PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia, di arahkan pada peningkatan hidup manusia termasuk
lanjut usia, sesuai dengan terciptanya Undang – undang No. 13 tahun 1998, tentang
kesejahteraan lanjut usia merupakan salah satu indikasinya. Makin besarnya perhatian
pemerintah terhadap penduduk lanjut usia di dukung juga dengan Undang – undang No. 23 tahun
1992, tentang kesehatan pada pasal 19 menerangkan bahwa kesehatan manusia lanjut usia di
arahkan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap sehat dan
produktif (Depkes RI, 2017).
Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya angka harapan
hidup (life expectancy). Dilihat dari sisi ini, pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup
berhasil karena angka harapan hidup bangsa kita telah meningkat secara bermakna. Namun disisi
lain dengan meningkatnya angka harapan hidup ini membawa beban bagi masyarakat karena
populasi penduduk lanjut usia (lansia) meningkat. Hal ini berarti kelompok resiko dalam
masyarakat kita menjadi lebih tinggi. Meningkatnya populasi lansia ini bukan hanya fenomena di
Indonesia saja, tetapi juga secara global (Notoatmodjo, 2015).
Jumlah lansia akan meningkat dengan peningkatan taraf kesehatan bangsa Indonesia.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stressor. Pada
umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah
pada usia sekitar 60 tahun (Pudjiastuti, 2013). Ada faktor-faktor risiko yang mempengaruhi
penuaan, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Salah satu faktor endogennya adalah tipe
kepribadian, karena kepribadian seseorang akan sangat berpengaruh sejak muda hingga setelah
memasuki masa lansia. Sedangkan faktor eksogennya adalah dukungan sosial yang akan
menentukan ketentraman hidup lansia, dukungan social berasal dari sesorang yang mempunyai
ikatan emosi sangat mendalam, keluarga, teman, orang yang sangat dipercaya atau orang yang
sangat dicinta, sangat besar manfaatnya bagi seseorang yang apabila tidak terpenuhi akan
menyebabkan depresi. (Kuntjoro, 2014).
Kepribadian adalah segala corak dan perilaku manusia yang terhimpun dalam dirinya dan
yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya terhadap segala rangsangan, baik
yang datang dari lingkungannya (“dunia luar”-nya) maupun yang berasal dari dirinya sendiri
(“dunia dalam”-nya), sehingga corak perilakunya menjadi suatu kesatuan fungsional yang khas
bagi manusia itu (Maramis, 2015).
Jung mengatakan bahwa kepribadian ekstrovert-introvert terbentuk atas jiwa. Sikap jiwa
adalah arah bagi energi psikis umum atau libido, yang menjelma dari orientasi manusia terhadap
dunianya. Arah aktivitas psikis itu dapat keluar atau kedalam. Orang yang ekstrovert terutama
dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju keluar:
pikiran, perasaan, serta tindakan–tindakannya terutama ditentukan lingkungan positif terhadap
masyarakat: hatinya terbuka, mudah bergaul, berhubungan dengan orang lain lancar, jika orang
yang introvert trutama dipengaruhi oleh dunia subjektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri.
Orientasinya tertuju kedalam pikiran, perasaan, serta tindakan–tindakannya terutama ditentukan
oleh faktor–faktor subjektif. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwanya tertutup, sukar
bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain (Sujanto,
2017).
Menurut the national old people’s walfare council di Inggris yang dikutip oleh Nugroho
(2014) menyatakan bahwa depresi merupakan salah satu penyakit atau gangguan umum pada
lansia yang menduduki rangking atas. Pada usia lanjut, dimana stressor sering menyebabkan
depresi. Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal tetapi
bersifat multifaktorial (Darmodjo, 2014). Depresi merupakan suatu gangguan afektif yang
ditandai dengan hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan
sehari-hari dan pada waktu yang lampau. Terjadinya depresi pada lansia merupakan interaksi
faktor biologis, psikologis dan sosial. Faktor sosial adalah berkurangnya dukungan sosial,
kesepian, berkabung, kemiskinan dapat mencetuskan depresi. Pada penelitian yang dilakukan
Sari (2012) dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat depresi
pada lansia yang berarti semakin baik dukungan keluarga yang diterima lansia semakin kecil
kemungkinan untuk terjadi depresi pada lansia tersebut.
Penduduk lanjut usia mengalami peningkatan yang signifikan didunia, pada tahun 1950
sebanyak 130 juta ( 4% dari totall populasi ), tahun 2000 sebanyak 16 juta ( 7,2% dari total
populasi) dan terus bertambah berkisar 8 juta setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025
menjadi 41,5 juta (13,6%) dan pada tahun 2050 sebanyak 79,6 juta (23,7%) diharapkan keadaan
lansia bisa dalam kondisi sehat fisik maupun mental. Tapi pada kenyataannya tidak semua
penghuni panti dalam kondisi mental yang stabil. Didapatkan lansia yang mengalami depresi
dipanti jompo 21% dari 70 lansia. Perubahan-perubahan secara fisik maupun mental banyak
terjadi saat seseorang memasuki usia senja. Penyakit-penyakit mental akibat penuaan, seperti
depresi, hipokondriasis, demensia, delirium, ansietas, paranoid dan sebagainya. Pada lansia,
depresi merupakan salah satu problem yang sering ditemukan. . Tahun 2015 jumlah lanjut usia
diperkirakan mencapai 24,5 juta orang (Hadianto,2018).
Data prevalensi depresi di Indonesia tergolong tinggi. Prevalensi depresi pada lansia di
pelayanan kesehatan primer yaitu 5-17%, sedangkan yang mendapatkan pelayanan asuhan rumah
adalah 13,5%. Selain itu berdasarkan data terbaru tahun 2015 yang didapatkan dari Dinas Sosial
Mojokerto bahwa jumlah lanjut usia yang ada di Mojokerto kurang lebih sekitar 2000 jiwa.
Prevalensi depresi pada lansia 15 - 20% dari populasi usia lanjut di masyarakat menderita depresi
Pada tahun 2020 depresi akan menduduki urutan teratas dari negara berkembang termasuk
Indonesia (Darmodjo, 2014).
Pada penelitian yang dilakukan Sari (2012) dukungan keluarga mempunyai hubungan yang
signifikan dengan tingkat depresi pada lansia yang berarti semakin baik dukungan keluarga yang
diterima lansia semakin kecil kemungkinan untuk terjadi depresi pada lansia tersebut. Dukungan
sosial berasal dari seorang yang mempunyai ikatan emosi sangat mendalam, keluarga, teman,
petugas panti, orang yang sangat dipercaya atau orang yang sangat dicintai, sangat besar
manfaatnya bagi seseorang yang apabila tidak terpenuhi akan menyebabkan depresi (Kuntjoro,
2014). Sedangkan faktor psikologis yang berperan dalam timbulnya depresi adalah tipe
kepribadian introvert yang timbul rasa kurang percaya diri, kecenderungan perenung/pemikir,
suka menyendiri, dan kecenderungan membayangkan kesukaran dalam hidup yang seringkali
dapat menimbulkan depresi.
Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban disabilitas,
meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan resiko bunuh diri. Depresi juga dikaitkan dengan
faktor sosiodemografi seseorang. Hal ini dijelaskan dalam Canadian Community Health Survey
yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat depresi antara perempuan dan laki-laki,
umur, status perkawinan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Gangguan depresi yang sering
dijumpai pada lansia merupakan masalah psikososiogeriatri dan perlu mendapat perhatian
khusus. Depresi pada lansia kadang – kadang tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan
penanganan yang semestinya karena gejala – gejala yang muncul seringkali dianggap sebagai
suatu bagian dari proses penuaan yang normal. Depresi adalah gangguan afek yang sering terjadi
pada lansia dan merupakan salah satu gangguan emosi. Gejala depresi pada lansia dapat terlihat
seperti lansia mejadi kurang bersemangat dalam menjalani hidupnya, mudah putus asa, aktivitas
menurun, kurang nafsu makan, cepat lelah dan susah tidur di malam hari (Nugroho, 2014).
