Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN ANALISIS NURSING OLYMPIAD

BENCANA ALAM BANJIR

Shania Imelda [1], Fitri Eka Rahmawati[2], Yuli Rahmawati Utami[3]


1
Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran PSDKU Pangandaran

2020
1
BENCANA ALAM BANJIR

Desa A terletak diantara dua sungai besar yaitu Sungai M dan Sungai C. Hutan
di Desa A dan desa sekitarnya banyak yang sudah dilakukan penebangan liar.
Tahun ini, aktivitas penebangan hutan liar semakin meluas sehingga
mengakibatkan terjadinya hutan gundul. Masyarakat sangat takut dengan
kondisi hutan gundul ini terlebih apabila musim hujan datang. Di Desa A banyak
kasus penyakit infeksi saluran napas, penyakit kulit dan penyakit kronik seperti
gagal ginjal kronik dan hipertensi. Desa A terdiri atas 500 KK. Laki-Laki
berjumlah 1400 orang, Perempuan berjumlah 1250 orang yang mana 15
diantaranya sedang hamil, Lansia laki-laki dan perempuan sejumlah 160 orang
dan anak-anak sejumlah 850 orang. Terdapat 1 Puskesmas dan 1 balai desa.
Belum ada pelatihan bencana di Desa A dan warga memiliki sikap acuh tak acuh.

Curah hujan yang tinggi telah terjadi belakangan ini. Di Desa A sudah terjadi
banjir ringan sebanyak enam kali dalam dua bulan terakhir dan mengalami
puncaknya di malam pergantian tahun. Hujan deras mengguyur Desa A sejak 31
Desember 2019 pukul 19.00 sampai 1 Januari 2020 pukul 08.00 pagi.
Dilanjutkan hujan rintik-rintik sampai pukul 15.00 dan terjadi hujan deras
susulan pada pukul 19.00 dan tidak kunjung berhenti sampai 2 Januari pukul
09.00 pagi. Sebagian besar warga yang memprediksi akan terjadi banjir sudah
mengungsi ke tempat sanak saudara yang daerah rumahnya lebih tinggi, namun
sebagian lain memilih untuk tetap di rumah.

Kondisi ini mengakibatkan banyak daerah mengalami banjir, ditambah


meluapnya dua sungai besar di desa tersebut, yakni Sungai M dan Sungai C,
membuat kondisi ini semakin parah. Mulai dari bagian selatan sampai utara Kota
A terdapat empat daerah terparah dari tujuh area banjir dengan ketinggian air
mencapai 2,5 – 3,5 m. Sedangkan dari bagian barat sampai timur terdapat dua
daerah terparah dari empat area banjir dengan ketinggian air mencapai 2,5 m.
Ada banyak warga yang mengeluh kelaparan dan kedinginan karena harus
bertahan hidup di rumah tanpa makanan dan penghangat. Akibat adanya
peristiwa banjir ini berbagai pihak mengalami kerugian, mulai dari kerugian
harta benda warga yang hanyut, bangunan rumah rusak terendam air sampai
atap, dan juga gedung-gedung pusat pelayanan dan pemerintahan tidak dapat
beroperasi seperti biasanya.

Untuk menolong warga, tim dibagi menjadi 2 regu yaitu regu penyelamat dan
regu pengungsian. Sekitar 200 KK terjebak di kediamannya termasuk lansia dan
anak-anak. terdapat 101 orang tewas dan banyak yang belum teridentifikasi, 243
orang hilang, dan 446 mengalami hipotermia, gatal-gatal, kelaparan, luka akibat
jatuh, dan gangguan pernapasan. Terdapat 512 warga yang tinggal di
pengungsian. Ditemukan permasalahan kesehatan seperti cacar air, flu, gizi
2
kurang pada balita dan ibu hamil, serta tidak dapat mengkonsumsi obat rutin
pada penderita hipertensi dan diabetes melitus. Selain itu, genangan air yang
tidak kunjung surut juga memicu terjadinya kontaminasi sumber air bersih,
meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare, dan demam berdarah.

