Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah psikologi tentang adat kebiasaan masa persalinan.
Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah membimbing kami, teman – teman yang telah membantu dan  memberi
dukungan  terhadap kami sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca maupun dosen pembimbing
sangat di harapkan demi perbaikan untuk masa-masa yang akan datang.
Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kegelisahan dan Ketakutan Menjelang Kelahiran


Pada setiap wanita, baik yang bahagia maupun yang tidak bahagia, apabila dirinya jadi
hamil pasti akan dihinggapi campuran perasaan, yaitu rasa kuat dan berani menanggung
segala cobaan, dan rasa-rasa lemah hati, takut, ngeri; rasa cinta dan benci; keragu-raguan
dan kepastian; kegelisahan dan rasa tenang bahagia; harapan penuh kabahagiaan dan
kecemasan, yang semuanya menjadi semakin intensif pada saat mendekati masa
kelahiran bayinya.
Sebab-sebab semua kegelisahan dan ketakutan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Takut mati
Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah satu fenomena fisiologis yang normal, namun
hal tersebut tidak kalis dari resiko dan bahaya kematian. Bahkan pada proses yang
normal sekalipun senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan hebat peristiwa inilah
yang menimbulkan ketakutan-ketakutan khususnya takut mati baik kematian dirinya
sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan. Inilah penyabab pertama.
Pada saat sekarang perasaan takut mati itu tidak perlu ada atau tidak perlu dilebih-
lebihkan, berkat adanya metode-metode yang efektif untuk mengatasi macam-macam
bahaya pada proses kelahiran. Dan berkat adanya kemajuan ilmu kebidanan serta
pembedahan untuk mengatasi anormali-anormali anatomi anatomis.
2. Trauma kelahiran
Trauma kelahiran ini berupa ketakutan kan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu
merupakan ketakutan “hipotesis” untuk dilahirkan di dunia, dan takut terpisah dari
ibunya.
Ketakutan berpisah ini ada kalanya menghinggapi seorang ibu yang merasa amat takut
kalau-kalau bayinya akan terpisah dengan dirinya. Seolah-olah ibu tersebut menjadi
tidak mampu menjamin keselamatan bayinya. Trauma genetal tadi tampak dalam
bentuk ketakutan untuk melahirkan bayinya.
3. Perasaan bersalah/berdosa
Perasaan bersalah atau berdosa terhadap ibunya. Pada setiap fase perkembangan
menuju pada feminitas sejati, yaitu sejak masa kanak-kanak, masa gadis cilik, periode
pubertas, sampai pada usia adolesensi, selau saja gadis yang bersangkutan diliputi
emosi-emosi cinta-kasih pada ibu yang kadangkala juga diikuti rasa kebencian, iri hati
dan dendam. Bahkan juga disertai keinginan untuk membunuh adik-adik atau saudara
sekandungnya yang dianggap sebagi saingannya. Peristiwa “ingin membunuh” itu
kelak kemudian hari diubah menjadi hasrat untuk memusnahkan janin atau bayinya
sendiri, sehingga berlangsung keguguran kandungannya.
Dalam semua aktivitas reproduksinya, wanita itu banyak melakukan identifikasi
terhadap ibunya. Jika identifikasi ini menjadi salah bentuk, dan wanita tadi banyak
mengembangkan mekanisme rasa-rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap ibunya,
maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu berfungsi sebagai ibu yang
bahagia; sebab selalu saja ia dibebani atau dikejar-kejar oleh rasa berdosa.
Perasaan berdosa terhadap ibu ini erat hubungannya dengan ketakutan akan mati pada
saat wanita tersebut melahirkan bayinya. Oleh karena itu kita jumpai adat kebiasaan
sejak zaman dahulu sampai masa sekarang berupa:
a. Orang lebih suka dan merasa lebih mantap kalu ibunya (nenek sang bayi)
menunggui dikala ia melahirkan bayinya.
b. Maka menjadi sangat pentinglah kehadiran ibu tersebut pada saat anaknya
melahirkan oroknya.
4. Ketakutan riil
Pada saat wanita hamil, ketakutan untuk melahirkan bayinya itu saat bisa diperkuat
oleh sebab-sebab konkret lainya. Misalnya:
a. Takut kalau-kalau bayinya akan lahir cacad, atau lahir dalam kondisi yang
patologis;
b. Takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan oleh dosa-dosa ibu itu sendiri
di masa silam.
c. Takut kalau beban hidupnya akan hidupnya akan menjadi semakin berat oleh
lahirnya sang bayi
d. Muncunya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak disadari, kalau ia
akan dipisahkan dari bayinya;
e. Takut kehilangan bayinya yang sering muncul sejak masa kehamilan sampai waktu
melahirkan bayinya. Ketakutan ini bisa diperkuat oleh rasa-rasa berdoa atau
bersalah.

