Anda di halaman 1dari 9

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2017
PRESENTASI KASUS
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Inisial : Ny. R
Usia : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Janda
Alamat : Pleret
Pekerjaan : Buruh pabrik roti

Dokter : DR. dr. Ronny Tri W., Sp.KJ


Ko-asisten : Rahmi Sofya

I. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)


1. Keluhan Utama
Cemas dan takut
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang wanita datang ke RS untuk kontrol. Pasien mengaku masih mengeluh cemas dan takut.
Keluhan pertama kali dirasakan pada awal tahun 2016. Pada awal tahun 2016 tersebut pasien
merasa cemas sehingga hampir tiap malam tidak bisa tidur, lalu setelah bulan puasa sekitar
bulan Juni, keluhan diperparah dengan mendengar suara polisi datang tanpa ada sumbernya.
Pasien beranggapan bahwa polisi tersebut ingin mengangkapnya dan anak laki-lakinya karena
kesalahan anaknya. Pasien mengatakan pernah sangat ketakutan ketika Pasien mengatakan
bahwa belakangan masih merasa takut dan cemas dengan anak laki-lakinya. ini pasien tidak lagi
merasa marah atau mengamuk, dan tidak lagi merasa sedih sampai menangis. Pasien
mengatakan tidak lagi mendengar bisikan-bisikan tanpa adanya sumber (visual).
1. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Psikiatrik
Tidak ada riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya.
b. Medis
 HNP pengobatan dan fisioterapi di RSUD Jogja tahun 2011-2015
 Riwayat operasi kista endometrium Juli 2017
 Riwayat opname karena gastritis September 2017
c. Riwayat Penggunaan Alkohol atau Zat Lain (rokok, napza)
Disangkal
1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
2. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak keempat dari lima bersaudara. Pasien menjadi single parent 1994 karena
ditinggal meninggal. Kakak kedua pasien juga mengalami keluhan seupa
3. Riwayat Pribadi dan Sosial
a. Pranatal dan Perinatal
Riwayat kelahiran normal.
b. Masa Anak
Pasien tidak terlalu mengetahui
c. Masa Remaja
Pasien bersekolah sepeti biasa, tidak ada kelainan yang terjadi

I. Pemeriksaan Fisik, Neurologis dan Status Mental

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Perempuan tampak sesuai usia dengan kesan status gizi baik, tampak sehat secara jasmani,
rawat diri baik, penampilan rapi dan cara berjalan normal.
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor

a. Sebelum wawancara : Pasien bersedia untuk diwawancara, dan mempersilahkan


pemeriksa duduk di kursi yang telah disediakan.
b. Selama wawancara : Terlihat tidak tenang dengan selalu memegang dan meraba
tangan sendiri. Pasien mempersilahkan pemeriksa untuk minum dan makan hidangan
yang telah disediakan.
c. Sesudah wawancara : pasien menjabat tangan saat pemeriksa mengakhiri
percakapan dan mengucapkan terima kasih.

c. Sikap terhadap pemeriksa


Kooperatif
2. Kesadaran
Kompos mentis
3. Mood dan Afek
a. Mood
Cemas
2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
b. Afek
Indifferent
c. Keserasian Afek
Tidak dapat dinilai
4. Pembicaraan
a. Kualitas : inkoheren
b. Kuantitas : pasien banyak bicara
c. Kecepatan produksi : normal
5. Persepsi
Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (+) melihat sosok yang tidak dilihat orang lain di
depannya, ilusi (-).
6. Pikiran
a. Proses dan bentuk pikir
Nonrealistik
b. Isi pikir
Sulit dinilai
7. Orientasi
a. Tempat : pasien tahu bahwa sekarang berada di rumah, dan bisa memberikan arah
menuju rumahnya.
b. Orang : Pasien bisa mengidentifikasi diri sendiri, dan kedua anaknya.
c. Waktu : Pasien yang menentukan janji setelah ashar untuk ketemu
8. Daya Ingat
a. Jangka Pendek : Baik. Pasien ingat saat membeli telo ungu yang sedang dihidangkan.
b. Jangka Panjang : Pasien bisa menceritakan kejadian dahulu yang dialaminya
9. Konsentrasi dan perhatian
Tidak dapat dinilai karena pasien gaduh gelisah.
10. Kemampuan bahasa, membaca dan menulis
Tidak dapat dinilai.
11. Pikiran Abstrak
Tidak dapat dinilai.
12. Pengendalian Impuls
Buruk. Pasien tidak dapat mengendalikan impulsnya untuk berteriak-teriak dan meracau. Selama
pemeriksaan pasien tidak dapat duduk tenang dan terus berkeliling ke sana kemari.

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
13. Insight
Derajat 1: pasien tidak mengetahui kalau sedang sakit dan menjalani pengobatan.

