Anda di halaman 1dari 9

Sausane Abdul Wadud - 160112180040

ANTIBIOTIK (Kemkes, 2011)

Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:


1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, antara lain beta-laktam (penisilin,
sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin.
2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein antara lain, aminoglikosid, kloramfenikol,
tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan
spektinomisin.
3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain, trimetoprim dan
sulfonamid.
4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat antara lain, kuinolon, nitrofurantoin

KLASIFIKASI DAN INDIKASI


A. Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri
1. Antibiotik Beta-Laktam
Bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif.
Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah
terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik
pada dinding sel bakteri.
1. Penisilin:
- Penislin G dan Penislin V
Indikasi: pneumonia, infeksi tenggorokan, otitis media, penyakit Lyme, endokarditis
streptokokus, infeksi meningokokus, enterokolitis nekrotika, fasciitis nekrotika,
leptospirosis, antraks, aktinomikosis, abses otak, gas gangren, selulitis, osteomielitis.
Kontraindikasi: pasien dengan hipersensitif
- Penisilin yang resisten terhadap beta-laktamase, Aminopenislin, Karboksipenislin,
Ureidopenislin
- Benzatin penisilin
Indikasi: faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus, carrier difteri, sifilis dan
infeksi treponema lain (ulkus tropikum), profilaksis demam rematik.
- Ampisilin:
Indikasi: mastoiditis, infeksi ginekologik, septikemia, peritonitis, endokarditis,
meningitis, kolesistitis, osteomielitis yang disebabkan oleh kuman yang sensitive.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap golongan penisilin.
- Amoksisilin:
Indikasi: infeksi saluran kemih, ISPA, bronkitis, pneumonia, otitis media, abses gigi,
osteomielitis, penyakit Lyme pada anak, profilaksis endokarditis, profilaksis paska-
splenektomi, infeksi ginekologik, gonore, eradikasi Helicobacter pylori
2. Sefalosporin
Indikasi: infeksi traktus respiratorius bawah, infeksi kulit atau struktur kulit,infeksi
tulang dan sendi, infeksi intra-abdomen, dan infeksi traktus genitourinarius. Terapi
proven atau suspected meningitis yang disebabkan oleh organisme seperti H. influenzae
dan N. meningitidis, infeksi Neisseria gonorhoeae, infeksi bakteri batang gram negative
nonpseudomonas pada pasien dengan risiko mengalami nefrotoksisitas dan/atau
ototoksisitas akibat aminoglikosida. Infeksi bakteri yang terbukti sensitive terhadap
sefotaksin.
Kontraindikasi: hipersensitf
a. Seftriakson
Indikasi: infeksi serius disebabkan oleh bakteri yang sensitif termasuk
septikemia, pneumonia, dan meningitis, profilaksis pada pembedahan profilaksis
meningitis meningokokal, gonore.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sefalosporin, porfiria, neonatus dengan
ikterus, hipoalbuminemia, asidosis atau gangguan pengikatan bilirubin
b. Seftazidim
Indikasi: pasien dengan infeksi karena bakteri yang sensitif, terutama
Pseudomnas sp, termasuk yang resisten terhadap aminoglikosida.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sefalosporin, porfiria
3. Monobaktam (beta-laktam monosiklik): Aztreonam
Indikasi: Enterobacteriacease, P. aeruginosa, H. influenzae dan gonokokus
4. Karbapenem
Indikasi: infeksi berat oleh kuman gram negatif yang resisten terhadap antibiotik turunan
penisilin dan sefalosporin generasi ketiga serta resisten terhadap bakteri yang
memproduksi extended spectrum beta lactamase (ESBL).
Kontraindikasi: gangguan fungsi ginjal dan riwayat kejang
Contoh obat: meropenem
5. Inhibitor beta-laktamase : asam klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam

2. Basitrarin
Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema
pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta
bedak untuk topical.
3. Vankomisin
Infeksi S. aureus resisten methicillin atau stafilokokus resisten beta-laktam koagulase
negatif; infeksi serius atau mengancam jiwa (endokarditis, meningitis, osteomielitis) yang
disebabkan stafilokokus atau streptokokus pada pasien dengan alergi terhadap penisilin dan/atau
sefalosporin terapi empirik pada infeksi yang berkaitan dengan akses sentral, VP shunt,
hemodialysis shunt, vascular grafts, katup jantung prostetik (persetujuan FDA untuk anak dan
dewasa).

B. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein


1. Aminoglikosida: menghambat bakteri aerob Gram negative
Gentamisin Indikasi: pneumonia, kolesistisis, peritonitis, septikemia, pyelonefritis,
infeksi kulit, inflamasi pada tulang panggul, endokarditis, meningitis, listeriosis,
brucellosis, pes, pencegahan infeksi setelah pembedahan
2. Tetrasiklin: tetrasiklin, doksisiklin, oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin
Indikasi: menghambat berbagai bakteri Gram-positif, Gramnegatif, baik yang bersifat
aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme lain seperti Ricketsia, Mikoplasma,
Klamidia, dan beberapa spesies mikobakteria
Doksisiklin: infeksi saluran napas, termasuk pneumonia dan bronkitis kronik, infeksi
saluran urin, sifilis, klamidia, mikoplasma, dan riketsia, prostatitis, limfogranuloma
venereum, penyakit radang pelvik dengan metronidazol, penyakit Lyme, brucellosis
dengan rifampisin, leptospirosis, kolera, melioidosis, pes, antraks.
Kontraindikasi: anak usia dibawah 12 tahun atau pada wanita hamil.
3. Kloramfenikol
Indikasi: demam tifoid, infeksi berat lain terutama yang disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, abses serebral, mastoiditis,
ganggren, septikemia, pengobatan empiris pada meningitis.
4. Makrolid:
- Roksitromisin
Indikasi: bakteri gram negatif tertentu seperti Legionella pneumophila. Antibiotik ini
dapat digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas, saluran urin dan jaringan
lunak.
- Klaritromisin
- Azitromisin
Indikasi: Mavium kompleks dan T gondii, dan klamid.
- Eritromisin
Indikasi: hipersensitif terhadap penisilin, enteritis campylobacter, difteri
5. Klindamisin
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob, seperti bakteri Bakteriodes
fragilis yang sering kali menimbulkan infeksi abdomen yang diakibatkan trauma

C. Obat Antimetabolit yang menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat


1. Sulfonamida dan Trimetropim
Trimetoprim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat sebagian
besar patogen saluran kemih, kecuali P.aeruginosa dan Neisseria sp

D. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat


1. Kuinolon
Asam nalidiksat
Asam nalidiksat menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae.
2. Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin,
moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan
untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. coli, Salmonella,
Haemophilus, Moraxella catarrhalis serta Enterobacteriaceae dan P. Aeruginosa.

ANTIBIOTIK DALAM KEDOKTERAN GIGI (Suardi, 2014)


Bakteri dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu:
(1) kuman Gram positif: aerob dan anaerob
(2) kuman Gram negative: aerob dan anaerob
Kuman Gram positif aerob yang sering dihadapi di praktik adalah kuman Staphylococcus
dan Streptococcus. Kuman Gram positif aerob ini sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin,
sefalosporin, dan eritromisin. Kuman Gram positif anaerobseperti Clostridium tetani dan
Clostridium botulinum peka terhadap antibiotik golongan penisilin dan metronidazol. Kuman
Gram negatif aerob seperti Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, Klebsiella,
Enterobacter, Escherichia coli, Pseudomonas, Salmonella, dan lainnya, dapat dilawan dengan
antibiotik seperti penisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan sefalosporin. Sedangkan kuman Gram
negatif anaerob seperti Bacterioides dan Fusobacterium dapat diberikan linkomisin dan
klindamisin, metronidazol, serta kombinasi amoksisilinasam klavulanat adalah antibiotik yang
masih sensitif terhadap kuman-kuman ini.
Kavitas oral memiliki berbagai jenis mikroorganisme dan yang paling sering
menyebabkan infeksi odontogenik adalah Streptococcus dan kuman negatif anaerob, diantaranya
Streptococcus alfa-haemolyticus, Streptococcus viridans, Peptostreptococcus spp, Prevotella
intermedia, Porphyromonasgingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan Gram negatif anaerob.
Antibiotik oral yang efektif melawan infeksi odontogenik akibat mikroorganisme tersebut adalah
antibiotic golongan penisilin (penisilin, amoksisilin), makrolida (klindamisin, azithromisin dan
eritromisin), sefalosporin (cefadroksil), serta metronidazol.
Penisilin adalah antibiotik yang memiliki cincin betalaktam dan bersifat bakterisidal.
Obat ini efektif melawan sebagian besar bakteri Gram positif. Penisilin dengan spektrum luas
terhadap kuman Grampositif dan negatif antara lain amoksisilin dan ampisilin, tetapi aktivitasnya
dapat dihambat oleh penisilinase dan betalaktamase. Karena itu, kombinasi penisilin dengan
bahan penghambat enzim penisilinase seperti asam klavulanat dan sulbaktam menjadi salah satu
pilihan karena dapat mempertahankan aktivitas melawan penisilinase dari streptococcus dan
betalaktamase dari berbagai mikroba Gram negatif sehingga memperluas spectrum kerjanya.
Golongan makrolida memiliki aktivitas spektrum yang hampir sama dengan penisilin,
terutama terhadap mikroba Gram positif sehingga merupakan alternatif untuk pasien yang alergi
penisilin dan resisten terhadap penisilin.
Metronidazol merupakan antibiotic yang berguna dalam mengatasi berbagai peradangan
akibat protozoa dan bakteri anaerob. Spektrum metronidazol terbatas pada bakteri anaerob
obligat dan beberapa bakteri mikroaerofilik, dan paling efektif melawan bakteri anaerob Gram
negatif yang bertanggung jawab pada peradangan orofasial akut dan periodontitis kronis.
Kombinasi metronidazol dengan antibiotik betalaktam pada peradangan oral diindikasikan untuk
peradangan orofasial akut yang serius dan pada penatalaksanaan periodontitis agresif. Lamanya
pemberian (durasi) antibiotic yang ideal adalah siklus tersingkat yang mampu mencegah relaps
klinis dan mikrobiologis. Sebagian besar infeksi akut akan sembuh dalam waktu 3–7 hari.

Indikasi Penggunaan Antibiotik dalam Kedokteran Gigi


Penggunaan antibiotik di bidang kedokteran gigi biasanya dilakukan secara empiris,
klinisi yang menggunakan antibiotic tersebut tidak mengetahui secara pasti mikroorganisme
penyebab infeksi karena jarangnya dilakukan kultur terhadap pus atau eksudat yang berasal dari
jaringan gigi yang mengalami kelainan. Pemilihan antibiotic didasarkan pada keadaan klinis dan
data epidemiologis bakteri yang ada sehingga antibiotik yang sering digunakan adalah antibiotik
dengan spektrum luas dengan penggunaan jangka pendek, sekitar 7 hingga 10 hari.2,6 Pemberian
antibiotik seringkali didasarkan pada beberapa indikasi berikut:

1. Infeksi Odontogenik Akut


Penggunaan antibiotik yang dikombinasi dengan intervensi tindakan (surgical therapy)
merupakan suatu penatalaksaan yang paling bijaksana dalam infeksi odontogenik, tetapi
pemberian antibiotik pada kasus ginggivitis kronis dan abses periodontal tidak
direkomendasikan, kecuali terjadi penyebaran ke daerah lainnya.
Endodontik adalah salah satu area kesehatan gigi yang menggunakan antibiotic secara
luas dalam farmakoterapinya. Proses peradangan yang menyertai nyeri endodontic biasanya
berasal dari infeksi mikroba, tetapi juga bisa disebabkan oleh faktor mekanis atau kimiawi.
Sefalosporin golongan pertama seperti cefadroksil dan sefadril adalah antibiotic spektrum luas
yang diindikasikan untuk kasus endodontik karena memiliki penetrasi yang baik pada jaringan
tulang dan memiliki kepekaan terhadap bakteri Gram positif. Selain itu juga digunakan
klindamisin, azithromisin dan ciprofloksasin.
Abses odontogenik adalah infeksi yang melibatkan banyak bakteri meliputi berbagai
bakteri fakultatif anaerob seperti Streptococcus viridans dan Streptococcus anginosus, serta
bakteri obligat anaerob seperti spesies Prevotella dan Fusobacterium. Secara umum, organisme
yang ditemukan pada abses alveolar, abses periodontal dan pulpa nekrotik adalah bakteri Gram
positif aerob dan bakteri anaerob. Penisilin merupakan antibiotik yang
sensitif terhadap golongan kuman tersebut.
Antibiotik lain yang sering digunakan untuk mengobati abses odontogenik akut
diantaranya amoksisilin, metronidazol, klindamisin dan eritromisin. Akibat tingginya angka
resistensi terhadap antibiotik, penggunaan kombinasi Amoksisilin-klavulanat lebih disukai
karena spektrum kerja yang luas dan memiliki profil farmakokinetik yang baik. Durasi
penggunaan antibiotik untuk infeksi odontogenik yang paling ideal adalah siklus tersingkat yang
mampu mencegah relaps klinis dan mikrobiologis. Sebagian besar infeksi akan sembuh dalam
waktu 3–7 hari.

2. Infeksi Non-Odontogenik
Durasi penggunaan antibiotik untuk infeksi non-odontogenik biasanya membutuhkan
waktu yang lebih lama. Peradangan non-odontogenik termasuk peradangan spesifik dari rongga
mulut, misalnya pada pasien yang menderita penyakit TBC, sifilis, dan lepra serta peradangan
nonspesifik membran mukosa, otot dan wajah, kelenjar ludah dan tulang. Antibiotik yang banyak
digunakan untuk kasus ini adalah golongan makrolida (klindamisin) dan fluorokuinolon
(ciprofloksasin, norfloksasin, dan moksifloksasin). Antibiotik lain yang digunakan adalah
klindamisin atau doksisiklin. Tuberculosis diterapi dengan etambutol, isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan streptomisin. Penisilin G untuk pengobatan sifilis, sedangkan klofazimin,
dapson, dan rifampisin digunakan untuk pengobatan lepra.

