Anda di halaman 1dari 5

Nama : Maria Insoraki Sroyer

Kelas : 2B- PBI


NIM : 2222180119
Mata Kuliah : Sejarah Sastra

Sebuah Esai Perbudakan Seks Pada Masa Kedudukan Jepang


“Perawan Remaja dalam Cengkeraman Jepang” karya Pramoedya Ananta Toer

            Pramoedya Ananta Toer Lahir di Blora pada 6 Februari 1925. Menulis sejak di
bangku sekolah dasar, hingga kini Pramoedya telah menghasilkan tidak kurang dari 35 buku,
fiksi maupun nonfiksi. Selain sebagai pengarang, bermacam profesi telah dijalani Pramoedya,
Seperti juru keitik Kantor Berita Domei (1942-1944), wartawan majalah Sadar (1947) dan
lembar “Lentera” suratkabar Bintang Timur (1962-1965), dan dosen di Fakultas Sastra
Universitas Res Publica(1963-1965) serta di Akademi Jurnalitik Dr. Rivai (1964-1965).
Perempuan Remaja Dalam Cengkreman Militer  adalah karya kelima Pramoedya yang
diterbitkan di KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Pada tahun 2001 cetakan pertama,
tahun 2002 cetakan kedua, tahun 2003 cetakan ketiga dan pada tahun 2004 cetakan
keempat. (Toer 2001, 218)
Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer merupakan novel yang sangat
menarik, karena kali ini Pramoedya Ananta Toer bukan meceritakan tentang sejarah seperti
Tetralogi Pulau Buru, Arus Balik atau karya yang lainnya. Karena buku ini merupakan
catatan pribadi Pramoedya Ananta Toer yang bersumber dari rekan-rekannya di Pulau Buru.
Tentu saja novel ini bukan cerita atau dongeng saja. Karena ada Foot note  wawancara
hampir disemua halamannya, namun sebuah penulusuran peristiwa tentang perawan remaja
yang terjadi pada saat jepang datang ke Indonesia. 
Dalam novel ini Pramoedya Ananta Toer menceritakan pada masa kedudukan jepang, maret
1942-Agustus 1945. kisah yang memilukan, menakutkan dan mencuramkan. Dimasa itu
hidup memang serba susah. Sandang dan pangan merupakan sumber derita yang tidak henti-
hentinya. Banyak orang mati kelaparan setiap harinya. Di desa-desa karena petani tidak
berhak atas panennya, karena terkena kerjapaksa (Romusha) diluar desanya.  Lebih dari tiga
perempat juta tidak pernah bisa kembali kepada keluarganya karena tewas di rantau,di
daratan dan kepulauan Asia Tenggara. Para pelajar di kota-kota hampir tidak sempat belajar
di sekolah masing-masing. (Toer 2001, 4)
Banyak perawan remaja yang masih berusia belasan tahun dari umur 14-19an, yang awalnya
diiming- imingi janji melanjutkan cita-citanya menjadi generasi penerus bangsa, yang akan
disekolahkan jepang di jepang dan singapura, mereka berpisah dirumah masing-masing. pada
bab tiga saya membayangkan betapa mudahnya mereka menangis, betapa begitu terlukanya
hati orang tua yang melihat anaknya dibawa para balatentara jepang, karena terputusnya
hubungan sanak keluarga, karena tak adanya kabar sama sekali. “Kata kartini: Mereka
berpisah dengan keluarga  di depan rumah masing-masing.” (Toer 2001, 25)
Tujuan pertama adalah tempat pengepolan, ada beberapa tempat pengepolan atau
pengumpulan di Indonesia, saya membayangkan betapa hancurnya, pilunya harga diri
seorang perempuan dibawah umur dijadikan pelacur, pelayan untuk pemuas birahi para
serdadu-serdadu Nippon yang haus seks, di tanah air sendiri berbagai wilayah seperti
Surabaya, Solo, dan Jakarta (Toer 2001, 26) Mereka para perawan remaja yang dijanjikan
sekolah di Luar Negri dengan pulang membawa Ilmu, gelar, dan ada yang bercita-cita
menjadi guru dan pimpinan kelak Indonesia merdeka  malah dijadikan pelacur di Negrinya. 
Adalah Sukarno Martodiharjo seorang jurimudi kapalkayu 250 ton, yang berhasil menemui
gadis yang bernama Sumiyati, Putri Asisten Wedana Kecamatan Pesantren, Kediri.  Ia
lulusan Sekolah Dagang. Ia mengatakan berumur 17 tahun.Yang ia temui sebelum kapal
sampai di Singapura, di Selat Bangka. Dan seorang lain adalah Raden Ajeng Baini  yang ia
temui di Jeron Benteng, Yogyakarta. Dari pertemuan-pertemuan itu sukarno dapat
menyimpulkan: pada mulanya remaja-remaja itu betul-betul tertarik, bersemangat, bergairah,
karena yang dipropagandakan pemerintah pendudukan Balantentara Dai Nippon sesuai
dengan harapan mereka. Tetapi setelah beberapa hari pelayaran, yang semula ragu menjadi
ragu. (Toer 2001, 30)
Wah ternyata novel ini membuat pikiran saya kemana-mana saat saya membayangkan bahwa
ada salah seorang menceritakan pada Makhudum Sati, lepas 1,5mil dari pelabuhan, para
perwira Jepang serentak melakukan serbuan terhadap para perawan itu, memperkosa dan
menghancurkan idealisme seseorang. Para perawan berlarian di geladak kapal, mencoba
menyelamatkan tubuh dan kehormatannya masing-masing . tapi nyatanya tak seorang pun
yang dapat melarikan diri. Bahkan ada seorang naik ke menara dalam usaha menceburkan
diri ke laut. Namun ia pun tertangkap oleh Jepang yan memburunya, dengan kaki dan tangan
lebih tertatih. Pengalaman itu bukan saja disaksikan, tapi juga di alami oleh para perawan
remaja Kartini dari Sukarejo, Semarang. (Toer 2001, 31). Sampai disitu Sukarno
Murtodiharjo berkisah tentang pengalamannya berlayar membawa rombongan perawan
remaja itu.
Masa kedudukan Jepang datang ke Indonesia dimulai pada tahun 1942. Pengalaman dari
penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung tepat seseorang tinggal dan
status sosial. Bagi daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami
siksaan, perbudakan seks, penahanan tanpa alasan hukuman mati, dan kejahatanperang
lainnya. Orang  Belandan dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target dalam
penguasaan Jepang. Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk badan persiapan
kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Uaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau (Dokuritsu Juni chōsa-kai) dalam bahasa jepang. Lalu diganti dengan PPKI
(Dokuritsu Junbi Iinkai) yang bertugas menyiapkan kemerdekaan. (wikipedia 2017)
 

Perempuan dalam Sejarah Indonesia: Wanita Penghibur pada Masa Penjajahan Jepang.

Perbudakan seks zaman penjajahan Jepang ini memiliki dampak-dampak kuat hingga saat ini,
yang salah satunya adalah dampak sosial. Diperkirakan 80.000 hingga 200.000 perempuan
pada masa penjajahan dijadikan "budak seks" oleh tentara Jepang.[2] Perempuan Indonesia
termasuk didalamnnya.  Eksploitasi perempuan sebagai budak prostitusi tentara Jepang tidak
bisa dilepaskan dari dinamika historis Restorasi Meiji. Pada periode tersebut, petani atau
penduduk miskin Jepang dieksploitasi sebagai budak prostitusi – biasa disebut karayuki san-
di wilayah jajahan Jepang yang pada saat itu adalah Cina[3]. Saat itu, banyak perempuan-
perempuan Jepang menjadi penghibur yang mempunyai tuan majikannya karena jauhnya dari
negeri induk. Hal ini juga terdapat dalam roman terkenal Bumi Manusia yang dikarang oleh
Pramoedya Ananta Toer dimana terdapat peran wanita lugu bernama Maiko yang dipelihara
oleh Babah Ah Tjong sebagai wanita penghibur di Hindia Belanda saat itu. Tentu hal ini
merefleksikan keadaan Jepang saat itu sebagai surga para perempuan penghibur. Maka hal ini
sudah menjadi kebiasaan untuk memenuhi psikologis dan kebutuhan seksual di Jepang.
Biasanya, para " wanita penghibur"  tidak menampilkan kekhasan negaranya. Dalam
percakapan dengan pelanggannya, mereka lebih banyak diam dan tidak berbicara. Hal ini
untuk menyamarkan identitasnya. Jika kita mendengar beberapa pengakuan, mereka
mengubah namanya dalam nama-nama yang terdapat di Jepang. Dalam sebuah kasus, jika
mereka melayani banyak pelanggan maka barang tentu menyebabkan penyakit AIDS yang
tidak diinginkan. Terkadang penyakit itu berdampak turun temurun jika mereka hamil dan
memiliki anak. Biasanya, harapan hidup anak-anak dan dirinya sendiri sangatlah rendah. Jika
mereka diketahui mengidap penyakit kelamin, biasanya mereka dibuang, dijual dengan harga
murah atau di siksa oleh tuannya.[8] Banyak yang tidak pulang ke kampung halamannya
karena malu terhadap lingkungan sekitar [9] Hal ini disebabkan oleh pengaruh agama,
khususnya Islam yang menganjurkan menjaga aurat dan kesucian. Banyak dari mereka juga
ditelantarkan ditempat mereka dijadikan " wanita penghibur" khusunya di camp-camp medan
perang. Maka tidak mengherankan setelah perang, mereka bungkam mengenai masalah "
budak seks" ini. Justru setelah kim hak sun menyuarakan pengalamannya mengenai
kekerasan tentara Jepang terhadap para "Chongshindae ( Jugun ianfu dalam istilah Korea")
mereka juga mulai menyeruakan pengalamannya satu per satu mengenai " perbudakan
seks"oleh tentara Jepang di Indonesia.  (Firmansyah 2017)
Menurut saya betapa kejamnya Jepang pada Indonesia ia merampas semua milik Indonesia,
bahkan para perempuan-peremupuan sudah menjadi cengkeraman militer Jepang, yang
terpaksa menjadi wanita penghibur, pemuas birahi para serdadu-serdadu Jepang. Sudi tidak
sudi harus menyerahkan dan melayani para bajingan, disiksa, dibunuh, dijadikan babu,
wanita dijadikan seperti hewan, harus menuruti kemauan tuannya. Beruntunglah saya dan
para perempuan remaja yang hidup pada masa penjajah sudah pergi dari Indonesia , karena
bisa belajar dan pergi kemananpun tanpa harus risih dan takut diculik oleh serdadu Jepang.
Daftar Pustaka
Firmansyah, Yulian. "Perempuan dalam Sejarah Indonesia : Wanita Penghibur
pada Masa Penjajahan Jepang." 4 30, 2017: 1-2.
Toer, Pramoedya Ananta. Perawan Dalam Cengkraman Militer. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia,
2001.  https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara
wikipedia. "Sejarah Nusantara (1942-1945)." 2017

Anda mungkin juga menyukai