasa berubah dan dinamis, maka setiap individu harus mampu menyesuaikan
diri secara dinamis. Dan di balik lingkungan pun harus disesuaikan dengan kondisi
perorangan, disinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan menuju
individu yang well adjusted.
2) Fungsi pengintegrasian (the integrating function)
Kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena
individu itu sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat, maka pribadi ynag
terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau
pengintegrasian masyarakat.
3) Fungsi deferensiasi (the differentianting function)
Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan
perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan mendorong orang
berpikir kritis dan kreatif, dan ini akan mendorong kemajuan social dalam
masyarakat.
4) Fungsi persiapan (the prapaedetic function)
Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih
lanjut untuk jangkauan yang lebih jauh atau terjun ke masyarakat. Mempersiapkan
kemampuan sangat perlu, karena sekolah tidak mugkin memberikan semua apa
yang diperlukan atau semua apa yang menarik minat mereka.
5) Fungsi pemilihan (the selective function)
Antara keperbedaan dan pemilihan mempunyai hubungan yang erat. Pangkuan atas
perbedaan berarti pula diberikan kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa
yang diinginkan dan menarik minatnya. Ini merupakan kebutuhan yang sangat ideal
bagi masyarakat yang demokratis, sehingga kurikulum perlu diprogramkan secara
fleksibel.
6) Fungsi diagnostic (the diagnostic function)
Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan para
siswa agar mereka mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat
mengembangkan semua potensi yang dimiliki. Ini dapat dilakukan bila mereka
menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimiliki melalui eksplorasi dan
prognosa. Fungsi kurikulum dalam mendiagnosa dan membimbing siswa agar
dapat mengembangkan potensi siswa secara optimal.
Fungsi Kurikulum bagi peserta didik sebagai organisasi belajar untuk kesiapan
anak. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah pengalaman baru yang dapat
dikembangkan seirama dengan perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya
kelak.
Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan, bahwa terdapat tujuh pengertian
kurikulum menurut fungsinya, yaitu:
Pertama, kurikulum sebagai program studi yakni: seperangkat mata pelajaran yang
mampu dipelajari oleh peserta didik di sekolah atau instansi pendidikan lainnya.
Kedua, kurikulum sebagai konten yakni: data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan
timbulnya belajar.
Ketiga, kurikulum sebagai kegiatan yang berencana yakni: kegiatan yang
direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan, dan bagaimana hal itu dapat diajarkan
dengan hasil yang baik.
Keempat, kurikulum sebagai hasil belajar yakni: seperangkat tujuan yang utuh
untuh memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil belajar yang diinginkan.
Kelima, kurikulum sebagai reproduksi kultural yakni: transfer dan refleksi butir-
butir kebudayaan masyarakat, agar memiliki dan dipahami anak-anak generasi muda
masyarakat.
Keenam, kurikulum sebagai pengalaman belajar yakni: keseluruhan pengalaman
belajar yang direncanakan di bawah naungan sekolah.
Ketujuh, kurikulum sebagai produksi yakni: seperangkat tugas yang harus
dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
McNail (1990) mengemukakan fungsi kurikulum sebagai pendidikan umum
(general of education), suplementasi (supplementation), eksplorasi (eksploration), dan
keahlian (specialization). Berdasarkan peran dan fungsi kurikulum, baik langsung maupun
tidak langsung, setiap orang atau lembaga lembaga penyelenggara pendidikan terutama
guru harus mampu memungsikan kurikulum dalam proses pembelajaran.
Sedangkan fungsi praksis dari kurikulum adalah meliputi 1) Fungsi bagi sekolah
yang bersangkutan yakni sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang
diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-hari, 2)
Fungsi bagi sekolahan yang diatasnya adalah untuk menjamin adanya pemeliharaan
keseimbangan proses pendidikan, 3) Fungsi bagi masyarakat dan pemakai lulusan dan 4)
Fungsi bagi para penulis buku ajar adalah dijadikan pedoman dalam menyusun bab-bab
dan sub-sub beserta isinya.
Sumber Rujukan

Famahato Lase. 2015. Dasar Pengembangan Kurikulum Menjadi Pengalaman Belajar.


Jurnal PG-PAUD STKIP Pahlawan Tuanku Tambusai. Vol 1 Nomor 2 Tahun
2015.
Drs. Asep Herry Hernawan, M.Pd. dan Dra. Dewi Andriyani, M.Pd.. Hakikat Kurikulum
dan Pembelajaran. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Ekonomi dan
Koperasi. PKOP4303/MODUL 1.
Ansyar Mohammad. 2001. Pengembangan Kurikulum. Jurnal Ilmu Pendidikan. Februari
2001, Jilid 8 Nomor 1. Tahun 2001.
Razali M. Thaib dan Siswanto Irman. 2015. Inovasi Kurikulum Dalam Pengembangan
Pendidikan. Jurnal Edukasi Vol 1 Nomor 2 July 2015.
Asep Herry Hermawan dan Rudi Susilana. Konsep Dasar Kurikulum. Kurikulum
Pembelajaran.
Nuruningsih Sri. 2008. TESIS (Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Sekolah Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia). Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret. (Surakarta: 9 Februari 2008).
Drs. I Made Kartika, M.Si. Pengertian Peranan dan Fungsi Kurikulum. FKIP Universitas
Dwijendra Denpasar.
Dr. H. Naf”an Tarihoran, S.Pd., M.Hum. 2017. Pengembangan Kurikulum. (Banten:
Loquen Press).
Aries Tika Damayani dan Muchamad Nur Arifin. Fungsi dan Pengembangan Kurikulum.
Prosiding Seminar Nasional.
Bahri Syamsul. 2011. Pengembangan Kurikulum Dasar dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah
ISLAM FUTURA. Vol XI No. 1 Agustus 2011.
Drs. Asep Herry Hernawan, M.Pd. dan Dra. Dewi Andriyani, M.Pd. Hakikat Kurikulum
dan Pembelajaran. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Bahasa Inggris.
PBIS4303/MODUL 1.
Yudi Candra Hermawan, Wikanti Iffah Julianti, Hendro Widodo. 2020. Konsep Kurikulum
dan Kurikulum Pendidikan Islam. Jurnal MUDARRISUNA Vol 10 No. 1 Januari-
Maret 2020
Ummyssalam A.T.A Duludu. 2017. Kurikulum Bahan dan Media Pembelajaran PLS.
(Yogyakarta: DEEPUBLISH).
Zuhri, S.Sos.I., M.Pd.I. 2016. Convergentive Design (Kurikulum Pendidikan Pesantren
Konsepsi dan Aplikasinya). (Yogyakarta: DEEPUBLISH).
Abdul Haris Nasution, S.Pd., M.Pd. dan Dra. Flores Tanjung, M.A.. 2000. Kurikulum dan
Pembelajaran Sejarah. (Yayasan Kita Menulis).

Anda mungkin juga menyukai