3. Profilaksis Infeksi
Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis telah diterima secara luas. Penggunaan dengan
indikasi ini umum digunakan pada kedokteran gigi. Antibiotik sebagai profilaksis digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi fokal dan infeksi lokal. Biasanya tujuan penggunaan
antibiotic sebagai profilaksis fokal infeksi adalah sebagai pencegahan kejadian endokarditis
infektif. Hubungan antara infeksi bakteri dan endokarditis telah ditemukan sejak sebelum abad
ke-20. Beberapa studi menunjukkan tindakan pada gigi merupakan pemicu terjadinya
endokarditis, terutama pada kesehatan periodontal yang buruk.
Lockhart (1996) melaporkan banyak kasus endokarditis infeksi yang terjadi setelah
ekstraksi gigi dan pembedahan periodontal. Karena itu, pemberian antibiotik untuk profilaksis
diindikasikan pada pasien yang berisiko dalam hal prosedur invasif dalam rongga mulut,
misalnya pasien yang menggunakan katup jantung buatan, pasien dengan penyakit jantung
kongenital, menggunakan bahan atau alat jantung buatan, serta penerima transplantasi jantung.
Regimen standar yang digunakan untuk indikasi ini adalah amoksisilin dosis tinggi (2 gram
secara oral) yang diberikan satu jam sebelum tindakan intervensi terhadap gigi dilakukan. Pada
pasien yang alergi terhadap betalaktamase dapat digunakan klindamisin atau sefalosporin
generasi pertama.
Profilaksis antibiotik juga digunakan untuk mencegah peradangan lokal dengan
menghambat proliferasi dan penyebaran bakteri di dalam dan dari luka operasi itu sendiri.
Prosedur bedah dan kondisi medis yang berkaitan dengan indikasi ini diantaranya impaksi molar
ketiga, bedah ortognatik, bedahimplant, bedah periapikal, bedah tumor jinak, dan pasien dengan
kekebalan tubuh rendah. Beberapa studi memperlihatkan bahwa pemberian antibiotik setelah
berbagai tindakan bedah di atas menurunkan keparahan nyeri dan infeksi post operasi.

Pemilihan Antibiotik dengan Pertimbangan Khusus


Pemberian antibiotik memerlukan pertimbangan khusus pada pasien-pasien berikut ini,
yaitu: pasien anak, pasien usia lanjut, dan pasien dengan gangguan fungsi organ seperti gagal
ginjal dan hati, serta ibu hamil dan menyusui. Perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik
obat pada kondisi tersebut merupakan sebab utama yangmenimbulkan keragaman respons pasien
sehingga dapat berpotensi merugikan dan membahayakan pasien.
Pada pasien neonatus dan anak-anak, antibiotik seperti kloramfenikol, sulfonamid, dan
aminoglikosida sebaiknya tidak diberikan karena dapat menimbulkan efek samping dan
toksisitas. Sulfonamid dapat menimbulkan kernikterus pada anak, kloramfenikol menyebabkan
terjadinya grey syndrome (sindrom abu-abu), sedangkan aminoglikosida seperti gentamisin dapat
menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus ginjal. Penurunan fungsi ginjal pada usia lanjut
merupakan perubahan farmakokinetik terpenting karena dapat menyebabkan peningkatan
konsentrasi obat dalam plasma pada obat-obat yang mengalami ekskresi di ginjal. Karena itu,
pemberian obat-obat dengan eliminasi utama melalui ginjal harus dilakukan penyesuaian dosis.
Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan menurunkan dosis obat atau dengan meningkatkan
interval pemberian obat. Antibiotik yang termasuk di dalamnya adalah golongan aminoglikosid,
seperti streptomisin dan gentamisin.16 Selain itu, antibiotik lain yang juga perlu diperhatikan
adalah amoksisilin dan penisilin G.
Beberapa antibiotik dimetabolisme di hati dan mengalami eliminasi melalui empedu.
Pasien yang memiliki gangguan fungsi hati harus dihindari atau dibatasi pemberian antibiotik
tersebut untuk mencegah terjadinya toksisitas atau overdosis. Antibiotik tersebut diantaranya
eritromisin, klindamisin, metronidazol, dan anti tuberkulosis.
Pada wanita hamil dan menyusui antibiotik yang aman diberikan tanpa perlu penyesuaian
dosis adalah azithromisin, eritromisin, sefalosporin, metronidazol, dan penisilin dengan atau
tanpa kombinasi penghambat betalaktamase.

Refrensi:
Kemkes (2011) ‘PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK’, 2011 Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Suardi, Hijra Novia. (2014) ANTIBIOTIK DALAM DUNIA KEDOKTERAN GIGI.
Cakradonya Dent J. 6 (2), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai