Anda di halaman 1dari 92

Nur Hadi,S.Ag,M.

Pd
Drs. Saiful Huda,M.Pd.I
Muh. Hamdi Ihsan,Lc, M.S.I

ILMU
KALAM
Untuk Pegangan Siswa kelas XII
Peminatan Ilmu-ilmu Agama
MADRASAH ALIYAH
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga buku hadis
untuk pegangan siswa kelas XI peminatan Ilmu-ilmu Agama Madrasah Aliyah dapat tersusun dengan
baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sahabat, keluarganya,
serta orang-orang yang mengikuti ajarannya hingga hari kiamat.
Buku ini disusun berdasarkan Standar Isi Madrasah Aliyah kurikulum 2013 untuk mata
pelajaran Ilmu Kalam peminatan ilmu-ilmu agama kelas XI. Buku ini disusun secara ringkas, padat,
dan jelas, serta dilengkapi dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar, indikator, tujuan
pembelajaran, peta konsep pembelajaran, yang dapat dijadikan pedoman siswa sehingga arah belajar
siswa bisa jelas dan sesuai tujuan. Selain itu buku ini juga disertai gambar-gambar di setiap awal bab
sehingga bisa mendatangkan kreatifitas siswa untuk berfikir tentang materi sebelum melakukan
eksplorasi materi pelajaran. Cara ini ditempuh untuk memberi kenyamanan kepada peserta didik.
Dengan demikian buku ini diharapkan dapat menjadi mitra yang mengasikkan bagi peserta didik
dalam belajar.
Akhirnya, kami menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini masih ada kekurangan, baik
dari sisi metodologi maupun substansi maka saran dan kritik yang konstruktif selalu kami harapkan
untuk perbaikan selanjutnya. Semoga buku ini bermanfaat dan mendapatkan riḍa dari Allah Swt.
amin.

Bandung, Nopember 2013

Penulis
Pedoman Transliterasi Arab-Latin
Berikut ini adalah pedoman transliterasi yang diberlakukan berdasarkan Keputusan Bersama
Mentri Agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 1987
dan Nomor 0543/b/u/1987.
1. Konsonan
No Arab Latin No Arab Latin No Arab Latin
Tidak
1 ‫أ‬
dilamban 11 z ‫ز‬ 21 q ‫ق‬
gkan
2 ‫ب‬ B 12 ‫س‬ s 22 ‫ك‬ k

3 ‫ت‬ T 13 ‫ش‬ sy 23 ‫ل‬ l

4 ‫ث‬ ṡ 14 ‫ص‬ ṣ 24 ‫م‬ m

5 ‫ج‬ J 15 ‫ض‬ ḍ 25 ‫ن‬ n

6 ‫ح‬ ḥ 16 ‫ط‬ ṭ 26 ‫و‬ w

7 ‫خ‬ Kh 17 ‫ظ‬ ẓ 27 ‫ه‬ h

8 ‫د‬ D 18 ‫ع‬ ’ 28 ‫ء‬ ̇

9 ‫ذ‬ Ż 19 ‫غ‬ g 29 ‫ي‬ y

10 ‫ر‬ R 20 ‫ف‬ f

2. Vokal Pendek 4. Diftong


‫ــَـ ـ ـ‬ = a ‫ب‬ َ َ‫َكت‬ kataba ‫َـي‬
ْ ‫ــ‬ = ai ‫ف‬َ ‫َكْي‬ kaifa

‫ــِـ ـ ـ‬ = i ‫ُسئِ َل‬ su ̇ ila ‫ـ ـ َْـو‬ = au ‫َح ْو َل‬ ḥaula

‫ــُـ ـ ـ‬ = u ‫ب‬ ُ ‫يَ ْذ َه‬ yażhabu

3. Vokal Panjang
‫ـ ـ ـَــا‬ = ā ‫ال‬َ َ‫ق‬ qāla

‫ـ ـ ـِــي‬ = ī ‫قِْي َل‬ qīla

‫ـ ـ ـُــو‬ = ū ‫َي ُق ْو ُل‬ yaqūlu


PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU

 Setiap awal bab disajikan kompetensi


inti, kompetensi dasar, Indikator,
tujuan pembelajaran, materi pokok,
dan peta konsep yang memberikan
gambaran sementara kepada siswa
serta dapat mengetahui tujuan dan
target belajar, sehingga siswa dapat
memilih bagaimana cara mempelajari
buku ini..

Gambar-
gambar di
kolom
petunjuk
pengguna
buku ini
diganti sesuai
dengan
tampilan  Sebelum memasuki materi pokok
setelah pembelajaran, ada MUQADDIMAH
dilyout yang menggambarkan arti penting
pembahasan dalam bab. Dan
mengantarkan fikiran pembaca
tentang apa saja yang harus
dipelajari untuk mencapai tujuan
pembelajaran dalam bab .

 Mari Mengamati sebagai


pendekatan scientific yang
merangsang siswa untuk berfikir
mengenai materi yang dipelajari
berdasarkan ilustrasi yang
digambarkan.
 Eksplorasi merupakan sajian
materi bahasan dalam bab sebagai
pancingan agar siswa mencari
materi dari sumber-sumber yang
lain.

 Mengkomunikasikan merupakan
sajian yang mendorong siswa
untuk berani mengungkapkan apa
yang ia fahami dari bab.

 Pendalan Karakter merupakan


sajian untuk mengatahui
perubahan sikap, pengetahuan
dan perilaku siswa

 Uji Kompetensi sebagai lapangan


bagi siswa untuk menguji
kemampuan setelah
mempelajarinya.

 Tugas dan penilaian sikap


merupakan sajian yang mengajak
siswa untuk kreatif dalam
mengambil sebuah pelajaran yang
bisa diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari.

 Hikmah, sajian terakhir


dalam bab yang dapat
memberikan hikmah
kepada siswa.
KOMPETENSI INTI (KI) DAN KOMPETENSI DASAR (KD)
SESUAI
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Ilmu Kalam Kelas XII Madrasah Aliyah
Peminatan Ilmu-Ilmu Agama

KELAS XII SEMESTER 1


Kompetensi inti Kompetensi dasar
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran 1.2. Menghayati dengan benar kedudukan wahyu dan
agama yang dianutnya. akal menurut perspektif aliran kalam
1.3. Meyakini dengan benar mengenai iman dan kufur
menurut perspektif aliran kalam
1.4. Berkomitmen menghindari perbuatan dosa besar
setelah memahami hukum pelaku dosa besar
menurut perspektif aliran kalam
1.5. Menyadari pentingnya keimanan yang benar
setelah memahami mengenai sifat-sifat, perbuatan
dan kehendak Tuhan, kehendak, kekuasaan dan
perbuatan manusia,
1.6. Meyakini kalamullah
1. Menghayati dan Mengamalkan 1.1 Terbiasa mendahulukan wahyu baru akal
perilaku jujur, disiplin, 1.2 Terbiasa beriman dan mghindari prilaku kufur
tanggungjawab, peduli (gotong menurut perspektif aliran kalam
royong, kerjasama, toleran, damai) 1.3 Menghindari dosa besar menurut perspektif aliran
santun, responsif dan pro-aktif dan
kalam
menunjukkan sikap sebagai bagian
1.4 Terbiasa berbuat sesuai dengan
dari solusi atas berbagai permasalahan
kehendak,perbuatan dan sifat Tuhan dan manusia
dalam berinteraksi secara efektif,
sosial dan alam serta dalam dalam pandangan aliran Kalam
menempatkan diri sebagai cerminan 1.5 Terbiasa mengamalkan kalamullah menurut
bangsa dalam pergaulan dunia. perspektif aliran kalam
2. Memahami, menerapkan, 2.1 Menganalisis kedudukan wahyu dan akal menurut
menganalisis dan mengevaluasi perspektif aliran kalam
pengetahuan faktual, konseptual, 2.2 Menganalisis iman dan kufur menurut perspektif
procedural , dan metakognitif aliran kalam
berdasarkan rasa ingin tahunya
2.3 Menganalisis hukum pelaku dosa besar menurut
tentang ilmu pengetahuan,
perspektif aliran kalam
teknologi, seni, budaya, dan
2.4 Menganalisis kehendak,perbuatan dan sifat Tuhan
humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, menurut perspektif aliran kalam
kenegaraan, dan peradaban terkait 2.5 Menganalisis kehendak, kekuasaan dan perbuatan
penyebab fenomena dan kejadian, manusia menurut perspektif aliran kalam
serta menerapkan pengetahuan 2.6 Menganalisis kalamullah menurut perspektif aliran
Kompetensi inti Kompetensi dasar
procedural pada bidang kajian yang kalam
spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan
masalah

3. Mengolah, menalar, menyaji, dan 3.1 Menyajikan peta konsep tentang kedudukan
mencipta dalam ranah konkret dan wahyu dan akal menurut perspektif aliran kalam
ranah abstrak terkait dengan 3.2 Menyajikan peta konsep tentang iman dan kufur
pengembangan dari yang menurut perspektif aliran kalam
dipelajarinya di sekolah secara
3.3 Menyajikan peta konsep tentang hukum pelaku
mandiri, serta bertindak secara efektif
dosa besar menurut perspektif aliran kalam
dan kreatif, dan mampu
3.4 Menyajikan peta konsep tentang
menggunakan metoda sesuai kaidah
keilmuan kehendak,perbuatan dan sifat Tuhan menurut
perspektif aliran kalam
3.5 Menyajikan peta konsep tentang kehendak,
kekuasaan dan perbuatan manusia menurut
perspektif aliran kalam
3.6 Menyajikan peta konsep tentang kalamullah
menurut perspektif aliran kalam

D.6.KELAS XII SEMESTER 2


Kompetensi inti Kompetensi dasar
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran 1.1. Menyadari pentingnya keyakinan yang kuat dalam
agama yang dianutnya. berakidah setelah memahami pemikiran kalam
Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, Muhammad
Iqbal,
1.2. Menyadari pentingnya keyakinan yang kuat dalam
berakidah setelah memahami pemikiran kalam Hamzah
Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin ar-
Raniri, Nawawi al-Bantani, dan Syekh Ahmad Khatib
as-Sambasi
2. Menghayati dan Mengamalkan 2.1. Menunjukkan perilaku yang positif setelah memahami
perilaku jujur, disiplin, pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad
tanggungjawab, peduli (gotong Khan, Muhammad Iqbal,
2.2. Menunjukkan perilaku yang positif setelah memahami
royong, kerjasama, toleran, damai)
pemikiran kalam Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-
santun, responsif dan pro-aktif dan
Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, Nawawi al-Bantani,
menunjukkan sikap sebagai bagian
dan Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi
Kompetensi inti Kompetensi dasar
secara efektif, sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia.

3. Mema 3.1. Menganalisis pemikiran kalam yang dikembangkan


hami, menerapkan,menganalisis Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan
dan mengevaluasi pengetahuan Muhammad Iqbal.
faktual, konseptual, procedural , 3.2. Menganalisis pemikiran kalam Hamzah Fansuri,
dan metakognitif berdasarkan rasa Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri,
ingin tahunya tentang ilmu Nawawi al-Bantani, dan Syekh Ahmad Khatib as-
pengetahuan, teknologi, seni, Sambas serta pengaruhnya
budaya, dan humaniora dengan 3.3. Membandingkan pemikiran kalam Muhammad
wawasan kemanusiaan, Abduh, Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Iqbal,
kebangsaan, kenegaraan, dan Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani,
peradaban terkait penyebab Nuruddin ar-Raniri, Nawawi al-Bantani, dan
fenomena dan kejadian, serta Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
menerapkan pengetahuan
procedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan
masalah
4. Mengol 3.1. Mempresentasikan peta konsep pemikiran kalam
ah, menalar, menyaji, dan mencipta Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan,Muhammad
dalam ranah konkret dan ranah abstrak Iqbal
terkait dengan pengembangan dari 3.2. Mempresentasikan peta konsep pemikiran kalam
yang dipelajarinya di sekolah secara Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin
mandiri, serta bertindak secara efektif ar-Raniri, Nawawi al-Bantani, dan Syekh Ahmad
dan kreatif, dan mampu menggunakan Khatib as-Sambas
metoda sesuai kaidah keilmuan

Kompetensi Inti pada kurikulum Ilmu Kalam kelas X terdiri dari 4 kompetensi. KI-1
berkaitan dengan sikap terhadap Allah SWT, atau sikap spiritual, KI-2 terkait dengan
karakter diri dan sikap social, KI-3 terkait dengan pengetahuan tentang materi ajar atau aspek
kognitif, dan KI 4 terkait dengan penyajian pengetahuan dan ketrampilan.
KI-1, KI-2 dan KI-4 tidak diajarkan secara langsung (direct teaching) tetapi dikembangkan
dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran secara tidak langsung (indirect teaching) pada
setiap materi pokok yang ada pada KI-3.
Dalam pelaksanaanya 4 Kompetensi Inti (KI) yang kemudian dijabarkan menjadi 57
Kompetensi Dasar (KD) seperti tersebut di atas merupakan bahan kajian yang akan
ditransformasikan dalam kegiatan pembelajaran selama satu tahun (dua semester) yang
terurai dalam minimal 36 minggu. Agar kegiatan pembelajaran itu tidak terasa terlalu
panjang maka 36 minggu itu dibagi menjadi dua semester, semester pertama dan
semester kedua. Setiap semester terbagi menjadi 18 minggu. Setiap semester yang 18
minggu itu dilaksanakan ulangan/kegiatan lain tengah semester dan ulangan akhir semester
yang masing-masing diberi waktu 2 jam/minggu. Dengan demikian waktu efektif untuk
kegiatan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Kalam sebagai mata pelajaran peminatan di
Madrasah Aliyah disediakan waktu 2 x 45 menit x 32 minggu/per tahun (16
minggu/semester).
Berdasarkan 49 Kompetensi Dasar (KD) yang ada pada seluruh struktur yang terdapat
pada Kompetensi Inti (KI) terutama 18 Kompetensi Dasar (KD) yang dijabarkan pada
Kompetensi Inti (KI)-3, buku siswa mata pelajaran Ilmu Kalam kelas X disusun menjadi 6
bab dengan rincian 4 bab pada semester satu dan 2 bab pada semester dua. Berikut
diketengahkan pemetaan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam buku
guru dan susunan bab dalam buku siswa mata pelajaran Ilmu Kalam kelas X (peminatan):
Semester 1
BAB KI KD
Prinsip dan Metode Peningkatan 1,2,3 dan 4
Kualitas Akidah
Tauhid dalam Ajaran Islam 1,2,3 dan 4
Syirik dalam Ajaran Islam 1,2,3 dan 4
Ilmu Kalam dalam Ajaran Islam 1,2,3 dan 4
Semester 2
BAB KI KD
Sejarah perkembangan ilmu kalam 1,2,3 dan 4
Aliran dan doktrin aliran dalam Ilmu 1,2,3 dan 4
Kalam
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...... i


Kata Pengantar ...... ii
Daftar Isi ……… iii

BAB I : PERSOALAN-PERSOALAN ILMU KALAM PERSPEKTIF ALIRAN KALAM


1.1. Wahyu dan Akal…………………………………………………………………………………………..3
1.2. Iman dan Kufur……………………………………………………………………………………………5
1.3. Pelaku Dosa Besar……………………………………………………………………………………….9
1.4. Perbuatan Tuhan…………………………………………………………………………………….…12
1.5. Uji kompetensi…………………………………………………………………………………………..15

BAB II : PERSOALAN-PERSOALAN ILMU KALAM PERSPEKTIF ALIRAN KALAM


2.1. Perbuatan Manusia…………………………………………………………………………………..20
2.2. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan……………………………….....................23
2.3. Kalam Allah………………………………………………………………………………………………27
2.4. Sifat-sifat Allah………………………………………………………………………………………...27
2.5. Uji Kompetensi…………………………………………………………………………………………32
2.6.
BAB III : PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN
3.1.Pemikiran Kalam Muh. Abduh…………………………………………………...................37
3.2. Pemikiran Kalam Sayyid Akhmad Khan……………………………………………………...41
3.3. Pemikiran Kalam Muh. Iqbal………………………………………………………………………44
3.4. Uji Kompetensi ………………………………………………………………………………………….49

BAB IV : MENGENAL PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODREN


4.1. Pemikiran Kalam Hamzah Fansury…………………………………………………………….54
4.2. Pemikiran Kalam Syamsuddin as-Sumatrani……………………………………………….55
4.3. Pemikiran Kalam Nuruddin ar-Raniri………………………………………………………….55
4.4. Pemikiran Kalam Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi………………………………….…56
4.4. Uji Kompetensi ………………………………………………………………………………………….59

GLOSARIUM...................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................76
BAB I
PERSOALAN-PERSOALAN POKOK ILMU KALAM
PERSPEKTIF ALIRAN KALAM

Sumber: www.kpindo.com
Perbedaan itu indah dan penuh hikmah

Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa


pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M) yang ditandai dengan munculnya
kelompok dari pendukung Ali yang memisahkan diri karena tidak setuju dengan sikap Ali
yang menerima tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Kelak kelompok tersebut dikenal dengan sebutan Khawarij (pembelot, atau pemberontak,
atau yang keluar).
Kelompok yang kedua muncul adalah Rhawafidl (Syi’ah), kebalikan Khawarij,
mereka adalah pendukung Ali. Selanjutnya muncul aliran Murji’ah pada akhir kurun pertama
(akhir masa sahabat). Selanjutnya pada awal kurun kedua (masa Thabi’in) muncul faham
Jabariyah. Kemunculan berikutnya adalah Mu’tazilah, Qodariyah kemudian Asy’ariyah dan
Maturidiyah.
Dari masing-masing aliran kalam memiliki pemahaman yang berbeda tentang
berbagai masalah ketuhanan dan lainnya, yang kemudian menimbulkan argumentasi-
argumentasi yang diperdebatkan untuk membela masing-masing golongan.

Kompetensi Inti (KI)


2. Mengembangkan akhlak (adab) yang baik dalam beribadah dan berinteraksi dengan diri
sendiri, keluarga, teman, guru, masyarakat, lingkungan sosial dan alamnya serta
menunjukan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah.
Kompetensi Dasar (KD)
2.1. Menunjukkan sikap positif setelah memahami persoalan-persoalan pokok ilmu kalam
menurut perspektif aliran kalam.
3.1. Mendiskusikan kedudukan wahyu dan akal menurut perspektif aliran kalam.
3.2. Menganalisis iman dan kufur menurut perspektif aliran kalam.
3.3. Memahami hukum pelaku dosa besar menurut perspektif aliran kalam.
3.4. Mendiskusikan perbuatan Tuhan menurut perspektif aliran kalam.

Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan kedudukan wahyu dan akal perspektif aliran kalam melalui
diskusi dengan benar.
2. Siswa dapat menjelaskan iman dan kufur perspektif aliran kalam melalui diskusi dengan
benar.
3. Siswa dapat menjelaskan hukum pelaku dosa besar perspektif aliran kalam melalui diskusi
dengan benar.
4. Siswa dapat menjelaskan perbuatan Tuhan perspektif aliran kalam melalui diskusi dengan
benar.