II. Diagnosis
Aksis I : F43.0 Gangguan Stres Akut dd F23 Gangguan Psikotik Akut
Aksis II : F60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil
Aksis III : None
Aksis IV : Masalah dengan ‘primary support group’ (keluarga)
Aksis V : GAF 90-81Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah
harian biasa

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
III.Terapi
a. Farmakoterapi
R/ Prestin 12,5 mg 2x caps 1 pc
R/ Valisanbe 5 mg 2 x tab 1 pc (siang dan malam)
R/ Risperidone 2 mg 2x tab 1 pc (siang dan malam)
R/ Hexymer 2 mg 2 x tab 1 pc

b. Psikoterapi dan edukasi


Langkah penanganan yang dapat dilakukan antara lain:
1) mengurangi respon emosional, dapat dilakukan dengan bercerita pada keluarga atau teman,
dokter, perawat, atau pekerja sosial dapat membantu. Jika dinilai ada kecemasan yang berat,
dapat diberi antianxiolitik untuk beberapa hari dan jika ada insomnia hebat obat hipnotik
untuk beberapa hari dapat membantu.
2) mendorong pengingatan kembali dan ‘berdamai’ dengan peristiwa itu. Pengingatan kembali
akan menuju pada penerimaan tentang peristiwa ang menimbulkan distress, namun mungkin
diperlukan bantuan untuk mengingat dan mengintegrasikan peristiwa itu dalam memori.
Proses in harus dilalui sukarela, tidak boleh dipaksa.
3) menolong memperbaiki coping yang efektif. Sebagian orang memerlukan bantuan konseling
untuk mengubah reaksi maladaptif, misalnya minum berlebihan, perilaku agresif atau
histrionik, atau minum obat overdosis, agar menjadi coping yang lebih baik.
4) membantu masalah residual, terutama yang berdampak pada aspek fisik atau psikososial untuk
menyesuaikan diri dengan masalah tersebut.
Edukasi juga diberikan kepada keluarga supaya tidak merasa bersalah dengan keadaan salah satu
anggota keluarga tersebut, dan supaya tetap kuat dan saling bekerja sama mendukung anggota
keluarga tersebut.

5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Beberapa tekniknya di antaranya:
1) Cognitive behavioural therapy (CBT), untuk mengubah kognisis dan pola pikiran mengenai
situasi sekeliling kejadian trauma, serta mengubah kebiasaan pada situasi yang menyebabkan
trauma sehingga mencegah gangguan stres akut menjadi gangguan stres pascatrauma.
2) Debriefing, yaitu pasien didorong untuk menceritakan ulang dan mengekspresikan pikiran dan
perasaannya sewaktu mengalami dan setelah peristiwa itu, setelahnya meeka diberi info
tentang respon stres dan cara mengatasinya. Biasanya ditawarkan pada sebagian besar orang
yang terlibat dan segera setelah kejadian, meskipun bukti ilmiah tidak mendukung pernyataan
bahwa debriefing mencegah PTSD, bahkan beberapa bukti terutama pada single session
debriefing dapat memperburuk keadaan jangka panjang.

IV. Prognosis
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam (dapat kambuh jika stressor kembali).
II. Diskusi
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.
Etiologi
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor-faktor dibawah ini
berperan :
1. Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat
adalah berhubungan dengan disregulasi pada amin biogenik (norepineprin dan serotonin).
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi dan pada beberapa pasien yang bunuh diri
memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta
konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit.
2. Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan
depresi berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat pertama
subyek kontrol untuk penderita gangguan.

6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan angka kesesuaian pada kembar monozigotik
adalah kira-kira 50%, sedangkan pada kembar dizigotik mencapai 10-25%.
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah lama
direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode
pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah dilaporkan untuk
pasien dengan gangguan depresi berat.
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan
dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah kehilangan
pasangan.

Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan hubungan fungsi
keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi
didalam keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan
penyesuaian pasca pemulihan.

Gambaran Klinis

Suatu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.

Gejala lainnya dapat berupa :

- Konsentrasi dan perhatian berkurang

- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

- Tidur terganggu

7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
- Nafsu makan berkurang.

Pedoman Diagnostik

Pada PPDGJ III pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara terpisah yaitu
gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan depresi berat dengan gejala psikotik.

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik :

 Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian berkurang, harga
diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan
masa depan yang suram dan pesimis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
tidur terganggu, nafsu makan berkurang.

 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka
mungkin pasien tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat
dibenarkan.

 Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika
gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis
dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik :

 Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.

 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi audiotorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau
bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.

 Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai waham atau halusinasi yang
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Penatalaksanaan

Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam
beberapa golongan yaitu :

1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.


2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A), seperti :
moclobemide.
4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine,
fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Prognosis

Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung
mengalami relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif
memiliki kemungkinan 50 % untuk pulih di dalam tahun pertama.

Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam dua tahun
pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah jauh lebih rendah dari
pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada
pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresi.

Anda mungkin juga menyukai