Anda di halaman 1dari 5

MAKNA DAN TUJUAN BERPUASA

Oleh:
Nur Hadi Ihsan

‫ أشهد أن ال إله إال هللا وحده ال‬.‫ حمد الشاكرين حمدالناعمين‬.‫االحمد هلل رب العالمين‬
‫ اللهم صل و سلم‬.‫شريك له و أشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله سيد اإلنس و البشر‬
‫ يأأيها‬:‫ فقال تعالي‬.‫ أما بعد‬.‫علي عبدك و رسولك محمد و علي آله و أصحابه أجمعين‬
.‫الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون‬

Hadirin sidang Jum'at yang berbahagia.


Hari ini kita persis berada di pertengahan bulan puasa, 15 Ramadan 1425. Setengah
bulan lagi akan kita jalani untuk menyelesaikan kewajiban berpuasa sebulan penuh di
bulan Ramadan ini. Ibarat orang yang sedang menempuh perjalanan, ia telah
menyelesaikan separuh dan tersisa separuh lagi, ke depan dan ke belakang sama jarak
tempuhnya. Ada baiknya setelah sampai setengah perjalanan kita kembali membuat
perhitungan yang cermat dengan mengevaluasi setengah perjalanan yang telah kita
lewati agar setengah perjalanan yang tersisa benar-benar menjadi puasa yang diterima
oleh Allah SWT dan sampai kepada tujuan yang dikehendaki. Untuk itu marilah kita
bertanya kepada diri kita sendiri.
Sudahkah puasa yang kita jalankan ini sesuai dengan ketentuan syarat dan rukunnya?
Sudahkah kita benar-benar menjauhi segala perkara yang dapat membatalkan puasa?
Jangan-jangan puasa kita hanya sekadar menggantikan waktu makan minum dari siang
hari menjadi malam hari?
Jangan-jangan puasa kita hanya sekadar formalitas ritual menahan lapar dan dahaga serta
nafsu berhubungan badan?
Sudahkah kita meninggalkan kata-kata kotor, keji, dan kebohongan, serta sifat-sifat
tercela lainnya selama kita berpuasa?
Sudahkah kita memperbanyak amalan-amalan sunnah berupa salat sunnah, membaca al-
qur'an, bersedekah, dan segala kesunnahan lain dalam bulan puasa?
Sebagai sarana interospeksi yang sederhana, marilah kita menengok kembali jadwal
kegiatan harian yang telah kita lalui, mulai dari sahur sampai ke sahur lagi. Apa sajakah
yang telah kita lakukan sepanjang waktu itu?
Akankah bentuk, tata cara, dan amalah-amalan dalam puasa yang telah kita lakukan akan
dapat mengantarkan kita menujua tercapainya tujuan dari disyariatkannya berpuasa?


Khutbah Jum'ah disampaikan di Masjid Jami' Pondok Modern Darussalam Gontor,
15 Ramadan 1425 / 29 Oktober 2004.
Sudahkah kita mengerti dan memahami serta menyadari apa tujuan dari disyariatkannya
puasa itu?

Jama'ah Jum'ah rahimakumullah.


Dalam kesempatan ini marilah kita membahas mengenai tujuan disyariatkannya puasa.
Dengan memahami dan menyadari tujuan ini kita berharap kita berada di rute yang benar,
arah perjalanan yang benar, untuk menuju ke tujuan yang benar. Mengenai tujuan
berpuasa, Allah SWT telah menyebutkan dalam surat al-Baqarah 183.

‫ياأيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب علي الذين من قبلكم لعلكم تتقون‬
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertakwa.

Menjadi orang yang bertakwa adalah tujuan dari menjalankan ibadah puasa. Dalam
melaksanakan suatu kegiatan, seseorang menetapkan tujuan. Jika tujuan itu tercapai,
maka kegiatan itu dikatakan berhasil. Tetapi jika tujuannya tidak tercapai, maka kegiatan
itu dinyatakan gagal. Demikian pula halnya dengan ibadah puasa, jika setelah
menjalankan ibadah puasa itu seseorang menjadi muslim yang muttaqin, maka puasanya
itu berhasil. Demikian pula sebaliknya.
Salah satu rukun dalam berkhutbah adalah berwasiat kepada para jama'ah untuk
bertakwa. Karena itu, takwa adalah kata yang sudah sering kita dengarkan. Biasanya para
khatib menyampaikan bahwa yang dimaksud bertakwa itu adalah menjalankan perintah-
perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Menjalankan semua perintah dan
menjauhi segala larangan Allah adalah indikator, tanda, petunjuk dan perilaku yang dapat
diamati dari seseorang yang bertakwa. Ini merupakan perwujudan lahir dari ketakwaan
seseorang. Sebab Nabi mengatakan bahwa takwa itu sendiri letaknya di dalam kalbu

‫التقوي ها هنا‬.
Inti dari ketakwaan adalah selalu ingat Allah. Yakni suatu kesadaran yang mendalam
pada diri kita bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita; suatu kesadaran mengenai
kemaha-hadiran Allah dalam segala ruang dan waktu; suatu kesadaran bahwa Allah
senantiasa bersama kita. Atau dalam ungkapan yang lebih pendek, takwa itu adalah
sebuah "kesadaran ketuhanan" (God consciousness). Allah berfirman dalam surat al-
Hadid ayat 4:

‫وهو معكم أينما كنتم و هللا بما تعملون بصير‬


Dan Dia bersamamu di manapun kamu berada. Dan Allah Maha
Mengetahui tentang segala sesuatu yang engkau kerjakan.
Kesadaran ketuhanan semacam ini, yakni suatu kesadaran bahwa Allah senantiasa hadir
bersama kita, bahwa Allah senantiasa melihat apa saja yang kita kerjakan adalah suatu
kesadaran yang juga disebutkan sebagai ihsan, yakni

‫أن تعبد هللا كانك تراه و إن لم تكن تراه فإنه يراك‬


Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan engkau melihat-Nya,
dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu

Sikap semacam ini akan menjadikan seseorang senantiasa berbuat baik, selalu
melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan Allah, selalu berbuat yang terpuji,
selalu melakukan sesuatu yang diridai Allah. Serta tentu saja karena menyadari akan
kehadiran Allah dan kebersamaan dengan-Nya, dia akan menghindari perbuatan jahat,
menjauhi segala larangan-Nya, menghindari segala perbuatan yang tercela, selalu
menjauhi perbuatan apapun yang dapat mendatangkan murka-Nya.
Berangkat dari kesadaran ketuhanan yang terhunjam di dalam kalbu, akan memancar
sifat-sifat mulia dan terpuji dalam perilaku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari.
Jika individu-individu dalam masyarakat memiliki sikap dan perilaku yang demikian,
maka akan tercipta suatu kehidupan masyarakat ideal yang bermoral dan beradab yang
dicita-citakan oleh semua. Inilah gambaran sebuah masyarakat yang dibangun di atas
fondasi takwa kepada Allah SWT. Dan salah satu sarana untuk mewujudkannya adalah
melalui ibadah puasa di bulan Ramadan, sebagaimana telah tersebut dalam firman Allah
di atas.

Hadirin jama'ah Jum'ah yang dirahmati Allah.


Persoalannya sekarang adalah bagaimanakah puasa dapat menjadikan seseorang itu
bertakwa? Puasa merupakan ibadah yang unik. Ia berbeda dari ibadah-ibadah lain yang
diwajibkan oleh Allah kepada kita. Keunikan ibadah puasa ini secara tegas disampaikan
Allah dalam sebuah hadis qudsi yang berbunyi:

)‫كل عمل ابن آدم له إال الصيام فإنه لي و أنا أجزي به (رواه البخاري‬
Setiap amal anak Adam itu bagi dirinya sendiri, kecuali puasa,
sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan
pahalanya.

Keunikan ibadah puasa ini dijelaskan oleh Abu Talib al-Makki dalam karyanya Qut al-
Qulub antara lain sebagai berikut.
1. Untuk ibadah-ibadah wajib yang lain Allah telah menetapkan pahala apa yang
akan diterima oleh yang mengamalkannya. Sementara untuk puasa tidak siapapun
yang tahu pahalanya. Hanya Allah-lah yang tahu, dan Dia hanya mengatakan
bahwa Dialah yang akan menanggung pahalanya. Tentu hal ini karena pahala
puasa itu tidaklah terhitung besarnya (yakunu ajruhu bi ghairi hisab).
2. Penisbatan pahala puasa kepada Allah ini adalah karena keutamaan dan
kekhususan ibadah puasa. Karena Allah lebih mengutamakan dan menyukai
ibadah ini daripada ibadah-ibadah lainnya.
3. Ibadah puasa ini merupakan peribadatan yang bersifat rahasia, sangat pribadi dan
personal antara seorang hamba dengan Tuhannya. Hanya dua pihak itu yang tahu,
tidak ada pihak lain yang mengetahui dengan sebenarnya bagaimana puasa itu
ditunaikan.
Lebih lanjut keunikan ibadah puasa ini dapat dijelaskan bahwa berbeda dari ibadah-
ibadah lainnya yang mudah diamati dan tampak pada mata, maka tidaklah demikian
dengan puasa. Kita dengan mudah dapat mengetahui apakah seseorang itu menunaikan
salat atau tidak. Kita juga tidak kesulitan untuk tahu apakah seseorang itu mengeluarkan
zakat atau tidak. Apalagi dengan ibadah haji yang lebih bersifat demonstratif, tentu kita
lebih mudah mengetahui apakah seseorang itu sudah menunaikan ibadah haji atau belum.
Tetapi tidak demikian halnya dengan puasa. Untuk mengetahui bahwa seseorang itu tidak
berpuasa memang mudah. Tetapi untuk mengetahui apakah seseorang itu benar-benar
berpuasa, tidaklah dengan serta merta bisa diketahui. Hanya seseorang itu dan
Tuhannyalah yang tahu. Mengapa demikian? Karena hanya dengan menelan seteguk air
atau secuil makanan puasa kita telah batal, meski tidak seorang pun yang tahu perbuatan
itu. Di hadapan orang lain, bisa saja seseorang itu berpura-pura masih berpuasa, padahal
sebenarnya tidaklah demikian. Di sini hanya dia dan Tuhannyalah yang tahu.
Di sinilah benih-benih ketakwaan mulai disemaikan. Ketika seseorang dalam
kesendiriannya, tanpa kehadiran siapa pun, tetap tidak makan dan minum betapapun dia
merasa lapar dan dahaga; dia tetap menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
betapapun godaan yang ia temui. Ini merupakan awal ketakwaan, sebuah kesadaran
penuh bahwa Allah senantiasa melihatnya, bahwa Allah selalu bersamanya.
Tentu saja puasa yang dapat melahirkan ketakwaan itu bukanlah sekadar menahan diri
dari makan, minum, dan berhubungan suami istri. Puasa yang hanya seperti ini telah
disindir oleh Rasulullah bahwa pelakunya tidak akan mendapatkan kecuali lapar dan
dahaga.

‫رب صائم ليس له من صيامه إال الجوع و العطش‬


Karena itu puasa itu juga berarti menahan telinga, mata, lisan, tangan, kaki, dan seluruh
anggota badan dari melakukan dosa. Telinga harus berpuasa dari mendengarkan segala
sesuatu yang dilarang, seperti mendengarkan kata bohong dan mendengarkan ghibah.
Mata berpuasa dari melihat perkara-perkara yang dilarang dan segala sesuatuyang dapat
melupakan hati daripada mengingat Allah. Lisan berpuasa daripada berbohong, berkata
kotor dan keji, menggunjing, memfitnah, dan perbuatan tercela lainnya yang dapat timbul
darinya. Seluruh anggota badan lainnya termasuk tangan dan kaki berpuasa dari
melakukan tindakan-tindakan yang menggiring ke dosa, perbuatan-perbuatan tercela dan
kesyubhatan-kesyubhatan lainnya.
Demikianlah pula, puasa yang dapat mengantarkan seseorang menuju takwa adalah puasa
yang dipenuhi dengan amalan-amalan sunnah yang membuat seseorang selalu mengingat
Allah, dan selalu merasakan kehadiran-Nya.

‫بارك هللا لي و لكم في القرآن العظيم و نفعني و إياكم بما فيه من اآليات و الذكر الحكيم‬
‫و تقبل مني و منكم تالوته إنه هو السميع العليم‬.

Anda mungkin juga menyukai