Berdasarkan survei dan observasi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di PSTW Sabai
Nan Aluih Sicincin pada tanggal ………. di dapatkan jumlah lansia sebanyak ….. orang. Hasil
wawancara yang dilakukan kepada … lansia diketahui … lansia cenderung pendiam, lebih suka
diam di dalam wisma dan kepribadiannya kurang terbuka, tidak mengikuti kegiatan di
lingkungan PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin, serta … orang lansia cenderung lebih mudah
bergaul dan lebih banyak bicaranya, dan mengikuti kegiatan yang ada di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Tipe Kepribadian
Terhadap Depresi Pada Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian
adalah “ Hubungan Tipe Kepribadian Terhadap Depresi Pada Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin Tahun 2020”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui “ Hubungan Tipe Kepribadian Terhadap Depresi Pada Lansia di
PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020”.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi tipe kepribadian terhadap depresi
pada lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020.
b. Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi depresi pada lansia di PSTW
Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020.
c. Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian terhadap depresi pada lansia di
PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi PSTW
Sebagai bahan pertimbangan bagi PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin. Diharapkan kepada
petugas agar dapat meningkatkan pelayanan dan motivasi kepada lansia.
2. Bagi STIKes Nan Tongga
Sebagai sumber masukan bagi bidang ilmu keperawatan gerontik asuhan keperawatan
tentang depresi pada lansia baik kepada penderita,keluarga dan masyarakat.
3. Bagi Peneiti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan informasi untuk
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tipe kepribadian terhadap depresi pada lansia
dan pengembangan metodologi penelitiannya.
E. Ruang Lingkup
Penilitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi ilmu keperawatan, Sekolah
Tinggi Ilmu Keperawatan Nan Tongga Lubuk Alung untuk mengetahui hubungan tipe
kepribadian terhadap depresi pada lansia. Penelitian ini direncanakan akan dilakukan
pada ……. 2020. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling.
Sampel pada penelitian ini berjumlah 40 orang responden yang memiliki gejala depresi di
Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2019 dan bersedia menjadi
responden. Dengan menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan design Cross
Sectional Studi. Data diambil dengan metode wawancara dan observasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia
1. Defenisi Lansia
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan
anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal,
siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan
mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo&Martono, 2014).
1. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2018), Batasan lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun
Jadi lanjut usia dapat kita artikan sebagai kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
keatas proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya.
Menurut Kesehatan RI tahun 2015, umur lansia dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Usia pra adalah seseorang yang berusia 45 - 59 tahun.
b. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 – 70 tahun
c. Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia ≥ 70 tahun atau dengan
masalah kesehatan.
2. Proses menua
Menurut Constantindes dalam (Nugroho,2014) mengatakan bahwa proses menua
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap
9
individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari
luar tubuh.
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (manjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti atau mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Prose menua
sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh
mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa
penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya
sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun menurun (Darmojo, 2014).
3. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan Fisik (Menurut Fatimah, 2015)
1) Sel
Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan penurunan tampilan dan
fungsi fisik. Lansia menjadi lebih pendek akibat adanya pengurangan lebar bahu
dan pelebaran lingkar dada dan perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi tipis
dan keriput, masa tubuh berkurang dan masa lemak bertambah. Didalam
jaringan ikat, terjadilah degradasi elastin dan kolagen yang mengakibatkan
jaringan menjadi lebih keras dan kurang elastis.
2) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan struktur jaringan dan sistem vaskuler mengakibatkan penurunan
kemampuan untuk berfungsi secara efisien. Katup jantung menjadi lebih tebal
dan kaku, jantung serta arteri kehilangan elastisnya. Dalam kondisi stress, baik
curah jantung maksimum dan denyut jantung maksimum juga berkurang tiap
tahun.
3) Sistem Pernafasan
Perubahan sistem pernafasan berhubungan dengan usia yang mempengaruhi
kapasitas dan fungsi paru meliputi peningkatan diameter anterioposterior dada,
kolaps osteoporotic vertebra yang mengakibatkan kifosis, klasifikasi kartilago
kosta dan penurunan mobilitas kosta, penurunan efisiensi otot pernafasan,
peningkatan regiditas paru atau hilangnya recoil paru mengakibatkan
peningkatan volume residu paru dan penurunan kapasitas vital paru dan
penurunan luas permukaan alveoli.
4) Sistem Integumen
Bertambahnya usia mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit, dimana
epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat elastis berkurang dan
kolagen menjadi lebih kaku. Hilangnya kapiler dikulit mengakibatkan penurunan
suplai darah, kulit menjadi hilang kekenyalannya, keriput dan menggelambir.
Pigmentasi rambut menurun dan rambut menjadi beruban, distribusi figmen kulit
tidak rata dan tidak beraturan terutama pada bagian yang selalu terpapar sinar
matahari.
5) Sistem Reproduksi
Saat manopause produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium menurun. Pada
wanita terjadi penipisan dindidng vagina dengan pengecilan ukuran dan
hilangnya elastisitas : penurunan sekresi vagina mengakibatkan kekeringan,
gatal dan menurunnya keasaman vagina.
c. Perkembangan Kognitif
Penurunan intelegensi lansia dan anggapan bahwa lansia sulit diberikan pelajaran
karena proses pikir yang mulai melambat, mudah lupa, bingung dan pikun.
Kemampuan belajar dan menerima keterampilan serta informasi baru akan menurun
pada individu yang telah melewati 70 tahun. Motivasi, kecepatan kinerja, kesehatan
yang buruk dan status fisik kesemuanya merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kemampuan pembelajaran.
B. Depresi
1. Definisi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2013)
2. Etiologi
Adapun beberapa teori menyatakan bahwa faktor penyebab depresi pada lansia dibagi
menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.
a. Faktor biologi
Faktor biologis penyebab depresi dibedakan menjadi:
1) Kelainan amin biogenik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik,
seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid),
MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan
serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan
patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki
serotonin yang rendah. Terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin
berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2013).
Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak
pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan
penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai
gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin,
amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2013).
2) Disregulasi neuroendokrin
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input
neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pasien yang
mengalami depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.Disregulasi ini
terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik.
Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-
Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral.
Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan
aksis hormon pertumbuhan.Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak
diteliti.Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat
fundamental pada pasien depresi.Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya
defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan
pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH.Sekresi
CRH dipengaruhi oleh emosi.Emosi seperti perasaan takut dan marah
berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ
utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik.Emosi
mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH.
Orang yang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen
berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin
seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan
antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2013).
3) Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter
Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel – sel saraf
selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada
seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan
yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra,
serebelum dan bulbus olfaktorius. Bukti menunjukkan bahwa ada
ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik,
serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas
menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur
60-an tahun. Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko
di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi
berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi
umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada
kembar monozigot. Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara
khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan
kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga
dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik(Kane dkk,
2012)
b. Faktor Psikososial
Dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang
dicintai. Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan
mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor
psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian
teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,
keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010), sedangkan
menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk
mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan,
kemiskinan dan penyakit fisik (Kane, 2012).
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan
dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori
kognitif dan dukungan sosial (dukungan keluarga), (Kaplan, 2013).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari
episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan
yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan
pasangan (Kaplan, 2013). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan
orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang
berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat
menimbulkan depresi.
Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2014) menemukan bahwa hubungan
partisipasi sosial kurang, partisipasi sosial cukup, dan gangguan fungsional sedang
dengan kejadian depresi pada lanjut usia di panti wreda mendapatkan nilai p<0,05,
sehingga dinyatakan semua faktor risiko yang diteliti ada hubungan dengan kejadian
depresi pada lansia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa status perkawinan
orang tua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orang tua,
perceraian, fungsi perkawinan atau struktur keluarga banyak berperan dalam
terjadinya gangguan.
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi lansia, telah ditunjukkan dalam
sebuah penelitian oleh Siti Yuliharni (2017), bahwa dukungan sosial memiliki
korelasi negatif yang tinggi dan bermakna terhadap timbulnya gejala-gejala depresi
lanjut usia. Depresi terjadi lebih banyak pada umur yang lebih tua dan dukungan
keluarga yang rendah. Faktor-faktor psikososial usia lanjut merupakan permasalahan
yang sangat rawan membebani kehidupannya yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi gangguan fisik, sosial, dan mentalnya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Manabung (2013) juga menunjukkan bahwa
terjadinya stres pada psikososial adalah dapat disebabkan oleh takut akan datangnya
kematian namun dukungan sosial keluarga memiliki pengaruh yang lebih tinggi.
Terjadinya depresi pada lansia dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
gangguan fisik, isolasi sosial dan kesepian, sikap dari lanjut usia, penyangkalan, dan
pengabaian terhadap proses penuaan normal.
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid
(kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai
resiko yang rendah. Kepribadian dasar seseorang amat ditentukan pada masa kanak-
kanak. Salah satunya adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak menyenangkan pada
masa kecil dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika ia
dewasa. Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan
bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi. Upaya untuk
mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2013) mendalilkan
suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia.
Kaplan (2013) menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi
diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud
percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk
melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas
dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam
hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang
berkabung tidak demikian. Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap
sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif
tersebut menyebabkan perasaan depresi.
3. Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosis
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD 10 (International
ClassificationDiagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan dalam depresi berat, sedang,
dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi
kehidupan seseorang(Soejono dkk, 2014).
Gejala Utama
a. Perasaan depresif
b. Hilangnya minat dan semangat
c. Mudah lelah dan tenaga hilang
Gejala Lain
a. Konsentrasi dan perhatian menurun
b. Harga diri dan kepercayaan diri menurun
c. Perasaan bersalah dan tidak berguna
d. Pesimis terhadap masa depan
e. Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Gangguan tidur
g. Gangguan nafsu makan
h. Menurunnya libido
Tabel 2.1. Penggolongan Depresi Menurut ICD-10 (Soejono dkk, 2014)
Tingkat Gejala Gejala Lain Fungsi Keterangan
Depresi Utama
Ringan 2 2 Baik -
Sedang 2 3–4 Terganggu Nampak
distress
Berat 3 >4 Sangat Sangat distress
terganggu
C. Kepribadian
1. Pengertian Perkembangan Kepribadian
Perkembangan adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih baik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perkembangan adalah suatu perkembangan
menjadi lebih sempurna dalam hal akal, pengetahuan, dan lain-lain.
a. Dalam dictionary of psycology dan The Penguin Dictinary of psycology, arti
perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif
yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa
membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.
b. Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personality.Istilah itu berasal dari bahasa
Yunani, yaitu persona, yang berarti topeng dan personare, yang artinya
menembus.Istilah topeng berkenaan dengan salah satu atribut yang dipakai oleh para
pemain sandiwara pada zaman Yunani Kuno.Dengan topeng yang dikenakan
diperkuat dengan gerak-gerik ucapannya, karekter tokoh yang diperankan tersebut
dapat menembus keluar, dalam arti dapat dipahami oleh para penonton.
Kemudian, kata persona yang semula berarti topeng, diartikan sebagai pemainnya, yang
memainkan peranan seperti digambarkan dalam topeng tersebut. Saat ini, istilah personality
oleh para ahli dipakai untuk menunjukan atribut tentang individu, atau menggambarkan apa,
mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia.
Banyak ahli yang telah merumuskan definisi kepribadian berdasarkan paradigama yang
mereka yakini dn focus analisis dari teori yang mereka berkembang.
Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli yang definisinya dapat dipakai acuan dalam
mempelajari kepribadian:
a. Gordon W. W. Allport
Pada mulanya, Allport mendefinisikan kepribadian sebagai “What a man really is”,
tetapi definisi tersebut dipandang tidak memadai lalu dia merevisinya. Definisi yang
kemudian dirumuskan oleh Alport adalah “kepribadian adalah organisasi dinamis
dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan cara yang khas dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan”
Psikososial Mental
Depresi
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain
dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2015). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian Depresi pada lansia.
Variabel independennya yaitu Dukungan Keluarga sedangkan variabel dependennya
yaitu Kejadian Depresi Pada Lansia. Hal ini dapat kita lihat dari skema berikut ini :
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
B. Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasional
C. Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang di harapkan antara dua
variabel atau lebih.
Ha : Adanya Hubungan antara Tipe Kepribadian dengan Depresi Pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020.
Ho : Tidak ada Hubungan antara Tipe Kepribadian dengan Depresi Pada Lansia di Panti
Sosisal Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey analitik menggunakan desain penelitian “Cros
Sectional Studi” yang merupakan suatu penelitian dimana variabel independent tipe
kepribadian dan variabel dependent kejadian depresi diobservasi sekaligus pada waktu
bersamaan (Notoatmodjo, 2015).
B. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2020.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Notoatmodjo, 2015). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia
yang memiliki gejala depresi di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nana Aluih Sicincin.
Jadi jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak ….. orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi atau objek penelitian yang dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2015). Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik total sampling, yaitu sampel yang diambil dari keseluruhan
populasi. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak …… orang.
D. Kriteria Responden
1. Kriteria Inklusi
a. Lansia yang mengalami depresi
b. Berada di PSTW ketika penelitian
c. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Ekslusif
a. Lansia yang tidak mengalami depresi
b. Tidak bersedia menjadi responden
c. Tidak berada di PSTW
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian hubungan tipe kepribadian dengan kejadian
depresi pada lansia adalah dengan menggunakan alat ukur kuesioner yang sesuai dengan
kebutuhan data yang diperlukan untuk variabel independen dan variabel dependen.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dibuat dan di
sesuaikan dengan kebutuhan data untuk penelitian dengan mengembangkan kerangka
konsep (variabel independen dan variabel dependen) sehingga diperoleh informasi yang
relevan dengan tujuan penelitian. Data primer diperoleh melalui wawancara terpimpin
yang dibantu oleh dua orang teman saya yang sebelumnya telah diberi pengarahan
sehingga mempunyai persepsi yang sama dengan penelitian.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diambil dari pencatat dan pelaporan dari Dinas Sosial dan
Panti Sosisal Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2020. Jumlah lansia yang
mengalami kejadian depresi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin, data sekunder ini didapatkan dengan melihat data langsung di PSTW .
kemudian mencatat data – data yang diperlukan untuk penelitian ini, kegunaannya untuk
cross check data primer hasil wawancara dan kuesioner serta untuk melengkapi data –
data yang diperlukan.
G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
a. Editing(edit)
Editing dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian yang ada di lembar
observasi.
b. Coding (pengkodean)
Codingyaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.
Proses memasukkan data, data yang telah dikode dimasukkan kedalam program
komputerisasi.
Pada tahap ini peneliti melakukan kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, kemudian dilakukan pembetulan atau
koreksi.
e. Tabulating (tabulasi)
Membuat tabel-tabel data untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data
(Notoatmodjo, 2015).
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan pada setiap variabel yang
diteliti baik variabel independen maupun variabel dependen dari hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2015).
b. Analisa Bivariat
variabel dependen secara komputerisasi. Pembuktian dengan uji chi square ini batas
kemaknaan dipakai α=0,05 dan derajat kepercayaan 95%. Jika p value ≤ 0,05 berarti
Ho ditolak dan Ha diterima, ini berarti ada hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen, tapi jika p value > 0,05 berarti Ha ditolak, tidak ada hubungan
H. Etika Penelitian
Penelitian ini tidak boleh bertentangan dengan etika. Penelitian harus etis dalam artian hak
responden harus dilindungi. Etika penelitian yang dimaksud yang meliputi :
1. Informed concent (Lembar Persetujuan Responden)
Responden diberikan lembar persetujuan (informed concent) dimana sebelumnya
peneliti menjelaskan tentang maksud keikutsertaannya dalam penelitian ini tersebut.
Responden yang bersedia berpattisipasi diminta menandatangani lembar persetujuan
tersebut.
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden sehingga hanya peneliti saja yang
mengetahui hasil jawaban dari masing-masing responden. Selanjutnya peneliti hanya
memberikan kode berupa nomor urut pada lembar koesioner yang urutannya hanya
diketahui oleh peneliti saja.
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang di dapat dari responden, dan itu
dijamin oleh peneliti.