Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan

upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat jalan,

rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, dan non medik yang

dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan

sosial, budaya dan dalam menyelenggarakannya upaya dimaksud dapat

mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap

lingkungan (Agustiani dkk, 1998).

Rumah sakit memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan. Peran

sentral rumah sakit yaitu: menyediakan pelayanan paripurna, penyembuhan

penyakit dan pencegahan penyakit kepada masyarakat (World Health

Organization, 2015). Sedangkan menurut Undang-Undang Pemerintahan

Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menyebutkan

bahwa, dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna rumah sakit menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Sebagai penyedia pelayanan kesehatan, rumah sakit bersaing dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, rumah sakit yang mampu

bertahan dalam persaingan adalah rumah sakit yang berorientasi pada kepuasan

pasien.

Kepuasan pasien dapat dicapai dengan pelayanan keperawatan yang

berkualitas. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional


yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada

ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau

masyarakat, baik sehat maupun sakit (Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan). Memberikan pelayanan pada

individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, mempunyai peranan besar

terhadap pencapaian efisiensi, mutu dan citra rumah sakit (Nursalam, 2014).

Keperawatan sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan di rumah

sakit, wajib memberikan pelayanan keperawatan yang prima, efisien, efektif, dan

produktif kepada masyarakat. Huber (2006, dalam Sugiharto, et al. 2012)

mengemukakan di rumah sakit perawat memiliki peran fundamental yang luas

selama 24 jam sehari, 365 hari dalam setahun, dan berdampak pada kualitas,

efisiensi, dan efektivitas layanan kesehatan. Thomson, et al. (2007, dalam

Sugiharto, et al. 2012) mengatakan bahwa perawat merupakan kelompok pemberi

jasa layanan kesehatan terbesar di rumah sakit yang jumlahnya mencapai 40% -

60%, mengerjakan hampir 90% layanan kesehatan rumah sakit melalui asuhan

keperawatan dan sangat berpengaruh pada hasil akhir (outcomes) pasien.

Profesionalisme keperawatan menekankan pada peningkatan mutu

pelayanan sebagai suatu kewajiban moral profesi untuk melindungi masyarakat

terhadap praktik yang tidak profesional. Pelayanan keperawatan profesional dapat

diwujudkan dengan cara pengembangan model praktik keperawatan profesional

(Keliat, 2006). Menurut hasil penelitian Hoffart & Woods (1996, dalam Sitorus,

2006) mengemukakan bahwa dengan pengembangan model praktik keperawatan

profesional dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Berkembangnya


sistem informasi dan teknologi dalam menghadapi era globalisasi memberikan

dampak positif bagi pola pikir masyarakat, terutama pada bidang kesehatan.

Fenomena ini dapat dilihat dari semakin tinginya tuntutan masyarakat akan

pelayanan kesehatan yang berkualitas (Kompasiana, 2014). Tingginya tuntutan

masyarakat tersebut dalam sistem pelayanan keperawatan perlu adanya

perubahan. Salah satu pelaksanaan perubahan adalah memberikan asuhan

keperawatan yang berkualitas dengan manajerial keperawatan yang andal

(Nursalam, 2014).

Model metode asuhan keperawatan profesional adalah suatu model yang

digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien (Sitorus, 2006).

Nursalam (2014) menyatakan sistem model metode asuhan keperawatan

profesional (MAKP) merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat standar,

proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem MAKP. Empat unsur

tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menetukan model metode

asuhan keperawatan profesional (Nursalam, 2014).

Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan keperawatan,

oleh karena itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan meningkatkan

mutu pelayanan asuhan keperawatan. Memenuhi tuntutan masyarakat akan

pelayanan keperawatan yang berkualitas, rumah sakit perlu mengembangkan

suatu model metode asuhan keperawatan profesional yang bertujuan untuk

memenuhi kepuasan pasien (Suarli, 2011). Hasil penelitian Megaliyana (2011)

dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dengan penggunanaan model metode


asuhan keperawatan tim memiliki kepuasan pasien yang lebih tinggi daripada

penggunaan fungsional.

Proporsi tenaga perawat di sarana kesehatan merupakan proporsi terbesar

yakni 40% dibanding tenaga kesehatan lainnya. Tenaga tersebut 65% bekerja di

rumah sakit, 28% di puskesmas dan selebihnya 7% di sarana kesehatan lainnya

(PPNI, 2005).

Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan

sesuai pendokumentasian asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan

juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.

Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan catatan tentang

tanggapan/respon klien terhadap kegiatan-kegiatan pelaksanaan keperawatan

secara menyeluruh, sistematis dan terstruktur sebagai pertanggunggugatan

terhadap tindakan yang dilakukan perawat terhadap klien dalam melaksanakan

asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

(Prabowo, 2016). Apabila pendokumentasian tidak dilakukan dengan lengkap

akan dapat menurunkan mutu pelayanan keperawatan karena tidak akan dapat

mengidentifikasi sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan keperawatan yang telah

diberikan. dalam aspek legal perawat tidak mempunyai bukti tertulis jika suatu

hari nanti klien menuntut ketidakpuasan akan pelayanan keperawatan (Yanti,

2013).

Bukti tertulis pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh tenaga

keperawatan bertujuan untuk menghindari kesalahan, tumpang tindih dan ketidak


lengkapan informasi. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 pasal 52 ayat 1

menyatakan bahwa rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan

tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk system

informasi manajemen rumah sakit.

Permenkes No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis pada pasal

1 ayat 1, menyatakan bahwa rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan

dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Berdasarkan permenkes

tersebut maka tenaga keperawatan mempunyai kewajiban untuk

mendokumentasikan setiap asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki resiko hukum, kesalahan

perawatan yang mengakibatkan kecacatan atau kematian bagi pasien dapat

menyeret perawat ke pengadilan, karenanya segala aktifitas yang dilakukan

terhadap pasien harus di dokumentasikan dengan baik dan jelas. Dokumentasi

menjadi elemen penting dari perawatan pasien, memungkinkan komunikasi antara

tim perawatan dan seluruh pergeseran keperawatan, memberikan catatan hukum

perawatan yang diberikan kepada pasien dan bertindak sebagai alat untuk

membantu mengelola perawatan pasien (Boucher, 2012).

Dokumentasi sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari

perawat dalam menjalankan tugasnya. Dokumentasi merupakan catatan otentik

dalam penerapan manajemen asuhan keperawatan professional. Perawat

professional diharapkan dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung

gugat terhadap segala tindakan yang dilakukannya. Bila terjadi suatu masalah
yang berhubungan dengan profesi keperawatan, maka dokumentasi tersebut dapat

dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Setiadi, 2012).

Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis

pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama

asuhan keperawatan dilakukan, di samping itu dokumentasi dijadikan sebagai

wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat

dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggung

jawabkan (Setiadi, 2012). Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat

sejauhmana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan

(Handayaningsih, 2009).

Rumah Sakit Permata Cirebon dalam memberikan pelayanan keperawatan

terdiri dari beberapa unit, meliputi Unit Gawat Darurat, Unit Poliklinik Rawat

Jalan, Unit Rawat Inap 200, Unti Rawat Inap 300, Unit Rawat Inap 308 Dan Unit

Intensif Unit Care (ICU)

Berdasarkan petunjuk dari kepala bidang keperawatan RS Permata Cirebon

dan untuk meningkatkan pelayanan rawat inap sesuai instruksi dari manajemen

RS Permata Cirebon sebagai pemenuhan kualitas pelayanan keperawatan yang

akan dilakukan di rawat inap khususnya rawat inap 308 sebagai tempat praktik

manajemen keperawatan.

Berdasarkan pengamatan kajian situasional terdapat beberapa kekurangan

yang perlu diperbaiki oleh karena itu mahasiswa STIKes Cirebon memilih
permasalahan dokumentasi keperawatan. Mengingat dokumentasi keperawatan di

ruang rawata inap 308 belum sepenuhnya optimal.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah dilakukan praktik manajemen keperawatan diharapkan Unit Rawat

Inap 308 dapat melakukan dokumentasi keperawatan secara disiplin dan

continue / berkelanjutan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Membedakan tanggung gugat perawat dengan anggota tim kesehatan

lainnya

2. Menjadikan sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang

telah diberikan kepada klien

3. Menjadikan sebagai data yang dibutuhkan secara administrasi dan legal

formal

4. Memberikan pelayanan keperawatan guna meningkatkan kesehatan yang

optimal

1.3 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut “Bagaimanakah gambaran kelengkapan pendokumentasian asuhan

keperawatan di RS Permata Cirebon?”


1.4 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi pasien

1. Mendapatkan pelayanan untuk meningkatkan kesehatan

2. Mendapatkan perawatan medis dan non medis

1.3.2 Bagi mahasiswa

1. Mendapatkan data yang berguna dalam bidang pendidikan dan penelitian

1.3.3 Bagi perawat ruang rawat inap 308

1. Mempermudah untuk mengidentifikasi keadaan pasien pada saat timbang

terima

2. Mengidentifikasi fokus keperawatan bagi klien da kelompok

3. Melakukan evalusia setelah tindakan keperawatan

4. Sebagai bahan pembelajaran bagi perawat

1.5 Cara Pengumpulan Data

1.5.1 Observasi

Mengobservasi proses pendokumentasian Asuhan Keperawatan

yang berlangsung di Ruang rawat Inap 308 Rumah Sakit Permata

Cirebon Tahun 2019.

1.5.2 Wawancara

Wawancara dilakukan pada kepala ruangan, Ka Shiff, dan perawat

pelaksana di ruang rawat inap 308 Rumah Sakit Permata Tahun 2019.

1.5.3 Studi Dokumentasi

Mengumpulkan data mengenai kegiatan pendokumentasian asuhan

keperawatan di ruang rawat inap 308 Rumah Sakit Permata Tahun 2019.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat

unsur, yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem

MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan

menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak

memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang

independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi

kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud.

2.1.1 Faktor-faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP

a. Kualitas Pelayanan Keperawatan

Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu berbicara

mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:

1. meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;

2. menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;

3. mempertahankan eksistensi institusi;

4. meningkatkan kepuasan kerja;

5. meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;

6. menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.

Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model

praktik, metode praktik, dan standar.


b. Standar Praktik Keperawatan

Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI

(1995) terdiri atas beberapa standar, yaitu:

1. Menghargai hak-hak pasien;

2. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (spmrs);

3. Observasi keadaan pasien;

4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi;

5. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;

6. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif;

7. Pendidikan kepada pasien dan keluarga;

8. Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan

keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan

Dasar Manusia dari Henderson), meliputi:

1. Oksigen;

2. Cairan dan elektrolit;

3. Eliminasi;

4. Kemananan;

5. Kebersihan dan kenyamanan fisik;

6. Istirahat dan tidur;

7. Aktivitas dan gerak;

8. Spiritual;

9. Emosional;
10. Komunikasi;

11. Mencegah dan mengatasi risiko psikologis;

12. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan;

13. Penyuluhan;

14. Rehabilitasi.

2.1.2 Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan

Profesional

Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada

pasien. Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan

model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di

rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan

primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan perlu

mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap

unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola

asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan

prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Oleh karena setiap perubahan akan

berakibat suatu stres sehingga perlu adanya antisipasi, “... jangan mengubah suatu

sistem...justru menambah permasalahan...” (Kurt Lewin, 1951dikutip oleh

Marquis dan Huston, 1998). Terdapat enam unsur utama dalampenentuan

pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis dan Huston, 1998:

143).

a. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)

1. Sesuai dengan visi dan misi institusi.


Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus

didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.

2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.

Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan

asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan

keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.

3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.

Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan

efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya

suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat

hasil yang sempurna.

4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.

Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien

terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang

baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan

pelanggan.

5. Kepuasan dan kinerja perawat.

Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan

kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan

perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustrasi dalam

pelaksanaannya.

6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan

lainnya.
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab

merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan

keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal

yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

b. Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)

Jenis Model Asuhan Keperawatan Menurut Grant dan Massey (1997) dan

Marquis dan Huston (1998)

Model Deskripsi Penanggung

jawab
Fungsional  Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi Perawat yang

keperawatan. bertugas pada

 Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tindakan tertentu.

tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada.

 Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat

dalam pengelolaan asuhan keperawatan

sebagai pilihan utama pada saat perang dunia

kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya

jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap

perawat hanya melakukan 1–2 jenis intervensi

keperawatan kepada semua pasien di bangsal.


Kasus  Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi Manajer

keperawatan keperawatan

 Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan


dan observasi pada pasien tertentu

 Rasio 1 : 1 ( pasien : perawat). Setiap pasien

dilimpahkan kepada semua perawat yang

melayani seluruh kebutuhannya pada saat

mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh

perawat yang berbeda untuk setiap sif dan

tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat

oleh orang yang sama pada hari berikutnya.

Metode penugasan kasus biasanya diterapkan

untuk perawat privat atau untuk khusus seperti

isolasi, perawatan insentif.


Tim  Berdasarkan pada kelompok filosofi Ketua tim

keperawatan

 Enam sampai tujuh perawat professional dan

perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim,

disupervisi oleh ketua tim

 Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas

anggota yang berbeda-beda dalam memberikan

asuhan keperawatan terhadap sekelompok

pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi2-3

tim/grup yang terdiri atas tenaga professional,

teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok

kecil yang saling membantu.


Primer  Berdasarkan pada tindakan yang Perawat primer
komperehensif dari filosofi keperawatan (PP)

 Perawat bertanggung jawab terhadap semua

aspek asuhan keperawatan

 Metode penugasan dimana satu orang perawat

bertanggung jawab penuh selama 24 jam

terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari

pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

Mendorong praktik kemandirian perawat, ada

kejelasan antara pembuat rencana asuhan

keperawatan dan pelasana. Metode primer ini

ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan

terus menerus antara pasien dan perawat yang

ditugaskan untuk merencanakan, melakukan,

dan koordinasi asuhan keperawatan selama

pasien dirawat.

Berikut ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian

asuhan keperawatan profesional. Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan

profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam

menghadapi tren pelayanan keperawatan.

1. Fungsional (bukan model MAKP).

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan

keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu,

karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat
hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya,

merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.

Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan Huston, 1998: 138)

Kelebihan:

a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas

dan pengawasan yang baik;

b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga;

c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan

perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum

berpengalaman.

Kelemahan:

a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;

b. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses

keperawatan;

c. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan

keterampilan saja.

2. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda

dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat

ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional,

teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.

Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat inap, unit

rawat jalan, dan unit gawat darurat.

Konsep metode Tim:

a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai

teknik kepemimpinan;

b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan

terjamin;

c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;

d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila

didukung oleh kepala ruang.

Kelebihannya:

a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;

b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;

c. Memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di atasi dan

memberi kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan:

Komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi

tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada

waktu-waktu sibuk.
Tanggung jawab anggota tim:

a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya;

b. Kerja sama dengan anggota tim dan antartim;

c. Memberikan laporan.

Tanggung jawab ketua tim:

a. Membuat perencanaan;

b. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi;

c. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan

pasien;

d. Mengembangkan kemampuan anggota;

e. Menyelenggarakan konferensi.

Tanggung jawab kepala ruang:

a. Perencanaan:

 Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing.

 Mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya;

 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi, dan

persiapan pulang, bersama ketua tim;

 Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan

kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan;

 Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;

 Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan

medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan

dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien;


 Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk kegiatan

membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan

proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi

untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau

keluarga yang baru masuk;

 Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;

 Membantu membimbing peserta didik keperawatan;

 Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.

b. Pengorganisasian:

 Merumuskan metode penugasan yang digunakan;

 Merumuskan tujuan metode penugasan;

 Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;

 Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim, dan

ketua tim membawahi 2–3 perawat;

 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas,

mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain;

 Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan,

 Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;

 Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada

ketua tim;

 Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien;

 Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;


 Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

c. Pengarahan:

 Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;

 Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik;

 Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan

sikap;

 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan

asuhan keperawatan pada pasien;

 Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;

 Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan

tugasnya;

 Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan:

 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua

tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan

kepada pasien;

 Melalui supervisi:

1) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri,

atau melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/ mengawasi

kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga;

2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,

membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat


selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan),

mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas;

3) Evaluasi;

4) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana

keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim;

5) Audit keperawatan.

Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing” (Marquis dan Huston, 1998: 138)

3. MAKP Primer.

Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh

selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk

sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada

kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini

ditandaidengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan


perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi

asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam, 2009)

Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Marquis dan Huston, 1998: 138)
Kelebihan:

a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif;

b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan

memungkinkan pengembangan diri;

c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit

(gillies, 1989).

Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena

terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan

bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,

dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan

dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi

pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.

Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki

pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction,

kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis,

penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

Konsep dasar metode primer:

a. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat;

b. Ada otonomi;

c. Ketertiban pasien dan keluarga.


Tugas perawat primer:

a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;

b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan;

c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;

d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh

disiplin lain maupun perawat lain;

e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai;

f. Menerima dan menyesuaikan rencana;

g. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang;

h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial di

masyarakat;

i. Membuat jadwal perjanjian klinis;

j. Mengadakan kunjungan rumah.

Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:

a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer;

b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru;

c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten;

d. Evaluasi kerja;

e. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;

f. Membuat 1–2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang

terjadi.
Ketenagaan metode primer:

a. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat

dengan pasien;

b. Beban kasus pasien 4–6 orang untuk satu perawat primer;

c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;

d. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun

nonprofesional sebagai perawat asisten;

4. MAKP Kasus.

Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia

dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan tidak

ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari

berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat,

dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi dalam

memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan perawatan

intensif (intensive care).

Kelebihannya:

a. Perawat lebih memahami kasus per kasus;

b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.

Kekurangannya:

a. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;

b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang

sama.
Sistem Asuhan Keperawatan “Case Method Nursing” (Marquis dan Huston, 1998: 136)

5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer.

Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua

sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan

pada beberapa alasan berikut.

a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer

harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara.

b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab

asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.

c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan

keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer,

karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3,

bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua

tim.

Tingkat Praktik Metode Ketenagaan Dokumentasi Aspek

keperawatan pemberian riset

askep
MAKP Mampu Modifikasi 1. Jumlah sesuai Standar renpra

Pemula memberikan keperawatan tingkat (masalah aktual)

asuhan primer ketergantungan

keperawatan pasien

profesi tingkat 2. Skp/Ners/DIV

pemula (1:25-30 pasien)

sebagai CCM

3. DIII keperawatan

sebagai PP perawat

pemula
MAKP I Mampu Modifikasi 1. Jumlah sesuai Standar renpra 1. Riset

memberikan keperawatan tingkat (masalah aktual deskript

asuhan primer ketergantungan dan masalah if oleh

keperawatan pasuen risiko) PP

professional 2. Spesialis 2. Identifi

tingkat I keperawatan (1:9- kasi

10 pasien) sebagai masala

CCM h riset

3. S.Kep/Ners 3. Pemanf

sebagai PP aatan

4. DIII keperawatan hasil

sebagai PA riset
MAKP II Mampu Manajemen 1. Jumlah sesuai Clinical 1. Riset

memberikan kasus dan tingkat phatway/ standar eksperi

asuhan keperawatan ketergantunga renpra (masalah men

keperawatan pasien aktual dan oleh


tingkat II 2. Spesialis risiko) spesiali

keperawatan (1:3 s

PP) 2. Identifi

3. Spesialis kasi

keperawatan (1:9- masala

10 pasien) h riset

4. DIII keperawatan 3. Pemanf

sebagai PA aatan

hasil

riset
MAKP III Mampu Manajemen 1. Jumlah sesuai Clinical pathway 1. Riset

memberikan kasus tingkat interve

asuhan ketergantungan nsi

keperawatan pasien lebih

tingkat III 2. Doktor banyak

keperawatan klinik 2. Identifi

(konsultasi) kasi

3. Spesialis masala

keperawatan (1:3 h riset

PP) 3. Pemanf

4. S.Kp/Ners sebagai aatan

PP hasil

riset

2.1.3 Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan


Berikut ini merupakan cara perhitungan kebutuahn tenaga keperawatan

diruang 308 dengan metode gilles:

Metode Gilles.

a. Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan adalah:

A x B xC F
= =H
( C− D ) x E G

Keterangan:

A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari

B = rata-rata jumlah pasien/hari

C = jumlah hari/tahun

D = jumlah hari libur masing-masing perawat

E = jumlah jam kerja masing-masing perawat

F = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun

G = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun

H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

b. Jumlah tenaga yang bertugas setiap hari:

rata−rata jam peawatan/hari x rata−rata jumlah jam perawatan /hari


jumla h jam kerja efektif /hari

c. Asumsi jumlah cuti hamil 5% (usia subur) dari tenaga yang dibutuhkan

maka jumlah jam kerja yang hilang karena cuti hamil = 5% × jumlah hari

cuti hamil × jumlah jam kerja/hari

Tambahan tenaga:

5 % × jumlahtenaga× jumlahjamkerjacutihamil
jumla h jam kerja efektif /ta h un
Catatan:

1) Jumlah hari takkerja/tahun.

Hari minggu (52 hari) + cuti tahunan (12 hari) + hari besar (12 hari) +

cuti sakit/izin (10 hari) = 86 hari.

2) Jumlah hari kerja efektif/tahun.

Jumlah hari dalam 1 tahun – jumlah hari tak kerja = 365 – 86 = 279 hari.

3) Jumlah hari efektif/minggu = 279 : 7 = 40 minggu Jumlah jam kerja

perawat perminggu = 40 jam.

4) Cuti hamil = 12 × 6 = 72 hari.

5) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah

20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan).

6) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan

ketentuan. Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%.

7) Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah 55%

tenaga profesional dan 45% tenaga nonprofesional.

Prinsip perhitungan rumus Gillies:

Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu

sebagai berikut.

a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang berhubungan dengan

pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.

Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat dapat

diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total
care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan langsung setiap

pasien adalah empat jam perhari. Adapun waktu perawatan berdasarkan

tingkat ketergantungan pasien adalah:

1) Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam

2) Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam

3) Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam

4) Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam.

Tingkat ketergantungan pasien: Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori

yang didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.

1) Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:

a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;

b) Makan dan minum dilakukan sendiri;

c) Ambulasi dengan pengawasan;

d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif;

e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.

2) Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:

a) Kebersihan diri dibantu makan minum dibantu;

b) Observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;

c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.

3) Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:

a) Sebagian besar aktivitas dibantu;

b) Observasi tanda-tanda vital setiap 2–4 jam sekali;

c) Terpasang kateter foley, intake dan output dicatat;


d) Terpasang infus;

e) Pengobatan lebih dari sekali;

f) Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.

4) Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:

a) Segala aktivitas dibantu oleh perawat;

b) Posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua jam;

d) Makan memerlukan ngt dan menggunakan suction;

e) Gelisah/disorientasi.

b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana

perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim,

menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari

hasil penelitian RS Graha Detroit = 38 menit/pasien/hari, sedangkan

menurut Wolfe dan Young = 60 menit/pasien/hari dan penelitian di Rumah

Sakit John Hopkins dibutuhkan 60 menit/pasien (Gillies, 1996)

c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi: aktivitas,

pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies

(1996), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/

pasien/ hari.

2.1.4 Penghitungan Beban Kerja

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat

antara lain:

1. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;

2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien;


3. Rata-rata hari perawatan;

4. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan

pendidikan kesehatan;

5. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien;

6. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan

kesehatan.

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara

personel antara lain sebagai berikut.

1. Work sampling.

Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja

yang dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga

tertentu. Pada metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang

pekerjaan antara lain:

a. Aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;

b. Apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu

jam kerja;

c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak

produktif;

d. Pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.

Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja

personel dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menentukan jenis personel yang akan disurvei.


b. Bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai

subjek personel yang akan diamati dengan mengunakan metode simple

random sampling untuk mendapatkan sampel yang representatif.

c. Membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai

kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai

kegiatan langsung dan tidak langsung.

d. Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan

menggunakan work sampling.

e. Pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2–15 menit

tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan.

Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan

kegiatan dari sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya jumlah

pengamatan kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal sampel

pengamatan kegiatan penelitian. Artinya data cukup besar dengan sebaran

sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan dapat dihitung.

2. Time and motion study.

Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang

kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini

akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-langkah

untuk melakukan teknik ini yaitu:

a. Menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan

metode purposive sampling;

b. Membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap personel;


c. Daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak

personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama

dilakukan pengamatan;

d. Membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi

kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi;

e. Menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan

kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk

melakukan evaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang

bersertifikat atau bisa juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu

metode yang ditetapkan secara baku oleh suatu instansi seperti rumah sakit.

Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan dihasilkan

output sebagai berikut.

a. Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing

pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif.

Selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk

masingmasing kegiatan selama jam kerja.

b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau

karakteristik demografis dan sosial.

c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian.

Beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan,

jenis kelamin atau variabel lain.


d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan

menentukan kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel

yang diamati.

3. Daily log.

Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana

work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati.

Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk

melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan ini tergantung kerja sama dan kejujuran

dari personel yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya yang

murah. Peneliti biasa membuat pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari

sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan kegiatan peneliti

menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada subjek personal yang

diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan,

waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia dan

tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara rinci kegiatan

dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari pengamatan

dengan daily log.

Analisis Kebutuhan tenaga Berdasarkan Beban Kerja (WISN)

WISN (Workload Indicator Staff Need) adalah indikator yang menunjukkan

besarnya kebutuhan tenaga kerja di suatu tempat kerja berdasarkan beban kerja,

sehingga alokasi/relokasi akan lebih mudah dan rasional. Metode perhitungan

kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah suatu metode

perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang


dilaksanakan oleh tiap kategori SDM pada tiap unit kerja di suatu tempat kerja.

Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis

mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.

Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5

langkah, yaitu sebagai berikut.

1. Menetapkan waktu kerja tersedia.

Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja

tersedia masing-masing kategori SDM yang bekerja selama kurun waktu satu

tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia yaitu:

a. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan

Daerah setempat, pada umumnya dalam 1 minggu 5 hari kerja. Dalam 1

tahun 250 hari kerja (5 hari × 50 minggu). (A)

b. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja

setiap tahun. (B)

c. Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja

untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme

setiap kategori SDM memiliki hak untuk mengikuti

pelatihan/kursus/seminar/ lokakarya dalam 6 hari kerja. (C)

d. Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait

tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002−2003 ditetapkan

15 Hari Kerja dan 4 hari kerja untuk cuti bersama. (D)


e. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja (selama

kurun waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa

pemberitahuan/izin. (E)

f. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di tempat kerja atau Peraturan

Daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja/

minggu). (F)

Waktu Kerja Tersedia = {A − (B + C + D + E)} × F

Keterangan:

A = Hari Kerja

D = Hari Libur Nasional

B = Cuti Tahunan

E = Ketidakhadiran Kerja

C = Pendidikan dan Pelatihan

F = Waktu Kerja

Apabila ditemukan adanya perbedaaan rata-rata ketidakhadiran kerja atau

perusahaan menetapkan kebijakan untuk kategori SDM tertentu dapat mengikuti

pendidikan dan pelatihan lebih lama dibanding kategori SDM lainnya, maka

perhitungan waktu kerja tersedia dapat dilakukan perhitungan menurut kategori

SDM.

2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM.

Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya

unit kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan

kegiatan baik di dalam maupun di luar tempat kerja. Sebagai contoh di rumah
sakit, data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori

SDM adalah sebagai berikut.

a. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi

masingmasing unit dan sub-unit kerja.

b. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan

fungsional, misalnya: Komite Medik, Komite Pangendalian Mutu RS

Bidang/ Bagian Informasi.

c. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di

RS.

d. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.

e. Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM

kesehatan.

f. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP).

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja

sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di

RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai

kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisiensi, dan akuntabilitas

pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat unit kerja dan subunit kerja

sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Setelah unit kerja dan subunit kerja di

RS telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan kategori SDM sesuai

kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu, efisensi dan akuntabilitas

pelaksanaan kegiatan/pelayanan di tiap unit kerja RS.


3. Menyusun standar beban kerja.

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per

kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun

berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakannya (rata-rata waktu)

dan waktu yang tersedia per tahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori

tenaga.

Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja

masingmasing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut.

a. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja sebagaimana hasil yang

telah ditetapkan pada langkah kedua.

b. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku.

c. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk

melaksanakan/ menyelesaikan berbagai pekerjaan.

d. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja.

Beban kerja masing-masing kategori SDM di tiap unit kerja adalah meliputi hal-

hal berikut.

a. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing-masing kategori SDM.

Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar

pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan

perusahaan yang dilaksanakan oleh SDM dengan kompetensi tertentu.

b. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.

Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja.
Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan

dipengaruhi standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), sarana dan

prasarana medik yang tersedia serta kompetensi SDM.

Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman

selama bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rata-rata waktu

yang cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan

waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang

memiliki kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar

operasional prosedur (SOP) dan memiliki etos kerja yang baik.

c. Standar beban kerja per 1 tahun masing-masing kategori SDM

Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per

kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun

berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan nya (waktu ratarata)

dan waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.

Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai

berikut:

Waktu kerja tersedia


standar beban kerja=
rata−ratawaktu kegiatan pokok

4. Menyusun standar kelonggaran

Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor

kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu

untuk menyelesaiakan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi

tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.


Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan

wawancara kepada tiap kategori tentang:

a. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada

pelanggan, misalnya: rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun

kebutuhan bahan habis pakai.

b. Frekuensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan.

c. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.

Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja,

sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang

tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak/kurang

berkaitan dengan pelayanan pada pelanggan untuk selanjutnya digunakan sebagai

sumber data penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM.

Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah

selanjutnya adalah menyusun Standar Kelonggaran dengan melakukan

perhitungan berdasarkan rumus di bawah ini:

Waktu per faktor kelonggaran


standar kelonggaran=
waktu kerjatersedia

5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga per Unit Kerja.

Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya

jumlah dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1 tahun.

Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja

meliputi:
a. Data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya yaitu:

 Waktu kerja tersedia;

 Standar beban kerja;

 Standar kelonggaran masing-masing kategori SDM.

b. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahuan.

Contoh di Rumah Sakit: Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan

berbagai data kegiatan pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS

selama kurun waktu satu tahun. Kuantitas kegiatan pelayanan Instalasi Rawat

Jalan dapat diperoleh dari laporan kegiatan RS (SP2RS), untuk mendapatkan data

kegiatan tindakan medik yang dilaksanakan di tiap poli rawat jalan perlu

dilengkapi data dari Buku Register yang tersedia disetiap poli rawat jalan. Untuk

penyusunan kuantitas kegiatan pokok Instalasi Rawat Inap dibutuhkan data dasar

sebagai berikut.

1. Jumlah tempat tidur

2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun.

3. Rata-rata sensus harian.

4. Rata-rata lama pasien di rawat (LOS).

Data kegiatan yang telah diperoleh dan Standar Beban Kerja dan Standar

Kelonggaran merupakan sumber data untuk perhitungan kebutuhan SDM di setiap

instalasi dan unit kerja dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

total produk layanan


standar SDM = + standar kelonggaran
standar beban kerja
Berdasarkan rumus perhitungan tersebut, kebutuhan SDM untuk tiap

kegiatan pokok terlebih dahulu di jumlahkan sebelum ditambahkan dengan

Standar Kelonggaran masing-masing kategori SDM.

2.2 Dokumentasi Keperawatan

2.2.1 Pengertian Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh data

yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan

keperawatan, tindakan keperawatan, dan penilaian keperawatan yang disusun

secara sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan

hukum (Ali, 2009).

Menurut Asmadi (2008) dokumentasi merupakan pernyataan tentang kejadian

atau aktifitas yang otentik dengan membuat catatan tertulis. Dokumentasi

keperawatan berisi hasil aktivitas keperawatan yang dilakukan perawat terhadap

klien, mulai dari pengkajian hingga evaluasi. Pengertian diatas, dapat diambil

kesimpulan bahwa dokumentasi keperawatan adalah kegiatan pencatatan dan

pelaporan yang dilakukan perawat terhadap pelayanan keperawatan yang telah

diberikan kepada klien, berguna untuk klien, perawat dan tim kesehatan lain

sebagai tangung jawab perawat dan sebagai bukti dalam persoalan hukum.

2.2.2 Tujuan dokumentasi asuhan keperawatan

Berdasarkan penjelasan Ali (2010) menjelaskan tujuan dokumentasi

asuhan keperawatan keperawatan yaitu :


1) Menghindari kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi

dalam asuhan keperawatan.

2) Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau dengan

pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang efektif.

3) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga keperawatan.

4) Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.

5) Tersedianya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan penanganan secara

hukum.

6) Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya ilmiah,

pendidikan, dan penyusun/penyempurnaan standar asuhan keperawatan.

7) Melindungi klien dari tindakan malpraktek.

2.2.3 Manfaat Proses Keperawatan

Ada beberapa manfaat proses keperawatan menurut Ali (2009), Proses

keperawatan bermanfaat bagi klien, perawat, institusi pelayanan, dan masyarakat

(lingkungan).

1) Manfaat bagi Klien

Klien mendapatkan pelayanan keperawatan yang berkualitas, efektif, dan

efisien. Asuhan keperawatan yang diberikan telah diseleksi sesuai dengan

kebutuhan klien melalui penelusuran data, rumusan permasalahan yang

matang, diagnosis keperawatan yang tepat, rencana yang terarah, tindakan yang

sesuai dengan rencana, dan penilian yang terus-menerus.

2) Manfaat bagi Tenaga Keperawatan


Proses keperawatan akan meningkatkan kemandirian tenaga keperawatan

dan pelaksanaan asuhan keperawatan dan tidak bergantung pada profesi lain.

Proses ini juga memberi kepuasan yang optimal bagi tenaga keperawatan yang

berhasil dalam pelaksanaan asuhan keperawatannya.

3) Manfaat bagi Institusi

Institusi pelayanan akan merasakan manfaat, antara lain klien merasa

puas, cepat sembuh, pelayanan yang bermutu sekaligus merupakan promosi

institusi tersebut. Dengan demikian, klien meningkat dan keuntungan pun

meningkat. Citra institusi bertambah baik di mata masyarakat.

2.24 Model Dokumentasi Keperawatan

Berdasarkan penjelasan Ali (2009), Dokumentasi keperawatan merupakan

dokumentasi yang legal bagi profesi keperawatan. Oleh karena itu, dokumentasi

keperawatan harus memenuhi standar yang telah ditentukan. Komisi Gabungan

Akreditasi Organisasi Pelayanan Kesehatan (JCAHO) merekomendasikan standar

dokumentasi keperawatan yang meliputi :

1) Pengkajian awal dan pengkajian ulang.

2) Diagnosis keperawatan dan kebutuhan asuhan keperawatan klien.

3) Rencana tindakan asuhan keperawatan.

4) Tindakan asuhan keperawatan yang diberikan atas respon klien.

5) Hasil dari asuhan keperawatan dan kemampuan untuk tindak lanjut asuhan

keperawatan setelah klien dipulangkan.

2.2.5Standar Asuhan Keperawatan (SAK)


Ali (2009) mengatakan bahwa standar asuhan keperawatan adalah

pedoman terperinci yang menunjukan perawatan yang diprediksi dan

diidentifikasi dalam situasi yang spesifik. Standar asuhan keperawatan harus

menunjukan asuhan yang menjadi tanggung jawab perawat dalam pemberiannya,

dan bukan tingkat ideal asuhan. Standar asuhan keperawatan mengacu kepada

tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Ali (2009) menjelaskan tentang standar asuhan keperawatan dari Departemen

Kesehatan RI dengan SK Dirjen Pelayanan Medik No. YM.00.03.2.6.7637

tentang pemberlakuan standar asuhan keperawatan di rumah sakit, yaitu :

1) Standar I : Pengkajian keperawatan

Tahapan pengumpulan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis,

menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Data dapat diperoleh

melalui anamnesa, observasi, dan pemeriksaan penunjang dan kemudian

didokumetasikan.

2) Standar II : Diagnosis Keperawatan

Tahapan ini perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa

keperawatan, adapun kriteria proses yaitu :

a) Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah,

perumusan diagnosa keperawatan.

b) Diagosa keperawatan terdiri dari masalah (p), penyebab (E), dan

tanda/gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (P, E).
c) Bekerjasama dengan pasien dan petugas kesehatan lainnya untuk

memvalidasi diagnosa keperawatan.

d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data

terbaru.

3) Standar III : Perencanaan keperawatan

Tahapan ini perawat merencanakan suatu tindakan keperawatan agar dalam

melakukan perawatan terhadap pasien efektif dan efisien.

4) Standar IV : Implementasi

Tahapan ini perawat mencari inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai

tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

5) Standar V : Evaluasi

Tahapan ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

2.2.6 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian yang

akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam

merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan


keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan

dalam standar praktik keperawatan dari ANA (American Nurses Association)

(Handayaningsih, 2007).

Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasikan, dan

mencatat data-data yang menjelaskan respon tubuh manusia yang diakibatkan oleh

masalah kesehatan. Pencatatan pengkajian keperawatan bertujuan

mengidentifikasi kebutuhan unik klien dan respon klien terhadap

masalah/diagnosis keperawatan yang akan mempengaruhi layanan keperawatan

yang akan diberikan, mengonsolidasikan dan mengorganisasikan informasi yang

diperoleh dari berbagai sumber ke dalam sumber yang bersifat umum sehingga

pola kesehatan klien dapat dievaluasi dan masalahnya dapat teridentifikasi,

menjamin adanya iformasi dasar yang berguna yang memberikan referensi untuk

mengukur perubahan kondisi klien, mengidentifikasi karakteristik unik dari

kondisi klien dan responnya yang mempengaruhi perencanaan keperawatan dan

tindakan keperawatan, menyajikan data yang cukup bagi kebutuhan klien untuk

tindakan keperawatan; menjadi dasar bagi pencatatan rencana keperawatan yang

efektif (Ali, 2009).

Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data,

pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan.

Pengumpulan data merupakan aktivitas perawat dalam mengumpulkan informasi

yang sistemik tentang klien. Pengumpulan data ditujukan untuk mengidentifikasi

dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang klien (Asmadi, 2008).
Menurut Asmadi, metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data

adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik.

1) Wawancara

Wawancara atau interview merupakan metode pengumpulan data secara

langsung antara perawat dan klien. Data wawancara adalah semua ungkapan

klien, tenaga kesehatan, atau orang lain yang berkepentingan termasuk keluarga,

teman, dan orang terdekat klien.

2) Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan visual

dengan menggunakan panca-indra. Kemampuan melakukan observasi merupakan

keterampilan tingkat tinggi yang memerlukan banyak latihan. Unsur terpenting

dalam observasi adalah mempertahankan objektivitas penilaian. Mencatat hasil

observasi secara khusus tentang apa yang dilihat, dirasa, didengar, dicium, dan

dikecap akan lebih akurat dibandingkan mencatat interpretasi seseorang tentang

hal tersebut.

3) Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah proses inspeksi tubuh dan sistem tubuh guna menentukan

ada/tidaknya penyakit yang didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Cara pendekatan sistematis yang dapat digunakan perawat dalam

melakukan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung

kaki (head to toe) dan pendekatan sistem tubuh (review of system). Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan menggunakan empat metode, yakni inspeksi, auskultasi,

perkusi, dan palpasi.

a) Inspeksi.

Secara sederhana, inspeksi didefinisikan sebagai kegiatan melihat atau

memperhatikan secara seksama status kesehatan klien.

b) Auskultasi.

Auskultasi adalah langkah pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop

yang memungkinkan pemeriksa mendengar bunyi keluar dari rongga tubuh

pasien. Auskultasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang kondisi

jantung, paru, dan saluran pencernaan.

c) Perkusi.

Perkusi atau periksa ketuk adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara

mengetuk secara pelan jari tengah menggunakan jari yang lain untuk

menentukan posisi, ukuran, dan konsistensi struktur suatu organ tubuh.

d) Palpasi.

Palpasi atau periksa raba adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba

atau merasakan kulit klien untuk mengetahui struktur yang ada dibawah kulit.

2.2.7 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai

pengalaman/respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah

kesehatan yang aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan memberi dasar

pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga perawat


menjadi akuntabel (NANDA (North American Nursing Dianosis Association),

2012)

Menurut Asmadi (2008) komponen-komponen dalam pernyataan diagnosa

keperawatan meliputi :

1) Masalah (problem)

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menggambarkan

perubahan status kesehatan klien. Perubahan tersebut menyebabkan timbulnya

masalah

2) Penyebab (etiology)

Pernyataan etiologi mencerminkan penyebab dari masalah kesehatan klien

yang memberi arah bagi terapi keperawatan. Etiologi tersebut dapat terkait

dngan aspek patofisiologis, psikososial, tingkah laku, perubahan situasional

gaya hidup, usia perkembangan, juga faktor budaya dan lingkungan. Frase

“berhubungan dengan” (related to) berfungsi untuk menghubungkan masalah

keperawatan dengan pernyataan etiologi.

3) Data (sign and symptom)

Data diperoleh selama tahap pengkajian sebagai bukti adanya masalah

kesehatan pada klien. Data merupakan informasi yang diperlukan untuk

merumuskan diagnosa keperawatan. Penggunaan frase “ditandai oleh”

menghubungkan etiologi dengan data. Menurut Asmadi (2008) diagnosa

keperawatan ada tiga tipe yaitu :


1) Diagnosa keperawatan aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang

menjelaskan masalah kesehatan yang nyata terjadi saat ini dan benar-benar

faktual, sesuai dengan data klinis yang diperoleh.

2) Diagnosa keperawatan risiko, yaitu diagnosa keperawatan yang

menjelaskan masalah kesehatan yang berpeluang besar akanterjadi jika

tidak dilakukan tindakan keperawatan. Pada diagnosa ini masalah belum

ada secara pasti, namun etiologi penunjangnya sudah ada.

3) Diagnosa keperawatan potensial, yaitu diagnosa keperawatan yang

menjelaskan tetang keadaan sejahtera (wellness), yakni ketika klien

memiliki potensi untuk lebih meningkatkan derajat kesehatanya dan belum

ada data maladaptif atau paparan terhadap masalah kesehatan sebelumnya.

Menurut Asmadi (2008) hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap

diagnosa keperawatan, antara lain :

a) Kesesuaian masalah dengan lingkup keperawatan

b) Kejelasan masalah

c) Keakuratan masalah dan faktor penyebab

d) Validitas masalah

e) Komponen diagnosis keperawatan (Problem, Etiology, Sign and

symptom (PES))

2.2.8 Perencanaan (Intervensi)

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga,

dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna

mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan merupakan suatu petunjuk


atau bukti tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan

keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya

berdasarkan diagnosa keperawatan (Asmadi, 2008).

Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses

keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah

bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akandilakukan, termasuk bagaimana,

kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Dalam penyusunan

rencana tindakan keperawatan perlu keterlibatan keluarga dan orang terdekat klien

atau pasien untuk memaksimalkan perencanaan tindakan keperawatan tersebut

(Asmadi, 2008).

Menurut Asmadi (2008), tahap perencanaan memiliki beberapa tujuan

penting, diantaranya sebagai alat komunikasi perawat dan timkesehatan lainya,

meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien, serta

mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin

dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas

urutan diagnosa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi,

dan merumuskan intervensi keperawatan.

1) Membuat Prioritas Urutan Diagnosis Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosis keperawatan (tahap kedua), perawat dapat

mulai membuat urutan prioritas diagnosis. Penentuan prioritas ini dilakukan

karena tidak semua diagnosis keperawatan dapat diselesaikan dalam waktu

bersamaan. Pada tahap ini perawat dan klien bersama-sama menentukan

diagnosis keperawatan mana yang harus dipecahkan lebih dulu dan


memprioritaskannya. Penentuan prioritas dapat dibuatkan skala prioritas

tertinggi sampai prioritas terendah. Ini dilakukan dengan mengurutkan

diagnosis keperawatan yang dianggap paling mengancam kehidupan sampai

diagnosis yang tidak terlalu mengancam kehidupan.

2) Merumuskan Tujuan

Setelah menyusun diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas, perawat perlu

merumuskan tujuan untuk masing-masing diagnosis. Tujuan ditetapkan dalam

bentuk tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka

panjang dimaksudkan untuk mengatasi masalah secara umum, sedangkan

tujuan jangka pendek dimaksudkan untuk mengatasi etiologi guna mencapai

tujuan jangka panjang. Rumusan tujuan ini keperawatan harus SMART, yaitu

specific (rumusan tujuan harus jelas), measurable (dapat diukur), achievable

(dapat dicapai, ditetapkan bersama klien), realistic (dapat tercapai dan nyata),

dan timing (harus ada target waktu).

3) Merumuskan Kriteria Evaluasi

Penyusunan kriteria hasil/evaluasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Di ataranya, kriteria hasil/evaluasi terkait dengan tujuan, bersifat khusus, dan

konkret. Selain itu, hasilnya harus dapat dilihat, didengar, dan diukur oleh

orang lain.

4) Merumuskan Intervensi Keperawatan

Dalam merencanakan intervensi keperawatan, perawat harus memperhatikan

beberapa kriteria yang terkait dengan rumusan intervensi keperawatan. Kriteria

tersebut, antara lain :


a) Memakai kata kerja yang tepat.

b) Bersifat spesifik.

c) Dapat dimodifikasi.

Intervensi keperawatan terdiri atas intervensi keperawatan yang independen

dan intervensi keperawatan kolaboratif. Intervensi keperawatan independen

adalah intervensi keperawatan yang dilakukan perawat terhadap klien secara

mandiri tanpa peran aktif dari tenaga kesehatan lain. Intervensi keperawatan

kolaboratif adalah intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat

terhadap klien dalam bentuk kerja sama dengan tenaga kesehatan lain.

2.2.9 Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan

keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat

pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,

kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,

kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi

sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi,

dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).

Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama

merupakan fase persiapan yang mencakup pegetahuan tentang validasi rencana,

implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua merupakan

puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini,

perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi klien. Fase ketiga
merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi keperawatan selesai

dilakukan (Asmadi, 2008).

2.2.10 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan

tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan

secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa

keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali

ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi,

2008).

Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil

tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi

empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa

keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (pembandingan

data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi, 2008).

Menurut Asmadi (2008) ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait

dengan pencapaian tujuan keperawatan.

1) Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang

telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan

jika klien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah

ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan dan

tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
BAB III
KAJIAN SITUASIONAL MANAJEMEN KEPERAWATAN

3.1 Analisa Situasi Ruangan

Rumah Sakit Permata Cirebon ialah salah satu Rumah Sakit milik swasta

atau lainnya Cirebon yang berupa RSU, di naungi dan tercatat kedalam Rumah

Sakit Tipe B. Rumah Sakit ini telah terdaftar semenjak 25/12/2015. Setelah

mengadakan prosedur akreditasi rumah sakit seluruh indonesia dengan proses

akhirnya diberikan status akreditasi rumah sakit. RSU ini berlokasi di Jl. Tuparev

No.117, Cirebon Indonesia. Lulus akreditasi Rumah Sakit Permata Cirebon

dengan tingkat Utama Nomor:KARS-SERT/1186/2018 yang dikeluarkan tanggal

25 Januari 2018.

Fasilitas pelayanan yang tersedia di rumah sakit tipe B yakni ruang gawat

darurat (IGD) 24 jam, instalasi rawat jalan (poliklinik), instalasi rawat inap,

intensive care unit (ICU,HCU,PICU,NICU,ICCU), instalasi radiologi (x-ray,CT

scan dan MRI), instalasi rehab medik, hemodialisa, laboratorium klinik, medical

check up unit, kemotherapi, farmasi 24 jam, instalasi gizi dan kateterisasi jantung

(cathlab).

Untuk instalasi rawat jalan, pelayanan yang tersedia berupa klinik umum,

gigi dan mulut, kesehatan anak, penyakit dalam, kebidanan dan kandungan, bedah

umum, saraf, bedah saraf, THT, kulit dan kelamin, orthopedi, jantung, mata,

radiologi, paru, urologi dan kesehatan jiwa. Produk unggulan di rumah sakit ini

adalah THT, jantung terpadu, trauma, kanker serta kesehatan ibu dan anak.
Bagi ibu hamil, rumah sakit permata ini menyediakan pemeriksaan USG 4

dimensi yang dilakukan oleh dokter spesialis obstetric dan ginekologi yang

berpengalaman. Untuk instalasi rawat inap, tersedia 210 tempat tidur yang

dilengkapi beragai layanan penunjang sesuai dengan kelasnya.

Untuk memberikan kualitas yang terbaik dalam pelayanan kepada pasien,

rumah sakit permata cirebon didukung dengan fasilitas pelayanan dan peralatan

penunjang yang paling lengkap.

Rumah sakit permata cirebon di pimpin oleh direktur rumah sakit yang

membawahi 2 wakil direktur (wadir). Wadir tersebut adalah:

1) Wadir Umum

Membawahi bagian Umum, SDM, dan Keuangan

2) Wadir Medis

Membawahi bidang Pelayanan Medis, Keperawatan, medical marketing

dan penunjang medis.

3.2 Kajian Situasi Rumah Sakit

3.2.1 Visi Rumah Sakit

Menjadi rumah sakit terbaik diwilayah III Cirebon

3.2.2 Misi Rumah Sakit

1. Memberikan pelayanan dokter spesialis profesional dan proporsional

2. Memberikan pelayanan aman, nyaman, cepat, tepat dan lingkungan

3. Memberikan pelayanan yang bermutu, didukung sumber daya profesional

dan peralatan canggih


4. Meningkatkan kompetensi dan integritas sumber daya manusia yang

berkesinambungan

5. Menciptakan budaya kerja yang efektif dan efisien

3.2.3 Moto Rumah Sakit

Melayani sepenuh hati dengan kasih sayang

3.2.4 Nilai-Nilai Dasar

1. Terpercaya

Membangun keyakinan dan sangka baik diantara stakeholder dalam

hubungan yang tulus dan terbuka berdasarkan kehandalan

2. Integritas

Setiap saat berfikir, berkata dan berperilaku terpuji, menjaga martabat

serta menjunjung tinggi kode etik profesi

3. Profesional

Berkomitmen untuk bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi

terbaik dengan penuh tanggung jawab. Bekerja berdasarkan efidence base

medice

4. Fokus Pelanggan

Senantiasa menjadikan pelanggan sebagai mitra yang terfasilitasi hanya

serta secara bersama mengupayakan hasil terbaik

5. Berkualitas

Mengembangkan dan melakukan perbaikan segala bidang untuk

mendapatkan nilai tambah optimal dan hasil terbaik secara terus menerus

6. Ibadah
Menjadikan pekerjaan melayani masyarakat sebagai ibadah kepada Allah

SWT

3.3 Analisa Situasi Ruang Perawatan Ranap 308

3.3.1 Karakteristik Unit

Ruangan rawat inap 308 merupakan ruang rawat dewasa yang terdiri dari

perawatan medical bedah, perawatan penyakit dalam, perawatan penyakit saraf

dan isolasi.

Ruang perawatan 308 dikhususkan untuk ruang perawatan dewasa laki-

laki dan perempuan terpisah. Terdiri dari ruang rawat perempuan ametys (3,4,5)

sebanyak 15 bed dan topaz (6,7,10) sebanyak 12 bed. Laki-laki ametys (6,7)

sebanyak 10 bed dan topaz (8,9,11) sebanyak 12 bed. Isolasi 2 bed (masih dalam

perbaikan).
3.4 Sumber Daya Manusia (M1—Man).

3.4.1 Ketenagaan

1) Struktur Organisasi

Kepala Instalasi ADM

Kepala Ruangan

Ira Rahayu S.Kep

Ka Shift Ka Shift Ka Shift KaShift POS POS

Wasih Gina Abdul Rhoni Prily

Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana

1. Cicih 1. Mila 1. Ayu 1. Rina

2. Khalimah 2. Nura Afifah 2. Ratna Ningsih 2. Alfani

3. Djulfikar 3. Surendi 3. Anggia 3. Amalina

4. Ayu Sintiana 4. Syaefudin 4. Iman 4. Siti Rodiah

5. Ramdhan

6. Risma

Asper : Ningsu ningsih POS : Tupiah


3.4.2 Jumlah Tenaga di Ruang ranap 308 Rumah Sakit Permata Cirebon

1) Keperawatan

Tabel Tenaga Keperawatan di Ruang ranap 308 Rumah Sakit


Permata Cirebon
No Kualitas Jumlah Masa kerja Jenis
1 Profesi Ners 9
2 Diploma III 14
3 S1 Keperawatan 3

3.4.3 Kebutuhan Tenaga

Penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan dapat diterapkan beberapa

formula salah satunya Metode Gillies

KELOMPOK BEDAH

a. Keperawatan Langsung

Jumlah pasien tiga bulan terakhir (agustus, september, oktober) : 1.076 pasien

1. Menentukan jumlah minimal, parsial, total care

 Minimal care : 310

 Parsial care : 320

 Total care : 446

a. Keperawatan langsung

 Minimal care : 310 x 1 jam = 310 jam

 Parsial care : 320 x 3 jam = 960 jam

 Total care : 446 x 6 jam = 2.676 jam

Jumlah = 3.946 jam

b. Keperawatan tidak langsung


1.076 x 1 jam = 1.076 jam

c. Penkes 1 pasien : 0,25 jam

1.076 x 0,25 = 269 jam

Rata-rata jam keperawatan yang dibutuhkan

3.946+1.076+269
1.076
= 4,91

2. Jumlah SDM yang dibutuhkan

4,91 x 1.076 x 365 1.924 .426


= =954,5 = 954/3 bulan
( 365−77 ) x 7 2016

Jumlah SDM yang dibutuhkan perharinya 11 orang

KELOMPOK NON BEDAH

a. Keperawatan langsung
No Klasifikasi pasien Jumlah jam Jam kep Jumlah pasien Jam perawatan x
kep jumlah px
1 Self care < 2 jam
2 Minimal care 2 jam 2 6 12
3 Moderat care 3-5 jam 4 9 36
4 Total care 5-6 jam 6 6 36
5 Intensive care 7 jam
Jumlah kep langsung 84
b. Keperawatan tidak langsung

21x 1 jam = 21 jam

c. Penkes

21x 0,25 = 5,25 jam

Jumlah total jam keperawatan yang dibutuhkan / hari

110,25
84 + 21 + 5,25 = = 5,25 (5)
21
Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan

5 x 21 x 365
( 365−86 ) x 7

40241
=20,6(21)
1953

Factor koreksi 20 %
20/100 x 21 = 4,2 (4)

Jumlah kebutuhan = 21 + 4 = 25

KESIMPULAN
Kebutuhan tenaga perawat untuk ruangan bedah dan non bedah di NS 308
yaitu 11 + 25 = 34 orang

3.4.4 10 diagnosa medis terbanyak

a. CKD ON HD

b. Batu ureter

c. Dispepsia

d. CA mamae

e. Vertigo

f. Mastoiditis

g. BPH

h. SNH

i. CAD

j. GEA

3.4.5 10 diagnosa keperawatan terbanyak

a. Kebutuhan oksigen
b. Kebutuhan psikososial dan spiritual

c. Kebutuhan hipertermi

d. Gangguan perfusi jaringan

e. Kebutuhan eliminasi

f. Kebutuhan aktivitas fisik dan personal hygiene

g. Kebutuhan nutrisi

h. Sirkulasi darah

i. Kebutuhan cairan dan elektrolit

j. Kebutuhan rasa nyaman

3.5 Sarana dan Prasarana (M2-Material)

3.5.1 Denah ruangan ranap 308


3.5.2 Fasilitas

1.6.1 Fasilitas untuk pasien


No Fasilitas ruangan jumlah Keterangan
1 Jumlah tempat tidur 51 -
2 Ruang pasien biasa 49 Setiap ruangan terdapat 4-5
tempat tidur
Ruang pasien isolasi 1 Terdapat kamar untuk diagnosa
penyakit menular sebanyak 2
tempat tidur dalam satu ruangan
3 Ruang observasi - -
4 Kamar mandi - -
5 Ruang obat - -
6 Dapur - -
7 Pantry - -
8 Ruang mahasisa dan linen - Ruang khusus mahasiswa tidak
bersih ada, sementara linen bersih
ditempatkan di lemari kayu yang
berada disalah satu sudut ruangan
dekat dengan nurse station
9 Ruang ganti perawat - Terdapat loker karyawan namun
letaknya terpisah dengan ruangan
ranap 308 (berada dilantai 1)
10 Ruang administrasi dan nurse 1 Bersebelahan dengan ruang nurse
station station
11 Ruang linen kotor 2 Linen kotor ditempatkan pada
boxs linen kotor yang terdapat di
setiap lorong perawat
12 Ruang spoel hock 1 Terletak di lorong perawat
13 Ruang penunggu pasien -
14 Ruang gudang -
15 Ruang dokter -
Sumber : laporan bulan ruang ranap 308 bulan november 2019

2.6.1 Fasilitas untuk petugas kesehatan.

1. Ruang kepala ruangan menjadi satu dengan ruang pertemuan

perawat.

2. Kamar mandi perawat/WC ada 1.


3. Nursing station berada di tengah ruangan

3) Alat kesehatan yang ada di ruang ranap 308 Rumah Sakit permata

cirebon

No Nama barang /jenis Jumlah Keterangan

barang
1 Strecher 1
2 Troli 2 saf 2
3 Kursi roda 2
4 Timbangan 1 Rusak sedang dalam
perbaikan (pengajuan
tanggal 28 oktober 2017)
5 EKG dewasa 1
6 Oximetri 1
7 Syaringe pump -
8 Infuse pump -
9 Tensimeter raksa 1 1 kondisi dalam perbaikan
IPSRS
10 Stetoskop 3
11 Ambu bag set 1
12 Glukotest 1
13 Thermometer digital 4
14 Standar infus mobile 14
15 Oxygen mobile+ 1
regulator
16 Suction 1
17 Nebulizer 1
18 Thermometer ruangan 1
19 Laringoscope dewasa 1
20 Thermometer sensor 1
21 Laringoscope dewasa 1
22 Penlight 1
23 Spatel Disesuaikan Spatel yang digunakan
adalah spatel disposibel
24 Humidifier 14
25 Tunel two wat 1
26 Kasur dekubites 0 Perlu pengadaan untuk
pasien yang imobilisasi
Berdasarkan tabel diatas jumlah alat kesehatan sudah memadai

No Nama barang Jumlah Keterangan


1 Lemari nakas 49
3 Lemari kaca 1 Di nurse station
4 Kursi penunggu 49
5 Meja makan 49
7 Tempat tidur pasien 51
8 Washtafel 1 1 washtafel perawat terletak
di lorong tindakan
9 Jam dingding 13
10 Ac split 12
11 Tong sampah 28
12 Keset 13
13 Cermin 14
14 Lemari pintu dua besar 1
15 Lemari pintu 4 linen 1
16 Meja nurse station 1
17 Kulkas 1
18 Kursi merah 12
19 Komputer 1 set
20 Printer epson LX-310 1
21 Boxs plastik pink biru 2
22 Telephone 1
23 Nurse call telephone 1
24 Kursi penunggu pasien Penempatan dilorong
kayu

Daftar alat tenun

No Nama barang Jumlah Keterangan


1 Seprei 82
2 Kain ihrom 55
3 Barakshort -
4 Steak line 60
5 Perlak kecil -
6 Perlak besar 82
7 Sarung tabung O2 besar -
8 Sarung tabung O2 kecil -
9 Tutup alat -
10 Sarung bantal 62
11 Baju pasien Disesuaikan dengan
permintaan
3.6 Metode asuhan keperawatan (M3-Methode)

No Metode Data fokus yang dinilai


1 Penerapan ContohMetode Meduler
MAKP - Mekanisme pelaksanaan.
a. Ketua Tim sebagai perawat
profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan.
b. Komunikasi efektif agar kontunuitas
rencana keperawatan terjamin.
c. Anggota Tim harus menghargai
kepemimpinanketua tim.

- Tupoksi (Tanggung jawab Ketua


Tim).
a. Membuat perencanaan.
b. Membuat penugasan, supervisi,
dan evaluasi.
c. Mengenal atau mengetahui
kondisipasien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan pasien.
d. Mengembangkan kemampuan
anggota.
e. Menyelenggarakan konferensi. -

Tanggung jawab Anggota Tim.


a. Memberikan asuhan keperawatan pada
pasien di bawah tanggung
jawabnya.
b. Kerja sama dengan anggota tim
dan antar tim.
c. Memberikan laporan.

- Tanggung jawab Kepala Ruang.


a. Perencanaan.
b. Pengorganisasian.
c. Pengarahan.
d. Pengawasan.
2. Discharge - Persiapan.
planning Mengidentifikasi kebutuhan
pemulangan pasien, kebutuhan ini
dikaitkan dengan masalah yang
mungkin timbul pada saat pasien
pulang,antara lain: pengetahuan
pasien/keluarga tentangpenyakit;
kebutuhan psikologis; bantuan
yang diperlukan pasien, pemenuhan
kebutuhan aktivitas hidup sehari-
hari seperti makan,minum, eliminasi,
dan lain-lain; sumberdan sistem
yang ada di masyarakat;
sumberfinansial; fasilitas saat
di rumah; kebutuhan perawatan
dan supervisi di rumah. -
Pelaksanaan: dilakukan secara
kolaboratif serta disesuaikan
dengan sumberdaya dan fasilitas
yang ada.
3. Dokumentasi - Format model dokumentasi yang
digunakan (pengkajian dan
catatan asuhan keperawatan). -
Pengisian dokumentasi: legalitas,
lengkap, akurat, relevan, baru
(LLARB).
3.6.1 Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 7-10 Desember
2019, ditemukan data dari 21 Rekam Medis sebagai berikut:
No Data observasi Jumlah
1 RM lengkap 6
RM tidak lengkap
2 Tidak ada ket riwayat penyakit dahulu 2
3 Tidak ada ket jam masuk 8
4 Tidak ada ket skala nyeri 3
5 Tidak ada tanda tangan petugas penerima form 7
transfer
6 Tidak ada ket pola eliminasi 3
7 Tidak ada ket pola tidur 2
8 Tidak ada ket persepsi neurologi 2
9 Tidak ada ket fisik sensori 2
10 Tidak ada ket komunikasi 1
11 Tidak ada ket agama 1
12 Tidak ada ket psikologi dan sikap 1
13 Tidak ada identitas pasien 1
14 Tidak ada diagnosa 1
15 Tidak ada ttd perawat di DPPT 1
16 Asessment awal rawat inap tidak diisi sepenuhnya 1

3.7 Money (M4)


Jenis pengeluaran
1. Barang habis pakai
2. Alat kesehatan
3. Beban listrik
4. Beban sdm
5. Furniture
6. Pemeliharaan gedung dan fasilitas
7. Tunjangan karyawan
8. Pengembangan SDM
Jenis pendapatan
1. Tindakan perawat
2. Sewa alat dan ruangan

3.8 Market (M5)


3.8.1 BOR,AV LOSS,BTO,TOI
Perhitungan pertiga bulan terakhir dari bulan Agustus – Oktober tahun 2019

BULAN BOR AV LOSS BTO TOI


Agustus 93,23 3,12 7,07 0,296
September 95,03 3,10 6,92 0,215
Oktober 93,10 3,13 7,09 0,301
Melihat dari data diatas utilisasi pemakaian ruangan rawat inap di 308 bisa
dikategorikan sangat tinggi sehingga ini akan sangat berpengaruh pada komposisi
kebutuhan SDM perawat di ruangan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai