Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA


(Hypoglicemia)

Disusun untuk memenuhi tugas


Promosi Kesehatan

Dosen Pengampu : Darmasta Maulana S. Kep. M. Kes

Disusun Oleh :
Satya Putra Lencana
M11.01.0015

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI PROGRAM


STUDI S1 KEPERAWATAN
YOGYAKARTA
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPOGLIKEMI

A. DEFINISI
Hipoglikemia (shock insulin) adalah suatu sindrome yang komplek
berawal dari suatu gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum
glukosa menurun sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik sistem
saraf. Kadar glukosa serum 50 – 55 mg /100ml ( N.55 – 115 mg / dl ) dan
adanya gambaran klinis sebagai petunjuknya.
Hipoglikemia adalah suatu komplikasi dari Diabetes Melitus dimana
gula dalam darah rendah yaitu kurang dari 60 mg/dl.
Seringkali sebagai komplikasi akut IDDM, tetapi dapat juga terjadi
pada NIDDM yang mendapatkan oral hipoglikemik.

B. ETIOLOGI

Terdapat beberapa pencetus hipoglicemia, yang paling sering adalah karena


pengobatan diabitus militus sebagai berikut :
a. Dosis insulin atau oral hipoglikemia berlebihan.
b. Kelambatan makan atau kandungan glukosa.
c. Kelambatan absorbsi glukosa dari saluran cerna.
d. Olah raga atau aktivitas yang berlebihan.
e. Gagal ginjal

C. PATOFISIOLOGI
Normal tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 60-120 mg/dl.
agar dapat memberi sumber energi bagi metabolisme sel. Pemasukan glukosa
dari berbagai sumber seperti : pemasukan makanan, pemecahan glikogen,
glukoneogenesis memacu terjadinya respon insulin. Orang sehat akan segera
memproduksi Hormon insulin untuk menurunkan kembali kadar gula darah ke
level yang normal.
Pada orang Diabetes Melitus, terjadi defisiensi Insulin, sehingga
Glukosa tidak bisa dimanfaatkan oleh sel dan hanya beredar di pembuluh
darah sehingga menimbulkan Hiperglikemia. Untuk menurunkan kadar gula
darah biasanya diberikan Insulin, namun karena dosis yang kurang tepat bisa
menimbulkan penurunan glukosa darah yang cepat.
Efek dari penurunan glukosa darah , bisa timbul Hipoglikemia, dengan
gejala yang ringan sampai berat. Gejala Hipoglikemia Ringan, ketika kadar
glukosa darah menurun, sistem syaraf simpatis akan terangsang. Terjadi
pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala : perspirasi, tremor,
takhikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar.
Pada Hipoglikemia Sedang, penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar dengan baik.
Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio, penurunan
daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan.
Pada Hipoglikemia Berat, fungsi sistem syaraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang
lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang diderita, gejalnya : Disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, kehilangan kesadaran.

Terjadi hipoglikemia bila serum glukosa tidak cukup untuk memenuhi


kebutuhan jaringan. Sistem saraf sangat sensitif terhadap penurunan kadar
glukosa serum, karena glukosa merupakan sumber energi utama. Otak tidak
dapat menggunakan sumber energi lain (ketone, lemak) kecuali glukosa.
Sebagai konsekwensi penurunan kadar glukosa, maka akan mempengaruhi
aktivitas sistem saraf.

Dalam keadaan normal, penurunan glukosa serum oleh karena


aktivitas hormon insulin secara akut, akan merangsang sekresi hormon
glukagon dan epinephrin yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
Sekresi hormon glukagon pada penderita IDDM mengalami gangguan,
sehingga tidak dapat menaikkan kadar gula darah. Peran hormon glukagon
diasumsikan akan digantikan oleh hormon ephinephrine untuk menaikan gula
darah, dengan cara meningkatkan produksi glukosa hepar dan menghambat
sekresi hormon insulin. Akan tetapi pada penderita IDDM sekresi hormon
ephinephrine juga menurun, sebagai akibat adanya gangguan saraf outonom.
Respon terhadap penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) dapat
dibedakan menjadi 2 kategori yaitu :
1. Gejala adrenergik  sebagai akibat dari stimulasi sistem saraf outonom
dengan gejala palpitasi, iritabile, kelemahan umum, dilatasi pupil, pucart,
keringat dingin.
2. Gejala neuroglycopenia  sebagai akibat dari tidak adekwatnya suplay
gula darah ke jaringan saraf, yaitu sakit kepala, gelisah, tidak mampu
konsentrasi, bicara tidak jelas, gangguan penglihatan, kejang, coma. Hal
ini sering tampak pada kadar glukosa darah dibawah 45 – 50 mg/dl.

D. Klasifikasi Hipoglikemia
Hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) dan Thompson (2011)
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ringan (glukosa darah 50-60 mg/Terjadi jika kadar glukosa darah
menurun dan sistem saraf simpatik akan terangsang, pelimpahan adrenalin
ke darah menyebabkan gejala : tumor, kegelisahan, rasa lapar, dll.
2. Sedang (glukosa darah <50 mg/dL
Penurunan kadar glukosa dapat menyebakan sel2 otak tidak memperoleh
bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi
sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan
daya ingat, penglihatan ganda, peasaan ingin pingsan.
3. Berat (glukosa darah < 35 mg/dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga pasien memerlukan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia. Gejalanya :
serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.
E. Manifestasi Klinis Hipoglikemia
Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem
saraf otonom dan neuroglikopenia. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien
yang mengalami hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat
berkurang sehingga pasien yang mengalami hipoglikemia tidak menyadari
kalau kadar gula darahnya rendah (hypoglycemia unawareness). Kejadian ini
dapat memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk
mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya.
Gejala umum penderita Hipoglikemia :
1. Keringat dingin
2. Letih
3. Sakit kepala
4. Lapar
5. Iritabilitas
6. Tidak enak badan
7. Denyut nadi cepat
8. Menggigil
9. Mual-muntah
10. Hipotensi
11. Pucat dan kulit dingin
12. Pandangan kabur
13. Keluar banyak keringat
14. Tremor

F. Pemeriksaan Penunjang Hipoglikemia


1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi
glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post pradial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2
jam
3. Pemeriksaan HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar
gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil
tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin
terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka
akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
4. Pemeriksaan elektrolit, Terjadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya
telah terganggu
5. Pemeriksaan Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

G. PENATALAKSANAAN HIPOGLIKEMIA
Tujuan dilakukan tatalaksana Hipoglikemia yaitu :
1. Memenuhi kadar gula darah dalam otak agar tidak ter
jadi kerusakan irreversibel.
2. Tidak mengganggu regulasi DM.
Pedoman tatalaksana Hipoglikemia menurut PERKENI (2006) pedoman
sebagai berikut :
1. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.
2. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) → satu flakon (25 cc)
Dex 40% (10 gr Dex) dapat menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-
30 mg/dl.
Manajemen Hipoglikemi menurut Soemadji (2006); Rush & Louise (2004)
; Smeltzer & Bare (2003) sebagai berikut:
1. Tergantung derajat hipoglikemi:
a. Hipoglikemi ringan:
1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6 -10 butir
permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.
2. Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menitulangi
pemberiannya
3. Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori
coklat, kue, donat, ice cream, cake
b. Hipoglikemi berat:
1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
2. Bila klien dalam keadaan tidak sadar, Jangan memberikan
makanan atau minuman
Pada hipoglikemia berat, membutuhkan bantuan eksternal (obat) :
1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosaoral karena pingsan,
kejang, atau perubahan status mental. Pada keadaan darurat dapat
pemberian dekstorsa dalam air pada konsentrasi 50% adalah dosis
biasanya diberikan kepada orang dewasa, sedangkan konsentrasi 25%
biasanya diberikan kepada anak – anak.
2. Glukagon
Sebagai hormon kontra – regulasi utama terhadap insulin, glukagon
adalah pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia
berat. Tidak seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara IV dengan
perawatan kesehatan yang berkualitas profesional, glukagon dapat
diberikan oleh subcutan atau intramuskular.

H. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat keperawatan
1) Persepsi – managemen kesehatan
 Riwayat DM
 Riwayat pemakaian insulin, oral hipoglikemic
 Riwayat diet dan olah raga.
 Riwayat periksa.
2) Nutrisi – metabolik
 Merasa lapar
 Mengeluh mual
3) Eliminasi
 Mengeluh banyak mengeluarkan keringat.
4) Aktivitas – exercise
 lelah, lemas.
 Pingsan
5) Kognitif
 Tidak ada konsentrasi.
 Penglihatan kabur.
b. Pemeriksaan fisik
1) Cardiovaskular
 Tachycardia, palpitasi, sinkope.
2) Integumen
 Pucat, diaphoresis.
3) Neurologi
 Iritable, perilaku tidak terkontrol, kejang, coma.
4) Muskuloskeletal
 Kelemahan
c. Pemeriksaan diagnostik
 Glukosa serum kurang dari 50 mg/ dl.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Gangguan fungsi cerebral bd hypoglikemia.
Intervensi :
 Berikan cairan glukosa 50 % sebanyak 50 ml IV(sesuai program )
 Berikan injeksi glukagon 1 mg SC atau IM( sesuai program ).
 Berikan dan pertahankan infus Dextrose 10 %( sesuai program ),
sampai kadar gula darah 200 mg/ dl pasien sadar.
 Monitor fungsi neurologi: tingkat kesadaran, gangguan penglihatan,
paralisis, kejang, dll.
 Monitor fungsi adrenergik: tanda vital( HR, TD, Nadi, RR, suhu ).
 Monitor kadar gula darah.

b. Resiko injury : kejang bd perubahan metabolisme neural karena


hipoglikemia.
Intervensi :
 Berikan pengaman tempat tidur.
 Aturlah tempat tidur yang rendah.
 Siapkan alat emergency: suction, oropharingeal/nashoparingeal
tube, oksigen.
 Observasi secara kontinyu kemungkinan timbulnya kejang.

c. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, terapi, aktivitas.


Intervensi :
 Berikan penkes terhadap keluarga tentang: Penyakit, program terapi
dan bentuk diet serta aktivitas.

3. Evaluasi Keperawatan
a. Klien memiliki fungsi cerebral yang optimal
Krteria :
 Dapat berorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
 Tekanan darah dalam batas normal.
 HR lebih 60 dan kurang dari 100 x/menit, irama teratur.
 RR < 25 x/menit.
 Glukosa serum stabil 70 – 110 mg/100 ml.
b. Klien tidak mengalami injury
Kriteria :
 Tidak jatuh.
 Tidak kejang.
 Tidak aspirasi
 Tidak cidera lidah.
c. Keluarga dan klien mengetahui penyakit, program terapi, aktivitas.
Kriteria :
 Mampu menjelaskan penyakit, program terapi dan aktivitas dengan
bahasa sederhana.
 Kooperatif dalam program tindakan.
Pathway

Puasa/ intake
kurang

Glikogenolisis

Defisit glikogen pada


hepar

Gula darah
menurun < 60
mg/dl

Penurunan nutrisi
jaringan otak

Respon SSP

Respon Otak Respon


Vegetatif

Kortek serebri Pelepasan


norepinefrin &
kurang suplai
adrenalin
energi( < 50mg/dl)
Kekaburan yang Takikardia,
dirasa dikepala pucat,
Sulit konsentrasi / gemetar,
berfikir berkeringat
Gemetar
Kepala terasa
melayang 

Gangguan proses Tidak sadar


berfikir
Stupor,
kejang, koma
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik


Klinis Ed 9. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed. 3. Jakarta:
EGC.
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Endokrin. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai