Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

AIDS adalah singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrom,

sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan gejala-gejala

penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme, serta

keganasan lain akibat menurunnya daya tahan tubuh / kekebalan tubuh

penderita. HIV (Human Immunodeficiency Virus Infeection) menyerang dan

merusak sel-sel limfosit T yang mempunyai peranan penting dalam sistem

kekebalan tubuh (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2015).

HIV/AIDS saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

global dan menempati ranking keempat diantara penyakit-penyakit utama

penyebab kematian. Hal ini berarti pencapaian MDGs (Millenium

Development Goals) yang keenam yaitu menurunkan jumlah kasus baru

HIV/AIDS serta mewujudkan akses terhadap pengobatan AIDS belum optimal

sehingga dilanjutkan dengan tujuan ketiga SDG’s (Sustainable Development

Goals) tahun 2030 adalah menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong

kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur (ensure healthy

lives and promote well – being for all at all ages) (Demartoto et al., 2017).

World Health Organization (WHO) diperkirakan 35 juta (33,2-37,2

juta) orang di dunia hidup dengan HIV pada tahun 2013, termasuk 2,1 orang

dan 240.000 anak baru terinfeksi HIV. Pada tahun 2013 sebanyak 1,5 juta

orang meninggal karena AIDS di seluruh dunia. Jumlah tersebut cenderung

1
2

menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Di Asia dan Pasifik, diperkirakan

sekitar 4,8 juta orang hidup dengan HIV pada tahun 2013 termasuk 350.000

orang infeksi HIV baru. Ahli kesehatan masyarakat di Indonesia menyatakan

bahwa di Asia dan Pasifik, jumlah infeksi HIV baru cenderung menurun sekitar

6 % di wilayah ini, kecuali Indonesia yang megalami kenaikan 48 % sejak

tahun 2013. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur

30-39 tahun (37.7%), diikuti oleh kelompok umur 20-29 tahun (29.9%) dan

kelompok umur 40-49 tahun (19%). Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan

adalah 2:1. Sedangkan peresentase resiko HIV/AIDS tertinggi adalah

hubungan seks berisiko pada heteroseksual (73.8%), LSL (Lelaki Suka Lelaki)

(10.5%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (5.2%), dan

perinatal (2.6%) ( Mardaniah,dkk 2018).

Di Indonesia dua cara utama penularan HIV / AIDS pertama melalui

perilaku seksual yang tidak aman khususnya dikalangan kelompok berisiko

tinggi seperti pekerja seks perempuan, homoseksual dan transgender laki-laki.

Kedua transmisi melalui praktik-praktik yang tidak aman dari penggunaan

narkoba suntik. Tansmisi penularan melalui hubungan seksual dari tahun 2008

sampai 2015 mengalami peningatan sampai 58 % (Najmah, 2016).

Berdasarkan hasil statistik kasus HIV/AIDS yang dilaporkan oleh

DitJen P2P (Kemenkes RI,2019) jumlah Kasus Baru HIV di Indonesia tahun

2017 sebanyak 48.300 orang dengan kasus AIDS sebanyak 9.280 orang dengan

prevalensi HIV pada kelompok usia muda (15-25 tahun) diperkirakan sekitar

0,27% diantara 237.500.000 pada tahun 2017, sedangkan di Sumatera Barat

tahun 2018 jumlah kasus baru HIV sebanyak 563 orang. Kasus AIDS tahun
3

2018 terjadi peningkatan 7,8 %. Angka kematian akibat AIDS 2019 sebanyak

956 kasus, dan tahun 2019 sebanyak 610 kasus. Provinsi Sumbar dari data

profil kesehatan 2019 Sumbar urutan ke sembilan kasus AIDS tertinggi. Tahun

2019 terdapat kasus sebanyak 243 disebabkan karena hubungan seks dan orang

tidak tahu tanda dan gejala karena kurang memahmi gejala HIV/AIDS batuk

berdahak, berat badan turun.

Penyebaran HIV dipengaruhi oleh perilaku berisiko kelompok-

kelompok masyarakat. Kegiatan–kegiatan dari pencegahan dalam bentuk

penyuluhan, promosi hidup sehat, pendidikan sampai kepada cara

menggunakan alat pencegahan yang efektif dikemas sesuai dengan sasaran

upaya pencegahan, diantara kelompok rentan adalah remaja (Noviana, 2013).

Perilaku kesehatan adalah suatu aktivitas dilakukan oleh individu yang

menyakini dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit (Kasl dan Cobb

(1966); Niel Niven (2008). Sedangkan menurut Lawrence Green dalam

admojdo (2012) perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi (faktor

pemudah) yaitu faktor-faktor positif yang mempermudah terwujudnya

perilaku (pengetahuan, sikap masyarakat tentang kesehatan, sistem nilai yang

dianut, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan). Faktor

pemungkin (enabling) yaitu faktor-faktor yang mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan (ketersediaan sarana dan

prasarana), dan faktor penguat (reinforcing) meliputi motivasi dan perilaku

tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), serta motivasi dan perilaku

petugas kesehatan, dan dukungan dari pemerintah daerah. Faktor yang

dominan seperti pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status


4

ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua,

serta adanya pengaruh dari teman yang berperilaku beresiko (Depkes, 2015)

Pengetahuan remaja yang rendah soal HIV dan AIDS ini kemudian

dibarengi dengan rentannya remaja melakukan perilaku berisiko seperti

menggunakan narkoba dan seks bebas. Pengetahuan rendah, melakukan

perilaku berisiko tinggi inilah yang menyebabkan kerentanan remaja menjadi

tinggi. Kemudian, di lain pihak layanan kesehatan belum sepenuhnya ramah

pada remaja Strategi utama untuk memerangi penyakit di Indonesia adalah

dengan pencegahan yaitu mengurangi resiko terinfeksi. Kebanyakan program

preventif memfokuskan pada pengetahuan, sikap, dan perilaku (Lexy,

Moleong. 2018.).

Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2015 mengamanatkan perlunya

peningkatan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di seluruh Indonesia.

Respons harus ditujukan untuk mengurangi semaksimal mungkin peningkatan

kasus baru dan kematian (Noviana, 2013). Berdasarkan Survei Kesehatan

Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2015, bahwa remaja yang

melakukan perilaku beresiko seperti merokok, minum alkohol, penyalahgunaan

narkoba, dan melakukan hubungan seksual pranikah dipengaruhi oleh faktor

yang dominan seperti pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan,

status ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua,

serta adanya pengaruh dari teman yang berperilaku beresiko (Depkes, 2015).

Upaya pencegahan HIV dan AIDS dapat berjalan efektif apabila adanya

komitmen masyarakat dan pemerintah untuk mencegah atau mengurangi

perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV. Salah satu upaya yang dapat
5

dilakukan dalam pencegahan HIV/AIDS adalah penyuluhan kesehatan ke

sekolah dan masyarakat mengenai perilaku risiko tinggi yang dapat

menularkan HIV (Najmah, 2016).

Menurut Peter, J. Paul dan Olson, terdapat lima jenis kelompok

referensi dan karakteristiknya. Salah satunya adalah kelompok informal,

contohnya teman sekolah atau kuliah. Selain itu juga ada kelompok primari

yaitu keluarga dan kerabat terdekat yang banyak menghabiskan waktu dengan

seseorang (www.academia.edu, di akses tanggal 14 April 2020).

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmojo (2014) menyatakan

bahwa pengetahuan merupakan bagian dari faktor presdiposisi yang sangat

menentukan dalam membentuk perilaku seseorang. Sedangkan pengetahuan

sebelum melakukan tindakan adalah merupakan hal yang sangat penting, jadi

ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi atau baik pengetahuan

seseorang maka akan semakin baik juga seseorang dalam penanganan

pencegahan HIV/AIDS. Pengetahuan tidak hanya didapat dari pendidikan

formal tetapi bisa juga didapat dari pendidikan non formal seperti media massa,

media elektronik maupun dari media perorangan seperti penyuluhan kesehatan

( Nurcholis AB,dkk, 2016)

Hasil penelitian terdahulu Setiawati (2015) tentang pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap dalam

pencegahan HIV/AIDS pada pekerja seks komersil menyebutkan bahwa

pendidikan kesehatan sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan

sikap pekerja seks komersil dalam pencegahan HIV/AIDS.


6

Hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan masalah ini Yetti,B

(2016) menyimpulkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS

Hasil penelitian yang dilakukan oleh zuhdi candraditya tahun 2015

menunjukkan ada perbedaan Skor rata-rata pada kelompok Kontrol mengalami

peningkatan 74,92±7,11 menjadi 86,75±7,03 setelah diberikan pendidikan

kesehatan dengan media LCD. Hasil uji hipotesis menyimpulkan ada

perbedaan antara skor rata-rata sebelum dan sesudah diberikan media LCD

dengan p- Valuesebesar 0,000.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

Pengaruh Pendidikan kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang

Pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini Pengaruh Pendidikan kesehatan Terhadap Tingkat

Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA.

C. Tujuan Penelitian

Untuk Mengetahui Pengaruh Pendidikan kesehatan Terhadap

Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS pada remaja di

SMA.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan (STIKes Nan Tongga Lubuk Alung)

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi institusi pendidikan STIKes

Nan Tongga Lubuk Alung terutama dalam mengetahui dan memahami


7

tentang Pengaruh Pendidikan kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan

Tentang Pencegahan HIV/AIDS pada remaja di SMA

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini akan menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut terkait

dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada remaja .


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere

yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam bahasa inggris

adolesence yang berarti berangsur – angsur. Maksudnya ialah berangsur

menuju kematangan secara fisik, akal, kewajiban dan sosial, hal ini

mengisyaratkan bahwa pertumbuhan tidak berpindah dari satu fase ke fase

yang lain secara tiba – tiba melainkan berlangsung secara bertahap – tahap

(Fatimah E, 2010).

Psikologi berkebangsaan belanda, Kohnstam dan Palland

menyebutkan bahwa masa remaja berada di antara usia 15 – 21 tahun.

Berdasarkan bentuk perkembangan dan pola perilaku yang tampak khas

pada usia tertentu, Hurlock menegaskan bahwa rentangan usia remaja

antara 13 – 21 tahun, sedangkan Gunarsa, meskipun menemui beberapa

kesulitan dalam penentuan batasan usia masa remaja di Indonesia,

menetapkan bahwa masa remaja itu antara 12 – 22 tahun (Al-Mighwar M,

2010).

Namun menurut Santrock masa remaja itu berlangsung antara usia

10 – 19 tahun dan dibagi dalam tiga tahapan, remaja awal, pertengahan

dan remaja akhir (Poltekes Depkes, 2010).


9

2. Karakteristik remaja

Karakteristik perkembangan
8 yang normal terjadi pada remaja dalam

menjalankan tugas perkembangannya mencapai identitas diri, antara lain

menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan

kemampuannya. Hurlock mengemukakan ciri dari remaja (Poltekes

Depkes, 2010), yaitu :

a. Masa remaja ialah masa peralihan

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan

berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi

seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan

masa yang sangat startegis karna memberi waktu kepada remaja untuk

membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat

yang diinginkannya.

b. Masa remaja ialah masa terjadinya perubahan

Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan

perilaku dan sikap juga berkembang, ada empat perubahan besar yang

terjadi pada masa remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat dan pola

perilaku (perubahan sikap menjadi ambivalen).

c. Masa remaja ialah masa yang penuh masalah

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi, hal ini

terjadi karna remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri

tanpa meminta bantuan orang lain. Akibatnya terkadang terjadi

penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.


10

d. Masa remaja ialah masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja ialah berupa kejelasan siapa dirinya

dan apa peran dirinya pada masyarakat. Remaja tidak puas apabila

dirinya sama dengan kebanyakan orang lain, ia ingin memperlihatkan

dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin

mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebayanya.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi,

tidak dapat dipercaya, cendrung berprilaku merusak, sehingga

menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi

kehidupan remaja. Ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa

menjadi sulit, karna orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan

selalu mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan dan

membuat jarak antara orang tua dan remaja.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis

Remaja cendrung memandang kehidupan melalui kaca matanya sendiri,

baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum

melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang ia

harapkan.

g. Masa remaja ialah masa ambang dewasa


11

Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang

berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang

hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang

dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian

dan bertindak.

3. Perkembangan psikososial remaja

Depkes RI menyatakan perkembangan psikososial remaja dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial remaja awal, remaja

pertengahan dan remaja akhir.