Ketakutan mati yang sangat mendalam di kala melahirkan bayinya itu disebut
ketakutan primer; biasanya diberangi dengan kekuatan-kekuatan superfisial (buatan,
dibuat-buat) lainnya yang berkaitan dengan kesulitan hidup, disebut sebagai kekuatan
sekunder.
Kekutan primer dari wanita hamil itu bisa menjadi semakin intensif, jika ibunya,
suaminya dan semua orang yang bersimpati pada dirinya ikut-ikutan menjadi panik dan
resah memikirkan nasib keadaaanya. Oleh karena itu, sikap mengartinya, karena bisa
membrikan dan melindungi dari suami dan ibunya itu sangat besar artinya, karena bisa
memberikan support moril pada setiap konflik batin, keresahan hati dan ketakuan, baik
yang riil maupun yang iriil sifatnya.
Segala macam ketakutan tadi menyebabkan timbulnya rasa-rasa pesimistis dan
beriklim “hawa kematian”. Namun dibalik semua ketakutan tersebut, selalu saja terselip
harapan-harapan yang menyenangkan untuk bisa dengan segera dengan menimmang dan
membelai bayi kesayangan yang bakal lahir. Harapan ini menimbulkan rasa-rasa
optimistis, dan beriklim “hawa kehidupan”, spirit dan gairah hidup. Perasaan positif ini
biasanya dilandasi oleh pengetahuan intelektual, bahwa sebenarnya memang tidak ada
bahaya-bahaya riil pada masa kehamilan dan saat melahirkan bayinya. Dan bahwa
dirinya pasti selamat hidup (survive), sekalipun melalui banyak kesakitan dan dera-derita
lahir dan batin. Karena itu pada calon ibu-ibu muda itu perlu ditempakan
a) Kesiapan mental menghadapai tugas menjadi hamil dan melahirkan bayinya
b) Tanpa konflik-konflik batin yang serius dan rasa ketakutan
Banyak wanita dan anak gadis pada usia jauh sebelum saat kedewasaannya dihinggapi
rasa takut mati, kalau nantinya dia melahirkan bayi. Akibatnya, fungsi keibuannya
menjadi korban dari ketakutan-ketakutan yang tidak disadari ini (yaitu akibat dari takut
mati sewaktu melahirka itu). Mereka kemudian menghidari perkawinan atau menghindari
mempunyai anak
B. Reaksi Wanita Hipermaskulin dalam Menghadapi Persalinan
1. Pengertian Wanita Hipermaskulian
Wanita hipermaskulin adalah wanita yang memiliki sifat yang aktif dan
kejantanan. Pada wanita ini, sejak awal kehamilan dihadapkan pada perasaan enggan
untuk melahirkan tetapi dia ingin memiliki anak. Dia menganggap bahwa anak dapat
menghambat pekerjaan dan karirnya.
2. Reaksi Wanita Hipermaskulin
Reaksi yang terjadi pada wanita hipermaskulin adalah selalu diikuti perasaan
bahwa dia sangat berharap dan mendambakan anak tetapi ada konflik batin bahwa dia
juga tidak suka mendapatkan keturunan akibatnya dapat timbul ketidakpercayaan diri
pada wanita tersebut, bahkan dapat mengalami gangguan saraf seperti sakit kepala
hebat pada satu sisi saja atau migraine. Ketika wanita hipermaskulin mengetahui
dirinya hamil, pertama kali akan timbul konflik batin. Dia merasa seperti bermimpi.
Emosi-emosi negatif akan mengikuti wanita ini. Akibatnya timbul rasa khawatir dan
kecemasan yang berlebihan.
3. Kecemasan yang Dirasakan Wanita Hipermaskulin
Kecemasan-kecemasan yang dirasakan diantaranya, yaitu:
a. Bayi yang lahir nanti dapat menghalangi kebahagiaannya.
b. Bayi itu akan menghambat karier dan mengurangi eksistensinya dalam pekerjaan.
c. Tidak percaya diri apakah dia mampu menjadi ibu dan bisa merawat bayi.
d. Bakat dan kemampuan ibu dapat mati setelah bayi lahir.
e. Nanti dia tidak punya waktu untuk dirinya sendiri setelah kelahiran bayinya.
f. Takut tidak dapat membagi waktu antara anak, karier dan keluarga.

Kecemasan-kecemasan tersebut sebenarnya bersumber dari dirinya sendiri yang


mengalami konflik batin antara dorongan feminitas dan maskulinitasnya. Disatu sisi
dorongan feminitas mendambakan keturunan sendiri dan secara naluri ingin menjadi ibu
tetapi disisi lain ada dorongan maskulinitas yang lebih mengutamakan karier, jabatan,
prestasi dan eksistensi diri.
Pada proses persalinan, wanita hipermaskulin akan berjuang mengatasi
kecemasan dan ketakutannya tersebut. Kesakitan fisik yang dialami saat proses
persalinan misal pada saat timbulnya kontraksi, akan diatasi oleh wanita hipermaskulin
dengan usahanya sendiri. Dia akan menganggap bahwa kelahiran bayinya adalah prestasi
bagi dirinya sendiri. Tapi kadang kala usaha tersebut muncul secara ekstrim dan
cenderung bersifat masculine-agresif. Pada proses persalinan normal hal ini malah
berakibat menghambat jalannya persalinan dan dapat mempersulit kelahiran bayi. Pada
keadaan selanjutnya wanita ini akan bersifat hiper-pasive, cenderung kurang peduli dan
akhiranya membiarkan dokter untuk melakukan operasi untuk melahirkan bayinya.

C. Reaksi Wanita Total Pasif dalam Menghadapi Persalinan


1. Pengertian Wanita Total Pasif
Wanita total pasif adalah kebalikan dari hiperaktif, dia tidak terlalu peduli dan
mempunyai sifat pasif yang sangat ekstrim. Pada saat kehamilan, wanita ini bahan
tidak menyadari apa yang dia alami. Dia merasa tidak bertanggungjawab pada keadaan
dirinya dan apapun yang terjadi pada dirinya. Dia hanya merasa di dalam perutnya
kebetulan ada janin dan kabetulan perutnya yang ditempati janin itu untuk akhirnya
nanti dilahirkan. Dia menganggap bahwa dia tidak bertaggung jawab atas semua ini
karena yang harus bertanggung jawab untuk proses kelahiran nanti adalah para dokter
atau tenaga kesehatan yang menolongnya.
2. Reaksi Wanita Total Pasif
Pada wanita total pasif, dia merasa tidak perlu tahu tentang kehamilannya. Dia
tidak tahu harus bagaimana dan harus bersikap seperti apa. Semua hal tentang
kehamilannya dianggap tidak ada gunanya. Suami atau ibunya yang harus mengurus
semua ini karena batinnya dapat terganggu kalau dia harus mengurus kehamilannya.
Reaksi yang terjadi adalah dia akan mengikuti semua nasehat orang lain. Semua hal
yang disarankan orang lain akan selau dilakukan. Fokus wanita total pasif adalah pada
usaha mengenyahkan segala kekuatannya dan dia tidak tau-menau ada kesakitan
dijasmaniah pada dirinya.
3. Tingkah Laku Wanita Total Pasif
Tingkah laku wanita total pasif selama kehamilannya sangat khas, yaitu:
a. Bersikap pasif.
b. Bergantung pada ibunya.
c. Menyuruh suami melakukan semua tugasnya.
d. Tingkah lakunya infantil, kekanak-kanakan.
e. Penampakan dirinya sebagai gadis kecil yang main boneka.
f. Merasakan kehamilan dan kelahiran sebagai peristiwa magis yang menakjubkan.
g. Jika kehamilannya semakin tua wanita ini jadi sangat tidak sabaran dan menjadi
semakin pasif, ia banyak mengeluh dan mendesak lingkungannya agar kelahiran
bayinya bisa dipercepat.
h. Sama sekali tidak merasa bertanggung jawab terhadap benda yang ada di rahimnya
itu.
i. Secara tidak sadar merasakan coitus.
j. Menyerahkan semua tanggung jawab kepada ibunya
k. Mengharapkan ibunya terus menerus menunggui dirinya di saat hamil dan
melahirkan bayinya untuk memberikan atensi pada kelahiran janinnya kelak.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmu-pasti-pengungkap-kebenaran.blogspot.com/2011/11/masa-persalinan.html
http://emayamidwifery.blogspot.com/2012/03/psikologi-masa-persalinan.html

Anda mungkin juga menyukai