PETA KONSEP
1. Khawarij

2. Syi’ah

3. Murji’ah

Aliran-aliran Kalam 4. Jabariyah

5. Mu’tazilah

6. Qadariyah

7. Asy’ariyah

8. Maturidiyah

1. Wahyu dan Akal

2. Iman dan Kufur


Persoalan-persoalan pokok
ilmu kalam
3. Pelaku Dosa Besar

4. Perbuatan Tuhan
A. AMATI GAMBAR BERIKUT INI DAN BUATLAH
KOMENTAR ATAU PERTANYAAN!

Amati Gambar Berikut ini Setelah Anda mengamati gambar disamping


buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1. …………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
……………………………………………..
ut ……………………………………………..
Sumber: kaskus.co.id

Amati Gambar Berikut ini Setelah Anda mengamati gambar disamping


buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1. …………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
……………………………………………..
……………………………………………..
Sumber: nu.or.id

B. PENDALAMAN MATERI
Selanjutnya Anda pelajari uraian berikut ini dan Anda kembangkan dengan
mencari materi tambahan dari sumber belajar lainnya

A. Wahyu dan Akal


a. Pengertian Akal
Kata “akal” yang telah menjadi kosa kata bahasa Indonesia, secara etimologis berasal
dari bahasa Arab, yaitu al-‘aql  (‫ )العقل‬yang berarti: ikatan, pikiran, pemahaman dan
pengertian. Kata ‫عقل‬ dapat diartikan sebagai cahaya rohaniah yang dengannya dapat
dijangkau sesuatu yang  tidak dapat dicapai oleh indra.
Kata akal dapat juga ditemui penggunaannya dalam Alquran sebanyak 49 kali, meski
hanya dalam bentuk kata kerja (‫)فعل‬. Dalam hal ini, kata 1 ‫وه‬BB‫ عقل‬kali, kata 24 B‫ون‬B‫ تعقل‬kali,
kata 1 B‫ نعقل‬kali, kata 1 ‫ا‬B ‫ يعقله‬kali, sedangkan kata B‫ون‬BB‫يعقل‬ sebanyak 22 kali. Dari kata-kata
tersebut mempunyai dua arti pokok, yaitu berarti faham dan mengerti.
Secara terminologis, kata akal dapat diartikan sebagai, daya pikir yang memberikan
kekuatan kepada manusia untuk merancang dan mengoreksi serta mengukuhkan sesuatu
dan menetapkan keputusan di antara berbagai macam hal yang ditemui manusia dalam
mencapai apa yang diinginkan.
Selain itu, Harun Nasution mendefinisikan akal sebagai daya pikir yang dianugrahkan
Allah kepada manusia untuk menghasilkan pengetahuan melalui kesan-kesan yang
diperoleh pancaindra. Akal dalam pengertian Islam, tidak dimaksudkan sebagai otak,
tetapi merupakan daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia untuk memperoleh
pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam pengertian inilah yang
kemudian dikontraskan (dalam Islam) dengan wahyu, sebagai sumber pengetahuan dari
luar diri manusia, yaitu dari Allah Swt.
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa akal yang terdapat dalam diri manusia,
merupakan suatu daya yang dengannya manusia dapat hidup bermutu dan dinamis, karena
tingkah laku dan perbuatan manusia dilakukan atas dasar pengertian atau pengetahuan dan
motivasi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

b. Pengertian Wahyu 
Kata “wahyu” berasal dari bahasa Arab yaitu ‫وحي‬BB B ‫ال‬ yang berarti suara, api,dan
kecepatan. Di samping itu, kata wahyu juga berarti bisikan, isyarat, tulisan dan
kitab. Selanjutnya, ia juga mengandung makna pemberitahuan secara sembunyi dan
dengan cepat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wahyu diartikan sebagai “petunjuk dari
Allah yang diturunkan hanya kepada para Nabi dan Rasul melalui mimpi dan
sebagainya”. Dalam kedudukannya sebagai petunjuk, wahyu juga dapat diartikan sebagai
pemberitahuan (informasi) dari Allah yang diberikan kepada orang-orang pilihannya
(Rasul) untuk disampaikan kepada manusia agar dijadikan sebagai pegangan hidup. Ia
mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang berguna bagi manusia untuk perjalanan
hidupnya di dunia dan akhirat.
Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh Muhammad Abduh, ia mengatakan bahwa
wahyu adalah pengetahuan yang didapat sesorang pada dirinya sendiri dengan suatu
keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah swt. Di sini, Muhammad Abduh
melihat wahyu tidak hanya ditujukan kepada Nabi dan Rasul saja, tetapi juga kepada
manusia biasa.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa akal dapat dimiliki oleh setiap
manusia dan inheren dalam dirinya. Sedangkan wahyu merupakan informasi dari Tuhan
yang berada di luar diri manusia. Namun, fungsi kedua alat ini sama-sama untuk
menghasilkan pengetahuan, meskipun tingkat kebenarannya berbeda. Dalam hal ini,
kebenaran yang diperoleh dari wahyu bersifat absolut, sedangkan kebenaran yang
diperoleh melalui akal bersifat relatif. Wahyu bersumber dari Allah, sedangkan akal
bersumber dari manusia.

c. Wahyu dan Akal Perspektif Aliran Kalam


1. Aliran Mu‘tazilah
Kaum Mu‘tazilah dikenal sebagai aliran yang paling banyak menggunakan
akal dalam pembahasan-pambahasan teologinya, sehingga ia dijuluki sebagai kaum
rasionalis Islam. Dalam pandangannya mengenai peranan akal dan wahyu untuk
mengetahui keempat hal tersebut di atas, tokoh-tokoh aliran Mu‘tazilah sependapat,
bahwa pokok-pokok pengetahuan (tentang Tuhan serta baik dan buruk) dan
mensyukuri nikmat adalah wajib, sebelum turunnya wahyu. Hal ini berarti, bahwa
mengetahui Tuhan; mengetahui baik dan buruk; kewajiban bersyukur atas nikmat
yang diberikan Tuhan; serta mengetahui kewajiban mengerjakan yang baik dan
meninggalkan yang buruk dapat diketahui oleh akal manusia. Sehingga, seandainya
tidak ada wahyu pun, manusia tetap dapat mengtahuinya. Dengan penalaran akalnya,
manusia bisa berkesimpulan bahwa berterimakasih kepada Tuhan adalah wajib
sebelum datangnya wahyu.
Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa Mu‘tazilah menafikan peranan
wahyu. Wahyu menurut mereka tetap memiliki peranan yang sangat penting dalam
keempat masalah tersebut. Dalam kaitan ini, wahyu memiliki fungsi konfirmasi dan
informasi, memperkuat apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa yang
belum diketahui oleh akal. Hanya saja, menurut Mu‘tazilah, wahyu tidak selamanya
yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, karena akal, bagi Mu‘tazilah
dapat mengetahui sebagian yang baik dan sebagian dari yang buruk. Dalam artian,
akal dapat mengetahui garis-garis besarnya, sedangkan rinciannya diperoleh melalui
wahyu. Misalnya, sungguhpun akal dapat mengetahui Tuhan, akan tetapi akal tidak
dapat menentukan jenis Tuhan yang sesungguhnya, sehingga apa yang digambarkan
oleh akal itu dapat saja berubah-ubah. Demikian halnya tentang perbuatan baik dan
buruk, ada saja yang tidak dapat dijangkau oleh akal, misalnya, penyembelihan
binatang untuk keperluan tertentu.
Dalam kaitannya dengan perbuatan baik dan buruk ini, kaum Mu‘tazilah
membedakan antara ‫ائح عقلية‬BB B‫قب‬ serta B‫اكير عقلية‬BB B‫من‬ perbuatan-perbuatan yang tidak baik
menurut akal dan ‫رعية‬BB ‫ا ئح ش‬BB ‫قب‬Serta ‫رعية‬BB ‫اكير ش‬BB ‫من‬ perbuatan-perbuatan yang tidak baik
menurut wahyu. Begitu pula dibedakan antara kewajiban-kewajiban yang ditentukan
oleh akal ‫ات عقلية‬BB B‫واجب‬ serta ‫ف عقل‬BB B‫تكلي‬ dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan
oleh wahyu ‫رعية‬BB B B B‫ات ش‬BB B B B‫واجب‬ serta ‫ف سم‬BB B B B‫تكلي‬. Dalam kaitan ini, akal hanya dapat
mengetahui garis-garis besarnya saja dari kewajiban-kewajiban manusia, sedangkan
perinciannya - sebagaimana pendapat Abdul Jabbar – hanya dapat diketahui melalui
wahyu.
Selanjutnya, fungsi lain dari wahyu, menurut al-Syahrastani adalah untuk
mengingatkan manusia tentang kewajibannya dan mempercepat untuk mengetahuinya
atau memperpendek jalan untuk mengetahui Tuhan.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa meskipun aliran Mu‘tazilah
memberikan peranan yang besar kepada akal, namun, tetap dalam keterbatasannya
sebagai akal manusia, yang hanya mampu mengetahui baik dan buruknya sesuatu
secara universal. Sedangkan kebaikan yang bersifat lokal dan varsial hanya dapat
diketahui melalui wahyu. Selanjutnya, wahyu menurut Mu‘tazilah, di samping sangat
berperan untuk mengetahui perincian dari apa yang baik dan buruk, juga dimaksudkan
sebagai dasar pembenaran bagi Tuhan untuk memberikan ganjaran terhadap manusia
di hari kemudian.

2.  Aliran Asy‘ariyah
Berbeda dengan aliran Mu‘tazilah, aliran Asy‘ariyah yang termasuk dalam
golongan Ahlus Sunnah Wal Jama‘ah memberikan peranan yang lebih besar kepada
wahyu dalam mengetahui keempat persoalan tersebut di atas.
Menurut al-Asy‘ari, segala kewajiban (yang harus dilakukan oleh) manusia
hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuatu sesuatu menjadi
wajib dan tidak dapat mengetahui, bahwa mengerjakan yang baik dan meninggalkan
yang jahat (buruk) itu adalah wajib bagi manusia. Memang betul, bahwa akal dapat
mengetahui Tuhan dan perlunya berterima kasih kepadaNya. Namun, melalui
wahyulah manusia dapat mengetahui, bahwa orang yang taat kepada Tuhan akan
mendapat pahala (balasan baik) dan orang yang berbuat maksiat kepada-Nya akan
mendapat hukuman (siksa). Akal menurut Asy‘ari, tidak mampu mengetahui
kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan, yakni untuk menetapkan mana
yang wajib dan mana yang tidak, mana perintah dan mana larangan dari Tuhan.
Dengan demikian, jika sekiranya wahyu tidak ada, manusia tak akan tahu
kewajiban-kewajibannya, bahkan – kata al-Gazali – sekiranya syari‘at tidak ada,
manusia tidak akan berkewajiban mengetahui Tuhan dan tidak wajib pula berterima
kasih kepada-Nya atas nikmat-nikmat yang diturunkan kepada manusia. Demikian
juga soal baik dan buruk, ia hanya diketahui melalui perintah dan larangan Tuhan.
Dalam penjelasannya, al-Syahrastani menyatakan bahwa semua kewajiban
diketahui melalui wahyu, sedangkan pengetahuan, semuanya dapat diperoleh melalui
akal. Karena itu, akal tidak dapat mewajibkan untuk berbuat baik dan meninggalkan
kejahatan, juga tidak bisa menuntut dan menentukan suatu kewajiban. Dalam kaitan
ini, al-Taftazani menjelaskan, bahwa (bagi Asy‘ariyah) sanksi hukum untuk perbuatan
orang yang berakal belum ada, sebelum datangnya syara‘. Jadi tetapnya suatu hukum
adalah atas landasan syara‘, bukan dengan akal. Akal dalam hal ini, hanyalah
merupakan alat untuk memahami khitab syara‘. Pendapat ini juga didukung oleh al-
Gazali, bahkan ia menegaskan, bahwa al-Hakim (pembuat hukum) adalah Allah swt.,
dan tidak ada sanksi hukum sebelum datangnya ketentuan syara‘. Hal ini lebih
dipertegas lagi oleh al-‘Amidi dengan mengatakan, bahwa tidak ada hakim (pembuat
hukum) kecuali Allah swt., dan tidak ada hukum kecuali yang telah ditetapkan oleh
Allah. Akal tidak punya wewenang menilai sesuatu perbuatan apakah baik atau buruk,
dan tidak ada hukum sebelum datangnya ketentuan syara‘.Tegasnya, tidak ada hukum
taklif (tuntutan dan larangan) sebelum datangnya wahyu.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa akal bagi Asya‘ariyah hanya
dapat mengetahui Tuhan. Namun, akal tidak punya otoritas (wewenang) untuk
menetapkan kewajiban. Yang menetapkan adalah al-Hakim (pembuat hukum) yakni
Allah swt. Berbeda dengan Mu‘tazilah yang menjadikan akal sebagai al-Hakim.
Dengan kata lain, Asy‘ariyah memberikan fungsi yang lebih kecil kepada akal,
sedangkan Mu‘tazilah wewenang akal lebih banyak. Dalam hal ini, akal menurut
Asy‘ariyah kemampuannya terbatas dalam hal mengetahui eksistensi Tuhan. Akal
diperlukan untuk memahami wahyu.

3. Aliran Maturidiyah
Nama aliran ini identik dengan pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad
Ibnu Mahmud al-Maturidy. Dalam faham teologinya, al-Maturidy banyak terpengaruh
oleh pemikiran Imam Abu Hanifah, yang juga banyak menggunakan rasio dalam
pandangan keagamaannya. Meski demikian, sistem pemikiran teologinya masih dalam
kategori Ahlu Sunnah.
Dalam kaitannya dengan pembahasan tentang akal dan wahyu ini aliran
Maturidiyah terbagi kepada dua kelompok, yaitu Maturidiyah Samarkand dan
Maturidiyah Bukhara.
a) Maturidiyah Samarkand.
Aliran ini dianggap oleh beberapa kalangan lebih dekat corak pemikirannya
kepada Mu‘tazilah dalam bidang teologi dari pada ke Asy‘ariyah.
Dalam pandangannya tentang otoritas akal dan wahyu, kaitannya dengan
keempat masalah pokok tersebut, Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa akal
dapat mengetahui eksistensi Tuhan, oleh karena Allah sendiri yang memerintahkan
manusia untuk menyelidiki dan merenungi alam ini. Hal ini menunjukkan bahwa
akal manusia dapat mencapai ma‘rifatullah. Oleh karen itu, akal sudah mengetahui
tentang kewajiban mengetahui Tuhan sebelum datangnya wahyu. Sehingga akan
berdosa bila tidak percaya kepada Tuhan sebelum datangnya wahyu.
Demikian halnya dengan kewajiban berterima kasih kepada Tuhan,
menurut Maturidiyah Samarkand, akal dapat mengetahui keawajiban menusia
untuk berterima kasih kepada Tuhan, meski tampa bantuan wahyu.
Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat mengetahui sifat
baik yang terdapat di dalamnya, dan sifat buruk yang terdapat dalam yang buruk.
Dengan demikian, akal juga dapat mengetahui bahwa yang buruk adalah buruk dan
berbuat baik adalah baik. Akal selanjutnya akan membawa kepada kemuliaan dan
melarang manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan yang membawa kepada
kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian menjadi wajib dengan
kemestian akal. Namun, yang diketahui akal hanyalah sebab wajibnya perintah dan
larangan itu. Adapun mengenai kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk,
akal tidak berdaya untuk mewajibkannya. Karena kewajiban tersebut hanya dapat
diketahui oleh wahyu.
Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa aliran Maturidiyah
Samarkand berpendapat, bahwa akal dapat mengetahui tiga dari empat persoalan
pokok tersebut, yakni: Mengetahui Tuhan; kewajiban mengetahui Tuhan (berterima
kasih kepada Tuhan); serta mengetahui baik dan buruk. Sedangkan yang terakhir,
kewajiban mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang jahat adalah wewenang
wahyu atau Tuhan.

b) Maturidiyah Bukhara
Jika Maturidiyah Samarkand ditokohi oleh Abu Mansur al-Maturidy sendiri,
maka Maturaidiyah Bukhara, tokohnya adalah Abu Yusr Muhammad al-
Bazdawy. Pemikiran teologi dari kedua tokoh ini sedikit berbeda dan tidak terlalu
mendasar. Perbedaannya hanya pada sekitar masalah kewajiban-kewajiban manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan.
Al-Bazdawy mengatakan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban
mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk, karena akal hanya dapat
mengetahui baik dan buruk saja. Sedangkan yang menentukan kewajiban mengenai
yang baik dan buruk itu adalah Tuhan sendiri. Demikian halnya dengan kewajiban
mengetahui Tuhan. Akal hanya mampu mengetahui Tuhan, tetapi ia tidak dapat
mengetahui dan menentukan kewajiban mengetahui Tuhan. Dalam hal ini, yang
mengetahui dan menentukannya adalah wahyu.
Pada perinsipnya, akal menurut paham aliran Maturidiyah Bukhara, tidak
dapat mengetahui kewajiban-kewajiban, melainkan hanya dapat mengetahui sebab-
sebab dari proses kewajiban itu menjadi wajib. Oleh karenanya, mengetahui Tuhan
dalam arti berterima kasih kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib
bagi manusia. Bahkan mereka (para alim ulama Bukhara) berpendapat bahwa
sebelum datangnya Rasul, percaya kepada Tuhan tidaklah wajib dan tidak percaya
kepada Tuhan bukanlah suatu dosa. Dari sini, kelihatan bahwa Maturidiyah
Bukhara lebih mendekati faham Asy‘ariyah yang lebih mempungsikan wahyu
ketimbang akal.

d. Analisis Perbandingan
Merujuk pada uraian keempat aliran teologi Islam tersebut di atas, maka dapat
dinyatakan bahwa pandangan masing-masing aliran tidaklah sama antara satu dengan
yang lainnya. Masing-masing aliran memberikan porsi tersendiri dalam menempatkan
peranan akal dan wahyu. Mu‘tazilah misalnya, memberikan porsi paling besar kepada
akal, dibanding dengan ketiga aliran lainnya. Bagi Mu‘tazilah, keempat masalah yang
diperbincangkan itu, semuanya dapat diperoleh melalui akal. Hal ini berarti, bahwa
porsi kekuatan wahyu bagi Mu‘tazilah lebih kecil dibanding dengan akal.
Berbeda dengan Mu‘tazilah, aliran Asy‘ariyah justru memberikan porsi yang
besar kepada wahyu jika dibanding dengan ketiga aliran lainnya. Menurut kaum
Asy‘ariyah, hanya satu di antara keempat pengetahuan itu yang dapat diketahui oleh
akal. Sedangkan tiga yang lainnya, hanya bisa dicapai dengan wahyu. Hal ini berarti,
bahwa aliran Asy‘ariyah memberikan porsi paling besar kepada wahyu dan paling
kecil kepada akal.
Sedangkan aliran Maturidiyah yang terdiri dari dua cabang itu, menempati
posisi tengah antara Mu‘tazilah dan Asy‘ariyah. Meski demikian, kedua cabang
Maturidiyah tersebut sedikit mempunyai perbedaan.
Maturidiyah Samarkand lebih dekat kepada Mu‘tazilah, karena aliran ini
berpendapat bahwa dari keempat pokok masalah tersebut, tiga diantaranya dapat
diketahui oleh akal, sedangkan yang satunya hanya dapat diketahui melalui wahyu.
Adapun Maturidiyah Bukhara, dalam pandangannya terhadap akal dan wahyu,
lebih mendekati pemikiran Asy‘ariyah. Meskipun pada kenyataannya memberikan
porsi yang sama antara akal dan wahyu. Dalam hal ini, dari empat masalah pokok
tersebut, dua di antaranya dapat diketahui oleh akal, sedangkan dua yang lainnya lagi
hanya dapat diketahui melalui wahyu.
Untuk lebih jelasnya, perbandingan ini dapat dianalogikan ke dalam bentuk
nilai (harga), yaitu, jika disusun dalam skala prioritas, sesuai dengan tingkat
penghargaannya antara akal dan wahyu, maka akan terlihat dalam urutan sebagai
berikut:
1.  Mu‘tazilah: Memberikan nilai 4 (empat) kepada akal, dan nilai positif (0 +) pada
wahyu
2.  Maturidiyah Samarkand: Memberikan nilai 3 (tiga) pada akal, dan nilai 1 (satu)
pada wahyu.
3.  Maturidiyah Bukhara: Memberikan nilai 2 (dua) pada akal dan 2 (dua) pada wahyu.
4.  Sedangkan Asy‘ariyah: Memberikan nilai 1 (satu) pada akal dan nilai 3 (tiga) pada
wahyu.
Menyangkut tentang eksistensi masyarakat terpencil dan mayarakat modern
yang tidak mempunyai kesempatan untuk mengetahui Islam secara baik, hubungannya
dengan persoalan teologi, menurut Mu‘tazilah pedomannya adalah akal
pemimpinnya. Dalam arti, mereka harus berpedoman pada aturan atau ketentuan yang
telah berlaku dalam kelompoknya. Sedangkan menurut Asy‘ariyah persoalannya
diserahkan kepada kemahakuasaan mutlak Tuhan. Namun secara teologis tidak
dibebani kewajiban. Karena menurut Asy‘ariyah, selama seseorang belum sampai
dakwah kepadanya, maka selama itu pula tidak ada taklif atasnya.
Menurut hemat penulis, mereka tetap harus dihisab menurut ketentuan yang
berlaku dalam kelompoknya, kalau dia seorang beriman (menurut kepercayaannya)
dan beramal saleh maka ia berhak masuk surga. Demikian sebaliknya, kalau dia tidak
beriman dan berpilaku buruk, maka ia harus dimasukkan ke neraka sebagai ganjaran
dari perbuatannya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah (2) : 62:
‫ ِر‬B‫خ‬B ِ ‫وِم اآْل‬Bْ BB‫ين َم ْن َء َام َن بِاللَّ ِه َوالَْي‬
Bَ ِ‫ابِئ‬BB ‫ص‬
َّ ‫ َارى َوال‬BB ‫ص‬
َ َّ‫ادوا َوالن‬B ُ BB‫ين َه‬Bَ ‫وا َوالَّ ِذ‬BBBُ‫ين َء َامن‬
Bَ ‫إِ َّن الَّ ِذ‬
)62( ‫ف َعلَْي ِه ْم َواَل ُه ْم يَ ْح َزنُو َن‬ ٌ ‫َج ُر ُه ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َواَل َخ ْو‬
ْ ‫صال ًحا َفلَ ُه ْم أ‬
ِ ‫و َع ِمل‬
َ َ َ
Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman
kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari
Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (Q.S. 2:62)
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa agama dan kepercayaan apa
saja yang dimiliki seseorang, asalkan ia termasuk orang yang beriman dan beramal
shaleh, maka ia berhak mendapat pahala dari Tuhan dan memperoleh ganjaran atas
pahalanya itu.
B. Iman dan Kufur
1. Pengertian Iman
Iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah,
pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah
adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat
keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui
dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan
dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

