Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Rinoblastoma (RB) adalah tumor endoocular pada anak yang mengenai syaraf
embrionik retina.¹ Penyakit ini dapat terjadi sporadik atau familial. Insiden
retinoblastoma adalah 1 dari 20.000 kelahiran hidup, dengan retinoblastoma bilateral
terjadi pada 1/3 kasus tersebut. Insiden retinoblastoma lebih tinggi di negara
berkembang dibandingkan negara maju. Sebanyak 200-300 kasus baru terdiagnosa
setiap tahun di Amerika.²

Sebagian besar kasus retinoblastoma di Amerika Serikat terdiagnosis sejak


tumor masih di intraokular tanpa invasi lokal atau metastasis jauh. Di negara
berkembang, diagnosis sering dibuat setelah penyakit menyebar keluar mata dan
ekstraokular. Gejala retinoblastoma bervariasi sesuai stadium penyakit saat datang,
dapat berupa leukoria, strabismus, mata merah, nyeri mata yang disertai glaucoma
dan visus menurun.³ Di Indonesia, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan 15–
22 kasus baru retinoblastoma per tahun sebelum tahun 2002, dan meningkat setiap
tahunnya hingga 40 kasus per tahun pada tahun 2002–2003.⁷

Retinoblastoma merupakan penyakit keganasan intraokular yang paling sering


ditemukan yaitu sebanyak 3% dari seluruh tumor pada anak dengan karakteristik
yang berbeda-beda di tiap daerah.¹ Sebanyak 11% dari kasus retinoblastoma terjadi
pada tahun pertama kehidupan dan 3% terdiagnosa pada anak berusia kurang dari 15
tahun, sebanyak 90% terdiagnosis sebelum usia 3 tahun. Kasus retinoblastoma
bilateral umumnya terdiagnosis pada usia yang lebih muda yaitu pada usia 13 bulan
dibandingkan retinoblastoma unilateral yaitu pada usia 24 bulan.² Lelaki dan
perempuan memiliki risiko yang sama untuk menjadi retinoblastoma, dapat terjadi

1
pada mata kanan maupun kiri serta tanpa dipengaruhi oleh ras. Namun beberapa
penelitian lain menyebutkan kasus ini lebih banyak terjadi pada lelaki.²

Manifestasi klinis retinoblastoma sangat bervariasi, dengan manifestasi yang


paling sering dijumpai adalah leukokoria atau cat’s-eye appearance (49-82%),
strabismus (20-25%) dan peradangan pada mata (6-10%). Gambaran klinis lain yang
sering dijumpai adalah heterokromia, hifema, vitreus hemoragik, selulitis, glaucoma,
proptosis dan hipopion.²,³

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi mata dan retina


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm.⁵

bagian-bagian bola mata adalah sebagai berikut : ⁵

a. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang menutupi
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbi). Konjungtiva mengandung kelenjar musin

3
yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin ini berfungsi untuk membasahi bola mata
terutama kornea.
b. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang memberikan bentuk pada mata.
Bagian terdepan sklera adalah kornea yang transparan. Kornea memudahkan
sinar masuk ke bola mata.
c. Uvea
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Terdiri atas iris, badan siliar, dan
koroid. Pada iris terdapat pupil yang berfungsi mengatur jumlah sinar yang
masuk pada mata. Badan siliar terletak di belakang iris dan menghasilkan akuos
humor, yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak di pangkal iris di
batas kornea dan sklera.
d. Retina
Retina merupakan membran neurosensoris yang akan mengubah sinar
menjadi rangsangan pada saraf optik untuk kemudian diteruskan ke otak. Retina
merupakan lapisan paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak sepuluh
lapis.
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel
pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan :
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapisan terluar renita terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya.
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan laps aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar, dan sel horizontal.

4
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller. Lapis ini mendapat metabolismedari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinapsis sel bopolar, sel amakrin dengan dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel dari pada neuron kedua
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembulih
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca

Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia,
merah pada hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang
arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik
yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau
sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. ⁵

5
B. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endonuclear pada anak yang mengenai
syaraf embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk
dideteksi secara awal. Rata-rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada
kasus unilateral, 13 bulan pada kasus-kasus bilateral. Beberapa bilateral
tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang terdeteksi
pada saat pemeriksaan evaluasi. Ini menunjukkan pentingnya untuk
memeriksa klien dengan anestesi pada anak-anak dengan retinoblastoma
unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun.³

C. Epidemiologi
Insiden retinoblastoma adalah 1 dari 20.000 kelahiran hidup, dengan
retinoblastoma bilateral terjadi pada 1/3 kasus tersebut. Insiden retinoblastoma
lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan negara maju. Sebanyak 200-
300 kasus baru terdiagnosa setiap tahun di Amerika.²
Sebagian besar kasus retinoblastoma di Amerika Serikat terdiagnosis
sejak tumor masih di intraokular tanpa invasi lokal atau metastasis jauh. Di
negara berkembang, diagnosis sering dibuat setelah penyakit menyebar keluar
mata dan ekstraokular. Gejala retinoblastoma bervariasi sesuai stadium
penyakit saat datang, dapat berupa leukoria, strabismus, mata merah, nyeri
mata yang disertai glaucoma dan visus menurun.³
Sebanyak 11% dari kasus retinoblastoma terjadi pada tahun pertama
kehidupan dan 3% terdiagnosa pada anak berusia kurang dari 15 tahun,
sebanyak 90% terdiagnosis sebelum usia 3 tahun. Kasus retinoblastoma
bilateral umumnya terdiagnosis pada usia yang lebih muda yaitu pada usia 13
bulan dibandingkan retinoblastoma unilateral yaitu pada usia 24 bulan.²

6
D. Etiologi
Terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel
dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13 q 14. Bisa karena
mutasi atau diturunkan.⁹

E. Patofisiologi
Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen
dominan otosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus di
dalam pita kromosom 13 q 14 mengontrol tumor bentuk herediter dan non
herediter. Gen retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang,
adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang
herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel
pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan,
terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang non-herediter, kedua alel gen
retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh
mutasi spontan.⁹
Retinoblastoma endofitik kemudian meluas ke dalam korpus vitreum.
Kedua jenis secara bertahap akhirnya mengisi mata dan meluas melalui saraf
optikus ke otak dan sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emisari di sclera
ke jaringan orbita lainnya. Secra mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma
terdiri dari sel-sel kecil, tersusun rapat bundar atau poligonal dengan inti besar
berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang-kadang membentuk
“rosette Flexner – Wintersteiner” yang khas, yang merupakan indikasi
diferensiasi fotoreseptor. Kelainan-kelainan degeneratif sering dijumpai,
disertai oleh nekrosis dan klasifikasi.⁹

7
F. Klasifikasi
Terdapat beberapa cara pembagian penyakit, terpraktis untuk
kepentingan terapi, retinoblastoma dibagi menjadi: intraokular dan
ekstraokular.⁸
 Intraokular
retinoblastoma terlokalisir di dalam mata, dapat terbatas pada retina
saja atau melibatkan bola mata; namun demikian tidak berekstensi keluar
dari mata kearah jaringan lunak sekitar mata atau bagian lain dari tubuh.
Angka bebas penyakit (DFS) selama 5 tahun : >90%.
 Ekstraokular
retinoblastoma telah melakukan ekstensi keluar dari mata. Dapat
terbatas pada jaringan lunak di sekitar mata, atau telah menyebar,
umumnya ke sistem saraf pusat, sumsum tulang, atau kelenjar getah
bening. Angka bebas penyakit selama 5 tahun : <10%.

Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan


retinoblastoma intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini
tidak menggolongkan. Retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari
perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai
adanya vitreous seeding.³

8
Klasifikasi Retinoblastoma menurut Reese-Ellsworth. ³

Group A B
Group I Tumor Soliter, ukuran kurang Tumor Multipel, ukuran tidak
dari 4 diameter disc, pada melebihi 4 diameter disc, semua
atau dibelakang equator pada atau dibelakang equator

Group II Tumor Soliter, ukuran 4-10 Tumor Multipel, ukuran 4-10


diameter disc, pada atau diameter disc, dibelakang equator
dibelakang equator

Group III Ada lesi dianterior equator Tumor Soliter lebih besar 10
diameter disc dibelakang equator.

