Anda di halaman 1dari 5

DERILIUM YANG TIDAK DIINDUKSI OLEH ZAT ALKOHOL

ATAU PSIKOAKTIF LAINNYA

1. DEFINISI

Delirium adalah sindrom mental organik akut atau subakut ditandai dengan gangguan
kesadaran, gangguan kognitif global, disorientasi, perkembangan gangguan persepsi, defisit
perhatian, penurunan atau peningkatan aktivitas psikomotor (tergantung pada jenis delirium),
gangguan siklus tidur-bangun, dan fluktuasi dalam presentasi [CITATION Del08 \l 1033 ].
Sindrom derilium ini memiliki banyak nama, beberapa literatur menggunakan istilah seperti
acute mental status change, altered mental status, reversible dementia, toxic/metabolic
enchepalopathy, organic brain syndrome, dysergastricreaction dan acute conventional state
[ CITATION Per09 \l 1033 ].

2. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi sindrom delirium di ruang rawat akut geriatric Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) adalah 23% (tahun 2004) seringkali insidensinya mencapai 17%
pada pasien yang sedang dirawat inap. Sindrom deliriu mempunyai dampak buruk, tidak saja
karena meningkatkan resiko kematian sampai 10 kalo lipat namun juga memperpanjang masa
rawat serta meningkatkan kebutuhan keperawatan dari petugas kesehatan [ CITATION Per09 \l
1033 ].

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2009) menyatakan bahwa


faktor pencetus yang sering antara lain: iatrogenik (pembedahan, kateterisasi urin, physical
restrains), obat-obatan psikotropika, gangguan metabolik/cairan (insufisiensi ginjal, dehidrasi,
hipernatremia, hiperglikemia, hipokalemia, azotemia), penyakit fisik/psikiatrik (demam,
infeksi, stress, alcohol, putus obat, fraktur, malnutrisi, dan gangguan pola tidur), serta
perubahan lingkungan (perpindahan ruangan/overstimulation).
Faktor resiko lainnya antara lain: usia > 65 tahun, gangguan faal kognitif ringan (mild
cognitive impairment/MCI) sampai demensia dan hip fracture [ CITATION Nat10 \l 1033 ]. Selain
hal tersebut, gangguan sensorium (penglihatan dan atau pendengaran), polifarmasi, dan
kondisi fisik yang lemah juga menjadi faktor resiko delirium [ CITATION Pot06 \l 1033 ].
Penyakit jantung (gagal jantung, aritia, infark jantung), penyakit paru (COPD), endokrin
(kegagalan adrenal, abnormalitas tiroid atau paratiroid), kelainan hematologi (anemia,
leukemia, diskrasia) dan penyakit hepar serta ginjal juga menjadi kondisi medis yang
melatarbelakangi terjadinya delirium [ CITATION Per12 \l 1033 ].

4. PATOFISIOLOGI

Defisiensi neurotransmitter asetilkolin dihubungkan dengan sindrom delirium.


Penyebabnya antara lain gangguan metabolisme oksidatif di otak yang dikaitkan dengan
hipoksia dan hipoglikemia. Faktor lain yang berperan meningkatnya sitokin otak pada
penyakit akut. Gangguan atau defisiensi asetilkolin atau neurotransmitter serta second
messenger system. [ CITATION Per09 \l 1033 ].

5. GEJALA KLINIS

Berdasarkan pedoman diagnostik dalam Maslim (2001), gejala delirium adalah sebagai
berikut:
1) Gangguan kesadaran dan perhatian:
a. Dari taraf kesadaran berkabut samapai koma
b. Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusarkan, mempertahankan dan
mengalihkan perhatian.
2) Gangguan kognitif secara umum:
a. Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi-seringkalo visual
b. Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang bersifat
sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan
c. Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang
relative masih utuh
d. Disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi tempat dan orang.
3) Gangguan psikomotor
a. Hipo atau hiper-aktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang
lain.
b. Waktu bereaksi yang lebih panjang
c. Arus pembicaraan yang bertambahn atau berkurang
d. Reaksi terperanjat meningkat
4) Gangguan siklus tidur-bangun
a. Insomnia atau, pada kasus yang berat, tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya
siklus tidur-bangun, mengantuk pada siang hari.
b. Gejala yang memburuk pada malam hari
c. Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
setelah bangun tidur
5) Gangguan emosional: depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euphoria, apatis, atau rasa
kehilangan akal.
6) Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang-timbul sepanjang hari dan keadaan
itu berlangsung kurang dari 6 bulan.

6. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Untuk menentukan diagnosis delirium, perlu diperhatikan gejala klinis, indikator yang
timbul dan berikan penilaian berdasarkan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV) atau Short Confusion Assessment Method (Short CAM). Short CAM
biasanya digunakan pada pasien pasca operasi[ CITATION Nat10 \l 1033 ]. DSM-IV terlampir.
Diagnosis banding delirium adalah sebagai berikut:
1) Sindrom organik lain, seperti demensia
2) Gangguan psikotik akut dan sementara
3) Skizofrenia dalam keadaan akut
4) Gangguan afektif + confuntional features
5) Derilium akibat alcohol/zat psikoaktif lain
6) Gangguan stress akut [ CITATION Mas01 \l 1033 ].

7. PENATALAKSANAAN

1) Terapi Farmakologis
Dalam pengobatan delirium, dimulai dengan dosis serendah mungkin dan lakukan
peningkatan dosis secara perlahan jika diperlukan. Semua obat harus ditinjau setidaknya setiap 24
jam. Obat pilihan untuk delirium adalah haloperidol 2-5 mg IV IM yang dapat diberikan sampai
dua jam dengan dosis maksimum 20 mg (oral atau IM. Pada pasien dengan demensia dengan
Badan Lewy dan mereka dengan penyakit Parkinson dapat diberikan pengobatan alternatif berupa
lorazepam 1-2 mg oral yang dapat diberikan sampai dua jam (maksimum 3 mg dalam 24 jam).
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, 2012; Maldonado, 2008).

2) Terapi Non-Farmakologis
a. Psikoterapi suportif yang memberikan perasaan aman dapat membantu pasien
menghadapi frustrasi dan kebingungan akan kehilangan fungsi memorinya.

b. Perlunya reorientasi lingkungan, misalnya tersedia jam besar.

c. Memberikan edukasi kepada keluarga cara memberikan dukungan kepada pasien


[ CITATION Per12 \l 1033 ].

8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul dapat berupa:


1) dekubitus
2) Infeksi nosokomial
3) gangguan fungsional
4) Masalah kontinensia
5) over-sedasi
6) malnutrisi [ CITATION Pot06 \l 1033 ].

9. PROGNOSIS
Pasien dengan sindrom delirium mempunyai resiko 1,71 lebih tinggi untuk meninggal
dalam tiga tahun ke depan dibandingkan yang tidak menderita delirium. [ CITATION Per09 \l
1033 ].

DAFTAR PUSTAKA
Maldonado, J. R., 2008. Delirium in the Acute Care Setting: Characteristics, Diagnosis and
Treatment. Critical Care Clinic, Volume 24, pp. 657-722.
Maslim, R., 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDJG-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
National Institute For Health and Clinical Excellence, 2010. Delirium Diagnosis, Pevention
and Management, London: NICE Clinical Guideline.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, 2012. Delirium. In: Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri. Jakarta: Pengurus Pusat
PDSKJI, pp. 7-14.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009. Sindrom Delirium (Acute
Confusional State). In: A. W. Sudoyo, et al. eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, pp. 907-912.
Potter, J. & George, J., 2006. The Prevention, Diagnosis and Management of Delirium in
Older People: Concise Guideline. Clinical Medicine, 6(3), pp. 303-308.

Anda mungkin juga menyukai