Perkembangan psikososial remaja awal (10 tahun – 14 tahun)


Tabel 2.1
Dampak terhadap Efek terhadap orang
No Tahap perkembangan
remaja tua
1 Cemas terhadap Kesadaran diri Orang tua mungkin
penampilan badan/ meningkat. menganggap
fisik. anaknya terfokus
pada dirinya
2 Perubahan hormonal Pemarah, anak laki – Orang tua mungkin
laki yang tadinya baik menemukan
dapat menjadi agresif, kesulitan dalam
mungkin timbul berhubungan
jerawat. dengan remaja.
3 Menyatakan Bereksprimen dengan Orang tua merasa
kebebasan dan cara berpakaian, ditolak dan sulit
merasa sebagai berbicara, dan cara menerima
seorang individu, penampilan diri, keinginan anak
tidak hanya sebagai sebagai suatu usaha yang berbeda dari
seorang anggota untuk mendapatkan mereka.
keluarga. identitas baru.
4 Perilaku Kasar dan menuntut Bila ingin
12

memberontak dan kebebasan. mempertahankan


melawan hubungan baik,
orang tua perlu
menangani anak
secara hati – hati.
Orang tua merasa
tidak membuat
keseimbangan
antara permisif dan
overprotective.
5 Kawan menjadi lebih Ingin tampak sama Orang tua mungkin
penting dengan kawan, yaitu terganggu oleh
dalam cara tuntutan finansial
berpakaian, gaya dan gaya hidup
rambut, anak.
mendengarkan musik,
dan lainnya.
6 Perasaan memiliki Pengaruh teman dan Orang tua merasa
terhadap teman orang tua teman tidak nyaman karna
sebaya. Anak laik – menjadi sangat besar. dikritik oleh
laki membentuk Remaja tidak mau anaknya sendiri.
geng/ kelompok. berbeda dari teman
Anak perempuan sebaya.
mempunyai sahabat.
7 Sangat menuntut Mungkin tampak tidak Kadang – kadang
keadailan, tetapi toleransi dan sulit terjadi bentrokan
cendrung melihat berkompromi. dengan peraturan
suatu sebagai hitam Mungkin pula timbul keluarga. Orang tua
putih serta dari sisi iri hati terhadap harus meninjau
pandang mereka saudara kandung dan sikapnya untuk
sendiri. sering kali ribut mengatasi perasaan
dengan mereka. tidak adil ini.
13

Perkembangan psikososial remaja pertengahan (15-16)


Tabel 2.2
No Tahap Dampak terhadap Efek terhadap orang
perkembangan remaja tua
1 Lebih mampu untuk Lebih tenang, lebih Orang tua secara
berkompromi sabar, lebih bertahap merasa
bertolenransi, dan semakin mudah
dapat menerima berhubungan dengan
pendapat orang lain anaknya.
meskipun berbeda
dengan pendapatnya
sendiri.
2 Belajar berfikir Menolak campur orang tua harus
secara independen tangan orang tua belajar untuk
dan membuat untuk memberikan
keputusan sendiri. mengendalikannya. kepercayaan kepada
Kurang dapat anak dan tidak
dipengaruhi dan terlalu
teman tidak lagi mengendalikannya.
berpengaruh besar.
3 Terus menerus Baju, gaya rambut, Orang tua mungkin
bereksprimen untuk sikap dan pendapat menanggapi sikap
mendapatkan citra mereka sering remaja secara serius
diri yang dirasakan berubah – ubah. dan khawatir akan
nyaman bagi jadi menetap.
mereka.
4 Merasa perlu Mulai bereksperimen Cemas terhadap
mengumpulkan dengan rokok, resiko ini, sehingga
pengalaman baru, alkohol, dan mungkin orang tua cendrung
dan mengujinya juga NAPZA. membatasi dan
walaupun beresiko. menetapkan aturan.
5 Tidak lagi terfokus Lebih bersosialisasi Orang tua melihat
14

pada diri sendiri. dan tidak pemalu lagi. bahwa remaja siap
untukmembina
hubungan dekat.
6 Membangun nilai, Mempertanyakan ide Dapat menjadi
norma dan dan nilai, norma yang masalah bila remaja
mengembangkan diterima dari menolak sikap yang
moralitas. keluarga. mempunyai nilai
tinggi bagi orang
tua.
7 Mulai membutuhkan Ingin menghabiskan Orang tua cemas
lebih banyak teman waktu lebih banyak akan pengaruh
dan rasa setia kawan dengan teman dari teman
pada keluarga.
8 Mulai membina Mulai berpacaran, Orang tua cemas dan
hubungan dengan tapi hubungan belum mungkin pula terlalu
lawan jenis seruis ikut campur.
9 Intelektual lebih Mulai Orang tua
berkembang dan mempertanyakan mempunyai
ingin tahu tentang sesuatu yang kesempatan untuk
banyak hal, mampu sebelumnya tak lebih mengetahui
berpikir secara berkesan. Ingin anaknya.
abstrak, dan mulai mengikuti diskusi
berurusan secara atau debat.
hipotesis.
10 Berkembangnya Mungkin tidak Orang tua perlu
keterampilan mendapat kesempatan menunggu sampai
intelektual khusus, untuk tahap remaja akhir
misalnya mengembangkan sebelum
kemampuan keterampilan ini. menyimpulkan
matematika, bahasa tentang kemampuan
dan ilmu intelektual anaknya.
pengetahuan
lainnya.
11 Mengembangkan Mungkin Orang tua perlu
15

minat yang besar mengabaikan mengenali bahwa


dalam bidang seni pekerjaan sekolah anaknya memiliki
dan olah raga, karna adanya minat kemampuan yang
seperti musik, seni yang baru ini. mungkin lebih dari
lukis, tari, bola kaki dugaannya.
dan lainnya.
12 Senang Remaja merasa Orang tua melarang
berpetualang, ingin dirinya mampu, kegiatan anak yang
berpergian secara sehingga mereka tidak berbahaya.
mandiri, mengikuti mengikuti upaya
kegiatan seperti penyelamatan diri
kemping, dan yang dianjurkan.
sebagainya

Perkembangan psikosoial remaja akhir (17 tahun – 21 tahun)


Tabel 2.3
No Tahap perkembangan Dampak terhadap Efek terhadap orang
remaja tua
1 Ideal Cendrung menggeluti Orang tua menjadi
masalah sosial. Dapat tegang dan stress
pula menggeluti nilai – karna penolakan
nilai keagamaan dan anak terhadap
bahkan pindah agama. kepercayaan
sendiri.
2 Terlibat dalam Mulai belajar Keinginan orang
kehidupan pekerjaan mengatasi stress yang tua untuk
dan hubungan di dihadapinya, mungkin melindungi anaknya
dalam keluarga. lebih senang pergi dapat menimbulkan
dengan teman dari bentrokan.
pada berlibur dengan
keluarganya.
3 Harus belajar untuk Kecemasan dan Orang tua mungkin
mencapai ketidakpastian masa masih memberikan
kemandirian, baik depan merusak harga dukungan finansial
16

dalam bidang diri dan keyakinan terhadap remaja


finansial maupun diri. yang secara
emosional. emosional tidak lagi
tergantung kepada
mereka. Hal ini
dapat membuat
hubungan menjadi
lebih mudah.
4 Lebih mampu Mempunyai pasangan Orang tua cendrung
membuat hubungan yang lebih srius dan cemas terhadap
dengan lawan jenis banyak menghabiskan hubungan yang
yang lebih stabil. waktunya dengan terlalu serius dan
mereka. terlalu dini. Mereka
takut sekolah atau
pekerjaan akan
terabaikan.
5 Mereka sebagai Cendrung merasa Orang tua mungkin
orang dewasa yang pengalamannya berkecil hati
setara dengan berbeda dengan orang menghadapi
anggota keluarga tuanya. keadaan ini.
lainnya.
6 Hampir siap untuk Mungkin ingin Orang tua perlu
menjadi orang meninggalkan rumah menyesuaikan bila
dewasa yang dan hidup sendiri. akhirnya anak
mandiri. meninggalkan
rumah.

4. Perkembangan sosial remaja


17

Penyesuaian diri terhadap lingkungan, remaja mulai memperhatikan

berbagai nilai dan norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang

berlaku di dalam keluarganya. Ia mulai memahami nilai dan norma pergaulan

dalam kelompok. Kehidupan sosial pada jenjang usia remaja ditandai oleh

menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Mereka dapat mengalami

sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup ataupun terbuka seiring dengan

masalah pribadi yang dialaminya. Keadaan ini oleh Erickson dinyatakan

sebagai krisis identitas diri. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri

merupakan suatu yang kompleks, tidak hanya terbentuk dari bagaimana

remaja percaya tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang

lain menilai tentang keberadaan dirinya.

Erickson mengemukakan bahwa perkembangan remaja sampai

jenjang usia dewasa melalui delapan tahapan. Perkembangan remaja berada

pada tahap ke enam dan tujuh, yaitu masa menemukan jati diri dan memilih

kawan akrab. Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang

didorong oleh pengaruh sosiokultural. Berbeda dengan Freud bahwa

kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan

seksualnya (Fatimah E, 2010).

Ketika anak menyadari dirinya berbeda dari temannya seperti dalam

hal pakaian, jajan atau keterampilan maka akan membuat anak stress atau

tertekan dalam pergaulan di kelompoknya. Jika hal ini didukung oleh

kurangnya hubungan atau interaksi dalam peer group maka akan

memunculkan builying behaviour yaitu perilaku yang menyimpang dari segi

fisik, emosi, dan verbal yang ditunjukkan pada orang lain. Meskipun peer
18

group baik untuk membantu perkembangan sosial anak tapi perlu adanya

pengawasan dan pengarahan dari orang tua dan lingkungan agar peer group

tidak berkembang menjadi kelompok anak urakan atau geng kriminal.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan

sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman

sebaya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan

peluang terhadap perkembangan anak secara positif maka akan dapat

mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun apabila lingkungan

sosial kurang kondusif, seperti sikap orang tua yang kasar, sering memarahi,

acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan dan pengajaran maka

anak cendrung menampilkan perilaku maladjustment seperti bersifat minder,

senang mendominasi orang lain, egois, senang menyendiri, dan kurang

memperdulikan norma dalam berperilaku (Fatimah E, 2010).

Hoffman mengajukan tiga pola untuk menumbuhkan potensi interaksi sosial

remaja (Al-Mighwar M, 2010), yaitu :

1. Induction (pola asuh bina kasih), yaitu pola asuh yang dilakukan

orangtua atau dewasa lainnya dalam mendidik anak dan remaja

melalui pemberian penjelasan yang rasional terhadap segala sikap

dan keputusan yang akan diterapkan terhadapnya.

2. Power assertion (pola asuh unjuk kuasa), yaitu pola asuh yang

dilakukan orangtua atau dewasa lainnya dalam mendidik anak dan

remaja melalui pemaksaan kehendak, sekalipun anak kurang bisa

menerimanya.
19

3. Love with drawal (pola asuh lepas kasih), yaitu pola asuh yang

dilakukan orangtua dan dewasa lainnya dalam mendidik anak dan

remaja melalui penarikan atau pengurangan kasih sayang bila anak

tersebut tidak mematuhi kehendaknya, kemudian memberikannya

kembali ketika anak sudah mematuhinya.

B. Pendidikan Kesehatan

Pengertian pendidikan kesehatan

Suatu penerapan konsep pendidikan didalam bidang kesehatan. Dilihat

dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik

praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan

kesehatan adalah suatau proses belajar yang berarti didalam pendidikan

itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan yang

lebih dewasa, lebih baik dan dan lebih matang pada diri individu,

kelompok atau masyarakat (Susilo.R. (2016).

Di samping konsep pendidikan kesehatan tersebut di atas, para ahli

pendidikan kesehatan juga telah mencoba membuat batasan tentang

pendidikan kesehatan yang berbeda-beda. Sesuai dengan konsep mereka

masing-masing tentang pendidikan. (Mc Kenzie & Neiger 2017).

1. Metode Menurut (Notoatmodjo, 2016), metode pendidikan kesehatan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suatu proses

pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode, matri atau

peseannya, pendidik atau petuga yang melakukannya, dan alat-alat banu

atau peraga pendidikan. Untuk tercapainya suatu hasil pendidikan secara

optimal. Metode yang dikemukakan adalah :


20

a. Metode pendidikan perorangan (individual)

Dalam pendidikan kesehatan, metode ini digunakan untuk membina

perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu

perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan

induvidual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan

yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku

baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain:

1) Bimbingan dan penyuluhan Dengan cara ini kontak antara

klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang

dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu

penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela,

berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima

perilaku tersebut.

2) Wawancara (interview) Cara ini sebenarnya merupakan

bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara

petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi

mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik

atau belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi

apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu

mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat,

apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam

lagi.

b. Metode pendidikan kelompok


21

Dalam memilih metode pendidikan kelompok harus mengingat

besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada

sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda

dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan bergantung

pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup :

1) Kelompok besar yaitu, apabila peserta penyuluhan lebih dari

15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah

seminar dan ceramah.

a. Ceramah Metode ini baik untuk sasaran yang

berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam menggunakan metode

ceramah adalah :

 Pelaksanaan: Kunci keberhasilan pelaksanaan

ceramah adalah apabila penceramah dapat

menguasai sasaran

 penceramah dapat menunjukan sikap dan

penampilan yang meyakinkan.

 Tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah.

 Suara hendaknya cukup keras dan jelas.

 Pandangan harus tertuju kepada seluruh peserta.