Group IV Tumor Multipel, beberapa Ada lesi yang meluas ke anterior


besarnya lebih besar dari 10 ora serata
diameter disc

Group V Massive Seeding melibatkan Vitreous seeding


lebih dari setengah retina

Klasifikasi The International Classification for Intraocular Retinoblastoma.⁸

Grup A : Tumor intraretina kecil, terletak jauh dari fovea dan diskus.

• Seluruh tumor berukuran < 3 mm, terbatas pada retina


• Seluruh tumor berlokasi ≥ 3 mm dari fovea
• ≥1.5 mm dari diskus optikus

Grup B : Seluruh tumor lainnya yang berukuran kecil dan terbatas pada retina

9
• Seluruh tumor yang terbatas di retina dan tidak memenuhi kategori grup
A.
• Tumor berkaitan dengan cairan subretina berukuran ≤ 3mm dari tumor
tanpa penyebaran sub retina.
Group C : Tumor local dengan penyebaran minimal pada sub retina atau
vitreus.
Group D : Penyakit difus dengan penyebaran signifikan pada sub retina atau
vitreus.
• Tumor dapat bersifat masif atau difus.
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau masa lampau, tanpa penyebaran,
yang maksimal dapat meliputi hingga seluruh retina.
• Tumor pada vitreus bersifat difus atau masif yang dapat mencakup
manifestasi “greasy” atau massa tumor avaskular
• Tumor diskrit
• Terdapat cairan sub retina, saat ini atau lampau, tanpa penyebaran, yang
meliputi maksimal hingga seperempat retina.
• Terdapat penyebaran lokal pada vitreus yang terletak dekat pada tumor
diskrit. • Penyebaran lokal sub retina < 3 mm (2 DD) dari tumor.
• Penyebaran difus subretina dapat mencakup bentuk plak sub retina atau
nodul tumor.
Grup E : Terdapat satu atau lebih dari prognosis buruk dibawah ini:
• Tumor mencapai lensa.
• Tumor mencapai permukaan anterior vitreus mencakup badan siliar atau
segmen anterior mata
• Diffuse infiltrating retinoblastoma
• Glukoma neovaskular
• Media opak dikarenakan perdarahan.
• Tumor nekrosis dengan selulitis orbital aseptik.
G. Manifestasi Klinis

10
sebagian besar kasus-kasus retinoblastoma di Amerika Serikat
terdiagnosis sejak tumor masih di intraokular tanpa invasi lokal atau
metastasis jauh. Di Negara berkembang, bagaimanapun diagnosis sering
dibuat setelah penyakit menyebar keluar mata atau penyebaran ekstraokular
tampak. ³
Gejala retinoblastoma bervariasi sesuai stadium penyakit saat datang,
dapat berupa leukoria, strabismus, mata merah, nyeri mata yang disertai
glaucoma dan visus menurun. Gejala yang jarang adalah rubeosis iridis
(kemerahan pada iris), selulitis orbita, heterochromia iridis (perubahan warna
pada tempat yang berbeda pada iris), midriasis unilateral, hyphaema
(perdarahan ke bilik depan, yang akan menghasilkan meniscus yang akan
tampak di belakang iris), nistagmus, pada sebagian kecil anak bisa terjadi
gagal tumbuh dan muka yang tidak normal.³
Bukti paling awal dari tumor ini adalah gerakan putih, atau yang
dikenal sebagai gerakan mata kucing (cats eyes reflex) atau leukocoria. Hal
ini menunujukkan adanya tumor besar yang biasanya tumbuh dari tepi.
Cahaya putih tampak pada pupil adalah sinar sementara yang direfleksikan
oleh tumor. Hal ini hanya akan tampak apabila anak diperiksa dari samping
atau seadainya pemeriksa ada disudut miring dari wajah anak lurus terhadap
kepala. Apabila tumor mencapai ,uscular, refleks ini bisa terlihat meskipun
ukuran tumor cukup kecil.³
Gejala kedua yang paling umum adalah stasbismus. Tes untuk
stabismus dianjurkan sebagian bagian dari skrining pemeriksaan visus untuk
semua anak. Keadaan ini terjadi terjadi apabila tumor mencapai area macular
menyebabkan ketidakmampuan untuk fiksasi dan akhrnya mata akan
mengalami deviasi. Gejala yang tampak lainnya karena lesi sekunder adalah
penurunan ketajaman penglihatan.³
Sebagian besar pasien retinoblastoma terlalu kecil untuk mengeluh
mengenai gangguan visual, tetapi mungkin bisa manifestasi awal tumor ini

11
pada anak-anak yang lebih tua. Gejala manifestasi klinik yang lain adalah
merah, mata sakit, sering disertai dengan glaucoma.³
Tumor dapat menyebar melalui invasi saraf oftikus hingga ke otak,
atau melalui koroid ke jaringan lunak orbita dan tulang. Metastasis jauh dapat
terjadi pada paru, tulang, serta otak.⁴

H. Diagnosis⁸
1. Anamnesis
Terdapat bintik putih pada mata, yang tampak seperti mata kucing.
Benjolan pada mata, mata menonjol keluar, mata merah, dan gangguan
penglihatan. Riwayat retinoblastoma pada keluarga juga harus ditanyakan.
2. Pemeriksaan Fisik
Leukoria, proptosis, pertumbuhan massa tumor pada mata, strabismus,
ataupun dapat ditemukan uveitis, endoftalmitis, glaukoma, panoftalmitis,
selulitis orbita, dan hifema. Pada oftalmoskopi, lesi tumor tampak berwarna
putih/putih kekuningan.
3. Pemeriksaan Penunjang
 DPL
Terutama untuk melihat keadaan umum pasien dan
kesiapannya untuk terapi yang akan dijalani (bedah, radiasi, ataupun
kemoterapi).
 USG Orbita
 CT Scan/MRI Orbita
CT Scan atau MRI mata untuk melihat perluasan tumor dan
keterlibatan jaringan di sekitar mata. Pada CT Scan tampak lesi padat
heterogen dengan fokus densitas tinggi yang sesuai dengan kalsifikasi
Pada MRI tampak gambaran hiperintense (T1, densitas proton),
hipointense (T2). Kalsifikasi fokus hipointense CT Scan atau MRI

12
kepala, terutama pada kasus yang dicurigai herediter, untuk melihat
adanya massa intrakranial.
 BMP/LP
Biopsi sumsum tulang atau pungsi lumbal. Pemeriksaan ini
tidak rutin, dikerjakan bila terdapat indikasi perluasan tumor keluar
dari bola mata.
 CT Scan/ MRI Kepala
Untuk melihat apakah ada penyebaran ke intrakranial/ trilateral
retinoblastoma
 Bone Scan
Untuk menunjukkan bila retinoblastoma telah menyebar ke
tulang tengkorak atau tulang lainnya. Pemeriksaan ini tidak rutin dan
dilakukan hanya bila ada indikasi kuat kecurigaan penyebaran
ekstraokuler.

Diagnosa banding : ³

• Persistent fetal vasculature/ PFV (sebelumnya disebut persistent


hyperplastic primary vitreous/ PHPV), adalah kegagalan regresi pembuluh
darah di korpus vitreum.
• Infeksi kongenital, seperti toxocariasis
• Early onset Coat’s disease, yaitu kelainan pembuluh darah retina karena
eksudasi lipid d bawah retina

I. Penatalaksanaan

13
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor,
bilateral, perluasan kejaringan ekstraokuler dan adanya tanda-tanda metastasis
jauh.
1. Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium
sangat dini. Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh
darah yang menuju ke tumor tertutup, sehingga sel tumor akan menjadi
mati. Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya regresi tumor dan
terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang
diameternya 4,5 mm dan ketebalah 2,5 mm tanpa adanya vitreous
seeding. Yang paling sering dipakai adalah Argon atau Diode laser yang
dilakukan sebanya 2 sampai 3 kali dengan interval masing-masingnya 1
bulan.
2. Krioterapi
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan
dengan fotokoagulasi laser. Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya
tanda- tanda sikatrik korioretina. Cara ini akan berhasil jika dilakukan
sebanyak 3 kali dengan interval masing-masing 1 bulan.
3. Thermoterapi
Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-sel
tumor terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil.

