Makalah Jabariyah
Makalah Jabariyah
Dosen Pengampu:
Hj. Nani Mukaromah
MAKALAH AGAMA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Perorangan Mata Kuliah Pendidikan Agama
Islam
Oleh:
Kelas : D3-1A
NIM : P17334119023
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami berikan kepada Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “MUNCULNYA ALIRAN JABARIYAH DALAM
ISLAM”.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
........................................................................................................................................... 1
Latar Belakang...................................................................................................................
........................................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah.............................................................................................................
........................................................................................................................................... 2
Tujuan Penulisan...............................................................................................................
........................................................................................................................................... 2
Manfaat Penulisan.............................................................................................................
........................................................................................................................................... 2
3
3.2 Pengertian dan Ciri-Ciri Aliran Khawarij..........................................
........................................................................................................................................... 6
4.1 Kesimpulan...........................................................................................
......................................................................................................................................... 12
4.2 Saran......................................................................................................
......................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
......................................................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persoalan iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran
Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pentingnnya masalah
aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika
berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh
perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral
dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang
menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang
Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam
berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya
4
sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah
kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang
membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi
seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya
perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam
bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan
politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat
mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu
demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang
berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya
masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan
kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak
mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang
kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan
Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu
Mu'tazilah, Asy’ariyah, Khawarij, Jabariyah dan Murji’ah serta aliran-aliran
lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah Dalam makalah
ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah .
Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-
ajarannya secara umum.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian aliran Jabariyah?
2. Bagaimana asal-usul aliran Jabariyah?
3. Siapa saja tokoh dan bagaimana ajarannya dalam aliran Jabariyah?
4. Bagaimana pokok-pokok ajaran dalam aliran Jabariyah?
5
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian aliran Jabariyah.
2. Mengetahui asal-usul aliran Jabariyah.
3. Mengetahui tokoh-tokoh dan ajarannya dalam aliran Jabariyah.
4. Mengetahui pokok-pokok ajaran dalam aliran Jabariyah.
BAB II
PEMBAHASAN
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
1
Sedangkan menurut Al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut
kepada Allah SWT. Oleh karena itu, aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi
perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
1
. Ghayah Al-Amidy. Al-Maram fi Ilmi al-Kalam. (Al-Qahirah: Al-Majlis al-Ala li Syu’un al-
Islamiyah, 1971), hlm. 85.
6
Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata
jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan
sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha
Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan
dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain
adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
7
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat
munculnya golongan Qadariyah, yaitu pada paruh pertama abad ke-2 H / ke-8 M.
Paham jabariyah berkembang pesat pada kekuasaan Daulat Umayyah (661-750
M), dukungan bani Umayyah kepada Jabariyah didasarkan pada pengabsahan
teologis yang diberikan kaum Jabariyah atas kekuasaan Umayyah. Menurut
Jabariyah, khilafat yang dipegang Bani Umayyah adalah ketentuan dan takdir
Ilahi yang harus diterima setiap orang, meskipun diketahui bahwa kursi
kekhalifahan itu dipegang oleh Bani Umayyah melalui tipu daya yang sangat licik
terhadap Ali bin Abi Thalib. Namun bagi Jabariyah semua itu sudah merupakan
ketentuan Allah dan setiap muslim tidak kuasa menghindarinya. Selanjutnya,
Jabariyah juga memberikan legitimasi atas sistem pergantian kekuasaan yang
dilakukan Bani Umayyah secara turun temurun (monarki).
Selain itu ia juga berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat-sifat yang
dimiliki manusia. Karena apabila sifat-sifat yang dimiliki manusia juga disifatkan
2
. Harun Nasution, Op.Cit, hlm. 33.
8
kepada Tuhan, maka hal ini dipandang amat berbahaya dan dikhawatirkan akan
membawa amat tasybih, seperti keadaan Allah itu tahu dan hidup.3
َولَوْ أَنَّنَا نَ َّز ْلنَا إِلَ ْي ِه ُم ْال َماَل ئِ َكةَ َو َكلَّ َمهُ ُم ْال َموْ ت َٰى َو َحشَرْ نَا َعلَ ْي ِه ْم ُك َّل َش ْي ٍء قُبُاًل َما
ََكانُوا لِي ُْؤ ِمنُوا إِاَّل أَ ْن يَ َشا َء هَّللا ُ َو ٰلَ ِك َّن أَ ْكثَ َرهُ ْم يَجْ هَلُون
“Kalau sekiranya kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-
orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan kami kumpulkan
(pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan
beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.” (QS. Al-An’am:111).6
c) QS. Al-Anfal ayat 17:
3
. HM. Laily Mansur LPH, Pemikiran Kalam Islam. Pustaka Perdana & LSIK, 1994, hlm. 36.
4
. HM. Laily Mansur LPH. Ibid, hlm. 37.
5
. Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 724.
6
. Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 206.
9
فَلَ ْم تَ ْقتُلُوهُ ْم َولَ ِك َّن هَّللا َ قَتَلَهُ ْم َو َما َر َميْتَ إِ ْذ َر َميْتَ َولَ ِك َّن هَّللا َ َر َمى َولِيُ ْبلِ َي
ْال ُم ْؤ ِمنِينَ ِم ْنهُ بَاَل ًء َح َسنًا إِ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan
tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar
ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat
demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan
kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Anfal:17). 7
d) QS. Al-Insan ayat 30:
َو َما تَ َشاءُونَ إِاَّل أَ ْن يَ َشا َء الَّهُ ۚإِ َّن الَّهَ َكانَ َعلِي ًما َح ِكي ًما
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki
Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Insan:30). 8
7
. Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 263.
8
. Departemen Agama RI, Ibid, hlm. 1006.
10
Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai Perang Siffin ditanya oleh seorang tua
tentang qadar (ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa.
Orang tua itu bertanya, “Bila perjalanan (menuju perang Siffin) itu terjadi
dengan qadha dan qadar Tuhan, tak ada pahala sebagai balasannya.” Ali
menjelaskan bahwa qadha dan qadar bukanlah paksaan Tuhan. Ada pahala
dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia. Sekiranya qadha dan
qadar itu merupakan paksaan, batallah pahala dan siksa, gugur pulalah
makna janji dan ancaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas pelaku
dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang baik.
Pada pemerintahan Bani Umayyah. Pandangan tentang al-jabar semakin
mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abas, melalui suratnya, memberikan
reaksi keras kepada penduduk Syiria yang diduga berpaham Jabariyah.9
Paparan di atas telah memberikan informasi, bahwa benih-benih paham
Jabariyah telah lahir semenjak Rasulullah SAW masih hidup dan berkembang
semakin kompleks setelah beliau wafat bahkan ketika pemerintahan Umar dan Ali
yang meluas hingga masa kekuasaan Bani Umayyah.
9
. Rosihon Anwar, Ilmu Kalam ,hlm. 64-65.
11
Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H /
845 M). Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak
terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan
menghendaki kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia menghendaki
manfaat dan mudharat.
Dhirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin
tersebut sepakat meniadakan sifat-sifat Tuhan dan keduanya juga
berpendirian bahwa Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa,
dalam pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak pula ‘ajiz
(lemah).
Dari ketiga golongan ini, Syahrastani mengklarifikasikan menjadi dua
bagian besar. Pertama, Jabariyah ekstrim yang berpendapat bahwa baik tindakan
maupun kemampuan manusia melakukan suatu kemauan atau perbuatannya tidak
efektif sama sekali. Kedua Jabariyah moderat yang berpandangan bahwa manusia
mempunyai sedikit kemampuan untuk mewujudkan kehendak dan perbuatannya.
Tokoh pemuka ajaran aliran Jabariyah ekstrim adalah:
a. Jahm bin Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jahm bin Safwan. Ia berasal dari
Khurasan, bertempat tinggal di Khufah; ia seorang da’i yang fasih dan lincah
(orator); ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang
menentang pemerintah Bani Umayyah di Khurasan.
Adapun doktrin Jahm tentang hal-hal yang berkaitan dengan teologi adalah:
Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya,
tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat
Jahm tentang keterpaksaan ini lebih terkenal dibanding dengan pendapatnya
tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat
Tuhan, dan melihat Tuhan di akhirat.
12
Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,
pendapatnya sama dengan konsep iman yang diajukan kaum Murji’ah. 10
Kalam Tuhan adalah Makhluk. Al-Qur’an adalah mahluk yang dibuat
sebagai suatu yang baru (hadis). Adapun pahamnya tentang melihat Tuhan,
Jahm berpendapat bahwa, Tuhan sekali-kali tidak mungkin dapat dilihat
oleh manusia di akhirat kelak.
Surga dan neraka tidak kekal. tentang keberadaan surga-neraka, setelah
manusia mendapatkan balasan di dalamnya, akhirnya lenyaplah surga dan
neraka itu. Dari pandangan ini nampaknya Jahm dengan tegas mengatakan
bahwa, surga dan neraka adalah suatu tempat yang tidak kekal.11
b. Ja’ad bin Dirham
Al-Ja’ad adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia
dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan
teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani
Umayyah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani
Umayyah menolaknya. Kemudian Al-Ja’ad lari ke Kuffah dan di sana ia bertemu
dengan Jahm, serta mentransfer pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan
disebarluaskan.
Doktrin pokok Ja’ad secara umum sama dengan pikiran Jahm, yaitu:
Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru
itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.
Allah tidak memiliki sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara,
melihat, dan mendengar.
Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya. 12
Adapun perbedaan yang paling signifikan dari kedua golongan tersebut
terletak pada pendapat tentang perbuatan manusia itu. Kelompok ekstrim
memandang bahwa manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri dan tidak mempunyai pilihan, manusia dalam perbuatan-perbuatannya
10
. Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hlm. 67.
11
. Taib Thakhir Abd. Mu’in, Ilmu Kalam (Cet. Ke- 8; Jakarta: Penerbit Wijaya, 1980), hlm. 102.
12
. Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hlm. 68.
13
adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. 13
Sedangkan menurut kaum moderat, Tuhan memang menciptakan perbuatan
manusia, baik perbuatan jahat maupun baik, tetapi manusia mempunyai bagian di
dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya.
Yang termasuk pemuka Jabariyah moderat adalah:
a. An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H).
Para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-
pendapatnya adalah:
Tidak semua perbuatan manusia bergantung kepada Tuhan secara mutlak,
artinya Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan itu
positif maupun negatif. Tetapi dalam melakukan perbuatan itu, manusia
mempunyai andil. Daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh Tuhan
mempunyai aspek, sehingga manusia mampu melakukan perbuatan itu.
Daya yang diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang
disebut dengan kasb/acuisition. 14
Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan
bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata
sehingga manusia dapat melihat Tuhan. 15
b. Adh- Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan
manusia sama dengan Husein An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya
merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan
perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak
13
. Harun Nasution, Teologi Islam, hlm. 34.
14
. Ahmad Amin, Fajr al-Islam, Maktabah al-Naddhahbal Misriyah, Qahiroh, 1975, hlm. 46.
15
. Sahilun Nasir A, Pengantar Ilmu Kalam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994).
14
hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut
berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
16
B. SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Muin, Taib Thakhir. 1980. Ilmu Kalam. Jakarta: Penerbit Wijaya Cet. 8.
http://pintumakalah.blogspot.com/2013/10/makalah-lengkap-aliranjabariyah.html
(diakses pada tanggal 5 November 2014 pukul 18.36)
http://windahidayatulh2393.blogspot.com/2013/04/makalah-ilmu-tauhid-
jabariyah.html (diakses pada tanggal 5 November 2014 pukul 20.54)
Mansur LPH, HM Laily. 1994. Pemikiran Kalam Islam. Pustaka Perdana & LSIK.
Sahilun A. Nasir, Drs. H. 1996. PENGANTAR ILMU KALAM. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, Cet. 3.
18