Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nia Narumi Putri

NPM : 18120252
Jurusan : Administrasi Publik
Kelas : Nonreguler Banjarmasin Semester 4

Keras! Faisal Basri: Penanganan Virus Corona RI Tak Bertaji


NEWS - Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
 
12 March 2020 20:40
SHARE  

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus,


Rabu (11/3/2020) malam WIB, menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Salah satu
alasannya adalah jumlah kasus dan jumlah negara yang terjangkit Covid-19 meningkat
tajam.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan
pandemi merupakan isyarat penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan negara mana
saja di dunia ini. Selain itu, Covid-19 juga menjangkiti banyak negara dalam waktu
bersamaan disertai ada rekam jejak epidemiologi. Namun dalam menangani virus
corona ini, pemerintah dinilai tak bertaji. Kenapa?Hal tersebut disampaikan langsung
oleh Ekonom Senior Faisal Basri. Di situs pribadinya, Faisal menerangkan masalah
yang dihadapi dunia hingga ujungnya di Indonesia.
"Cara pemerintah menangani wabah corona virus sangat buruk. Setiap pejabat tinggi
seenaknya mengeluarkan komentar dan kebijakan. Sudah saatnya Presiden sebagai
commander in chief menertibkan dengan keras jajaran di bawahnya. Karena, yang
sedang kita hadapi mirip dengan perang," kata Faisal Basri.

Foto: Doc detikcom


Ia menilai, segala daya upaya harus mengutamakan agar penularan tidak meluas.
Celah sekecil apa pun harus ditutup, kemungkinan munculnya cluster baru harus
diantisipasi dan diisolasi agar terkendali dan tidak meluas. "Anggaran harus
diprioritaskan bagi pengadaan perlengkapan dan alat pendeteksi dini dan pengujian
menyeluruh serta penguatan tenaga medis yang cakap serta penyediaan informasi
yang lebih rinci dan akurat. Semua itu bertujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa
pemerintah mampu mengendalikan wabah coronavirus, sehingga tidak menimbulkan
kepanikan." Bahkan ia meramal ekonomi Indonesia hanya tumbuh 2,2% di tahun 2020
ini. Ya... 2,2%! Simak tulisan Faisal Basri seperti dikutip Kamis (12/3/2020). Wabah
coronavirus (COVID-19) terus menjelajah ke seantero penjuru dunia. Jejaknya telah
hadir di setiap benua kecuali Antartika. Coronavirus jauh lebih dahsyat dari SARS yang
terjadi pada 2002-2003. Dampaknya terhadap perekonomian dunia juga demikian.
Perekonomian China dalam kancah dunia tahun 2003 belum seberapa. Sekarang
China sudah menjelma sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Kecepatan
penularan kini telah bergeser dari China ke luar China. Lebih dari seperempat yang
pernah dan masih terjangkit berada di luar China, terbanyak di Italia. Selain terbanyak,
Italia juga menjadi negara yang tercepat penambahan penderitanya dan terbanyak
jumlah kematiannya di luar China. Di Asia, Iran terbanyak merenggut nyawa dan
tercepat penambahan korban tertular.
Senin (8/3) sejauh ini tercatat sebagai hari paling mematikan dengan jumlah 228 orang
wafat. Rekor sebelumnya, 158 orang, terjadi pada 23 Februari.
Sejauh ini tak ada yang bisa memperkirakan berapa banyak lagi negara yang bakal
dijamah coronavirus dan hingga kapan bakal mereda atau sirna dari muka bumi. Obat
mujarabnya pun belum tersedia.
Sampai hari Senin (9/3), berdasarkan pengumuman resmi pemerintah, korban yang
positif terjangkit coronavirus di Indonesia hanya enam orang. Cara pemerintah
menangani wabah coronavirus sangat buruk. Setiap pejabat tinggi seenaknya
mengeluarkan komentar dan kebijakan. Sudah saatnya Presiden sebagai commander
in chief menertibkan dengan keras jajaran di bawahnya. Karena, yang sedang kita
hadapi mirip dengan perang.
Segala daya upaya harus mengutamakan agar penularan tidak meluas. Celah sekecil
apa pun harus ditutup, Kemungkinan munculnya cluster baru harus diantisipasi dan
diisolasi agar terkendali dan tidak meluas.
Anggaran harus diprioritaskan bagi pengadaan perlengkapan dan alat pendeteksi dini
dan pengujian menyeluruh serta penguatan tenaga medis yang cakap serta penyediaan
informasi yang lebih rinci dan akurat. Semua itu bertujuan untuk meyakinkan
masyarakat bahwa pemerintah mampu mengendalikan wabah coronavirus, sehingga
tidak menimbulkan kepanikan.
Strong public health response adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat
dan kredibilitas pemerintah.
Jangan buat kebijakan yang justru berpotensi meningkatkan penyebaran wabah.
Jangan mengambil langkah tanpa pemahaman mendalam atas peta persoalan dan
tanpa berdasarkan data. Kebijakan pemerintah memberikan diskon tiket pesawat
terbang serta pembebasan pajak hotel dan restoran bukanlah kebijakan yang tepat.
Tanpa diskon pun tarif tiket pesawat dan hotel sudah dicukur habis-habisan oleh
pengusaha. Tanpa dikomandoi pun, mereka sudah banting harga.
Alihkan saja dana ratusan miliar itu untuk pengadaan peralatan, perlengkapan, dan
pelatihan kilat bagi tenaga medis dan rumah sakit. Dana pengganti untuk daerah dari
penghapusan pajak hotel dan restoran bisa dialokasikan untuk memperkokoh kapasitas
daerah dalam menghadapi wabah, karena merekalah garda terdepan dalam
memerangi coronavirus.
Silakan saja Bank Indonesia menurunkan bunga acuan, tetapi jangan berharap banyak
bakal berdampak signifikan.
Identifikasilah kebijakan-kebijakan yang bisa meredam dampak negatif dari gangguan
rantai pasokan akibat kesulitan penyediaan bahan baku dan komponen. Jika ada celah
mengisinya dari produk lokal, genjotlah! Ini momentum bagus untuk memajukan industri
dalam negeri, bahkan untuk mengisi celah pasar ekspor.
Dunia dibikin limbung oleh kehadiran coronavirus. Perekonomian dunia kian tidak
menentu. Pasar finansial dunia goncang. Senin siang (9/3) harga minyak terjun bebas.
Antisipasilah dengan seksama dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Bloomberg menghitung dampak coronavirus terhadap kemerosotan pertumbuhan
ekonomi berbagai negara dengan mengedepankan empat skenario.
Skenario pertama, sebatas pukulan besar kepada China dan menyebar ke seluruh
dunia. Jika ini yang terjadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tertekan sebesar 0,3
persen dari perkiraan baseline tanpa kehadiran coronavirus.
Skenario kedua (wabah menyebabkan disrupsi yang terlokalisir) tidak mencantumkan
dampaknya terhadap Indonesia.
Untuk skenario ketiga (penularan yang menyebar luas), pertumbuhan ekonomi
Indonesia akan terpangkas sebesar 2,8 persen. Jika kita menggunakan baseline
sebesar 5,0 persen untuk tahun 2020 sebagaimana diprediksi oleh Dana Moneter
Internasional (IMF), maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bakal hanya 2,2
persen.
Yang paling suram adalah skenario keempat, yaitu pandemik global. Jika skenario ini
yang terjadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 0,4 persen.
Semua kemungkinan di atas patut diwaspadai. Segala potensi yang berserakan harus
kita himpun. Singkirkan dulu benih-benih yang berpotensi memecah belah kekuatan
Bangsa.
Untuk itu, bekukan dulu rancangan undang-undang Omnibus Law Cipta lapangan
Kerja. Singkirkan kalau landasan pijaknya lemah

Anda mungkin juga menyukai