 Berdiri di depan atau pertengahan, seyogianya tdak

duduk dan menggunakan alat bantu lihat

semaksimal mungkin.
22

2) Seminar Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok

besar dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah

suatu penyajian dari seorang ahli atau beberapa orang ahli

tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap

hangat di masyarakat.

3) Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari

15 orang. Metode yang cocok dengan kelompok ini adalah

diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan

peranan, permainan simulasi.

c. Dalam metode ini pendidikan (pendekatan) massa untuk memberikan

pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang

sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam

arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan,

status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan

kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa

sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada umumnya bentuk

pendekatan massa ini tidak langsung, biasanya menggunakan 10

media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah

umum, pidato melalui media massa, stimulasi, dialog antara pasien

dan petugas kesehatan, sinetron, tulisan dimajalah atau koran, bill

board yang di pasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dan

sebagainya.

C. Pengetahuan

1. Pengertian
23

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu,

pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang

sesuatu hal yang didapat secara formal maupun informal. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan. Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila

penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan

sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long

lasting), sebaliknya bila tidak didasari pengetahuan dan kesadaran

tidak akan bertahan lama (Suparyanto, 2019)

Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang

mengadopsi ada perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan yakni :

a. Awarenes (kesadaran), yakni orang tersebut mulai menyadari

dalam arti mengetahui stimulus objek terlebih dahulu.

b. Interest (tertarik) yakni orang mulai tertarik pada stimulus

c. Evaluation (evaluasi), yakni menimbang baik atau tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden

sudah lebih baik lagi


24

d. Trial (mencoba), yakni subjek telah berperilaku baru

e. Adaptasion (adaptasi), yakni subjek telah berperilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap

stimulus.

2. Tingkatan pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda – beda.

a. Tinggi

Diartikan apabila seseorang sudah mampu mengetahui, memahami,

mengaplikasikan, menganalisis, dan menghubungkan suatu materi

lain (sintesis) serta kemampuan untuk melakukan penelitian

terhadap suatu objek (evaluasi), pengetahuan tinggi di artikan

apabila > 60%

b. Rendah

Pengetahuan rendah apabila individu tidak mampu untuk

mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan

menghubungkan suatu materi lain (sintesis) serta kemampuan

untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek (evaluasi),

pengetahuan rendah di artikan ≤ 60%

Secara garis besarnya dibagi dalam 6 macam pengetahuan, yaitu

(Soekanto, 2015).

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.


25

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan data

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen –

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu adalah sampai

pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan membuat

diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen – komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata

lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi – formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)
26

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian

ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma – norma yang berlaku dimasyarakat.

3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Faktor internal

(1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita – cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan serta dalam pembangunan jati diri.

(2) Umur

Semakin cukup umur, tingkatan kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bertindak.

b. Faktor Eksternal

(1) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan kondisi disekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

seseorang.

(2) Sosial budaya


27

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

4. Cara memperoleh pengetahuan

Manusia pada dasarnya selalu ingin tahu yang benar. Untuk

memenuhi rasa ingin tahunya maka manusia berusaha mengumpulkan

pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta

dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan

masalah yang dihadapinya. Pengetahuan dapat diperoleh dari

pengalaman orang lain. Fakta yang dikumpulkan manusia disimpulkan

menjadi berbagai teori untuk memahami gejala – gejala alam dan

kemasyarakatan yang semakin berkembang baik kualitas maupun

kuantitasnya (Soekanto, 2015).

D. HIV/AIDS

1. Pengertian HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus yang dapat menyebabkan

AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4

sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired

Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit

akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. Ketika individu

sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit

dapat dengan mudah masuk ke tubuh. (Widoyono, 2016).

2. Penyebab HIV/AIDS

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah,

semen dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target
28

utama HIV adalah limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap

molekul permukaan CD4. Virus ini akan mengubah informasi genetiknya

kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang

diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi DNA

(deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA

pro-virus tersebut kemudian diintregasikan ke dalam sel hospes dan

selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel

yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut

diturunkan. Human Immunodeficiency Virus menyerang CD4 baik secara

langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang

mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. Secara tidak

langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti

p24 berinteraksi dengan CD4 yang kemudian akan menghambat aktivasi

sel yang mempresentasikan antigen. Hilangnya fungsi CD4 menyebabkan

gangguan imunologis yang progresif. (Nursalam & Kurniawati, 2017.)

Cukup sulit untuk mengukur berapa lama waktu diantara infeksi

HIV dan penyakit AIDS, sehingga banyak orang pengidap HIV tidak akan

tahu kapan mereka tertular HIV.Akan tetapi perkiraan WHO 60 % dari

orang dewasa pengidap HIV akan berkembang menjadi AIDS dalam

waktu 12-13 tahun sesudah tertular HIV. Perkiraan para ahli menyebutkan

pula bahwa sebagian besar pengidap HIV akan sampai ke tahap AIDS.

Dewasa ini menunjukkan bahwa penderita HIV dan AIDS pada kelompok

muda (usia produktif) meningkat tajam disebabkan oleh beberapa hal:

1) Kaum muda lebih beresiko terhadap penularan infeksi


29

2) Perilaku seksual yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab

3) Jumlah kaum muda cukup besar Perkembangan teknologi tidak sejalan

dengan kesiapan anak untuk bisa menerimanya

4) Anak muda berada pada posisi “transisi perilaku” atau masa gonjang-

ganjing sehingga mudah sekali terpengaruh dan keinginan lebih tinggi

untuk mencoba.

3. Cara penularan HIV/AIDS

1) Hubungan seksual yang tidak aman (tidak menggunakan kondom)

dengan orang yang telah terinfeksi HIV.

2) Pengunaan jarum suntik, tindik, tattoo yang dapat menimbulkan luka

dan tidak disterilkan, dipergunakan secara bersama-sama dan

sebelumnya telah digunakan oleh orang yang terinfeksi HIV.

3) Melalui transfusi darah yang terinfeksi HIV.

a) Ibu hamil yang terinfeksi HIV pada anak yang dikandungnya pada

saat: Antenatal yaitu saat bayi masih berada didalam rahim,

melalui plasenta

b) Intranatal yaitu saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau

cairan vagina

c) Post-natal yaitu setelah proses persalinan, melalui air susu ibu.

Selain itu HIV tidak menular melalui kegaitan berikut:

1) Hubungan kontak sosial biasa dari satu orang ke orang lain di

rumah, tempat kerja atau tempat umum lainnya.

