2020
1
BENCANA ALAM BANJIR
Desa A terletak diantara dua sungai besar yaitu Sungai M dan Sungai C. Hutan
di Desa A dan desa sekitarnya banyak yang sudah dilakukan penebangan liar.
Tahun ini, aktivitas penebangan hutan liar semakin meluas sehingga
mengakibatkan terjadinya hutan gundul. Masyarakat sangat takut dengan
kondisi hutan gundul ini terlebih apabila musim hujan datang. Di Desa A banyak
kasus penyakit infeksi saluran napas, penyakit kulit dan penyakit kronik seperti
gagal ginjal kronik dan hipertensi. Desa A terdiri atas 500 KK. Laki-Laki
berjumlah 1400 orang, Perempuan berjumlah 1250 orang yang mana 15
diantaranya sedang hamil, Lansia laki-laki dan perempuan sejumlah 160 orang
dan anak-anak sejumlah 850 orang. Terdapat 1 Puskesmas dan 1 balai desa.
Belum ada pelatihan bencana di Desa A dan warga memiliki sikap acuh tak acuh.
Curah hujan yang tinggi telah terjadi belakangan ini. Di Desa A sudah terjadi
banjir ringan sebanyak enam kali dalam dua bulan terakhir dan mengalami
puncaknya di malam pergantian tahun. Hujan deras mengguyur Desa A sejak 31
Desember 2019 pukul 19.00 sampai 1 Januari 2020 pukul 08.00 pagi.
Dilanjutkan hujan rintik-rintik sampai pukul 15.00 dan terjadi hujan deras
susulan pada pukul 19.00 dan tidak kunjung berhenti sampai 2 Januari pukul
09.00 pagi. Sebagian besar warga yang memprediksi akan terjadi banjir sudah
mengungsi ke tempat sanak saudara yang daerah rumahnya lebih tinggi, namun
sebagian lain memilih untuk tetap di rumah.
Untuk menolong warga, tim dibagi menjadi 2 regu yaitu regu penyelamat dan
regu pengungsian. Sekitar 200 KK terjebak di kediamannya termasuk lansia dan
anak-anak. terdapat 101 orang tewas dan banyak yang belum teridentifikasi, 243
orang hilang, dan 446 mengalami hipotermia, gatal-gatal, kelaparan, luka akibat
jatuh, dan gangguan pernapasan. Terdapat 512 warga yang tinggal di
pengungsian. Ditemukan permasalahan kesehatan seperti cacar air, flu, gizi
2
kurang pada balita dan ibu hamil, serta tidak dapat mengkonsumsi obat rutin
pada penderita hipertensi dan diabetes melitus. Selain itu, genangan air yang
tidak kunjung surut juga memicu terjadinya kontaminasi sumber air bersih,
meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare, dan demam berdarah.
Tiga minggu setelah bencana air telah surut dan warga mulai kembali
membersihkan rumah mereka. Warga menunjukkan gejala gangguan psikologis,
terutama anak-anak menunjukkan Post Traumatic Stress Disorder. Mereka
mengeluhkan tidak bisa tidur dan cemas yang berlebihan sehingga mengganggu
aktivitas keseharian. Setelah peristiwa ini, warga menyadari kebiasaan buruk
mereka dan ingin memperbaikinya, warga menanyakan pada tim penyelamat
tentang siap siaga bencana dan apa saja yang harus dilakukan agar tidak terjadi
bencana banjir lagi.
Bencana adalah suatu kejadian yang terjadi secara tiba-tiba yang terjadi
karena faktor alam, non alam maupun manusia yang dapat menimbulkan korban
jiwa serta kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan manusia dalam
mengatasinya. Menurut UU No. 24 tahun 2007 bencana digolongkan menjadi
bencana alam, bencana non-alam dan bencana sosial.
1. Bencana alam adalah suatu peristiwa atau serangkaian kejadian yang yang
terjadi karena alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang terjadi
bukan karena alam melainkan disebabkan oleh kegagalan teknologi, epidemi
3
dan wabah penyakit. Selain itu bencana non alam juga seperti peristiwa
terorisme biologi dan kimia, pengeboman, kebakaran, perang dan kecelakaan.
3. Bencana sosial adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang terjadi
karena adanya konflik di masyarakat baik itu antar kelompok maupun antar
komunitas.
4
dapat dilakukan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang
dapat ditimbulkan. Berikut adalah penyebab terjadinya banjir yaitu :
5
Dampak politik merupakan perubahan struktur kuasa dan
perilaku politik dalam jangka menengah dan panjang pasca bencana.
Misalnya, peningkatan konflik politik yang disebabkan oleh perebutan
sumber daya pasca bencana atau menurunnya kepercayaan publik
terhadap pemimpin yang dipilih secara demokratis karena salah kelola
dalam penanganan bencana.