2. Pengertian Kufur
Kufur secara bahasa artinya menutupi, oleh karena itu malam dalam bahasa
arab dinamai kafir karena ia menutupi siang, dan petani juga disebut kafir karena ia
menutupi biji dengan tanah. Adapun secara istilah, kufur ada dua macam: kufur akbar
dan kufur ashgar.
Kufur akbar adalah kufur yang mengeluarkan pelakunya dari millatul Islam,
dan kufur ini ada enam macam:
a. Kufur takdzib yaitu mendustakan Islam dengan hati dan lisan. Ia meyakini bahwa
Islam adalah dusta dan mengatakan dengan lisannya. (Al Mulk: 9).
ٍ B‫ض‬
( ‫ي ٍر‬BBِ‫الل َكب‬ َ ‫ ْي ٍء إِ ْن أَْنتُ ْم إِال فِي‬B‫ َو ُقلْنَا َما َن َّز َل اللَّهُ ِم ْن َش‬B‫ير فَ َك َّذ ْبنَا‬Bٌ ‫اءنَا نَ ِذ‬
َ ‫قَالُوا َبلَى قَ ْد َج‬

Mereka menjawab: "Benar ada", Sesungguhnya telah datang kepada Kami
seorang pemberi peringatan, Maka Kami mendustakan(nya) dan Kami katakan:
"Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan
yang besar".

b. Kufur juchud yaitu meyakini kebenaran Islam dengan hatinya namun lisannya
mendustakan bahkan memerangi dengan anggota badan. Contohnya adalah
kufurnya fir’aun dan kuffar quraisy.
c. Kufur istikbar yaitu meyakini kebenaran Islam dengan hati dan lisannya, namun ia
bersombong diri dan tidak mau menerima Islam dan melaksanakannya karena
sombong dan menganggap remeh. Dan kufur ini disebut juga dengan kufur ‘ienad.
Contohnya kufur iblis la’natullah ‘alaih.
d. Kufur I’radl yaitu berpaling dari Islam, tidak membenarkan dan juga tidak
mendustakan. (Thaha: 124).
)١٢٤( ‫ش ُرهُ َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة أَ ْع َمى‬
ُ ‫ض ْن ًكا َونَ ْح‬ َ ‫ض َع ْن ِذ ْك ِري فَِإ َّن لَهُ َم ِعي‬
َ ً‫شة‬ َ ‫َو َم ْن أَ ْع َر‬
Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam Keadaan buta".
e. Kufur nifaq yaitu mendustakan Islam dengan hatinya dan memperlihatkan keimanan
dengan lisan dan badannya, seperti kufurnya Abdullah bin Ubay bin Salul gembong
munafiq.
f. Kufur syakk, yaitu meragukan kebenaran Islam dan para rasul.
Sedangkan kufur ashgar adalah kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari
millah Islam seperti berhukum dengan hukum selain Allah, dosa-dosa besar seperti
zina, kufur kepada suami dan sebagainya. Kufur ini bisa menjadi kufur akbar bila ia
meyakini kehalalannya dengan mengatakan bahwa Allah menghalalkannya.
Agenda persoalan yang pertama timbul dalam teologi Islam adalah masalah
iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertama kali oleh golongan Khawarij yang
mengecap kafir sejumlah tokoh sahabat Nabi SAW. yang dipandang telah melakukan
dosa besar, yaitu Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu sufyan, Abu Musa Al-
Asy’ari, Amr bin Al-Ash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Aisyah
istri Rasulullah SAW.
Dalam masalah iman dan kufur ini mutakallimin terdapat perbedaan pendapat,
diantaranya adalah:
1. Aliran Khawarij
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologisnya terutama
yang berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politik daripada
ilmiah-teoritis. Satu perbedaan aliran khawarij dengan aliran lainnya adalah mereka
sangat mudah menghukumi “kafir” bagi orang-orang yang tidak mau
mengikutinya. Misalnya, Nafi’I bin Azraq yang digelari Amirul Mu’minin oleh
aliran Khawarij, memfatwakan bahwa barang siapa membantahnya maka dia adalah
kafir yang halal darahnya, halal hartanya dan halal anak istrinya. Dalil yang mereka
pakai untuk pendirian ini adalah Q.S. Nuh (71) ayat 26-27:
ِ ‫ َذر ُهم ي‬Bَ‫ك إِ ْن ت‬
‫لُّوا‬B‫ض‬ َ َّ‫)إِن‬٢٦( ‫ين َديَّ ًارا‬ ِ ِ ِ ‫ َذر علَى األر‬Bَ‫ب ال ت‬
ُْ ْ َ ‫اف ِر‬BB‫ض م َن الْ َك‬ ْ َ ْ ِّ ‫وح َر‬B
ٌ Bُ‫ال ن‬B
َ Bَ‫َوق‬
ِ َ‫اد َك وال يلِ ُدوا إِال ف‬
)٢٧( ‫ َك َّف ًارا‬B‫اج ًرا‬ ِ
َ َ َ َ‫عب‬
Artinya :
“Nuh mendo’a: Wahai Tuhanku! Jangan Engkau biarkan orang-orang kafir itu
bertempat tinggal dimuka bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan tinggal,
niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba Engkau, dan mereka hanya akan
melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu berterima kasih”.

Inilah pendapat yang sangat keterlaluan dari Khawarij yang memakai


kalimat orang-orang kafir bagi orang Islam yang menjadi lawan politiknya.
Kebenaran pernyataan ini tidak dapat disangkal karena seperti yang diketahui
bersama, Khawarij muncul karena persoalan-persoalan teologis seputar masalah
mu’min atau kafirkah Ali, Muawiyah dan pengikutnya? Jawaban atas pertanyaan
ini kemudian menjadi pijakan atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan
Muawiyah beserta para pengikutnya telah melakukan tahkim kepada manusia,
berarti mereka telah berbuat dosa besar. Dan semua pelaku dosa besar, menurut
semua sub sekte khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa di neraka
selamanya.
Iman menurut aliran Khawarij bukan merupakan pengakuan dalam hati
dan ucapan dengan lisan saja, akan tetapi amal ibadah menjadi rukun iman juga.
Dan menurut aliran Khawarij, orang yang tidak melakukan shalat, puasa, zakat, dan
lain sebagainya yang diwajibkan oleh Islam, maka termasuk kafir. Jadi apabila
sekarang mukmin melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu termasuk
kafir dan wajib diperangi serta boleh di bunuh. Harta bendanya boleh dirampas
menjadi harta ghanimah.
a. Sekte Muhakkimah
Golongan ini adalah golongan Khawarij murni yaitu Khawarij yang pertama kali
muncul seperti yang tertera di atas. Kufur di sini adalah semua yang terlibat pada
peristiwa tahkim. Dan semua orang yang telah berdosa besar juga dikatakan kufur
pada aliran ini.       
b. Sekte Azariqah
Menurut Sekte Azariqah yang beriman hanyalah golongan dari mereka sendiri yang
mau berhijrah dan tidak pernah melakukan dosa besar. Dengan kata lain, berarti
orang Islam yang bukan dari golongan mereka atau golongan Azariqah sendiri yang
menolak untuk berhijrah dianggap musyrik. Merekapun menghalalkan membunuh
orang-orang yang dianggap musyrik termasuk anak dan istrinya.
c. Sekte Najdah
Menurut Najdah  yang disebut orang beriman adalah golongan Najdah saja
walaupun telah berdosa besar, menurut mereka orang yang berdosa besar yang
menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah  orang Islam yang tak sepaham
dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika melakukan dosa besar, betul akan
mendapat siksaan, tetapi bukan dalam   neraka, dan kemudian akan masuk surga.
d. Sekte Ajaridah
 Sebagai aliran yang menitik beratkan iman dengan amal perbuatan, Iman menurut
Ajaridah adalah semua golongan Ajaridah yang tidak berdosa besar, dan anak kecil
dari orang yang dianggap kafir masih di kategorikan beriman, selama ia belum
mengikuti orang tuanya. Anak dari orang yang dianggap kafir tidak lantas menjadi
kafir dan boleh dibunuh.
e. Sekte Sufriyah
Iman dalam pandangan sekte Sufriyah tidak selalu bisa hilang hanya karena suatu
dosa besar, Sufriyah membagi dosa besar menjadi dua golongan; dosa besar yang
sangsinya ada di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa besar yang tidak
ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang berbuat
dosa golongan pertama tidak dipandang kafir yang menjadi kafir hanyalah orang
yang melaksanakan dosa golongan kedua.
Sekte Sufriyah juga membagi kufur  menjadi dua: kufr bi inkar al-ni’mah atau di
sebut juga kafir ni’mat yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan kufr bi inkar al-
rububiyah  (kafir millah) yaitu mengingkari Tuhan. Dengan demikian term kafir
tidak selamanya harus keluar dari Islam.
f.Sekte Ibadiyah
Sekte Ibadiyah berpendapat bahwa orang Islam selain dari golongan mereka adalah
kafir tetapi boleh mengadakan hubungan perkawinan dan warisan, dan syahadatnya
boleh diterima. Dan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap sebagai muwahid (yang
mengesakan Tuhan), tetapi bukan mukmin. Maksudnya di sini ia hanya dipandang
sebagai kafir mengingkari ni’mat (kafir ni’mat) dan bukan kafir millah/agama,
dengan kata lain mengerjakan dosa besar tidak membuat orang menjadi keluar dari
Islam, namun siksaan yang bakal mereka terima di akhirat nanti adalah kekal dalam
neraka bersama orang-orang kafir lainnya.

2. Aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah membentuk suatu faham dalam ushuluddin yang berbeda dengan
aliran Khawarij, syi’ah dan Ahlussunnah. Aliran ini menangguhkan penilaian
terhadap orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim di hadapan Tuhan, karena
Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Aliran Murji’ah terpecah
menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya golongan Murji’ah
terbagi kepada dua golongan besar yaitu “golongan ekstrim” dan “golongan
moderat”.
a. Murji’ah ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di
dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya menggambarkan
apa yang ada di hatinya. Oleh karena itu segala ucapan dan perbuatan seseorang
yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak
keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna di hadapan Tuhan.
Dosa bagi aliran Murji’ah tidak menjadi sebuah masalah, kalau ada iman dalam
hati. Mereka berpendapat bahwa iman adalah tashdiq dalam hati saja, atau
ma’rifah (mengetahui) Allah dengan hati, bukan secara demonstrative, baik
dalam ucapan maupun dalam tindakan. Oleh karena itu jika seseorang telah
beriman tetapi dia bertingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani atau bahkan
menyembah berhala menurut Murji’ah ia masih mukmin. Hal ini disebabkan
karena keyakinan mereka bahwa iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman.
Kredo Murji’ah ekstrim yang terkenal adalah “Perbuatan tidak dapat
menggugurkan keimanan, sebagaimana ketaatanpun tidak dapat membawa
kekufuran”. Dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok ini memandang pelaku
dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
b. Murji’ah Moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar
tidak menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal di dalamnya,
tergantung dari dosa yang di lakukannya. Meskipun demikian, masih terbuka
kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari
siksaan neraka. Ciri khas mereka lainnya adalah dimasukkannya iqrar sebagai
bagian penting dari iman, disamping tashdiq (ma’rifah).

3. Aliran Mu’tazilah
Menurut aliran Mu’tazilah, iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada
Tuhan. Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak
dikatakan mukmin. Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima
apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif karena akal mampu mengetahui
kewajiban-kewajiban kepada Tuhan. Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa orang
mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum taubat, tidak lagi mukmin
dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.
Di akhirat ia dimasukkan ke neraka untuk selama-lamanya, tetapi nerakanya agak
dingin tidak seperti nerakanya orang kafir. Dan tidak pula berhak masuk surga.
Jelasnya menurut kaum Mu’tazilah, orang mu’min yang berbuat dosa besar dan
mati sebelum taubat, maka menempati tempat diantara dua tempat, yakni antara
neraka dan surga (manzilatan baina al-manzilatain).

4. Aliran Asy’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah, iman secara  esensial adalah  tashdiq bi al-janan
(membenarkan dengan kalbu). Sedangkan qaul dengan lisan dan melakukan
berbagai kewajiban utama (amal bi al-arkan) hanya merupakan furu’ (cabang-
cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan ke-Esaan Allah dengan
kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa
dari-Nya telah beriman. Jadi tashdiq menurut Asy’ariyah merupakan pengakuan
dalam hati yang  mengandung ma’rifah terhadap Allah.
5. Aliran Maturidiyah
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah berpendapat bahwa iman adalah tashdiq
bi al-qalb (meyakini dengan hati), bukan semata-mata iqrar bi al-lisan
(mengucapkan dengan lisan). Ia berargumentasi dengan ayat al-Qur’an, surat al-
Hujarat (49) ayat 14:
Bَ ‫ ْد ُخ ِل‬B B َ‫لَ ْمنَا َولَ َّما ي‬B B ‫وا أَ ْس‬BB Bُ‫وا َولَ ِك ْن قُول‬BB Bُ‫ل لَ ْم ُت ْؤ ِمن‬Bْ B Bُ‫آمنَّا ق‬
‫ا ُن فِي‬BB ‫اإليم‬ َ ‫اب‬ُ ‫األعْر‬
َ
ِ َ‫ال‬BB Bَ‫ق‬
‫ت‬
( ‫يم‬ ِ B‫يئًا إِ َّن اللَّه غَ ُف‬B‫الِ ُكم َش‬BB‫ولَه ال يلِ ْت ُكم ِمن أَ ْعم‬B‫وا اللَّه ورس‬BB‫وبِ ُك ْم وإِ ْن تُ ِطيع‬BBُ‫ُقل‬
ٌ ‫ور َرح‬B ٌ َ ْ ْ َ ْ ْ َ ُ ُ ََ َ ُ َ
)١٤
Artinya:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk
ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang."

Ayat tersebut difahami Al Maturidi sebagai usaha penegasan bahwa keimanan itu
tidak cukup hanya dengan perkataan saja, tanpa di yakini oleh hati. Apa yang
diucapkan oleh lisan dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal apabila hati
tidak mengakuinya.

Aliran Maturidiyah ada dua kelompok, yaitu Maturidiyah Samarkand dan


Maturidiyah Bukhara;
a. Aliran Maturidiyah Samarkand
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman
adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Apa yang
diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati
tidak mengakui ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai di situ.
Menurutnya, tashdiq, seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari
ma’rifah. Tashdiq hasil dari ma’rifah ini didapatkan melalui penalaran akal,
bukan sekedar berdasarkan wahyu. Jadi, menurut Al-Maturidi Samarkand, iman
adalah tashdiq yang berdasarkan ma’rifah. Meskipun demikian, ma’rifah
menurutnya sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor penyebab
kehadiran iman. 
b. Aliran Maturidiyah Bukhara
Iman menurut Maturidiyah Bukhara, seperti yang dijelaskan oleh Al-Bazdawi,
adalah tashdiq bi al-qalb dan tashdiq bi al-lisan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tentang
keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutus-Nya beserta risalah yang dibawanya.
Adapun yang dimaksud demgan tashdiq bi al-lisan adalah mengakui kebenaran
seluruh pokok ajaran Islam secara verbal.

3. Pelaku Dosa Besar


1. Menurut Aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah sifat ekstrimitas dalam memutuskan
persoalan-persoalan kalam. Hal ini selain di dukung oleh watak kerasnya akibat
pengaruh geografis kondisi gurun pasir, juga karena di bangun atas dasar pemahaman
tekstual atas nash-nash Al Qur’an dan Hadits. Tak heran kalau aliran ini memiliki
pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yaitu Ali, Muawiyah, Amr bin Ash,
Abu Musa Al Asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah dalam surat Al Maidah
(05) ayat 44 :
ِِ ِ َّ ِ ِ ِ
B‫ادوا‬B َ ‫لَ ُموا للَّذ‬B B B ‫ين أَ ْس‬
ُ B B B‫ين َه‬ ٌ B B Bُ‫ ًدى َون‬B B B‫ا ُه‬BB B B‫ الت َّْو َرا َة ف َيه‬B‫ا‬B B B َ‫إِنَّا أَْن َزلْن‬
َ ‫ا النَّبيُّو َن الذ‬BB B B‫ور يَ ْح ُك ُم ب َه‬B
‫ ُوا‬B B‫ش‬
َ ‫اء فَال تَ ْخ‬ ِ ِ َّ ِ B َ‫تُح ِفظُوا ِمن كِت‬B B‫ا اس‬BB‫ار بِم‬BB ‫الربَّانِيُّو َن واألحب‬
َ ‫ َه َد‬B B‫انُوا َعلَيْه ُش‬BB‫اب الله َو َك‬B ْ ْ ْ َ ُ َْ َ َّ ‫َو‬
َ Bِ‫ْز َل اللَّهُ فَأُولَئ‬ ِ ِ ِ َ ‫النَّاس وا ْخ‬
‫ك ُه ُم‬B َ ‫ا أَن‬BB‫ا قَليال َو َم ْن لَ ْم يَ ْح ُك ْم بِ َم‬BBً‫ ثَ َمن‬B‫اتي‬BBَ‫ش ْون َوال تَ ْشَت ُروا بِآي‬ َ َ
)٤٤( ‫ن‬Bَ ‫الْ َكافِ ُرو‬
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan
cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang
Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim
mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara
Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu
takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-
ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa
yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

Secara umum, subsekte aliran khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar
di anggap kafir, masing subsekte memilki pendapat yang berbeda-beda tentang pelaku
dosa besar yang di beri predikat kafir. Subsekte Khawarij yang ekstrim menggunakan
istilah yang lebih “mengerikan” di bandingkan dengan kafir, yaitu musyrik. Mereka
memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan mereka. Bahkan
orang Islam yang sefaham dengan mereka tetapi tidak mau hijrah ke dalam lingkungan
mereka. Subsekte Najdah tidak jauh berbeda Azariqoh, mereka menganggap musyrik
kepada siapapun yang secara terus menerus mengerjakan dosa kecil. Adapun dengan
dosa besar, apabila tidak dilakukan secara terus menerus pelakunya tidak dipandang
musyrik, hanya di anggap kafir saja.
Semua pelaku dosa besar, menurut semua subsekte khawarij adalah kafir dan
akan disiksa di neraka selamanya.
a. Sekte Azariqah
Pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya
menjadi kafir secara agama, dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal
dineraka bersama orang-orang kafir lainnya.
b. Sekte Najdah
Sekte ini Menganggap kafir bagi seseorang yang melakukan dosa kecil secara
berkesinambungan, seperti halnya dengan pelaku dosa besar. Mereka berpendapat
jika pengikutnya melakukan dosa besar mereka akan tetap mendapatkan siksa dalam
neraka namun pada akhirnya mereka akan masuk surga.
c. Sekte Sufriyah
1) Dosa besar yang terdapat sangsi didunia (seperti membunuh, berzina, dll) tidak
dipandang kafir.
2) Dosa besar yang tidak ada sangsinya didunia (seperti meninggalkan sholat dan
puasa) dipandang kafir.

2. Menurut Aliran Murji’ah


Secara umum pandangan aliran Murji’ah dalam mensikapi pelaku dosa besar adalah
menunda atau menangguhkan persoalan dihadapan Allah nanti di hari pembalasan.
a. Golongan Murji’ah ekstrim
Golongan murji’ah ekstrim berpandangan bahwa iman adalah didalam kalbu, bukan
secara demonstratif, baik dalam ucapan ataupun dalam tindakan perbuatan, oleh
karena itu menurut golongan ini kalau seseorang telah beriman dalam hatinya, ia
dipandang tetap sebagai seorang mu’min. Menurut kelompok ini perbuatan maksiat
yang dilakukan  seseorang tidak dapat menggugurkan keimanannya, sehingga
mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka selama
mereka tetap dalam keadaan beriman kepada Allah.
b. Golongan Murji’ah Moderat
Mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun
disiksa di neraka, mereka tidak kekal di dalamnya, tergantung kepada ukuran dosa
yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni
dosanya sehingga ia bebas dari siksa neraka.

3. Menurut Aliran Mu’tazilah


Kemunculan aliran Mu’tazilah dalam pemikiran teologi Islam di awali oleh
masalah yang hampir sama dengan aliran Khawarij dan Murji’ah yaitu mengenai status
pelaku dosa besar. Apakah masih beriman atau sudah kafir. Perbedaannya, bila
Khawarij mengkafirkan pelaku dosa besar, Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa
besar maka Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat pelaku dosa besar, apakah
dia tetap mukmin atau kafir. Mereka memiliki istilah manzilah bainal manzilatain.
Menurut Mu’tazilah, setiap pelaku dosa besar berada di posisi tengah-tengah, antara
posisi mukmin dan posisi kafir. Mereka menyebut pelaku dosa besar dengan sebutan
fasik. Ia akan kekal di dalam neraka, apabila meninggal dalam keadaan belum
bertaubat, walaupun dengan siksaan yang berbeda dengan orang kafir.
Yang di maksud dengan dosa besar menurut pandangan Mu’tazilah adalah
segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nash, sedangkan dosa
kecil sebaliknya, yaitu segala perbuatan yang ancamannya tidak disebutkan secara tegas
dalam nash. Tampaknya Mu’tazilah menjadikan ancaman sebagai kriteria dasar bagi
perbuatan dosa besar maupun perbuatan dosa kecil.

4. Menurut Aliran Asy’ariyah


Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir. Walaupun
melakukan dosa besar, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan
keimanan yang mereka miliki. Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan
anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia
dipandang telah kafir.
Mukmin pelaku dosa besar, di akhirat nanti akan mendapat beberapa
kemungkinan:
a. Boleh jadi Tuhan mengampuni dosanya dengan sifat pemurah Tuhan, karena Tuhan
Maha Pemurah, dan ia langsung dimasukkan kedalam surga tanpa hisab.
b. Boleh jadi dia mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad, yakni dibantu oleh Nabi
Muhammad, sehingga dia dibebaskan Tuhan dari segala siksaan, dan langsung
dimasukkan kedalam surga.
c. Kalau kemungkinan dua diatas tidak terjadi pada pelaku dosa besar maka dia akan
disiksa di dalam neraka sesuai kadar dosanya, dan kemudian dia akan dibebaskan
dari siksaan dan dimasukkan surga dan kekal di dalamnya karena saat di dalam dunia
dia adalah seorang yang beriman.
5. Menurut Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah baik Samarkand maupun Bukhara sepakat menyatakan
bahwa pelaku dosa masih tetap mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya, adapun
balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di
dunia.
Maturidiyah berpendapat, bahwa orang yang berdosa besar itu tidak dapat
dikatakan kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. hal
itu di karenakan Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia
sesuai dengan perbuatannya sedangkan balasan bagi orang yang berbuat dosa syirik
adalah kekal dalam neraka.

6. Menurut Aliran Syi’ah Zaidiyah


Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal
di dalam neraka, jika ia belum bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya.

4. Perbuatan Tuhan
Persoalan lain yang muncul dalam perbincangan kalam adalah masalah perbuatan
Tuhan. Dimulai dengan perdebatan ulama mengenai iman. Ketika mereka
memperbincangkan siapakah yang di anggap iman dan siapakah yang di anggap kafir di
antara pelaku tahkim. Dari permasalahan ini muncul pertanyaan siapakah yang
mengeluarkan perbuatan manusia? Allah atau manusia sendiri?
Semua aliran kalam berpendapat bahwa Tuhan memiliki perbuatan. Perbuatan di
sini dipandang sebagai konsekwensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan untuk
melakukannya.
1. Aliran Mu’tazilah
Sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, Mu’tazilah berpendapat bahwa perbuatan
Tuhan hanya terbatas pada hal=hal yang dianggap baik. Tetapi tidak berarti bahwa
Tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan
buruk karena Ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk tersebut. Di dalam al-
Qur’an dijelaskan bahwa Tuhan tidak berbuat dzalim. Ayat-ayat al-Qur’an yang di
jadikan pedoman oleh kaum Mu’tazilah antara lain :
 Q.S. Al Anbiya [21] ayat 23:
)٢٣( ‫َل َع َّما َي ْف َع ُل َو ُه ْم يُ ْسأَلُو َن‬
ُ ‫ال يُ ْسأ‬
Artinya:
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.

 Q.S. Ar Rum [30] ayat 8:

َ ‫ال‬BB Bِ‫ا إِال ب‬BB B‫ا َب ْيَن ُه َم‬BB B‫ض َو َم‬


‫ْح ِّق‬ َ ‫األر‬
ْ ‫ات َو‬ َّ ‫ق اللَّهُ ال‬Bَ B Bَ‫ا َخل‬BB B‫ ِه ْم َم‬B B ‫ فِي أَْن ُف ِس‬B‫أ ََولَ ْم َيَت َف َّك ُروا‬
Bِ ‫ َم َاو‬B B ‫س‬
)٨( ‫َّاس بِلِ َق ِاء َربِّ ِه ْم لَ َكافِ ُرو َن‬
ِ ‫س ًّمى َوإِ َّن َكثِ ًيرا ِم َن الن‬ َ ‫َج ٍل ُم‬ َ ‫َوأ‬
Artinya:
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan
(tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di
antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya.

Seorang Mu’tazilah Qadi Abd Al Jabr, mengatakan bahwa ayat pertama


memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat yang baik dan Maha suci dari perbuatan
buruk. Maka Tuhan tidak perlu di Tanya. Sedangkan ayat yang kedua, menurut al-Jabr
mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah melakukan
perbuatan-perbuatan buruk. Seandainya Tuhan melakukan perbuatan buruk, maka
pernyataan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak,
adalah tidak benar atau berita bohong.
Faham kewajiban Tuhan berbuat baik, bahkan yang terbaik mengharuskan
Mu’tazilah melahirkan faham kewajiban Allah berikut ini:
a. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia. Memberi beban
diluar kemampuan manusia adalah bertentangan dengan faham berbuat baik dan
terbaik. Tuhan akan bersikap tidak adil apabila Ia memberi beban yang terlalu berat
kepada manusia.
b. Kewajiban mengirimkan Rasul. Argumentasi mereka adalah kondisi akal tidak
dapat mengetahui setiap apa yang harus di ketahui oleh manusia tentang Tuhan dan
alam ghaib. Oleh karena itu Tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi
manusia dengan cara mengirim Rasul. Tanpa Rasul manusia tidak mampu hidup
baik di dunia maupun di akhirat.
c. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (al-wa’id). Janji dan ancaman
merupakan satu dari lima dasar kepercayaan Mu’tazilah. Tuhan tidak akan bersifat
adil apabila Tuhan tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang yang
berbuat baik dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Oleh
Karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah kewajiban bagi Tuhan.

2. Aliran Asy’ariyah
Aliran Asy’ariyah berpendapat:
a. Perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (ja’iz) dan tidak satupun dariNya yang
mempunyai sifat wajib.
b. Aliran Asy’ariyah menerima faham pemberian beban diluar kemampuan manusia
karena perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan Tuhan dan diwujudkan
dengan daya Tuhan bukan dengan daya manusia.
c. Aliran ini juga berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji
dan menjalankan ancaman yang ada dalam al-Qur’an dan Hadis.

3. Aliran Maturidiyah
Kedua aliran Maturidiyah ada perbedaan:
a. Maturidiyah Samarkand, memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan, mereka berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal
yang baik saja, dengan demikian Tuhan berkewajiban melakukan yang baik bagi
manusia. Demikian halnya dengan pengiriman rasul Maturidiyah Samarkand sebagai
kewajiban Tuhan.
b. Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai
faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun Tuhan pasti menepati
janji-Nya, seperti memberi upah orang yang telah berbuat kebaikan. Tentang
kekuasaan Tuhan dan kehendak mutlak Tuhan, tidak bersifat wajib (ja’iz).

C. KEGIATAN DISKUSI
Setelah Anda mendalami materi maka selanjutnya lakukanlah diskusi dengan
teman sebangku Anda atau dengan kelompok Anda, kemudian persiapkan diri untuk
mempresentasikan hasil diskusi tersebut di depan kelas.
Ambillah tema-tema berikut sebagai acuan berdiskusi:
a. Murni adalah seorang anak yang cerdas dan pintar, saking cerdas dan pintarnya teman-
temannya banyak yang menjuluki mu’tazilah.
b. Di suatu desa yang sangat agamis ada salah satu penduduk desa yang melakukan dosa
besar (sebut saja zina), sesuai dengan hukum syari’at dan adat desa setempat pelaku
zina itu dijilid 100 kali dan diasingkan. Bagaimana pendapat kalian?
c. Andik adalah seorang anak yang tekun dan taat beribadah, dia mempunyai teman
yang berlainan keyakinan, namun mereka bisa hidup bersama-sama dengan damai dan
tentram.