2) Makanan udara dan air (kolam renang, toilet, dll)

3) Gigitan serangga/nyamuk
30

4) Batuk, bersin, meludah

5) Bersalaman, menyentuh, berpelukan atau cium pipi.

4. Gejala HIV/AIDS

Lamanya waktu dari mulai terinfeksi HIV sampai menunjukkan gejala-

gejala yang terkait dengan penurunan sistem kekebalan tubuh seseorang dan

usaha yang dilakukan dalam merubah ke perilaku yang lebih sehat untuk

menjaga kesehatan yang ada. Hasil penelitian WHO menunjukkan beberapa

faktor yang berpengaruh dalam perkembanan AIDS pada pengidap HIV

antara lain:

1) Semakin tua pengidap HIV semakin cepat sampai ke tahap AIDS. Bayi

yang terinfeksi HIV akan sampai ke tahap AIDS lebih cepat daripada

orang dewasa yang mengidap HIV.

2) Orang yang telah mempunyai gejala minor pada waktu mulai tertular

HIV lebih cepat sampai pada tahap AIDS daripada yang tanpa gejala.

3) Pengidap HIV yang merokok akan sampai pada tahap AIDS lebih cepat

daripada yang tidak merokok.( Andrewin, Aish L-YC. 2016)

World Health Organization menandai progresi infeksi HIV dengan 4 yaitu

stadium asimtomatik, sakit ringan sakit sedang, dan AIDS. Pada Stadium 1

(asimtomatik), penderita belum mengalami penurunan yang berarti. Performance

scale-nya adalah asimtomatik dan aktivitas masih normal.

Stadium 2 dan Stadium 3 merupakan fase kronik pada perjalanan infeksi HIV,

dimana gejala-gejala penurunan sistem imun sudah terlihat. Stadium 2 atau sakit

ringan ditandai dengan penurunan berat badan kurang dari 10%, ulkus mulut

mulut berulang, ruam kulit, dermatitis seboroik, infeksi jamur kuku, luka disekitar
31

bibir (kelitis angularis), serta infeksi saluran napas akut yang berulang. Biasanya

penderita juga memiliki riwayat infeksi herpes zoster dalam lima tahun terakhir.

Pada stadium ini, penderita biasanya masih beraktivitas dengan normal. Stadium 3

atau sakit sedang ditandai dengan infeksi yang lebih kronik. Pada stadium ini,

penderita telah mengalami penurunan berat badan lebih dari 10%. Diare dan

demam lebih dari satu bulan yang tidak diketahui penyebabnya sering terjadi.

Gejala lainnya yaitu terdapat riwayat tuberkulosis paru dalam 1 tahum terakhir,

kandidiasis oral atau vaginal, oral hairy leukoplakia, serta infeksi bakterial berat

seperti pneumonia, piomiositis. Performance scale dan aktivitas penderita

mengalami penurunan. Biasanya pasien akan melakukan bed rest kurang dari 50%

hari dalam 1 bulan.

Stadium terakhir dari perjalanan infeksi HIV adalah AIDS. Penderita AIDS

memiliki kadar CD4 dibawah 200 sel/mm3, prognosis semakin buruk dan pasien

mengalami sakit berat. Stadium ini ditandai dengan pneumonia pnemositis atau

pneumonia bakterial berulang, herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan,

kandidiasis esofageal, tuberkulosis ekstrapulmonal, sarkoma kaposi, renitis

Cytomegalo Virus, abses otak toksoplasmosis, ensefalopati HIV, meningitis

kriptokokus, infeksi mikrobakteria non-tuberkulosis yang meluas,

lekoensefalopati multifokal progresif (PML), penisiliosis, kriptosporidiosis kronis,

isosporiasis kronis mikosis meluas, limfoma serebral, limfoma non-Hodgkin,

kanker serviks invasif leismaniasis atipik yang meluas dan gejala neuropati atau

kardiopati terkait HIV. Pada performance scale biasanya pasien bed rest lebih dari

50% hari dalam satu bulan. Seseorang tidak akan diketahui apakah dia terinfeksi

HIV/AIDS atau tidak, tanpa melakukan tes HIV/AIDS lewat contoh darah. Untuk
32

tes antibodi HIV, yang biasa dilakukan diantaranya yaitu : tes Elisa, Rapid Test

dan Test Western Blot. Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat

menghilangkan HIV dari dalam tubuh individu. Untuk menahan lajunya tahap

perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah antiretroviral dan infeksi

oportunistik(Nursalam & Kurniawati, 2017.)

Upaya pencegahan HIV/AIDS

1) Secara Umum

Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D, E), yaitu:

A : Abstinence - Memilih untuk tidak melakukan hubungan seks berisiko

tinggi, terutama seks pranikah

B : Be faithful - Saling setia dengan pasangannya

C : Condom - Menggunakan kondom secara konsisten dan benar

D : Drugs - Tolak penggunaan NAPZA

E : Equipment - Jangan pakai jarum suntik bersama.30

2) Untuk Remaja

Karena semua orang tanpa kecuali dapat tertular HIV apabila

perilakunya sehari-hari termasuk dalam perilaku yang berisiko tinggi

terpapar HIV,maka yang perlu dilakukan remaja antara lain :

a. Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Yang ditekankan di

sini yaitu hubungan seks tidak aman berisiko infeksi menular seksual

(IMS), dan memperbesar risiko penularan HIV dan AIDS

b. Mencari informasi yang lengkap dan benar yang berkaitan dengan HIV

dan AIDS
33

c) Mendiskusikan secara terbuka permasalahan yang sering dialami

remaja, dalam hal ini tentang masalah perilaku seksual dengan orang

tua, guru, teman maupun orang yang memang paham mengenai hal ini

d) Menghindari penggunaan obat-obatan terlarang dan jarum suntik, tato

dan tindik .

e) Tidak melakukan kontak langsung percampuran darah dengan orang

yang sudah terpapar HIV

f) Menghindari perilaku yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak

sehat dan tidak bertanggu.

g) Pengetahuan tentang ODHA

ODHA adalah sebutan bagi orang yang telah positif HIV dan

AIDS. Dengan status sebagai ODHA banyak diantara mereka yang

mengucilkan diri sendiri. Sikap dan pandangan masyarakat terhadap

ODHA sangat buruk sehingga melahirkan permasalahan serta tindakan

pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi orang dengan HIV dan

AIDS dan keluarganya. ODHA seringkali menerima stigma dan

diskriminasi dari masyarakat contohnya adalah sebagai berikut:

1) Stigma Terhadap ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS)

2) Hubungan Sosial dengan penderita HIV dan AIDS akan membuat

kita tertular penyakitnya

3) Bersalaman, menggunakan WC yang sama, tinggal serumah,

menggunakan sprei yang sama dengan penderita HIV dan AIDS

dapat membuat kita tertular.

a) HIV dan AIDS adalah penyakit kutukan.


34

b) Diskriminasi Terhadap ODHA (Orang Dengan HIV DAN

AIDS)

Oleh masyarakat

Masyarakat banyak meminta ODHA untuk dikarantina ke shelter

khusus pengidap HIV dan AIDS, padahal tanpa media dan cara yang

ada di atas HIV dan AIDS tidak akan tertular. Sebagian masyarakat

melakukan diskriminasi karena kurang informasi yang benar

bagaimana cara penularan HIV dan AIDS, hal-hal apa saja yang dapat

menularkan dan apa yang tidak menularkan dan tidak percaya pada

informasi yang ada sehingga ketakutan mereka terhadap HIV dan

AIDS berlebihan.

Oleh penyedia layanan kesehatan karena masih ada penyedia layanan

kesehatan yang tidak mau memberikan pelayanan kepada penderita

HIV dan AIDS. Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap

penyakit ini dan juga kepercayaan yang mereka miliki.( Arifin, Nurul.

2015).

1. Kerangka Teori
Pengetahuan remaja
tentang HIV Pendidikan
Kesehatan

Pengetahuan
Wawancara, video, animasi,
bimbingan, ceramah, bermain
peran/stimulasi
. Pengetahuan
dipengaruhi oleh :
informasi, pendidikan,
pekerjaan, jenis
kelamin, usia
35

Sumber : Fitriani (2011),

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Diagram Alir

Studi literatur

Pengumpulan data

Konsep yang
diteliti

Konseptualisasi

Analisa

Kesimpulan dan
saran Saran

Gambar 3.1 Diagram Alir Konsep yang diteliti

B. Studi Literatur
36

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Metode studi literatur

adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan

data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengolah bahan penelitian.

Melakukan studi literartur ini dilakukan oleh peneliti antara setelah mereka

menentukan topik penelitian dan ditetapkannya rumusan permasalahan

(Darmadi, 2011).
35
Jurnal yang saya pilih dalam penelitian sebagai berikut:

1. Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat

Pengetahuan Remaja.

2. Pengaruh Penyuluhan HIV/AIDS Terhadap Peningkatan Pengetahuan

dan Sikap Siswa Siswi Sekolah.

3. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Pelajar

SMA Tentang Hiv/Aids.

C. Pengumpulan Data

Data yang digunakan berasal dari textbook, journal, artikel ilmiah, literatur

review yang berisikan tentang konsep yang diteliti.

Adapun jurnal yang peneliti akan teliti tentang ” Pengaruh Pendidikan

Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Pelajar SMA Tentang Hiv/Aids”.

D. Analisa

Memulai dengan materi hasil penelitian yang secara konseksuensi

diperhatikan dari yang paling relevan, relevan dan cukup relevan. Cara lain

dapat juga, misalnya dengan melihat tahun penelitian diawali dari yang paling

mutakhir, dan berangsur – angsur mundur ke tahun yang lebih lama.


37

Membaca abstrak dari setiap penelitian lebih dahulu untuk memberikan

penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak

dipecahkan dalam penelitian.

Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis

sehingga penelitian dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu –

waktu diperlukan (Darmadi, 2011).

Analisa dari jurnal yang berjudul Pengaruh Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Terhadap Tingkat Pengetahuan Pelajar SMA Tentang Hiv/Aids..

Analisa bivariat

Analisa data Menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat

pengetahuan pelajar SMA sebelum dan sesudah diberikan pendidikan

kesehatan. Rata – rata tingkat pengetahuan pelajar tentang HIV/AIDS

sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu 8,44 dan standar deviasi (SD)

1,294. Sesudah diberikan pendidikan kesehatan rata – rata tingkat

pengetahuan 11.89 dengan standar deviasi (SD) 1,323. Hasil uji statistik

Wilcoxon didapatkan nilai pV= 0,000 berarti ada pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap tingkat pengetahuan pelajar SMA tentang HIV/AIDS

Analisa univariat

Hasil analisis dapat dilihat dapat rata – rata tingkat pengetahuan pelajar SMA

tentang HIV/AIDS sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu 8,44

dengan standar deviasi (SD) yaitu 1,294. Tingkat pengetahuan maximum

responden 10 dan tingkat pengetahuan minimum responden 5 di Kecamatan

Lembang Jaya Kabupaten Solok.


38

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmawati 2018 mengenai

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan pelajar sma

tentang hiv/aids bahwa analisa univariat penelitian didapat responden

sebayak 36 siswa. Pada frekuensi penelitian yang melakukan observasi

sebelum dan sesudah diberikan perlakukan pada satu kelompok.Penelitian

ini menguji perubahan –perubahan yang terjadi pada kelompok setelah

adanya eksperimen perlakuan.

Pelaksanaan Pre – Test yaitu perkenalkan diri, menjelaskan tujuan

penelitian, setelah responden memahami tujuan peneliti maka responden

diminta untuk menanda tangani informed concent, melakukan evaluasi

pengetahuan terhadap responden dengan pemberian kuesioner dalam

waktu 10 – 15 menit. Pemberian Pendidikan Kesehatan adalah pemutaran

video HIV/AIDS sekitar 5 – 10 menit, memberikan materi pendidikan

kesehatan kepada responen selama 20 menit, memberikan pertanyaan

kesehatan

pada responden, menjawab pertanyaan responden, menutup pertemuan dan

mengucapkan terima kasih dan salam penutup. Post – test mengevaluasi

kembali pengetahuan responden dalam waktu 5 – 10 menit dengan cara

pemberian kuesioner, meminta kesediaan responden untuk mengisi


39

kembali kuesioner setelah dilakukan pendidikan kesehatan, meminta

responden untuk mengisi kuesioner secara lengkap dan benar.

B. Pembahasan

1. Tingkat Pengetahuan pelajar SMA Sebelum Diberikan Pendidikan

Kesehatan Tentang HIV/AIDS

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmawati 2018

mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan

pelajar sma tentang hiv/aids bahwa tingkat pengetahuan pelajar tentang

HIV/AIDS sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu 8,44 dengan

standar deviasi

(SD) yaitu 1,294. Tingkat pengetahuan maximum responden 10 dan

tingkat pengetahuan minimum responden 5 di Kecamatan Lembang Jaya

Kabupaten Solok.

Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Caecilia Takainginan (2017) pengetahuan siswa

terhadap HIV/AIDS sebesar 9,71 dan sesudah diberikan promosi

kesehatan tentang HIV/AIDS sebesar 15,60, dan standar deviasi sebelum

diberikan promosi kesehatan 3,390 dan sesudah diberikan promosi

kesehatan yaitu 1,861, dengan thitung adalah -20.787 dan signifikansi

lebih kecil dari 5% (p= 0,000< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan

perlakuan.
40

pengetahuan minimum responden yaitu 10 dan tingkat

pengetahuan maximum 14. Hasil dari kuesioner yang diberikan pada

responden 100 % jawaban yang benar. Hal ini menandakan bahwa

kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan efektif karena terjadi

peningkatan pengetahuan atau pemahaman pelajar. Teknik atau media

juga memegang peranan penting dalam penelitian ini, dimana

menggunakan media yang menariksehingga akan meningkatkan minat

pelajar untuk mendengar dan

mengikuti pendidikan kesehatan yang dilakukan tanpa ada rasa

keterpaksaan. Media yang digunakan berupa gambar yang lucu,

pemutaran video/film pendek tentang remaja dengan masalah HIV/AIDS.

Dan penayangan video bagaimana proses AIDS menyerang seorang

penderita (ODHA) sehingga mengugah hati dan nalurinya untuk tidak

terjerumus dengan penyakit yang sama.

2. Pengetahuan Pelajar SMA Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan

tentang HIV/AIDS

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmawati 2018

mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan

pelajar SMA tentang hiv/aids bahwa tingkat pengetahuan pelajar tentang

HIV/AIDS sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 11,89 dengan

standar (SD) yaitu 1,323 . Tingkat pengetahuan maximum 14 dan tingkat

pengetahuan minimum 10 di SMA 02 Kecamatan Lembang Jaya

Kabupaten Solok.
41

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya

Bevi,Y (2016) tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang

pencegahan HIV/AIDS terhadap pengetahuan remaja SMAN 2

Kabupaten Solok ditemukan rata – rata pengetahuan remaja sesudah

diberikan pendidikan Kesehatan yaitu 14,46. Pemberian pendidikan

kesehatan tentang HIV/AIDS pada pelajar ini sangat penting, karena

dengan pendidikan kesehatan kepada pelajar ini dapat menambah

pengetahuan, merubah sikap dan menerapkannya dalam kehidupan sehari

– hari sehingga tercapainya tujuan dari pendidikan kesehatan yaitu

meningkatkan derajad kesehatan (kesejahteraan), menurunkan

ketergantungan dan memberikan kesempatan pada individu, keluarga,

kelompok dan komunitas untuk mengaktualisasi dirinya dalam

mempertahankan keadaan sehat yang optimal ( Nursalam & Efendi,

Ferry, 2016).

Hasil penelitian ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

tingkat pelajar untukmendapatkan informasi kesehatan dengan

melakukan kerjasama dengan Puskesmas setempat. Mengingat akan

dampak besar dari HIV / AIDS disarankan kepada kepala sekolah untuk

memasukkan pengetahuan tentang HIV/AIDS.

3. Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetrahuan Pelajar

SMA tentang HIV/ AIDS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap tingkat pengetahuan pelajar sma tentang hiv/aids

bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pelajar sebelum dan


42

sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Rata – rata tingkat pengetahuan

pelajar tentang HIV/AIDS sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu

8,44 dan standar deviasi (SD) 1,294. Sesudah diberikan pendidikan

kesehatan rata – rata tingkat pengetahuan 11.89 dengan standar deviasi

(SD) 1,323. Hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai pV= 0,000

berarti ada pengaruh pendidikan pengetahuan pelajar tentang HIV/AIDS

ini ditunjukkan adanya perbandingan yang signifikan antara sebelum

( Pre test ) dan sesudah ( Post test ) dilakukan pendidikan kesehatan di

siswa 02 Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok.

Hal ini terbukti dengan diberikan pendidikan kesehatan pada

pelajar meningkatkan pengetahuan pelajar tentang HIV/AIDS sehingga

diharapkan dapat membantu para pelajar untuk menentukan arah hidup

ya ng sedang dicarinya, sehingga tidak terjerumus dalam lingkungan

yang beresiko terhadap HIV/AIDS.

Penelitian didukung oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan Eka

kurnia astuti (2016) tentan g pengaruh pendidikan kesehatan tentang

pencegahan HIV/AIDS terhadap pengetahuan remaja SMAN 2 Kota

Solok ditemukan adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS di SMAN 2 Kota

Solok.(p = 0,000)

Sedangkan menurut Waluyo A, (2010) mengatakan bila pasien

sudah terdeteksi HIV/AIDS perilaku perawat yang membedakan dan

diskriminasi karena perawat sedikit pengalaman atau memiliki

pengalaman merawat ODHA akan memiliki perilaku yang belum dapat


43

beradaptasi dengan kehadiran ODHA. HIV selain menyebabkan

gangguan fisik, juga dapat menyebabkan gangguan sosial yang dapat

berpengaruh terhadap kehidupan pasien. Stigma negatif dan diskriminatif

menghambat proses penanganan penyakit HIV/AIDS.

Menurut asumsi penulis berdasarkan uraian d atas bahwa

pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan pelajar sma

tentang hiv/aids untuk lebih mengoptimalkan program – program dalam

upaya meningkatkan pengetahuan pelajar untuk mendapatkan informasi

kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan salah satu upaya pencegahan

penularan HIV/AIDS sekaligus bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan komprehensif masyarakat tentang HIV/AIDS.


44

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah didapatkan dari jurnal maka penulis dapat

menyimpulkan penelitian ini menunjukkan ada pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap tingkat pengetahuan pelajar SMA tentang HIV/AIDS di SMA 02

Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok Tahun 2017. Pihak sekolah untuk

lebih mendukung program dalam meningkatkan pengetahuan pelajar untuk

mendapatkan informasi kesehatan tentang HIV/AIDS

B. Saran

1. Bagi institusi pendidikan

Agar dapat dijadikan sumber informasi dan menambah pengetahuan

mahasiswa STIKes Nan Tongga Lubuk Alung tentang Pengaruh


45

Pendidikan kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan

HIV/AIDS pada remaja di SMA.

2. Bagi Penulis

Agar dapat digunakan sebagai pedoman di lahan praktek di masyarakat

3. Bagi penulis selanjutnya

a. Di sarankan hasil penulisan oleh penulis ini dapat dijadikan bahan

acuan untuk penulisan dimasa yang akan datang

b. Diharapkan dari hasil penulisan oleh penulis ini dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi penelit maupun pembaca untuk mengadakan

penyuluhan tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

pengetahuan siswa SMA.


46

Anda mungkin juga menyukai