Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MATA KULIAH OBSTETRI

“KEGAWATDARURATAN OBSTETRI”

DOSEN :

dr. MUCHLIS

DISUSUN OLEH :

MARIA NI NYOMAN ETIK ERLAWATI

(PO7124318067)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN

TINGKAT IIB TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat,hidayah, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga
kami dapat memperbaiki makalah ini dikemudian hari.

Akhirnya penyusunmengharapkan semoga makalah ini dapat diambil hikmah


dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Palu,12 September 2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………………… i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2
D. Manfaat ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAAN ............................................................................... 3

A. Definisi Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal........................... 3


B. Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan………………………. 3
C. Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan…………….... 4
D. Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan Penanganan Asfiksia
Neonatorum)…………………………………………………………. 7
E. Asfiksia Neonaturum........................................................................... 9

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 13

A. Kesimpulan .................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan
koagulopati obstetri.
Berdasarkan peneliian Gambaran Faktor Risiko Kegawatdaruratan Obstetri pada Ibu
Bersalin yang Masuk di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Rasidin Padang
mendapatkan bahwa kasus faktor risiko tertinggi untuk APGO adalah ibu bersalin dengan
umur 35 tahun atau lebih dan yang paling sedikit adalah kasus primi muda. Penelitian yang
dilakukan di 3 kabupaten yaitu Nganjuk, Probolinggo, dan Tranggalek didapatkan sebanyak
22% memliliki faktor risiko dari seluruh sampel yang ada. Peneliti memisahkan secara
khusus ibu hamil yang hanya memiliki 1 faktor risiko, yaitu sebanyak 16,1% dimana kasus
terbanyak adalah usia ≥ 35 tahun yaitu 3,1% dan kasus yang paling sedikit adalah primi tua
dengan 0,2 %.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya.
Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun
denagn bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran
berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani
kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis
memiliki kemampuan dan keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada
bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang
pendidikan sebagai profesional ahli.
B.  Rumusan Masalah
a) Apa Definisi Kegawatdaruratan Obstetri ? 
b) Apa Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan ?
c) Apa Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan ?

1
d) Bagaimana Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan Kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan Penanganan
Asfiksia Neonatorum) ?
e) Apa Yang Dimaksud Asfiksia Neonatorum ?
C.  Tujuan
a) Untuk mengetahui Definisi Kegawatdaruratan Obstetri. 
b) Untuk mengetahui Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan.
c) Untuk mengetahui Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan.
d) Untuk mengetahui Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan
Penanganan Asfiksia Neonatorum).
e) Untuk mengetahui apa itu Asfiksia Neonatorum.
D. Manfaat
a) Agar kita tahu apa itu Kegawatdaruratan Obstetri. 
b) Agar kita tahu apa itu Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan.
c) Agar kita tahu apa itu Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan.
d) Agar kita tahu apa itu Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan
Penanganan Asfiksia Neonatorum).
e) Agar kita tahu apa itu Asfiksia Neonatorum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal


Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan
segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang
terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat
sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam
keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab
utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuat tim
medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas
kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan.
B.  Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan
1. Prinsip Dasar
Dalam menangani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama
(diagnosa) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan
tenang tidak panik, walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya
mungkin dalam kepanikan. Semuanya dilakukan dengan cepat, cermat, dan
terarah.
2. Menghormati hak pasien
Setiap pasien harus diperlakukan dengan rasa hormat, tanpa memandang
status sosial dan ekonominya. Dalam hal ini petugas harus memahami dan peka
bahwa dalam situasi dan kondisi gawatdarurat perasaan cemas, ketakutan, dan
keprihatinan adalah wajar bagi setiap manusia dan kelurga yang mengalaminya.
3. Gentleness
Dalam melakukan pemeriksaan ataupun memberikan pengobatan setiap
langkah harus dilakukan dengan penuh kelembutan, termasuk menjelaskan kepada
pasien bahwa rasa sakit atau kurang enak tidak dapat dihindari sewaktu melakukan
pemeriksaan atau memerikan pengobatan, tetapo prosedur akan dilakukan

3
selembut mungkin sehingga perasaan kurang enak itu diupayakan sesedikit
mungkin.
4. Komunikatif
Petugas kesehatan harus berkomunikasi dengan pasien dalam bahasa dan
kalimat yang tepat, mudah dipahami, dan memperhatikan nilai norma kultur
setempat. Dalam melakukan pemeriksaan, petugas kesehatan harus menjelaskan
kepada pasien apa yang akan diperikssssa dan apa yang diharapkan.
5. Hak Pasien
Hak-hak pasien harus dihormati seperti penjelasan informed consent,  hak
pasien untuk menolak pengobatan yang akan diberikan dan kerahasiaan status
medik pasien.
6. Dukungan Keluarga (Family Support)
Dukungan keluarga bagi pasien sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, petugas
kesehatan harus mengupayakan hal itu antara lain dengan senantiasa memberikan
penjelasan kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, peka akan masalah
kelurga yang berkaitan dengan keterbatasan keuangan, keterbatasan transportasi,
dan sebagainya.
7. Penilaian Awal
Penilaian awal adalah langkah untuk menentukan dengan cepat kasus obstetri
yang dicurigai dalam keadaan kegawatdarurat dan membutuhkan pertolongan
segera dengan mengidentifikasi penyulit yang dihadapi. Dalam penilaian awal ini,
anamnesis lengkap belum dilakukan. Anamnesa awal dilakukan bersama-sama
periksa pandang, periksa raba, dan penilaian tanda vital dan hanya untuk
mendapatkan informasi yang sangat penting berkaitan dengan kasus. Misalnya
apakah kasus mengalami perdarahan, demam, tidak sadar, kejang, sudah
mengedan, atau bersalin berapa lama, dan sebagainya.

C.  Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan


Berdasarkan pernelitian manajemen unit gawat darurat pada penanganan kasus
Kegawatdaruratan Obstetri di Rumah Sakit Umum Tengku Mansyur Tanjung Balai
menemukan bahwa untukpenanganan kasus kegawatdaruratan disesuaikan dengan
standarpelayanan gawat darurat yang ada. Terkadang dalam pelaksanaannyabelum
maksimal. Pelayanan merupakan pedoman dalam pelaksanaantugas dan tanggung
jawab untuk memberikan pelayanan. Hasil dengan responden menemukan bahwa
administrasi dan pengelolaan di unit gawat darurat masih sangat terbatas dan
sederhana. Adapun prinsip umum penanganan kasus kegawatdaruratan antaralain:

4
1. Pastikan Jalan Napas Bebas
Harus diyakini bahwa jalan napas tidak tersumbat. Jangan memberikan
cairan atau makanan ke dalam mulut karena pasien sewaktu-waktu dapat muntah
dan cairan muntahan dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Putarlah kepala
pasien dan kalau perlu putar juga badannya ke samping dengan demikian bila ia
muntah, tidak sampai terjadi aspirasi. Jagalah agar kondisi badannya tetap hangat
karena kondisi hipotermia berbahaya dan dapat memperberat syok. Naikkanlah
kaki pasien untuk membantu aliran darah balik ke jantung. Jika posisi berbaring
menyebabkan pasien merasa sesak napas, kemungkinan hla ini dikarenakan gagal
jantung dan edema paru-paru. Pada kasus demikian, tungkai diturunkan dan
naikkanlah posisi kepala untuk mengurangi cairan dalam paru-paru.
2. Pemberian Oksigen
Oksigen diberikan dengan kecepatan 6-8 liter / menit. Intubasi maupun
ventilasi tekanan positif hanya dilakukan kalau ada indikasi yang jelas.
3. Pemberian Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan pada tahap awal untuk persiapan mengantisipasi
kalau kemudian penambahan cairan dibutuhkan. Pemberian cairan infus intravena
selanjutnya  baik jenis cairan, banyaknya cairan yang diberikan, dan kecepatan
pemberian cairan harus sesuai dengan diagnosis kasus. Misalnya pemberian cairan
untuk mengganti cairan tubuh  yang hilang pada syok hipovolemik seperti pada
perdarahan berbeda dengan pemberian cairan pada syok septik. Pada umumnya
dipilih cairan isotonik, misalnya NaCl 0.9 % atau Ringer Laktat. Jarum infus yang
digunakan sebaiknya nomor 16-18 agar cairan dapat dimasukkan secara cepat.
Pengukuran banyaknya cairan infus yang diberikan sangatlah penting.
Berhati-hatilah agar tidak berlebihan memberikan cairan intravena terlebih lagi
pada syok septik. Setiap tanda pembengkakan, napas pendek, dan pipi bengkak,
kemungkinan adalah tanda kelebihan pemberian cairan. Apabila hal ini terjadi,
pemberian cairan dihentikan. Diuretika mungkin harus diberikan bila terjadi
edema paru-paru.
4. Pemberian Tranfusi Darah
Pada kasus perdarahan yang banyak, terlebih lagi apabila disertai syok,
transfusi darah sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa penderita. Walaupun
demikian, transfusi darah bukan tanpa risiko dan bahkan dapat berakibat
kompliksai yang berbahaya dan fatal. Oleh karena itu, keputusan untuk
memberikan transfusi darah harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Risiko yang

5
serius berkaitan dengan transfusi darah mencakup penyebaran mikroorganisme
infeksius ( misalnya human immunodeficiency virus atau HIV dan virus hepatitis),
masalah yang berkaitan dengan imunologik ( misalnya hemolisis intravaskular),
dan kelebihan cairan dalam transfusi darah.
5. Pasang Kateter Kandung Kemih
Kateter kandung kemih dipasang untuk mengukur banyaknya urin yang keluar
guna menulai fungsi ginjal dan keseimbangan pemasukan danpengeluaran cairan
tubuh. Lebih baik dipakai kateter foley. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan,
urin ditampung dan dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsesntrasi urin
( urin berwarna gelap) atau produksi urin berkurang sampai tidak ada urin sama
sekali. Jika produksi urin mula-mula rendah kemudian semakin bertambah, hal ini
menunjukan bahwa kondisi pasien membaik. Diharapkan produksi urin paling
sedikit 100 ml/4 jam atau 30 mL/ jam.
6. Pemberian Antibiotika
Antibiotika harus diberikan apabila terdapat infeksi, misalnya pada kasus
sepsi, syok septik, cidera intraabdominal, dan perforasi uterus.
Pada kasus syok, pemberian antibiotika intravena lebih diutamakan sebab
lebih cepat menyebarkan obat ke jaringan yang terkena infeksi. Apabila pemberian
intravena tidak memungkinkan, obat dapat diberikan intramuskular. Pemberian
antibiotika per oral diberikan jika pemberian intra vena dan intramuskular tidak
memungkinkan, yaitu jika pasien dalam keadaan syok, pada infeksi ringan, atau
untuk mencegah infeksi yang belum timbul, tetapi diantisipasi dapat terjadi
sebagai komplikasi.
Profilaksis antibiotika adalah pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi
pada kasus tanpa tanda-tanda dan gejala infeksi. Antibiotika diberikan dalam dosis
tugngal, paling banyak ialah 3 kali dosis. Sebaiknya profilaksis antibiotika
diberikan setelah tali pusat diklem untuk menghindari efeknya pada bayi.
Profilaksis antibiotika yang diberikan dalam dosis terapeutik selain menyalahi
prinsip juga tidak perlu dan  suatu pemborosan bagi si penderita. Risiko
penggunaan antibiotika berlebihan ialah retensi kuma, efek samping, toksisitas,
reaksi alergi, dan  biaya yang tidak perlu dikeluarkan.
7. Obat Pengurang Rasa Nyeri
Pada beberapa kasus kegawatdaruratan obstetri, penderita dapat mengalami
rasa nyeri yang membutuhkan pengobatan segera. Pemberian obat pengurang rasa
nyeri jangan sampai menyembunyikan gejala yang sangat penting untuk

6
menentukan diagnosis. Hindarilah pemberian antibiotika pada kasus yang dirujuk
tanpa didampingi petugas kesehatan, terlebih lagi petugas tanpa kemampuan untuk
mengatasi depresi pernapasan.
8. Penanganan Masalah Utama
Penyebab utama kasus kegawatdaruratan kasus harus ditentukan diagnosisnya
dan ditangani sampai tuntas secepatnya setelah kondisi pasien memungkinkan
untuk segera ditindak. Kalau tidak, kondisi kegawatdaruratan dapat timbul lagi dan
bahkan mungkin dalam kondisi yang lebih buruk.
9. Rujukan        
Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima tidak memadai untuk
menyelesaikan kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus
dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Sebaiknya sebelum pasien
dirujuk, fasilitas kesehatan yang akan menerima rujukan dihubungi dan diberitahu
terlebih dahulu sehingga persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah
dilakukan dan diyakini rujukan kasusa tidak akan ditolak.
D. Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan Penanganan Asfiksia Neonatorum)
Pada penelurusan kasus-kasus kegawatdaruratan obstetric yang berajibat kematian
maternal Studi kasus di RSUD Purworejo, Jawa Tengah mengungkapkan Kematian maternal
merupakan suatu fenomena puncak gunung es karena kasusnya cukup banyak namun yang
nampak di permukaan hanya sebagian kecil. Diperkirakan 50.000.000 wanita setiap tahunnya
mengalami masalah kesehatan berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Komplikasi
yang ada kaitannya dengan kehamilan berjumlah sekitar 18 persen dari jumlah global
penyakit yang diderita wanita pada usia reproduksi. Diperkirakan 40 persen wanita hamil
akan mengalami komplikasi sepanjang kehamilannya. Disamping itu 15 persen wanita hamil
akan mengalami komplikasi yang bisa mengancam jiwanya dan memerlukan perawatan
obstetri darurat, dan perawatan tersebut biasanya masih belum tersedia Terdapat banyak
kasus kegawatdaruratan atau komplikasi yang dapat dialami oleh ibu selama masa
kehamilan, persalinan, maupun postpartum dan juga pada 0 – 30 hari pada bayi baru
lahir diantaranya:
1. Plasenta Previa
- Pengertian dan Klasifikasi Plasenta Previa
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

7
lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus (Hanifa
Winkjosastro, 2005)
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir
tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta letak rendah.: Tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan pada pemeriksaan dalam tidak teraba (Hanifa
Winkjosastro, 2005).
- Ciri – Ciri Plasenta Previa
Ciri- ciri plasenta previa yaitu :
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.
- Etiologi
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada
beberapafaktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya
bekasoperasi rahim (bekas sesar atau operasi mioma), sering mengalami
infeksirahim (radang panggul), kehamilan ganda, usia ibu di atas 35 tahun,
paritas, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
- Diagnosis Plasenta Previa

8
a) Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu
dan berlangsung tanpa sebab.
b) Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka
kepala belum masuk pintu atas panggul.
c) Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
d) USG untuk menentukan letak plasenta.
e) Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui
kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya
dilakukan diatas meja operasi.
- Penatalaksanaan Plasenta Previa
Prinsip dasar penanganan. Setiap ibu dengan perdarahan antepartum
harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas perdarahan yang
pertama kali jarang sekali. Apabila dalam penilaian yang tenang dan jujur
ternyata perdarahan telah berlangsung tidak membahayakan ibu,janin dan
kehamilannya belum cukup 36 minggu atau taksiran berat janin kurang dari
2500 gram dan persalinan belum mulai dapat dibenarkan menunda persalinan
sampai janin dapat hidup diluar kandungan.Tetapi bila terjadi perdarahan yang
membahayakan ibu dan janin atau kehamilannya telah mencapai 36 minggu
dan taksiran berat janin mencapai 2500 gram atau persalinan telah mulai,
maka penanganan pasif harus di tinggalkan dan di tempuh penanganan aktif.
Memilih cara persalinanan yang terbaik adalah tergantung dari derajat
plasenta previa, paritas dan banyaknya perdarahan. Plasenta previa totalis
merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesaria tanpa menghiraukan faktor –
faktor lannya. Perdarahan banyak dan ber ulang – ulang biasnya disebabkan
oleh plasenta yang letaknya lebih tinggi daerjatnya daripada yangditemukan
pada pemeriksaan dalam atau vaskularisasi yang hebat pada serviks dan
segmen bawah uterus.

E.     Asfiksia Neonatorum
1.      Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992)

9
2.  Patofisiologi
Asfiksia dalah keadaan bayi baru lahir tidak bernapas secara spontan dan
teratur, sering kali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan
kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau
sesudah persalinan.
3.  Perubahan Yang Terjadi Pada Asfiksia
Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan
oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat yang disebut
dengan gasping primer.  Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi
tidak bernapas yang diseebut apneu primer. Pada saat ini frekuensi jantug mulai
menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan.
Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan
pada BBL, maka bayi akan melakukan usaha napas megap-megap yang
disebut gasping sekunder dan kemudian masuk dalam periode apneu sekunder. Pada
saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan
bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong. Oleh karena itu, setiap
menjumpai kasus dengan apneu, harus dianggap sebagai apneu sekunder dan segera
dilakukan resusitasi.
4.  Penyebab Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir disebabkan oleh faktor ibu, faktor bayi, dan
faktor tali pusat atau plasenta.
a. Faktor ibu
 Preeklampsia dan eklampsia
 Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa dan solusio
plasenta)
 Partus lama atau partus macet
 Demam sebelum dan selama persalinan
 Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, dan HIV)
 Kehamilan lebih bulan
b. Faktor bayi
 Bayi kurang bulan
 Air ketuban bercampur  mekonium
 Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.
c. Faktor plasenta dan tali pusat

10
 Infark plasenta
 Hematoma plasenta
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolaps tali pusat
5. Diagnostik
a) Anamnesa
a. Ganggaun atau kesulitan waktu lahir
b. Lahir tidak menangsi atau tidak bernapas
c. Air ketuban bercampur mekonium
b) Pemeriksaan fisik
a. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
b. Denyut jantung kurang dari 100 kali permenit
c. Kulit sianosis, pucat
d. Tonus otot menurun
e. Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menilai skor Apgar
6.  Langkah Promotif/ Preventif
Sebetulnya asfiksia pada bayi baru lahir dapat dicegah, maka sebaiknya
dilakukan tindakan pencegahan sebagai berikut.
a. Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas,
b. Meningkatkan status nutrisi ibu,
c. Manajemen persalinan yang baik dan benar ( persalinan yang bersih dan
aman), dan
d. Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan
resusitasi yang baik dan benar sesuai dengan standar.
7.  Penanganan Awal dan Lanjutan
Resusitasi
A. Begitu bayi lahir tidak mengangis,maka dilakukan langkah awal yang terdiri
dari
1. Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
2. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
3. Isap lendir dari mulut bayi kemudian hidung

11
4. Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok
punggung atau menyentil ujung jari kaki bayi dan mengganti kain
yang basah dengan yang kering.
5. Reposisi kepala janin
6. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
B. Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan
memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali
permenit.
C. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
D. Bila bayi belum bernapas dan denyut jantung 60 x/menit lanjutnkan VTP
dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
E. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung.
1. Bila denyut jantung < 60 kali /menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan
kompresi dada
2. Bila denyut jantung > 60 kali/menit, kompresi dada dihentikan dan VTP
dilanjutkan
F. Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi.

12
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan
segera guna menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuat tim
medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas
kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan
Prinsip umum penanganan kasus kegawatdaruratan
a. Pastikan jalan napas bebas
b. Pemberian oksigen
c. Pemberian cairan intravena
d. Pemberian tranfusi darah
e. Pasang kateter kandung kemih
f. Pemberian antibiotika
g. Obat pengurang rasa nyeri
h. Penanganan masalah utama
i. Rujukan           
Plasenta previa adalah keadaaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (Ostium Uteri Internal) (Rustam mochtar, 1998).
Manajemen pada plasenta previa yaitu.
a. Seksio sesarea segera
b. Perawatan konservatif di rumah sakit
c. Persalinan pervaginam
d. Seksio sesarea terjadwal
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo Sarwono, 1997).
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu.
a. Memastikan saluran terbuka

13

Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.

Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
 Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
 Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
 Mempertahankan sirkulasi
- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
- Kompresi dada.
- Pengobatan

B. Saran

Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan
nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang
pembahasan makalah diatas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ritonga Nurhidayah A. dan Hasanbasri Mubasysyir, April 2007, Manajemen Unit


Gawat Darurat pada Penanganan Kasus Kegawatdaruratan Obstetri di Rumah
Sakit Umum Tengku Mansyur Tanjung Balai:Yogyakarta.

http://id.scribd.com/2015/05/makalah-kegawatdaruratan.html?m=1

https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=pQC5DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR6&dq=nfo:zSFPMjQKlDMJ:scholar.
google.com/&ots=Rk6RoteC8r&sig=NrvgbH9B-RcVnFt-
pDJi9lHg4RI&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/750/606

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://journaldatabase.info/articles/penelusuran_kasus-
kasus.html&ved=2ahUKEwiP0cO-
qOXrAhXbfH0KHdgPACkQFjACegQIARAB&usg=AOvVaw2L16EoZlpFOYa8hXyP7A0
C

15

Anda mungkin juga menyukai