1. Pra Bencana
a. Pencegahan
Pencegahan merupakan langkah-langkah yang dilakukan
untuk menghilangkan atau mengurangi akibat dari ancaman
bencana melalui pengendalian serta penyesuaian fisik dan
lingkungan.
b. Mitigasi
Mitigasi merupakan tindakan-tindakan yang memfokuskan
pada pengurangan dampak bencana, sehingga dapat mengurangi
dampak negatif terjadinya bencana. Kegiatan mitigasi meliputi
tindakan non-rekayasa seperti upaya peraturan dan pengaturan,
pemberian sanksi dan penghargaan agar dapat mendorong perilaku
yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan penyediaan
informasi sehingga memungkinkan orang mengambil keputusan
6
secara sadar. Sedangkan contoh upaya rekayasa yaitu penanaman
modal untuk pembangunan struktur yang tahan terhadap ancaman
bencana dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih
tahan terhadap ancaman bencana.
c. Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan merupakan fase persiapan dengan
memikirkan berbagai tindakan yang bertujuan meminimalisir
kerugian yang ditimbulkan akibat bencana dan menyusun
perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta
perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan
terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian
terhadap kerentanan, 2. membuat perencanaan (pencegahan
bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5.
pengumpulan sumber daya, 6. sistem alarm, 7. mekanisme
tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. gladi resik.
2. Saat Bencana/Intra Beccana
Fase saat bencana disebut juga sebagai fase tanggap darurat. Fase
tanggap darurat atau tindakan merupakan fase dilakukannya berbagai
aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan.
Aktivitas yang dilakukan yaitu : 1. instruksi pengungsian, 2. pencarian
dan penyelamatan korban, 3. menjamin keamanan di lokasi bencana, 4.
pengkajian terhadap kerugian akibat bencana, 5. pembagian dan
penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat, 6. pengiriman dan
penyerahan barang material, dan 7. menyediakan tempat pengungsian.
3. Setelah Bencana
a. Fase Pemulihan
. Pada fase ini merupakan fase dimana individu atau
masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan
fungsinya seperti sedia kala (sebelum terjadi bencana), seperti
melakukan perbaikan darurat tempat tinggalnya, pindah ke rumah
sementara, mulai masuk sekolah ataupun bekerja kembali sambil
memulihkan lingkungan tempat tinggalnya, mulai dilakukan
rehabilitasi, dan aktivitas untuk membuka kembali usahanya. Selain
itu, institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan
secara normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk
rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan kepada para korban.
b. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Fase ini merupakan saat individu atau masyarakat berusaha
mengembalikan fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi,
seseorang atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang
sama seperti sebelum mengalami bencana, sehingga dengan
7
menggunakan pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan
individu serta keadaan komunitas pun dapat dikembangkan secara
progresif.
1. Mitigasi
Mitigasi adalah suatu cara yang pertama kali dilakukan oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mencegah atau
mengurangi dampak yang diakibatkan oleh banjir. Sesuai dengan tahapan
pra-bencana yaitu mitigasi, maka dapat merencanakan program dan
kegiatan untuk Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD dari desa A program
tersebut yaitu membentuk kelurahan siaga bencana dan kelurahan tangguh
bencana dimana mengingat desa tersebut berada di antara dua sungai besar
yaitu sungai M dan sungai C yang menyebabkan desa tersebut menjadi
daerah rawan banjir. Program yang dicanangkan tersebut bertujuan untuk
mempersiapkan masyarakat agar dapat mengantisipasi apabila terjadi
banjir.
Pelaksanaan program tersebut membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak yaitu dari pemerintah, aparatur sipil negara tingkat
kelurahan , ketua RT/RW dan relawan-relawan bencana agar program
tersebut dapat berjalan dengan lancar. Semua pihak tersebut saling terkait
dalam mencegah atau mempersiapkan masyarakat dari akibat yang
ditimbulkan oleh bencana banjir.
Dalam mewujudkan program tersebut maka pemerintah daerah
setempat harus melakukan sosialisasi terkait bencana banjir untuk
memberikan pengetahuan bagaimana cara mencegah serta
menanggulanginya. Dari sosialisasi tersebut diharapkan masyarakat di
desa A mampu berperan secara optimal pada saat terjadi banjir dan mampu
mengurangi kerugian dan dampak lainnya.
2. Kesiapsiagaan
3. Peringatan dini
9
tiga pemeriksaan primer yaitu Respirasi (R), Perfusi atau sirkulasi dengan
mengecek radialis (P), dan Status Mental (M).
a. Ibu Hamil, tindakan pada 15 ibu hamil korban bencana banjir adalah
bantuan penyelamatan yang tidak meningkatkan resiko kerentanan ibu
hamil dan menyusui dengan meminimalkan guncangan pada saat
mobilisasi dan evakuasi. Pengkajian ibu hamil meliputi berat badan yang
dikaitkan dengan ada atau tidaknya oedema, pengkajian kaki, darah,
sindrom hipertensi, tekanan darah rendah (Sindrom Hipotensi Supinasi).
Sedangkan kondisi kesehatan janin dikaji dengan mengukur gerakan dan
denyut jantungnya, pertumbuhan janin, dan amati kekurangan oksigen
pada janin dan ibu.
b. Bayi, pengkajian pada bayi meliputi suhu tubuh, pakaian bayi harus
tertutup dan hangat agar mengurangi perpindahan suhu yang ekstrim, dan
kebutuhan cairan perlu dikaji dengan seksama karena bisa saja bayi
terpisah dari ibunya sehingga menyusui ASI terputus.
10
keberadaan lansia dan kondisi fisik mereka, dan menentukan metode
penyelamatan yang konkret supaya lansia bisa dievakuasi dengan cepat pada
saat bencana. Lansia yang diselamatkan, dibutuhkan pelayanan
penyelamatan darurat (triage, treatment, dan transportation) dengan cepat
dan hati-hati.
Keenam, lakukan Life Support atau upaya agar tetap hidup. Jika ada korban
tewas, segera lakukan identifikasi, lakukan perawatan jenazah, dan penyerahan
jenazah kepada keluarga. Berdasarkan pembagian tugas/mobilisasi Sumber
Daya Manusia yang ditentukan sejak awal, maka proses pencarian korban hilang
harus dilakukan secara maksimal.
Sedangkan peran perawat pada fase intra bencana adalah sebagai berikut
:
11
1. Bertindak cepat dalam menanggulangi bencana banjir di Desa A
2. Do not promise, artinya perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun
dengan pasti, dengan maksud memberikan harapan yang besar pada para
korban selamat.
3. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
4. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.
C. Analisis Pasca Bencana
1. Tahap Pemulihan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. Pelayanan kesehatan;
f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. Pemulihan fungsi pelayanan publik
12
4. Kalkulasi kebutuhan logistik untuk penatalaksanaan kasus kalkulasi
kebutuhan tenaga medis/perawat untuk penatalaksanaan kasus.
d. Kadar klor harus tetap dipertahankan agar tetap 2 kali pada kadar
klor di kran terakhir (rantai akhir), yaitu 0,6 -1 mg/liter air.
2. Pada Distribusi Air, tahap penyaluran air, seperti di mobil tangki air perlu
dilakukan pemeriksaan kadar sisa klor.
3. Pada Akhir Distribusi, pada tangki penampungan air, bila air tidak
mengandung sisa kor lagi perlu dilakukan pemeriksaan bakteri coliform,
serta lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala.
13
4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat;
6. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
1. Penanganan pada Ibu Hamil dan Bayi Pasca Bencana, mendukung ibu
menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan, dan emosional,
sediakan jasa konseling dan pemeriksaan ibu hamil dan menyusui.
BAB 3. KESIMPULAN
14
dan menyiapkan sarana prasarana apabila terjadi bencana), intra bencana
(lakukan peringatan dini dengan memberi tanda terjadi bencana, lakukan
penyelamatan dan perncarian, serta lakukan pengungsian ke tempat yang lebih
aman), dan pasca bencana (berikan pertolongan pada para pengungsi, lakukan
konsolidasi/evaluasi kegiatan, dan rekonstruksi/rehabilitasi dengan melakukan
pembangunan kembali). Tak lupa juga untuk memfokuskan manajemen bencana
bagi kelompok rentan (Menciptakan kondisi/lingkungan yang memungkinkan
ibu menyusui, melibatkan lansia dalam aktifitas sosial, dan membantu anak
kembali melakukan aktivitas), pencegahan penyakit menular (lakukan
pencegahan, pengkajian penyakit menular, dan tentukan solusinya), dan
psikologis para korban bencana (memberikan rasa aman, mendorong
keberfungsian dirinya kembali, dan memfasilitasi korban untuk pemulihan).
DAFTAR PUSTAKA
15
Asy'ari, Q., 2018. ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI PASCA
BENCANA DI KABUPATEN PAMEKASAN (Studi Kasus Banjir, Longsor, dan
Kekeringan di Pamekasan). s.l.:Journal of Management and Accounting.
Yusuf, Umar, Setianto & R Luki, 2013. Efektifitas Cognitive Behavior Therapy
Terhadap Penurunan Derajat Stress. s.l.:Jurnal Mimbar.
16