4. Radioterapi

Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kerah korpus vitreus


dan tumor-tumor yang sudah berinervasi kea rah nervus optikus yang
terlihat setelah dilakukan enukleasi bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah
dosis fraksi perhari 190-200 cGy dengan total dosis 4000-5000 cGy yang
diberikan selama 4 sampai 6 minggu.

14
5. Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi
yang pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada koroid dan
atau mengenai nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang
sudah dilakukan eksentrasi dan dengan metastase regional atau metastase
jauh. Kemoterapi juga diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk
menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfat, dan Etopozide
phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan Cyclosporine atau
dikombinasi dengan regimen kemoterapi carboplastin, vincristine,
etopozide phosphate. Tehnik lain yang dapat digabungkan dengan metode
kemoterapi ini adalah:
• Kemoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan
termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada
fovea dan nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau
fotokoagulasi laser dapat berakibat terjadinya penurunan visus.
• Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan radioterapi
yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
7. Enukleasi bulbi
Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola
mata. Apabila tumor telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata maka
dilakukan eksenterasi.

J. Prognosis
Dimana pasien dengan penyakit unilateral prognosis visus untuk mata
normal umumnya baik, diantara pasien mata denan penyakit bilateral,
prognosis visus tergantung lokasi dan luasnya keterlibatan. Salah satu studi
dilaporkan bahwa diantara pasien dengan penyakit bilateral diobati dengan
konservatif 50% mencapai visus 20/40. Peningkatan taraf hidup lebih besar

15
diantara pasien yang didiagnosa sebelum umur 2 tahun atau sebelum umur 7
tahun.
Harapan hidup sangat tergantung dari dininya diagnosis ditegakkan
dan metode pengobatan yang dilakukan.
1. Bila masih terbatas di retina, kemungkinan hidup 95%
2. Bila terjadi metastase ke orbita, kemungkinan hidup 5%
3. Bila metastase ke seluruh tubuh, kemungkinan hidup 0%.

16
BAB III

KESIMPULAN

Retinoblastoma adalah tumor endonuclear pada anak yang mengenai


syaraf embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk
dideteksi secara awal. Rata-rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada
kasus unilateral, 13 bulan pada kasus-kasus bilateral. Beberapa bilateral
tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang terdeteksi
pada saat pemeriksaan evaluasi. Ini menunjukkan pentingnya untuk
memeriksa klien dengan anestesi pada anak-anak dengan retinoblastoma
unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun.³
pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara
intensif dan perluhnya pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut
tidak mengalami komplikasi.

17
DARTAR PUSTAKA

1. Rosdiana N. Gambaran klinis dan laboratorium retinoblastoma. Sari Pediatri.


2011;5:319-22. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 5, Februari 2011
2. Lastariana, K.A.Y., Ariawati, K., Widnyana, P. 2018. Prevalens dan karakteristik
penderita retinoblastoma di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008-2015.
Medicina 49.
3. Sutaryo, Hagung P. Retinoblastoma. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG,
Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar Hematologi – Onkologi
anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.h.302
4. Tanto C, Frans L, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius
5. Ilyas S, Yulianti Sri R. 2017. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta : FK UI
6. Dharmawidiarini D, Prijanto, Soebagjo HD. 2010. Ocular survival rate penderita
retinoblastoma yang telah dilakukan enukliasi atau eksenterasi di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya. JOI.
7. Prijanto, Ululil Chusaidah. Prediktor Klinis Terjadinya Invasi Tumor ke Saraf
Optik pada Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Penderita Retinoblastoma
Intraokuler di RSUD Dr. Soetomo. Jurnal Oftalmologi Indonesia.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Panduan Nasional Penanganan
Kanker Retinoblastoma. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN).
9. Daniel G. Vaughan et all. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika.
10. Shabrina Telly N. 2011. Retinoblastoma. Universitas Muhammadiyah Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai