Latar Belakang
Latar Belakang
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesahatan yang besar dan
sedang berkembang dengan cepat. Diabetes melitus juga meupakan masalah epidemi
global yang bila tidak segera ditangani akan mengakibatkan peningkatan dampak
keugian ekonomi yang signifikan khususnya bagi negaa berkembang di Asia dan
didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi
etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
penderita. Diperkirakan pada tahun 2045 akan mencapai angka 629 juta kasus
menempati peringkat ke-6 dunia dengan jumlah penderita diabetes terbanyak dengan
jumlah penyandang diabetes usia 20-79 tahun sekitar 10,3 juta orang (Perkumpulan
menyebabkan 1,5 juta orang meninggal pada tahun 2012. Diabetes melitus
bertanggung jawab dalam 2,2 juta kematian sebagai akibat dari peningkatan risiko
penyakit kardiovaskuler dan lainnya, dengan total 3,7 juta orang meninggal dimana
sebesar 43% meninggal sebelum usia 70 tahun. Presentase kematian yang disebabkan
oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara
berpenghasilan tinggi (WHO Global Report, 2016) . Pada tahun 2030 diperkirakan
melitus berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur ≥15 tahun
yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 10,6%. Dinas kesehatan kota Padang
2018 edisi 2019 melaporkan bahwa terdapat 60.854 orang penderita diabetes di kota
Padang. Terjadi peningkatan kunjungan kasus diabetes dikota Padang yang pada
tahun 2017 berada di peringkat 7 berjumlah 7.780 orang tetapi pada tahun 2018
(2014) dan Supnita (2016) mengatakan bahwa pola hidup mempengaruhi terjadinya
diabetes, pola hidup yang baik dapat mencegah terjadinya diabetes. Penelitan yang
juga dilakukan oleh Erris (2015) menyimpulkan bahwa faktor usia, faktor obesitas
dan faktor pola makan juga menjadi faktor resiko terjadinya diabetes. Diabtes di
Indonesia bisa meningkat dengan drastis, yang disebabkan leh beberapa faktor yaitu,
adalah umur, status pekerjaan, Pendidikan, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik,
indeks massa tubuh, hipertensi dan kodisi psikologis,serta interaksi indeks massa
tubuh dan aktivitas fisik. Resiko tingkat diabetes tertinggi terdapat pada kelompok
obesitas dibandingkan dengan kelompok kurus, pada aktivitas cukup aktif (Dita,
2012).
Gaya hidup yang juga menjadi faktor resiko terjadinya diabetes, seperti
aktivitas olahragayang kurang dari 3 kali seminggu. Serta berat badan berlebih
dengan BMI ≥25 kg/m2. Kelebihan berat badan 20% menongkatkan resiko dua kali
dunia dalah kelebihan berat badan, termamsuk obesitas dan kurangya aktivitas fisik.
Pola makan juga menjadi salah satu faktor resiko diabetes akibat pola makan
yang tidak seimbang dan pola hidup tidak sehat. Makanan yang dikonsumsi
seperti daging, baik itu berupa rendang, sate, bakso, dan lain sebagainya, makanan
yang digoreng, serta yang mengandung santan seperti gulai. Makanan yang
mengandung karbohidrat tinggi seperti nasi juga merupakan pemicu penyakit
diabetes, baik itu berupa nasi goreng, lontong, bahkan nasi yang dimakan bersama
mie instan. Selain itu, menurut data Dinkes Kota Padang pada survei Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) 2014, 46% warga Padang merokok (Rahmi,dkk. 2018)
Peningkatan angka kejadian diabetes yang terjadi setiap tahun bisa sangat
berbahaya pleh karena itu dibutuhkan pencegahan untuk mengurangi angka kejadian
dengan riwayat keluarga positif diabetes memiliki pengetahuan lebih besar tentang
faktor risiko terhadap diabetes, lebih memahami tentang pengaruh penyakit akibat
kebiasaan makan dan aktivitas fisik, dan secara signifikan lebih sering terlibat dalam
aktivitas fisik daripada yang tidak memiliki riwayat keluarga diabetes. Dan juga
dalam penelitian yang dilakukan oleh Fahrun dkk (2019) pada salah satu daerah di
mereka kurang mengetahui faktor risiko dan pencegahan terjadinya DM, sehingga
akan berdampak pada perilaku yang berisiko. Penelitian lain menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan salah satu
manajemen diri dan perilaku apa yang harus digunakan untuk mengatasi penyakitnya,
faktor tersebut sangat penting bagi perubahan perilaku seseorang. Dengan demikian,
pengetahuan dan perilaku yang baik tentang diabetes dan pencegahannya sangat
diperluka bagi terbentuknya sikap atau perilaku pencegahan yang bisa beresiko
olrh Wiro (2013) bahwa tida ada hubungan pengetahuan tentang pencegahan diabetes
dengan aktivitas fisik pada PNS di wilayah kerja Puskesmas Sianta Hulu.
menyatakan bahwa responden yang berusia dewasa muda cenderung tidak merasa
khawatir tentang kesehatannya. Sejalan degan penelitian yang dilakukan oleh Dong-
Chul, dkk (2008) diketahui bahwa para mahasiswa cenderung menganggap diabetes
sebagai masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Dan juga kurangnya
perhatian mengenai pencegahan overweight, obesitas dan diabetes pada dewasa muda
(Bieda, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Nuraliya, dkk (2014) menyimpulkan bahwa
bahwa mereka tidak memiliki waktu untuk olahraga karena jadwal kuliah yang padat
(Lestari. 2018). Aktivitas fisik juga menjadi faktor resiko munculnya diabetes karena
aktivitas fisik dapat meningktkan insulin sehingga kadar gula dalam darah juga akan
menurun. Orang yang melakukan aktivitas fisik yang rendah memiliki resiko untuk
mendapatkan diabetes mellitus 2,68 kali dibandingkan dengan orang yang melakukan
aktivitas fisik yang sedang dan berat (Fitriyani, 2012). Selain itu rendahnya aktivitas
fisik menjadi salah satu faktor obesitas dan dapat meningkatkan resiko dibetes
overweight dan 400 juta diantaranya mengalami obesitas (WHO, 2011). Obesitas
paling banyak terjadi pada dewasa, temasuk kepada mahasiswa yang sedang berada
pada dewasa muda karena semakin meningkatnya usia semakin meningkat resiko
obesitas disebabkan pada umur 20-30 diketahui terjadi penurunan massa jaringan
bebas lemak dan jaringan massa lemak (Tchernof, 2013). Mayoritas mahasiswa
obesitas sedang (Fivin, 2017) Pada penelitian yang dilakukan oleh Evan (2017) juga
UNITRI Malang lebih mudah mengalami masalah dengan berat badan karena pola
makan yang tidak teratur dikarenakan padatnya jadwal kuliah dan tugas yang banyak
dan hal ini menyebabkan mahasiswa mengkonsumsi makanan cepat saji serta
mengalami kenaikan berat badan dan akhirnya menjadi obesitas. Sejalan dengan
penelitian Surjadi (2013) bahwa jadwal kuliah yang padat juga mengakibatkan
mahasiswa sulit menyediakan waktu untuk makan, dan lebih memilih makanan siap saji
karena waktu makan yang terbatas, hal tersebut juga dapat meningkatkan resiko Diabetes
Perilaku konsumsi makanan berisiko pada penduduk umur ≥16 tahun paling
banyak konsumsi bumbu penyedap yaitu sebesar 77,30% diikuti makanan dan
minuman manis 53,1% dan makanan berlemak 40,70%. Remaja usia sekolah dan
mahasiswa juga merupakan suatu kelompok masyarakat yang relatif rentan terhadap
iklan terutama iklan makanan cepat saji di televisi. Adanya iklan-iklan produk
makanan cepat saji di televisi dapatmeningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya
hidup masyarakat. Penyajian fast food yang cepat dan praktis tidak membutuhkan
waktu lama dan rasanya yang enak sangat mendukung remaja atau pun orang dewasa
untuk sering mengkonsumsinya. Selain itu dukungan teman dan promosi makanan
cepat saji juga sangat mempengaruhi dalam untuk mengkonsumsi fast food, karena
social mereka, menaikkan gengsi dan tidak ketinggalan globalitas di antara teman
sebayanya dan dengan adanya promosi makanan cepat saji, berpengaruh terhadap
kebiasaan mengkonsumsi fast food (Evan, dkk, 2017). Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tjokorda (2014) bahwa mahasiswa yang mengalami obese I dan
obese II lebih banyak mengonsumsi makanan cepat saji hanya 1 kali/minggu
dibandingkan dengan mahasiswa yang mengonsumsi makanan cepat saji lebih dari 1
kali/minggu. Selain itu makanan cepat saji mengandung nutrisi yang rendah dan
kalori yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat mengalami status gizi yang
berlebihan.
stress( Aguirre CE., 2013). Karena pada masa akhir menuju dewasa, individu akan
mengalami suatu kondisi yang disebut torm & stress yang merupakan suatu
perubahan fisiologis dan perkembangan berupa peningkatan kadar hormon. Hal ini
dalam kehidupannya. Sumber stress pada mahasiswa meliputi: situasi yang monoton,
kurang adanya kontrol, keadaan bahaya dan kritis, tidak dihargai, diacuhkan,
akan mempengaruhi perilaku makan, yaitu lebih pada konsumsi berlebih dan
saat berada dalam kondisi stres akan mengkonsumsi makanan lebih banyak dan
memiliki tingkat stres yang masuk dalam kategori sedang dan berat pada mahasiswa
didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stress dengan obesitas.
(Fivin, 2017). Dan juga berdasarkan hasil analisa pada gejala stres yang paling banyak
muncul pada mahasiswa tahun ketiga fakultas keperawatan UNAND yaitu 51,8%
menyatakan tidak bisa berhenti memikirkan tentang beban kuliah pada malam hari atau
pada akhir pekan sehingga merasa sulit untuk bersantai (Suci, 2019).
tidur atau tidur yang kurang secara fisiologi dapat mempengaruhi peningkatan kadar
glukosa darah. Kualitas tidur yang buruk seperti OSA (Obstruktive Sleep Apnea) juga
merupakan salah satu faktor resiko dari DM (Inry, 2016). Menurut National sleep
foundation, usia 18-64 tahun membutuhkan waktu tidur antara 7 dan 9 jam. Menurut
Marcio (2013) menyatakan bahwa mahasiswa cenderung memiliki pola tidur yang
tidak teratur ditandai dengan perubahan waktu tidur yang lebih panjang di akhir
pekan dan lebih singkat dihari kuliah karena di hari kuliah harus menyelesaikan
tugas-tugas kampus yang dapat mengurangi waktu tidur. Berdasarkan hasil penelitian
mengalami gangguan tidur ketika banyaknya tugas yang harus diselesaikan pada
deadline yang ditentukan, ujian yang akan dihadapi ditandai dengan kesulitan
memulai tidur, bangun ditengah malam, dan terbangun lebih awal. Madalena Silva
diportugal memiliki kualitas tidur yang buruk sehingga berakibat 24,3% diantaranya
mengantuk saat beraktivitas disiang hari. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suci (2019) pada mahasiswa fakultas keperawatan UNAND memiliki masalah pada
kualitas tidur subjektif, efisiensi tidur, disfungsi tidur, dan disfungsi tidur. Pada kualitas
tidur subjektif 53,3% menyatakan memiliki kualitas tidur yang cukup buruk pada
Sebagai mahasiswa kesehatan tentunya menjadi sangat penting untuk memahami dan
menyadari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatannya. Hal ini menjadi
penting karena tentunya mahasiswa kesehatan lebih memahami mengenai masalah kesehatan,
serta mampu melakukan manajemen diri dalam upaya pencegahan penyakit, terutama pada
mahasiswa yang beresiko. Sebagai maha-siswa kesehatan yang nantinya akan menjadi
petugas kesehatan tentunya diharapkan mampu menjadi role model bagi masyarakat dalam
meningkatkan resiko Diabetes Mellitus, seperti pola makan, aktivitas fisik dan kualitas tidur.
Kebanyakan mahasiswa jarang sarapan pagi karena tidak sempat, hal tersebut dapat meng-
ganggu pola makan mahasiswa dan akan berdampak pada kesehatan. Di Fakultas
Keperawatan terdapat aktivitas olah raga dan beberapa fasilitas yang memadai tetapi
biasanya hanya diikuti oleh mahasiswa laki- laki saja dan juga terdapat UKM yang juga
terdapat beberapa aktivitas olahraga seperti mendaki, olahraga sore dan lain- lain, namun