Anda di halaman 1dari 38

MALAKAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS

DOSEN PENGAMPU :

BERNADETHA TRI HANDINI M. Tr. Kep.

DISUSUN OLEH :

1. PRISCILLA ANANDA IMANUEL 113063C118034


2. RICKY SAPUTRA 113063C118035
3. RISAE APRIANI 113063C118036
4. RISNO 113063C118037
5. TRI SUSANTO 113063C118040

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGATAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya, makalah
ini berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS”,

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada kita
semua. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan didalamnya. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makah ini, agar makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih

Banjarmasin, 14 februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

A. Anatomi.................................................................................................................................1

B. Fisiologi.................................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................5

A. Definisi Gagal Ginjal Kronis.................................................................................................5

B. Etiologi..................................................................................................................................5

C. Manifestasi Klinis.................................................................................................................5

D. Patofisiologi..........................................................................................................................6

1. Stadium...............................................................................................................................8

2. Respons Gangguan pada GGK...........................................................................................9

E. Pemeriksaan penunjang.......................................................................................................11

F. Penatalaksanaan..................................................................................................................12

BAB III..........................................................................................................................................14

A. Pengkajian...........................................................................................................................14

B. Diagnosa Keperawatan........................................................................................................16

C. Intervensi dan Rasional.......................................................................................................17

D. Implementasi Keperawatan.................................................................................................28

E. Evaluasi...............................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................33
BAB I
ANATOMI FISIOLOGI GINJAL

A. Anatomi
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam mengatur
keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa
dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk
dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ
retroperitoneal (Snell, 2006). Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan
kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal dexter terletak sedikit
lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobusn hepatis yang besar. Masing-masing ginjal
memiliki fasies anterior, fasies inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan
ekstremitas inferior (Moore, 2002). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula
adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal memiliki bagian
yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis
yang masing-masing memiliki papilla renalis di bagian apeksnya. Di antara piramis renalis
terdapat kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis renalis (Snell, 2006)

Gambar 1.1 . Letak Anatomi Ginjal (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)

1
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa darahdengan
kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis
masing-masing arteri menjadi lima cabang arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis.
Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan Bersatu membentuk pola yang berbeda-beda,
untuk membentuk vena renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, dan vena
renalis sinistra lebih panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis
bermuara ke vena cava inferior (Moore, 2002). Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari
arteri segmentalis dimana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis.
Selanjutnya, arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju
korteks di antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri interlobaris
bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri lengkungan piramis renalis. Arteri
arkuata mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi arteriol aferen (Snell,
2006).

B. Fisiologi
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang masing-masing dari
nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron
baru, oleh sebab itu, pada trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya
menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena
adanya proses adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood, 2001).

Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus
(kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah sedangkan tubulus
merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah difiltrasi menjadi urin dan
dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari jaringan kapiler glomerulus bercabang
dan beranastomosis yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60mmHg),
dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.

2
Gambar 1.2. Ginjal dan nefron (Sumber : Fisiologi Ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)

Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dilingkupi
dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula
Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari
tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle
terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula
densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah
itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin
mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur pelvis
renalis (Berawi, 2009).

Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat darah mengalir melalui
glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah
pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter filtrat glomerulus.
Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini
berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal setiap

3
harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin
dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal
yangdapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh.
Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus ini disebut
sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi
diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian kejantung untuk kembali
diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan
1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat-
zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak
diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi
tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen
tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam
tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma
yang mengalir melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke
dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma
ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut,
terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi (Sherwood, 2001).

Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah
dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat
elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah
merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari
elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan asam-basa dari tubuh.
Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme
protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah
Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor
dalam ginjal memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan
konsentrasi apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari
latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkin air dan urin
menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urinadalah jauh lebih encer,
dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatu hormon yang diproduksi dalam

4
ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem regulasi cairan dan tekanan darah tubuh
(Ganong, 2009)

5
BAB II
KONSEP PENYAKIT PADA GAGAL GINJAL KRONIS

A. Definisi Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.

C. Etiologi
Banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi,
apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di
luar ginjal.

1. Penyakit dari ginjal.


a. Penyakit pada saringan (glomerolus) : glomerulonefritis.
b. Infeksi kuman : pyelonephritis, ureteritis.
c. Batu ginjal : nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal : polcystis kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan : batu, tumor penyempitan/striktur

2. Penyakit umum diluar ginjal


a. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolestrol tinggi.
b. Dyslipidemia.
c. SLE.
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
e. Preeklamsi.
f. Obat-obatan.
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).

6
D. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya:

1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga
25% dari normal
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nocturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar creatinine serum dan BUN sedikit meningkat diatas
normal
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sidrom uremik (lemanh, letargi, anoreksia,
mual muntah, nocturia, kelebihan volume ciran (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan
GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam dan
terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek[ CITATION Nur15 \l 1033 ]
E. Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal nefron-nefron sisa yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang
ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan pregresif nefron-nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan
meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi
protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk
jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun
drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari

7
sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada
setiap organ tubuh.

Dampak dari gagal ginjal kronis memberikan berbagai masalah keperawatan. Mekanisme
dari munculnya masalah keperawatan dalam pathway berikut.

8
Gambar 2.1. patofisiologi GGK ke masalah keperawatan pada sistem pernapasan, sistem
kardiovaskular, dan sistem saraf

Gambar 2.2. patofisiologi GGK ke masalah keperawatan pada sistem hematologi, sistem
musukuloskeletal, sistem pencernaan, sistem urogenital, endokrin, integumen dan psikologi

9
1. Stadium
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-stadium
gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut.

1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron
yang mati.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal.
Hanya sedikit nefron yang fungsional yang tersisa. Pada seluru ginjal ditemukan jaringan
parut dan atrofi tubulus.

2. Respons Gangguan pada GGK


a) Ketidakseimbangan cairan.
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine
(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak
disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan
beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut
dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi
osmotic diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, mak ginjal tidak
mampumenyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan
plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan
cairan dengan retensi air dan natrium.
b) Ketidakseimbagan Natrium.
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius di man ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai
200 meq per hari. Variasi kehilangan natriumberhubungan dengan intact nephron theory.
Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron, maka terjadi pertukaran natrium.
Nefron menerima kelebihan natrium seingga menyebabkan GFR menurun dan
dehidrasi. Kehilangan natrium lebih natrium meningkat pad gangguan gastrointestinal,
terutamamuntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.

10
Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun
terjadi kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di
atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun diawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium
kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini
natrium dalam diet dibatasu yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.

c) Ketidakseimbangan Kalium.
Jika keseimbangan cairan dan asidosis etabolik terkontrol, maka hiperkalemia
jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi
aldosterone. Selam urine output dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara.
Hiperkalimea terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hyperkalemia juga merupakan karakteristik
dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler
ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini akan menyebabkan ekskresi kalium
meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3,
meningkat ; HCO3 menurun dan natrium bertahan.

d) Ketidakseimbangan Asam Basa

Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion


hydrogen untuk menjaga pH darah normal.disfungsi renal tubuler mengakibatkan
ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umumnya penurunan ekskresi H +
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus menerus dibentuk oleh
metabolisme dalam tubuh dan tidak difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler
tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan.
Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolic
memungkinkan terjadinya osteodistrofi.

e) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfor.

Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, mobilisasi kalsium dari tulang, dan depresi

11
reabsorpsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari normal,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder.
Metabolism vitamin D terganggu dan bila hiperparathyroiddisme berlangsung dalam
waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.

f) Anemia

Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut.

1) Kerusakan produksi eritropoietin.


2) Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
3) Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialysis, dan
pengembalian darah untuk pemeriksaan laboratorium.
4) Intake nutrisi tidak adekuat.
5) Defisiensi folat.
6) Defisiensi iron/zatbesi.
7) Peningkatan hormone paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis,
menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun.
g) Ureum Kreatinin.

Urea yang merupakan hasil metabolic protein meningkat (terakumulasi). Kadar


BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat
terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Penilaian kreatinin serum
adalah indicator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama
dengan julah yang diproduksi tubuh.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a) Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
b) Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.

12
Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatitinin, pada diet rendah
protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun,
c) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hyperkalemia: biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3
pada GGK.
e) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutams isoenzim
fosfatase lindi tulang.
f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolism dan diey rendah protein.
g) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
h) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan peninggian
hiormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, BE
yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2. Pemeriksaan Diagnostik Lain
a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya
suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
b) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya; usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
c) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan
prostat.
d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskular,
perenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
e) EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hyperkalemia).

13
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut.

1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hyperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia ; menyebabkan cairan, protein, dan natriumdapat dikonsumsi secara bebas ;
menghilangkan kecenderungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hyperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hyperkalemia juga dapat
didioagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hyperkalemia, maka pengobatannya
adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na, Bikarbonat.
3. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditunjukkan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Trnsfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi coroner.
4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan yang harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parental. Pada permulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialysis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa, metildopa, dan vasodilator
dilakukan. Mengurangi intake garam dan mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokan ginjal yg sehat ke pasien GGK, maka seluruh
faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru

14
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIS

A. Pengkajian
1. Keluhan Utama

Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia),mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan
gatal pada kulit.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia, dan perubahan
pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi
masalahnya dan mendapat pengobatan apa.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Protastic Hyperplasia, dan
prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang,penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi tehadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.

4. Psikosial

Adanya perubahn fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan,
gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).

5. Pemeriksaan Fisik

15
a) Keadaan Umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat, tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat memengaruhi sistem saraf
pusat. Pada TTV sering didapatkannnya adanya perubahan; RR meningkat.
Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

B1 (Breathing). Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering


didapatkan pada fase ino. Respons uremia didapatkan adanya pernapasan
Kussmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

B2 (Blood). Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan


menemukan adanya friction rubyang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin,
CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.

Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai


akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.

B3 (Brain). Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,


seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome,
“kram otot, dan nyeri otot.

B4 (Bladder). Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi


penurunan libido berat.

B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare


sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
cerna sehingga sering didaptkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

16
B6 (Bone). Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,
pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan
gerak sendi.

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia


dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi

H. Diagnosa Keperawatan
1. Actual/risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH pada
cairan serebropinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan
membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons
asidosis metabolik.
2. Actual/ risiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan denan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/ penumpukan urea toksin, klasifikasi jaringan lunak.
3. Aktual/risko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal sekunder
dari hiperkalemi.
4. Aktual/risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine,
retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosterone sekunder dari penurunan GFR.
5. Aktual/risiko penurunan perfusi seleberal berhubungan dengan penurunan pH pada cairan
serebrospinal sekunder dari asidosis metabolic.
6. Aktual/risiko deficit neurologis, kejang berhubungan dengan gangguan transmisi sel-sel
saraf sekunder dari hiperkalsemi.
7. Aktual/risiko tinggi terjadi cedera (profil adarah abnormal) berhubungan denagn
penekanan, produksi/ sekresi eritropoietin, penurunan produksi sel darah mera, gangguan
factor pembekuan, peningkatan kerapuhan vascular.
8. Aktual/risiko terjadinya keruasakan inegritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan
turgor kulit , penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.

17
9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
10. Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
11. Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema ekstremitas dan
kelemahan fisik secara umum.
12. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit dan
perubahan kesehatan.
13. Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh,
tindakan dialisis, koping maladaptif.

I. Intervensi dan Rasional


DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

18
Aktual/resiko Dalam waktu 1 x 1. Monitor tekanan darah, 1. Adanya edema paru,
tinggi aritmia 24 jam curah
nadi, catat bila ada kongesti vascular, dan
berhubungan jantung
dengan gangguan mengalami perubahan tanda-tanda keluhan dyspnea
konduksi elektrikal peningkaatan.
vital dan keluhan menunjukkan adanya
sekunder dari Kriteria Evaluasi :
hiperkalemi 1. Klien tidak dyspnea. gagal ginjal. Hipertensi
gelisah, klien 2. Beri oksigen 3 l/menit. yang signifikan
tidak 3. Monitoring EKG. merupakan akibat dari
mengeluh 4. Pemberian sulemen gangguan renin
mual muntah kalium oral seperti obat angiotensin dan
2. TTV dalam aspar K. aldosteron. Ortostatik
batas normal, 5. Manajemen pemberian hipotensi juga dapat
akral hangat, kalium intravena. terjadi akibat dari
CRT <3 detik, deficit carian
EKG dalam interavaskular.
batas normal, 2. Memberi asupan
kadar kalium oksigen tambahan yang
dalam batas di berikan tubuh.
normal 3. Melihat adanya
kelainan konduksi
listrik jantung yang
dapat menurunkan
curah jantung.
4. Kalium oral (Aspar K)
dapat menghasilkan
lesi usus kecil ; oleh
karena itu, klien harus
di kaji dan diberi
peringatan tentang
distensi abdomen,
nyeri, atau pendarahan
GI. Pada kasus yang

19
berat, pemberian
kalium harus d alam
larutan nondekstrosa,
sebab dekstrosa
merangsang pelepasan
insulin sehingga
menyebabkan K +¿¿
berpindah masuk ke
dalam sel. Kecepatan
infus tidak boleh
melebihi 20 mEq K +¿¿ /
jam untuk menghindari
terjadinya
hyperkalemia.
Kehilangan kalium
harus diperbaiki setiap
hari ; pemberian
kalium adalah
sebanyak 40-80
mEq /L perhari. Pada
situasi kritis, larutan
yang lebih pekat
(seperti 20 mEq / dl )
dapat diberikan melalui
jalur sentral. Pada
situasi semacam ini
klien harus dipanttau
melalui EKG dan di
observasi perubahan
pada kekuatan otot.
Aktual/resiko. Dalam waktu 1. Kaji adanya edema 1. Curiga gagal
Tinggi terhadap 1x24 jam tidak

20
kelebihan vume terjadi kelebihan ektremitas. kongestif/kelebihan
cairan b/d volume carian
2. Istirahatkan atau volume carian.
penurunan volume sistemik.
urine, retensi Kriteria evaluasi : anjurkan klien untuk 2. Menjaga klien dalam
cairan dan Klien tidak sesak
tirah baring pada saat keadaan tirah baring
natrium. nafas, edema
ektremitas edema masih terjadi. selama beberapa hari
berkurang, piting
3. Kaji tekanan darah mungkin diperlukan
edema (-),
produksi urine 4. Ukur intake dan ouput. untuk meningkatkan
>600 ml/hr
5. Timbang berat badan. diuresis yang
6. Berikan oksigen bertujuan mengurangi
tambahan dengan edema.
kanula nasal/masker 3. Sebagai salah satu
sesuai dengan indikasi. cara untuk mengetahui
7. Berikan diet tanpa peningkatan jumlah
garam. carian yang dapat
8. Berikan diet rendah diketahui dengan
protein tinggi kalori. meningkatkan beban
9. Berikan diuretic, kerja jantung yang
contoh: furosemide, dapat diketahui dari
spironolakton, meningkatnya tekanan
hidronolakton. darah.
10. Adenokortikosteroid, 4. Penurunan curah
golongan prednisone. jantung
11. Lakukan dialysis. mengakibatkan
gangguan perfusi
ginjal, retensi
natrrium/air, dan
penurunan urine
output.
5. Perubhan tiba-tiba
dari berat badan
menunjukkan

21
gangguan
kesimbangan carian.
6. Meningkatkan sedian
oksigen untuk
kebutuhan miokard
untuk melawan efek
hipoksia / iskemia.
7. Natrium
meningkatkan retensi
carian dan
meningkatkan volume
plasma.
8. Diet rendah protein
untuk menurunkan
insufisiensi renal dan
retensi nitrogen yang
akan meningkatkan
BUM . diet tinggi
kalori untuk cadangan
energi dan
mengurangi
katabolisme protein.
9. Diuretik bertujuan
untuk menurunkan
volume plasma dan
menurunkan risiko
terjadinya edema
paru.
10. Adenokortikosteroid,
golongan prednisone
digunakan untuk

22
menurunkan
proteinuria.
11. Dialisis akan
menurunkan volume
carian yang berlebih.

Actual/risiko Dalam waktu 1. Kaji terhadap 1. Perubahan mungkin


terjadinya 3x24 jam tidak
kekeringan kulit, disebabkan oleh
kerusakan terjadi kerusakan
integritas kulit b.d integritas kulit. pruritis, ekskoriasi, penurunan aktivitas
gangguan status Kriteria evaluasi :
dan infeksi. kelanjar keringat atau
metabolic, Kulit tidak
sirkulasi (anemia, kering,hiperpigme 2. Kaji terhadap adanya pengumpulan kalsium
iskemia jaringan ) ntasi berkurang,
petekie dan purpura. dan fosfat pada
dan sensi memar pada kulit
(neuropati ferifer), berkurang. 3. Monitor lipatan kulit lapiran kutaneus.
penurunan turgor
dan area yang edema. 2. Pardarahan yang
kulit, penurunan
aktivitas, 4. Gunting kuku dan abnormal sering
akumulasi areum
pertahankan kuku dihubungan dengan
dalam kulit.
terpotong pendek dan penurunan jumlah dan
bersih. fungsi platelet akibat
5. Berikan pengobatan uremia.
antipruritis sesuai 3. Area-area ini sangat
pesanan. mudah terjadinya
injuri.
4. Penurunan curah
jantung,
mengakibatkan
gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/
ari, dan penurunan
urine ouput
5. Mengurangi stimulus
gatal pada kulit.
Gangguan konsep Dalam waktu 1 1. Kaji perubahan dari 1. Menentukan bantuan

23
diri (gambar diri) jam pasien gangguan persepsi dan individual dalam
berhubungan mampu
hubungan dengan menyusun rencana
dengan penurunan mengembangkan
fungsi tubuh, koping yang derajat perawatan atau
tindakan dialysis, positif
keditakmampuan pemelihan intervensi
koping maladaptif Kriteria evaluasi :
1. Pasien 2. Identifikasi arti dari 2. Mekanisme koping
kooperatif kehilangan atau pada beberapa pasien
pada setiap disfungsi pada pasien dapat menerima dan
intervensi 3. Anjurkan pasien untuk mengatur perubahan
keperawatan mengekspresikan fungsi secara efektif
2. Mampu perasaaan dengan sedikit
menanyakan 4. Catat ketika pasien penyesuaian diri,
atau menyatakan sedangkan yang lain
mengomunik terpengaruh seperti mengalami koping
asikan dengan sekarat atau maladaptive dan
orang mengingkari dan mempunyai kesulitan
terdekat menyatakan inilah dalam
tentang kematian membandingkan,
situasi dan 5. Pernyataan pengakuan mengenal, dan
perubahan terhadap penolakan mengatur kekurangan
yang sedang tubuh, mengingatkkan yang terdapat pada
terjadi kembali fakta kejadian dirinya
3. Mampu tentang realitas bahwa 3. Menunjukan
menyatakan masih dapat penerimaan, membantu
penerimaan menggunakan sisi pasien untuk mengenal
diri terhadap yang sakit dan belajar dan mulai
situasi mengontrol sisi yang menyesuaikan dengan
4. Mengakui sehat perasaan tersebut
dan 6. Bantu dan anjurkan 4. Mendukung penolakan
menggabungk perawatan yang baik terhadap bagian tubuh
an perubahan dan memperbaiki atau perasaan negatif
ke dalam kebiasaan terhadap gambaran

24
konsep diri 7. Anjurkan orang yang tubuh dan kemampuan
dengan cara terdekat untuk yang menunjukan
yang akurat mengijinkan pasien kebutuhan dan
tanpa harga melakukan sebanyak- intervensi, serta
diri banyaknya hal-hal dukungan emosional
untuk dirinya 5. Membantu pasien
8. Dukung perilaku atau untuk melihat bahwa
usaha seperti perawat menerima
peningkatan minat kedua bagian sebagai
atau partisipasi dalam bagian dari seluruh
aktivitas rehabilitas tubuh . mengijinkan
9. Monitor gangguan pasien untuk
tidur peningkatan merasakan adanya
kesulitan konsentrasi, harapan dan mulai
letargi, dan withdrawl menerima situasi baru
10. Kolaborasi :rujuk pada 6. Membantu
ahli neuropsikologi meningkatkan perasaan
dan konseling bila ada harga diri dan
indikasi mengontrol lebih dari
satu area kehidupan
7. Menghidupkan kembai
perasaan kemandirian
dan membantu
perkembangan harga
diri serta memengaruhi
proses rehabilitasi
8. Pasien dapat
beradaptasi terhadap
perubahan dan
pengertian tentang
peran individu masa

25
mendatang
9. Dapat mengindikasikan
terjadinya depresi.
Umumnya depresi
terjadi sebagai
pengaruh stroke di
mana memerlukan
intervensi dan evaluasi
lebih lanjut
10. Dapat memfasilitasi
perubahan peran yang
penting untuk
perkembangan
perasaan
Perubahan nutrisi : mempertahankan 1. Kaji status nutrisi : 1. Menyediakan data
kurang dari masukan nutrisi
perubahan berat badan, dasar untuk memantau
kebutuhan tubuh yang adekuat
berhubungan nilai laboratorium perubahan dan evaluasi
dengan anoreksia,
(BUN, kreatinin, intervensi.
mual, muntah,
pembatasan diet protein, besi dan 2. Pola diet dulu dan
dan perubahan
transferin) sekarang dapat
membrane mukosa
mulut 2. Kaji pola diet nutrisi : dipertimbangkan dalam
riwayat diet, makanan memyusun menu.
kesukaan, dan hitung 3. Menyediakan
kalori. informasi mengenai
3. Kaji factor yang factor lain yang dapat
merubah dalam diubah atau
masukan nutrisi : mual, dihilangkan untuk
muntah, anoreksia, diet meningkatkan masukan
yang tidak diet.
menyenangkan, 4. Mendorong
depresi, kurang peningkatan masukan

26
memahami pembatasan, diet.
stomatitis. 5. Protein lengkap
4. Menyediakan makanan diberikan untuk
kesukaan paien dalam mencapai
batas-batas diet. keseimbangan nitrogen
5. Tingkatkan masukan yang diperlukan untuk
protein yang pertumbuhan dan
mengandung nilai penyembuhan.
biologis tinggi, seperti 6. Mengurangi makanan
telur, daging, produk dan protein yang
susu. dibatasi dan
6. Anjurkan kepada pasien menyediakan kalori
jika makan camilan untuk energi.
yang mengandung 7. Meningkatkan
tinggi kalori, rendah pemahaman pasien
protein, rendah tentang hubungan
natrium, diantara waktu antara diet urea,
makan. kreatinin dengan
7. Jelaskan alasan penyakit ginjal.
pembatasan diet dan 8. Factor yang tidak
hubungannya dengan menyenangkan dapat
penyakit ginjal dan menimbulkan
peningkatan urea dan anoreksia.
kreatinin. 9. Untuk memantau status
8. Ciptakan lingkungan cairan dan nutrisi.
yang menyenangkan 10. Masukan protein yng
selama waktu makan. tidak adekuat dan
9. Timbang berat badan menurunkan kadar
setiap hari albumin dan protein
10. Kaji bukti adanya lain, menimbulkan
masukan protein yang edema, perlambatan

27
tidak adekuat, seperti penyembuhan
edema, penurunan
albumin serum dan
penyembuhan yang
lambat.
Kurang meningkatkan 1. Kaji pemahaman 1. Merupakan informasi
pengetahuan pengetahuan
mengenai penyebab dasar untuk penjelasan
tentang kondisi mengenai kondisi
dan penanganan dan penanganan gagal ginjal, dan penyuluhan lebih
yang bersangkutan
konsekuensinya dan lanjut.
penanganannya. 2. Pasien akan belajar
2. Jelaskan fungsi renal tentang gagal ginjal
dan konsekuensi gagal dan penanganan
ginjal sesuai dengan setelah mereka siap
tingkat pemahaman untuk memaami dan
dan kesiapan pasien belajar.
untuk belajar. 3. Pasien memiliki
3. Sediakan informasi informasi yang dapat
baik secara tertulis digunakan untuk
maupun oral dengan klarifikasi selanjutnya
tepat dirumah.

28
intoleransi Berpartisipasi 1. Kaji factor yang 1. Menyediakan
aktivitas dalam aktivitas
menimbulkan informasi mengenai
berhubungan yang dapat
dengan kelemahan ditoleransi keletihan : anemia, indikasi tingkat
anemia, retensi
ketidakseimbangan keletihan.
produk sampah
dan prosedur cairan dan elektrolit, 2. Meningkatakan
dialisis.
retensi produk aktivitas ringan/
sampah, depresi sedang dan
2. Tingkatkan memperbaiki harga diri
kemandirian dalam 3. Mendorong latihan dan
aktivitas perawatan aktivitas dalam batas-
diri yang dapat batas yang dapat
ditoleransi. ditoleransi dan istirahat
3. Anjurkan aktivitas yang cukup
alternative sambil 4. Istirahat yang adekuat
istirahat. setelah dialysis
4. Anjurkan untuk dianjurkan, bagi
istirahat setelah banyak pasien yang
dialysis melelahkan.

J. Implementasi Keperawatan
DIAGNOSA IMPLEMENTASI
Aktual/resiko tinggi aritmia berhubungan 1. Memonitor tekanan darah, nadi, catat bila
dengan gangguan konduksi elektrikal
ada perubahan tanda-tanda vital dan
sekunder dari hiperkalemi
keluhan dyspnea.
2. Memberi oksigen 3 l/menit.
3. Memonitoring EKG.
4. Melakukan pemberian sulemen kalium

29
oral seperti obat aspar K.
5. Memanajemen pemberian kalium
intravena
Aktual/resiko. Tinggi terhadap kelebihan 1. Mengkaji adanya edema ektremitas.
vume cairan b/d penurunan volume urine,
2. Mengistirahatkan atau anjurkan klien
retensi cairan dan natrium
untuk tirah baring pada saat edema masih
terjadi.
3. Mengkaji tekanan darah
4. Mengukur intake dan ouput.
5. Menimbang berat badan.
6. Memberikan oksigen tambahan dengan
kanula nasal/masker sesuai dengan
indikasi.
7. Memberikan diet tanpa garam.
8. Memberikan diet rendah protein tinggi
kalori.
9. Memberikan diuretic, contoh: furosemide,
spironolakton, hidronolakton.
10. Adenokortikosteroid, golongan
prednisone.
11. Melakukan dialysis
Actual/risiko terjadinya kerusakan integritas 1. Mengkaji terhadap kekeringan kulit,
kulit b.d gangguan status metabolic, sirkulasi
pruritis, ekskoriasi, dan infeksi.
(anemia, iskemia jaringan ) dan sensi
(neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, 2. Mengkaji terhadap adanya petekie dan
penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam
purpura.
kulit.
3. Memonitor lipatan kulit dan area yang
edema.
4. Mengunting kuku dan pertahankan kuku
terpotong pendek dan bersih.
5. Memberikan pengobatan antipruritis
sesuai pesanan
Gangguan konsep diri (gambar diri) 1. Mengkaji perubahan dari gangguan

30
berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, persepsi dan hubungan dengan derajat
tindakan dialysis, koping maladaptif
keditakmampuan
2. Mengidentifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada pasien
3. Menganjurkan pasien untuk
mengekspresikan perasaaan
4. Mencatat ketika pasien menyatakan
terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah
kematian
5. Memberikan Pernyataan pengakuan
terhadap penolakan tubuh,
mengingatkkan kembali fakta kejadian
tentang realitas bahwa masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat
6. Menbantu dan anjurkan perawatan yang
baik dan memperbaiki kebiasaan
7. Menganjurkan orang yang terdekat untuk
mengijinkan pasien melakukan sebanyak-
banyaknya hal-hal untuk dirinya
8. Mengukung perilaku atau usaha seperti
peningkatan minat atau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitas
9. Memonitor gangguan tidur peningkatan
kesulitan konsentrasi, letargi, dan
withdrawl
10. Melakukan kolaborasi :rujuk pada ahli
neuropsikologi dan konseling bila ada
indikasi
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan 1. Mengkaji status nutrisi : perubahan berat
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,

31
muntah, pembatasan diet dan perubahan badan, nilai laboratorium (BUN, kreatinin,
membrane mukosa mulut
protein, besi dan transferin)
2. Mengkaji pola diet nutrisi : riwayat diet,
makanan kesukaan, dan hitung kalori.
3. Mengkaji factor yang merubah dalam
masukan nutrisi : mual, muntah, anoreksia,
diet yang tidak menyenangkan, depresi,
kurang memahami pembatasan, stomatitis.
4. Menyediakan makanan kesukaan paien
dalam batas-batas diet.
5. Meningkatkan masukan protein yang
mengandung nilai biologis tinggi, seperti
telur, daging, produk susu.
6. Menganjurkan kepada pasien jika makan
camilan yang mengandung tinggi kalori,
rendah protein, rendah natrium, diantara
waktu makan.
7. Menjelaskan alasan pembatasan diet dan
hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kreatinin.
8. Menciptakan lingkungan yang
menyenangkan selama waktu makan.
9. Menimbang berat badan setiap hari
10. Mengkaji bukti adanya masukan protein
yang tidak adekuat, seperti edema,
penurunan albumin serum dan
penyembuhan yang lambat
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan 1. Mengkaji pemahaman mengenai penyebab
penanganan
gagal ginjal, konsekuensinya dan
penanganannya.
2. Menjelaskan fungsi renal dan konsekuensi

32
gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk
belajar.
3. Menyediakan informasi baik secara tertulis
maupun oral dengan tepat
intoleransi aktivitas berhubungan dengan 1. Mengkaji factor yang menimbulkan
kelemahan anemia, retensi produk sampah
keletihan : anemia, ketidakseimbangan
dan prosedur dialisis.
cairan dan elektrolit, retensi produk
sampah, depresi
2. Meningkatkan kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi.
3. Menganjurkan aktivitas alternative sambil
istirahat.
4. Menganjurkan untuk istirahat setelah
dialysis

K. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan intervansi adalah sebagai
berikut.

1. Pola napas kembali efektif.


2. Tidak terjadi penurunan curah jantung.
3. Tidak terjadi aritmia.
4. Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.
5. Peningkatan perfusi sereberal.
6. Pasien tidak mengalami defisit.
7. Pasien tidak mengalami cedera jaringan lunak.
8. Peningkatan integritas kulit.
9. Terpenuhinya informasi kesehatan.
10. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi.
11. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.

33
12. Kecemasan berkurang.
13. Mekanisme koping yang diterapkan positif

34
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan . Jakarta:
Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

Surharyanto, T., & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA.

35

Anda mungkin juga menyukai