Tiga minggu setelah bencana air telah surut dan warga mulai kembali
membersihkan rumah mereka. Warga menunjukkan gejala gangguan psikologis,
terutama anak-anak menunjukkan Post Traumatic Stress Disorder. Mereka
mengeluhkan tidak bisa tidur dan cemas yang berlebihan sehingga mengganggu
aktivitas keseharian. Setelah peristiwa ini, warga menyadari kebiasaan buruk
mereka dan ingin memperbaikinya, warga menanyakan pada tim penyelamat
tentang siap siaga bencana dan apa saja yang harus dilakukan agar tidak terjadi
bencana banjir lagi.

BAB 1. LANDASAN TEORI

1.1. Pengertian Bencana

Bencana adalah suatu kejadian yang terjadi secara tiba-tiba yang terjadi
karena faktor alam, non alam maupun manusia yang dapat menimbulkan korban
jiwa serta kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan manusia dalam
mengatasinya. Menurut UU No. 24 tahun 2007 bencana digolongkan menjadi
bencana alam, bencana non-alam dan bencana sosial.

Jenis-jenis bencana alam menurut UU No. 24 tahun 2007 terbagi menjadi


3 yaitu :

1. Bencana alam adalah suatu peristiwa atau serangkaian kejadian yang yang
terjadi karena alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

Gambar 1.1 Bencana Banjir di Jakarta Tahun 2020

2. Bencana non alam adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang terjadi
bukan karena alam melainkan disebabkan oleh kegagalan teknologi, epidemi

3
dan wabah penyakit. Selain itu bencana non alam juga seperti peristiwa
terorisme biologi dan kimia, pengeboman, kebakaran, perang dan kecelakaan.

Gambar 1.2 Ledakan di Lebanon Tahun 2020

3. Bencana sosial adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang terjadi
karena adanya konflik di masyarakat baik itu antar kelompok maupun antar
komunitas.

Gambar 1.3 Konflik Sosial Tolak RUU KUHP 2020

1.2. Pengertian Bencana Banjir

Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir


timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada
umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya
sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak
rumah dan menyapu fondasinya. Banjir sering diakibatkan karena
perubahan tata guna lahan, dimana perubahan tata guna lahan memberi andil
yang besar terhadap kenaikan debit sungai.

1.3. Faktor-Faktor Penyebab Bencana Banjir

Banjir adalah proses meluapnya air sungai ke daratan, sehingga


menyebabkan kerugian bagi korban yang mengalaminya seperti kehilangan
harta benda dan dapat menimbulkan korban jiwa. Banjir juga dapat merusak
bangunan, lingkungan hidup, merusak tata kehidupan masyarakat, serta
menimbulkan trauma psikologis bagi masyarakat. Maka dari itu perlunya
pengetahuan mengenai hal-hal yang dapat menimbulkan banjir sehingga

4
dapat dilakukan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang
dapat ditimbulkan. Berikut adalah penyebab terjadinya banjir yaitu :

1. Kapasitas aliran sungai yang tidak mencukupi


2. Penggundulan hutan
3. Adanya endapan sedimen (delta) di muara sungai
4. Daerah banjir yang merupakan daerah dataran rendah
5. Pembuangan sampah ke sungai
6. Drainase yang tidak dirawat
7. Ukuran drainase yang tidak sesuai dengan debit yang ditampung.
1.4. Dampak Bencana Banjir

Dampak dari bencana banjir tersebut dapat dirasakan dalam berbagai


aspek baik itu dari aspek lingkungan, kesehatan, sosial budaya dan lain-lain.

1. Dampak banjir dari aspek lingkungan

Dampak yang dirasakan pada lingkungan yaitu kehilangan harta


benda, tempat tinggal karena lingkungan tempat tinggalnya terendam
banjir yang menyebabkan masyarakat harus mengungsi ketempat yang
lebih aman.

2. Dampak banjir dari aspek kesehatan

Dampak bencana yang dirasakan dari aspek kesehatan yaitu


banyaknya korban jiwa, korban yang mengalami luka-luka dan
menimbulkan kecacatan bagi korban. Selain itu juga karena bencana
pelayanan kesehatan lumpuh, angka kesakitan dan kematian
meningkat, balita dengan gizi kurang bertambah. Bencana
mengakibatkan rusaknya sarana dan prasarana kesehatan, gedung
rumah sakit dan puskesmas rusak, alat kesehatan dan stok obat rusak
atau hilang.

3. Dampak banjir dari aspek sosial budaya dan politik

Dampak budaya merupakan perubahan sistem nilai, etika, dan


norma dalam masyarakat setelah bencana, misalnya menurunnya
kegiatan – kegiatan kebudayaan dan perubahan standar nilai di
masyarakat yang berakibat pada perubahan struktur sosial dalam jangka
menengah dan panjang. Perubahan tersebut meliputi perubahan cara
dan perilaku kehidupan sosial di masyarakat pasca bencana.
Meningkatnya masalah – masalah sosial pasca bencana dapat menjadi
tolak ukur adanya dampak sosial akibat bencana.

5
Dampak politik merupakan perubahan struktur kuasa dan
perilaku politik dalam jangka menengah dan panjang pasca bencana.
Misalnya, peningkatan konflik politik yang disebabkan oleh perebutan
sumber daya pasca bencana atau menurunnya kepercayaan publik
terhadap pemimpin yang dipilih secara demokratis karena salah kelola
dalam penanganan bencana.

4. Dampak banjir dari aspek ekonomi

Dampak ekonomi yaitu terjadinya penurunan kapasitas


ekonomi masyarakat baik di tingkat Kabupaten/Kota pasca bencana
banjir yang berakibat terhadap jumlah produksi domestik regional
bruto. Kapasitas ekonomi Masyarakat tersebut mengikuti tingkat
inflasi, tingkat konsumsi masyarakat, tingkat kesenjangan pendapatan,
tingkat pengangguran, angka kemiskinan, dan lain-lain. Selain itu,
penurunan terhadap Investasi, Impor dan Ekspor dapat diidentifikasi
sebagai dampak bencana terhadap perekonomian.

1.5. Manajemen Bencana Banjir

Gambar 1.4 Diagram Lingkaran Siklus Bencana

1. Pra Bencana
a. Pencegahan
Pencegahan merupakan langkah-langkah yang dilakukan
untuk menghilangkan atau mengurangi akibat dari ancaman
bencana melalui pengendalian serta penyesuaian fisik dan
lingkungan.
b. Mitigasi
Mitigasi merupakan tindakan-tindakan yang memfokuskan
pada pengurangan dampak bencana, sehingga dapat mengurangi
dampak negatif terjadinya bencana. Kegiatan mitigasi meliputi
tindakan non-rekayasa seperti upaya peraturan dan pengaturan,
pemberian sanksi dan penghargaan agar dapat mendorong perilaku
yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan
informasi sehingga memungkinkan orang mengambil keputusan
6
secara sadar. Sedangkan contoh upaya rekayasa yaitu penanaman
modal untuk pembangunan struktur yang tahan terhadap ancaman
bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih
tahan terhadap ancaman bencana.
c. Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan merupakan fase persiapan dengan
memikirkan berbagai tindakan yang bertujuan meminimalisir
kerugian yang ditimbulkan akibat bencana dan menyusun
perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta
perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan
terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian
terhadap kerentanan, 2. membuat perencanaan (pencegahan
bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5.
pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7. mekanisme
tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. gladi resik.
2. Saat Bencana/Intra Beccana
Fase saat bencana disebut juga sebagai fase tanggap darurat. Fase
tanggap darurat atau tindakan merupakan fase dilakukannya berbagai
aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan.
Aktivitas yang dilakukan yaitu : 1. instruksi pengungsian, 2. pencarian
dan penyelamatan korban, 3. menjamin keamanan di lokasi bencana, 4.
pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, 5. pembagian dan
penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, 6. pengiriman dan
penyerahan barang material, dan 7. menyediakan tempat pengungsian.
3. Setelah Bencana
a. Fase Pemulihan
. Pada fase ini merupakan fase dimana individu atau
masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan
fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi bencana), seperti
melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah
sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil
memulihkan lingkungan tempat tinggalnya, mulai dilakukan
rehabilitasi, dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Selain
itu, institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan
secara normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk
rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan kepada para korban.
b. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Fase ini merupakan saat individu atau masyarakat berusaha
mengembalikan fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi,
seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang
sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan

7
menggunakan pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan
individu serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan secara
progresif.

BAB 2. HASIL ANALISIS SKENARIO

A. Analisis Pra Bencana

Pra bencana adalah tahapan manajemen bencana sebelum terjadinya


bencana yang terdiri dari kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.

1. Mitigasi
Mitigasi adalah suatu cara yang pertama kali dilakukan oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mencegah atau
mengurangi dampak yang diakibatkan oleh banjir. Sesuai dengan tahapan
pra-bencana yaitu mitigasi, maka dapat merencanakan program dan
kegiatan untuk Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD dari desa A program
tersebut yaitu membentuk kelurahan siaga bencana dan kelurahan tangguh
bencana dimana mengingat desa tersebut berada di antara dua sungai besar
yaitu sungai M dan sungai C yang menyebabkan desa tersebut menjadi
daerah rawan banjir. Program yang dicanangkan tersebut bertujuan untuk
mempersiapkan masyarakat agar dapat mengantisipasi apabila terjadi
banjir.
Pelaksanaan program tersebut membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak yaitu dari pemerintah, aparatur sipil negara tingkat
kelurahan , ketua RT/RW dan relawan-relawan bencana agar program
tersebut dapat berjalan dengan lancar. Semua pihak tersebut saling terkait
dalam mencegah atau mempersiapkan masyarakat dari akibat yang
ditimbulkan oleh bencana banjir.
Dalam mewujudkan program tersebut maka pemerintah daerah
setempat harus melakukan sosialisasi terkait bencana banjir untuk
memberikan pengetahuan bagaimana cara mencegah serta
menanggulanginya. Dari sosialisasi tersebut diharapkan masyarakat di
desa A mampu berperan secara optimal pada saat terjadi banjir dan mampu
mengurangi kerugian dan dampak lainnya.

2. Kesiapsiagaan

Kegiatan yang digunakan untuk penanganan banjir terbagi menjadi


dua metode yaitu secara struktural dan non struktural. Metode struktural
terbagi menjadi dua jenis yaitu perbaikan dan pengaturan sistem sungai
yang meliputi sistem jaringan sungai, normalisasi sungai, perlindungan
8
tanggul, tanggul banjir, sodetan (shortcut ) dan floodway. Pembangunan
pengendalian banjir terdiri dari pembuatan bendungan (dam), kolam
retensi, pembuatan check dam (penangkap sedimen), bangunan pengurang
kemiringan sungai, groundsill, retarding basin dan pembuatan polder.

Selanjutnya untuk metode non struktural yaitu pengelolaan daerah


aliran sungai yang meliputi pengaturan tata guna lahan, pengendalian
erosi, peramalan banjir, dan peran serta masyarakat. Pengelolaan dengan
metode non struktural ini membutuhkan perencanaan institusional yang
meliputi peningkatan digital elevation model berbasis real-time, perkiraan
banjir dan peringatan, dan perencanaan penggunaan lahan yang termasuk
daerah rawan banjir.

3. Peringatan dini

Peringatan dini dalam pencegahan dan kesiapsiagaan yang


selanjutnya yaitu membuat sistem peringatan banjir di daerah-daerah yang
dekat dengan sungai dan daerah yang rawan terjadi banjir. Sistem
peringatan yang dilakukan yaitu dengan melakukan pengamatan langsung
ke sungai oleh petugas atau relawan, kemudian melakukan pengukuran
debit sungai. Dari skenario, desa A belum ada sistem peringatan banjir,
mereka hanya memprediksi banjir bila terjadi hujan deras. Maka dari itu
perlunya peran pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut selian
memberitahu peringatan dini banjir pemerintah juga harus mempersiapkan
tempat pengungsian yang aman bagi masyarakat yang terdampak.

B. Analisis Intra Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada intra bencana banjir


meliputi :

1. Lakukan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,


kerugian, dan sumber daya di Desa A;
2. Menentukan status keadaan darurat bencana;
3. Lakukan penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. Pemenuhan kebutuhan dasar;
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan di Desa A seperti ibu hamil dan
bayi, lansia, serta anak-anak;
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Dalam penanggulangan bencana di lapangan dapat menggunakan metode


START (Simple Triage and Rapid Treatment). Pertama, dengan memilah pasien
pada korban musibah massal dengan waktu 30 detik atau kurang berdasarkan

9
tiga pemeriksaan primer yaitu Respirasi (R), Perfusi atau sirkulasi dengan
mengecek radialis (P), dan Status Mental (M).

Kedua, klasifikasi korban bencana, diantaranya Korban kritis atau


immediate diberi label merah kegawatan yang mengancam nyawa (prioritas 1),
korban tertunda atau delay diberi label kuning atau kegawatan yang tidak
mengancam nyawa dalam waktu dekat (prioritas 2), korban luka yang masih
dapat berjalan diberi label hijau atau tidak terdapat kegawatan/penanganan dapat
ditunda (prioritas 3), dan korban meninggal diberi label hitam atau tidak
memerlukan penanganan.

Selanjutnya melakukan proses evakuasi dari lokasi bencana ke tempat yang


lebih aman dengan prinsip mengusahakan penderita atau korban yang masih
bernyawa untuk dapat diselamatkan. Pada skenario, terdapat 200 KK terjebak di
kediamannya termasuk anak dan lansia yang merupakan kelompok rentan
sehingga harus segera dievakuasi, lalu terdapat 446 orang mengalami
hipotermia, gatal-gatal, kelaparan, luka akibat jatuh dan gangguan pernapasan.

Berikut tindakan yang dapat dilakukan untuk melakukan penanganan


khusus bagi kelompok rentan tersebut saat fase intra bencana :

1. Keperawatan Bencana Pada Ibu Hamil dan Bayi Saat Bencana

a. Ibu Hamil, tindakan pada 15 ibu hamil korban bencana banjir adalah
bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan resiko kerentanan ibu
hamil dan menyusui dengan meminimalkan guncangan pada saat
mobilisasi dan evakuasi. Pengkajian ibu hamil meliputi berat badan yang
dikaitkan dengan ada atau tidaknya oedema, pengkajian kaki, darah,
sindrom hipertensi, tekanan darah rendah (Sindrom Hipotensi Supinasi).
Sedangkan kondisi kesehatan janin dikaji dengan mengukur gerakan dan
denyut jantungnya, pertumbuhan janin, dan amati kekurangan oksigen
pada janin dan ibu.

b. Bayi, pengkajian pada bayi meliputi suhu tubuh, pakaian bayi harus
tertutup dan hangat agar mengurangi perpindahan suhu yang ekstrim, dan
kebutuhan cairan perlu dikaji dengan seksama karena bisa saja bayi
terpisah dari ibunya sehingga menyusui ASI terputus.

2. Keperawatan Bencana Pada Lansia Saat Bencana

Saat terjadi bencana, memindahkan orang lansia ke tempat yang aman


adalah prioritas. Dalam kondisi lansia tersebut dirawat/dibantu oleh orang
lain, maka mereka tidak bisa mengungsi tanpa ada bantuan dari orang lain.
Oleh karena itu, sangat penting bagi komunitas dan daerah untuk mengetahui

10
keberadaan lansia dan kondisi fisik mereka, dan menentukan metode
penyelamatan yang konkret supaya lansia bisa dievakuasi dengan cepat pada
saat bencana. Lansia yang diselamatkan, dibutuhkan pelayanan
penyelamatan darurat (triage, treatment, dan transportation) dengan cepat
dan hati-hati.

3. Keperawatan Bencana Pada Anak Saat Bencana

Keperawatan pada Anak saat bencana bertujuan memberikan


perlindungan hidup anak, dukungan pertumbuhan, dan perkembangan
kesehatan anak pada setiap fase/tahap dari siklus bencana. Oleh karena itu,
perawat sebaiknya menyediakan suatu lingkungan yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar supaya anak bisa hidup, berdasarkan pengetahuan tentang
fungsi fisiologis dan proses pertumbuhan serta perkembangan anak.

Ketiga, pemberian Oksigen pada korban dengan gangguan pernapasan,


tindakan pertama adalah penilaian dan mempertahankan jalan nafas (teknik :
sapuan jari, hentakan abdomen, pada bayi dengan pijatan dada atau tepukan
punggung, dan pastikan tidak ada sumbatan), tindakan kedua pemberian
oksigen.

Keempat, lakukan penanganan dan pemantauan pada korban hipotermia,


gatal-gatal, kelaparan, dan korban lainnya dengan melihat tingkat kesadaran,
breathing, syok, dan pengiriman ke layanan kesehatan terdekat. Dengan prinsip
utamanya adalah tidak boleh membuat keadaan lebih parah (do no further harm).

Kelima, Perawatan luka diawali dengan pengkajian daerah luka, warna


kulit, dan temperatur. Lakukan pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik bagian
distal luka, lakukan balut bidai jika dicurigai atau didapatkan fraktur. Lakukan
pemantauan hipotermia terutama pada kulit yang kehilangan bagian luas.

Keenam, lakukan Life Support atau upaya agar tetap hidup. Jika ada korban
tewas, segera lakukan identifikasi, lakukan perawatan jenazah, dan penyerahan
jenazah kepada keluarga. Berdasarkan pembagian tugas/mobilisasi Sumber
Daya Manusia yang ditentukan sejak awal, maka proses pencarian korban hilang
harus dilakukan secara maksimal.

Karena terdapat korban bencana yang selamat dan tinggal di pengungsian,


maka fasilitas dan kenyamanan pengungsian harus diperhatikan. Agar dapat
mencegah penyebaran penyakit menular dan dapat memenuhi kebutuhan para
korban bencana banjir di Desa A.

Sedangkan peran perawat pada fase intra bencana adalah sebagai berikut
:

11
1. Bertindak cepat dalam menanggulangi bencana banjir di Desa A
2. Do not promise, artinya perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun
dengan pasti, dengan maksud memberikan harapan yang besar pada para
korban selamat.
3. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
4. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.
C. Analisis Pasca Bencana
1. Tahap Pemulihan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. Pelayanan kesehatan;
f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik

Pemulihan setelah banjir dilakukan sesegera mungkin, untuk mempercepat


perbaikan agar kondisi umum berjalan normal. Tindakan pemulihan,
dilaksanakan mulai dari bantuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari,
perbaikan sarana-prasarana (aftermath assistance and relief), rehabilitasi dan
adaptasi kondisi fisik dan non-fisik (flood adaptation and rehabilitation),
penilaian kerugian materi dan non-materi, asuransi bencana banjir (flood
damage assessment and insurance), dan pengkajian cepat penyebab banjir
untuk masukan dalam tindakan pencegahan (flood quick reconnaissance
study).

Berdasarkan kasus, ditemukan permasalahan kesehatan seperti cacar air,


flu, kurang gizi pada balita dan ibu hamil, serta tidak dapat mengkonsumsi obat
rutin pada penderita hipertensi dan diabetes melitus. Berikut kegiatan
Penanganan Penyakit menular yaitu pengamatan penyakit (surveilans), upaya
promotif, preventif, dan pelayanan kesehatan (penanganan kasus).

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, yaitu :

1. Mengidentifikasi penyakit menular potensial KLB (kejadian luar biasa)


berdasarkan bencana banjir
2. Mengidentifikasi faktor resiko
3. Upaya pencegahan dan pengendalian/ meminimalisir faktor resiko

12
4. Kalkulasi kebutuhan logistik untuk penatalaksanaan kasus kalkulasi
kebutuhan tenaga medis/perawat untuk penatalaksanaan kasus.

Masalah kesehatan berawal dari kurangnya air bersih karena kontaminasi


genangan air yang tak kunjung surut yang berakibat pada buruknya kebersihan
diri dan sanitasi lingkungan menyebabkan perkembangan penyakit menular
seperti pada kasus, yaitu timbulnya penyakit diare dan demam berdarah.
Sehingga perlu dilakukan pengawasan kualitas air, yang dibagi menjadi
beberapa tahapan, antara lain :

1. Pada Awal Distribusi Air

a. Air yang tidak dilakukan pengolahan awal, perlu dilakukan


pengawasan mikrobiologi, tetapi untuk melihat secara visual
tempatnya, cukup menilai ada tidaknya bahan pencemar seperti
kontaminasi genangan air yang tak kunjung surut sehingga dapat
dilakukan penjernihan air

b. Perlu dilakukan tes kekeruhan air untuk menentukan perlu tidaknya


dilakukan pengolahan awal

c. Perlu dilakukan test pH air, karena untuk desinfeksi air memerlukan


proses lebih lanjut dimana pH air sangat tinggi (pH > 5)

d. Kadar klor harus tetap dipertahankan agar tetap 2 kali pada kadar
klor di kran terakhir (rantai akhir), yaitu 0,6 -1 mg/liter air.

2. Pada Distribusi Air, tahap penyaluran air, seperti di mobil tangki air perlu
dilakukan pemeriksaan kadar sisa klor.

3. Pada Akhir Distribusi, pada tangki penampungan air, bila air tidak
mengandung sisa kor lagi perlu dilakukan pemeriksaan bakteri coliform,
serta lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala.

2. Tahap Rekonstruksi dan Rehabilitasi

Tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana


dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh
sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang
didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.

1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana;


2. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat

13
4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat;
6. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

Berdasarkan skenario, terdapat gangguan tingkah laku dan mental yang


berat. Situasi ini terjadi bila individu mengalami gangguan mental karena trauma
atau stress seperti PTSD (Post Traumatic Syndrome Disorder), depresi, cemas
menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi. Gangguan tingkah laku dan mental
yang berat ini jika tidak dilakukan intervensi sistemik akan mudah menyebar.
Keadaan ini membutuhkan dukungan mental dan penanganan oleh mental health
professional. Selain itu, terdapat tindakan yang dilakukan untuk kelompok
rentan, diantaranya :

1. Penanganan pada Ibu Hamil dan Bayi Pasca Bencana, mendukung ibu
menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan, dan emosional,
sediakan jasa konseling dan pemeriksaan ibu hamil dan menyusui.

2. Penanganan pada Lansia Pasca Bencana, rekonstruksi kehidupan baru


lansia, senantiasa berikan dukungan, dan lakukan pemantauan pada
kondisi kesehatannya.

3. Penanganan pada Anak Pasca Bencana, lakukan rekonstruksi kehidupan


agar semakin terbiasa kembali dengan kehidupan sehari-harinya dan
ceritakan segala hal positif.

BAB 3. KESIMPULAN

Banjir disebabkan oleh kondisi dan fenomena alam (topografi, curah


hujan), kondisi geografis daerah dan kegiatan manusia yang berdampak pada
perubahan tata ruang atau guna lahan di suatu daerah. Banjir di sebagian wilayah
Indonesia, diakibatkan oleh intensitas curah hujan yang sangat tinggi (BMKG,
2013). Penjelasan tersebut sesuai dengan skenario, bahwa banjir disebabkan oleh
penebangan hutan secara liar dan curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan
sungai di Desa A meluap dan mengakibatkan kerugian baik dalam sarana dan
prasarana, serta bagi kesehatan masyarakat.

Dalam proses penanggulangan bencana dibagi menjadi tiga, yaitu fase


prabencana (lakukan pencegahan, mitigasi, bangkitkan kesiagaan masyarakat,

14
dan menyiapkan sarana prasarana apabila terjadi bencana), intra bencana
(lakukan peringatan dini dengan memberi tanda terjadi bencana, lakukan
penyelamatan dan perncarian, serta lakukan pengungsian ke tempat yang lebih
aman), dan pasca bencana (berikan pertolongan pada para pengungsi, lakukan
konsolidasi/evaluasi kegiatan, dan rekonstruksi/rehabilitasi dengan melakukan
pembangunan kembali). Tak lupa juga untuk memfokuskan manajemen bencana
bagi kelompok rentan (Menciptakan kondisi/lingkungan yang memungkinkan
ibu menyusui, melibatkan lansia dalam aktifitas sosial, dan membantu anak
kembali melakukan aktivitas), pencegahan penyakit menular (lakukan
pencegahan, pengkajian penyakit menular, dan tentukan solusinya), dan
psikologis para korban bencana (memberikan rasa aman, mendorong
keberfungsian dirinya kembali, dan memfasilitasi korban untuk pemulihan).

Berikut penanganan psikologis yang dapat dilakukan : Trauma hiling


untuk memulihkan trauma dan mengurangi beban penderitaan para korban
seperti dengan mengajak masyarakat untuk senam pagi bersama dan pemberian
motivasi kepada anak-anak dengan menulis. Pemberian konseling traumatik
dengan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) sebagai upaya pemulihan terhadap
korban bencana (Yusuf, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

15
Asy'ari, Q., 2018. ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI PASCA
BENCANA DI KABUPATEN PAMEKASAN (Studi Kasus Banjir, Longsor, dan
Kekeringan di Pamekasan). s.l.:Journal of Management and Accounting.

Dadek, A., 2019. MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA.


Banda Aceh: Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA).

Geofisika, B. M. K., 2013. Analisis Hujan Bulan Januari 2013. s.l.:Buletin


BMKG.

Khaidir, I., 2019. MITIGASI BENCANA BANJIR UNTUK


MENGURANGI DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN DAN
KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT. Jurnal REKAYASA, Volume 08,
pp. 154-160.

Ns. Rudi Hamarno, M., 2016. Keperawatan Kegawatdaruratan & Manajemen


Bencana. Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan.

RACHMAWATI, Y. a. K. K. a. S. S., 2019. MANAJEMEN BENCANA


BANJIR BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG (STUDI
KASUS KELURAHAN WONOSARI DAN MANGKANG WETAN)..
Undip, pp. 1-22. (Asy'ari, 2018).

Supartini, E. et al., 2017. MEMBANGUN KESADARAN, KEWASPADAAN,


DAN KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI BENCANA. Jakata:
Direktorat Kesiapsiagaan Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Wicaksono & R.D, P., 2019. ANALISIS MITIGASI BENCANA DALAM


MEMINIMALISIR RISIKO BENCANA (Studi Pada Kampung Wisata Jodipan
Kota Malang). Malang: Jurnal Administrasi Bisnis (JAB).

Yuantari, C. & Hartini, E., 2019. BUKU AJAR MANAJEMEN BENCANA.


s.l.:s.n.

Yusuf, Umar, Setianto & R Luki, 2013. Efektifitas Cognitive Behavior Therapy
Terhadap Penurunan Derajat Stress. s.l.:Jurnal Mimbar.

16

Anda mungkin juga menyukai