D. PENDALAMAN KARAKTER
Dengan memahami persoalan-persoalan pokok ilmu kalam perspektif aliran kalam,
maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut :
1. Berpegang teguh pada prinsip dan pendirian.
2. Menghargai pendapat orang lain.
3. Toleran terhadap sesama.
4. Menghindari sikap, perbuatan maupun ucapan yang merugikan orang lain.
5. Berterima kasih dan hormat kepada Guru yang telah dengan sabar
membimbing kita menuntut ilmu.
6. Mengamalkan ilmu yang telah diajarkan oleh guru kita.
UJI KOMPETENSI

I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e, di depan jawaban yang paling
benar!
1. Akal memang dapat mengetahui adanya Tuhan, namun kewajiban manusia hanya dapat
diketahui melalui wahyu, ini adalah pendapat…….
a. Mu’tazilah                            
b. Asy’ariyah
c. Murji’ah moderat
d. Murji’ah ekstrim 
e. Maturidiyah
2. Aliran apakah yang menolak adanya kebangkitan dari kubur dan siksa kubur?
a. Mu’tazilah                            
b. Khawarij
c. Murji’ah moderat
d. Murji’ah ekstrim 
e. Maturidiyah
3. Aliran apakah yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar berada di manzilah baina al-
manzilatain?
a. Mu’tazilah                            
b. Khawarij
c. Murji’ah moderat
d. Murji’ah ekstrim 
e. Maturidiyah
4. Pendapat Khawarij tentang iman dan amal adalah….
a. Iman tidak ada kaitannya dengan amal manusia
b. Iman tidak dapat bertambah dan tidak pula dapat berkurang
c. Iman adalah cukup diucapkan dengan lisan dan ditakrirkan di dalam hati
d. Iman tidak penting dibanding amal perbuatan manusia
e. Iman bukan merupakan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, akan
tetapi amal ibadah menjadi rukun iman juga
5. Pendapat Maturidiyah tentang seorang muslim yang melakukan dosa besar dan tidak
sempat bertaubat di akhir hayatnya adalah…..
a. Ia tidak kafir dan tidak kekal di neraka
b. Kekal berada di dalam neraka
c. Tidak di neraka dan tidak pula berada di surga melainkan di antara keduanya
d. Wajib dibunuh
e. Kafir dan kekal di neraka
6. Tentang perbuatan Tuhan, aliran Mu’tazilah berpendapat bahwa…..
a. Perbuatan baik dan buruk bukanlah perbuatan Tuhan melainkan perbuatan manusia
b. Segala perbuatan diciptakan Tuhan termasuk perbuatan baik dan buruk manusia
c. Tuhan maha sempurna dan tidak mungkin menciptakan perbuatan buruk manusia
d. Perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap baik
e. Tuhan tidak memiliki andil dalam hal perbuatan manusia
7. “Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu” merupakan pendapat golongan…..
a. Asy’ariyah
b. Jabariyah
c. Murji’ah
d. Qadariyah
e. Mu’tazilah
8. Orang yang melakukan dosa besar akan kekal di dalam neraka, jika ia belum bertaubat
dengan taubat yang sesungguhnya. Ini adalah pendapat….
a. Asy’ariyah
b. Syi’ah Zaidiyah
c. Murji’ah
d. Maturidiyah
e. Mu’tazilah
9. Aliran Mu’tazilah tidak menerima adanya mi’raj walaupun ada ayat al-Qur’an dan hadis
Nabi yang sahih menyatakan hal itu. Karena secara fisik menurut mereka,
a. Isra’ Mi’raj sesuai dengan akal.
b. Isra’ Mi’raj ada dalam hadis.
c. Isra’ Mi’raj bertentangan dengan akal.
d. Isra’ Mi’raj sesuai dengan akal.
e. Isra’ Mi’raj ada dalam al-Quran.
10. Dalil Al-Qur’an yang digunakan oleh golongan Khawarij menghukumi kafir orang-orang
yang terlibat peristiwa tahkim adalah surat…..
a. Al-Maidah ayat 44.
b. Al-Baqarah ayat 59.
c. Al-Hujurat ayat 74.
d. Al-Isra’ ayat 44.
e. Al-Kahfi ayat 45.

II. Jawablah Pertanyaan berikut dengan benar!


1. Bagaimana kedudukan akal menurut Mu’tazilah?
2. Jelaskan sub sekte Khawarij!
3. Bagaimana posisi pelaku dosa besar menurut Mu’tazilah?
4. Jelaskan pendapat Asy’ariyah tentang akal!
5. Jelaskan pendapat Maturidiyah tentang perbuatan Tuhan!
Portofolio dan Penilaian Sikap

1.Carilah beberapa ayat dan hadist yang berhubungan dengan persoalan-persoalan pokok ilmu
kalam dengan mengisi kolom di bawah ini :
Nama Surat + No. Ayat /
No. Hadits Riwayat Redaksi Ayat / Hadits

1.

2.

3.

4,

5.

2. Setelah kalian memahami uraian mengenai persoalan-persoalan pokok ilmu kalam


perspektif aliran kalam, coba kamu amati perilaku berikut ini dan berikan komentar

No. Perilaku Yang Diamati Tanggapan / Komentar Anda


Bakar menertawakan pendapat
1. Umar dalam satu forum diskusi.
Hazeem menolak ajakan
2. temannya untuk melanggar
peraturan sekolah.
Jono suka sakit hati jika
3. pendapatnya tidak diterima.
Toni selalu menuruti keinginan
4. temannya, baik atu buruk.
Tono protes kepada gurunya
5. karena nilainya jelek

Hikmah

‫زينة العلم التواضع واألدب‬


“Perhiasan ilmu itu adalah tawadlu’ (rendah diri) dan adab (tata
krama)”
BAB II
PERSOALAN-PERSOALAN POKOK ILMU KALAM
PERSPEKTIF ALIRAN KALAM (Lanjutan)

www.kpindo.com
Perbedaan itu indah dan penuh hikmah

Karena banyaknya persoalan yang menjadi perdebatan dan terjadi khilaf diantara
mutakallimin dan untuk bisa fokus dalam materi, maka pada BAB II ini akan melanjutkan
materi yang ada pada BAB I yaitu Persoalan-Persoalan Pokok Ilmu Kalam Perspektif Aliran
Kalam.

Kompetensi Inti (KI)


2. Mengembangkan akhlak (adab) yang baik dalam beribadah dan berinteraksi dengan diri
sendiri, keluarga, teman, guru, masyarakat, lingkungan sosial dan alamnya serta
menunjukan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah.

Kompetensi Dasar (KD)


2.1.Menunjukkan sikap positif setelah memahami persoalan-persoalan pokok ilmu kalam
menurut perspektif kalam.
3.5. Mendiskusikan kehendak, kekuasaan dan perbuatan manusia menurut perspektif aliran
kalam .
3.6. Mendiskusikan kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan menurut perspektif aliran
kalam.
3.7. Mendiskusikan kalamullah menurut perspektif aliran kalam.
3.8. Mendiskusikan sifat-sifat Tuhan menurut perspektif aliran kalam.
Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan kehendak, kekuasaan dan perbuatan manusia menurut
perspektif aliran kalam melalui diskusi dengan benar.
2. Siswa dapat menjelaskan kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan menurut perspektif
aliran kalam melalui diskusi dengan benar.
3. Siswa dapat menunjukkan kalamullah menurut perspektif aliran kalam melalui demonstrasi
dengan benar.
4. Siswa dapat menunjukkan sifat-sifat Tuhan menurut perspektif aliran kalam melalui
demonstrasi dengan benar.

PETA KONSEP

1. Khawarij

2. Syi’ah

3. Murji’ah

Aliran-aliran Kalam 4. Jabariyah

5. Mu’tazilah

6. Qadariyah

7. Asy’ariyah

8. Maturidiyah

1. Perbuatan Manusia

2. Kekuasaan dan kehendak mutlak Allah


Persoalan-persoalan pokok
ilmu kalam
3. Kalam Allah

4. Sifat-sifat Allah
A. AMATI GAMBAR BERIKUT INI DAN BUATLAH
KOMENTAR ATAU PERTANYAAN!
Amati Gambar Berikut iniut ini Setelah Anda mengamati gambar disamping
buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1. …………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
……………………………………………..
……………………………………………..
Setelah Anda mengamati gambar disamping
buat daftar komentar atau pertanyaan yang
Sumber: kaskus.co.id
relevan
1. …………………………………………….
Amati Gambar Berikut ini …………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
……………………………………………..
……………………………………………..

Sumber: kompasiana.com

B. PENDALAMAN MATERI
Selanjutnya Anda pelajari uraian berikut ini dan Anda kembangkan dengan
mencari materi tambahan dari sumber belajar lainnya.

A. Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan manusia, bermula dari pembahasan sederhana yang di lakukan oleh
kelompok Jabariyah dan kelompok Qodariyah, yang kemudian di lanjutkan lebih
mendalam oleh aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
1. Aliran Jabariyah
a. Aliran Jabariyah Ekstrim
Aliran ini berpendapat, bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan
perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, Tetapi kemauan yang dipaksakan
atas dirinya karena tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan
tidak memunyai pilihan.
b. Aliran Jabariyah Moderat
Aliran ini berpendapat, bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik
perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di
dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatannya.
2. Aliran Qadariyah
Aliran Qodariyah menyatakan bahwa segala tingkah manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh
karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang di lalkukannya dan berhak
mendapatkan hukuman atas kejahatan yang di perbuatnya. Semua perbuatan manusia
adalah pilihannya sendiri, bukan oleh kehendak atau takdir Tuhan.
Aliran Qodariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan
segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Banyak ayat yang mendukung
pendapat ini, misalnya dalam surat Al-Kahfi [18] ayat 29:
ِِ ِ ِ ِ ‫وقُ ِل ال‬
‫ا َط‬B‫َح‬
َ ‫ارا أ‬B َ ‫اء َفلْيَ ْك ُف ْر إِنَّا أَ ْعتَ ْدنَا للظَّالم‬
ً َ‫ين ن‬ َ ‫ْح ُّق م ْن َربِّ ُك ْم فَ َم ْن َش‬
َ ‫اء َفل ُْي ْؤم ْن َو َم ْن َش‬ َ َ
‫ت‬ْ ‫اء‬ َّ ‫س ال‬ ِ َ B‫ ِوي الْو ُج‬B‫ْل يَ ْش‬ ٍ B‫ وإِ ْن يست ِغيثوا يغَاثُوا بِم‬B‫بِ ِهم سر ِاد ُقها‬
ِ ‫اء َكال ُْمه‬B
َ B‫اب َو َس‬
ُ ‫ َر‬B‫ش‬ َ ‫وه ب ْئ‬B ُ َ ُ ُ َْ َ َ َ َُ ْ
)٢٩( ‫ُم ْرَت َف ًقا‬
Artinya:
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan
diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah
minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Dalam surat Ali Imran [3] ayat 165:


ِ ‫و ِمن ِعن‬BB‫ل ه‬BBُ‫ َذا ق‬B‫ا ُقلْتُم أَنَّى ه‬BB‫بتُم ِم ْثلَيه‬B‫ ْد أَص‬Bَ‫يبةٌ ق‬B‫ص‬
َ‫ ُك ْم إِ َّن اللَّه‬B‫ْد أَْن ُف ِس‬ ْ َُ ْ َ ْ َْ ْ َْ ِ
َ َ‫أ ََولَ َّما أ‬
َ ‫ َاب ْت ُك ْم ُم‬B‫ص‬
)١٦٥( ‫َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ٌير‬
Artinya:
Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu
telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari
(kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dalam surat Al-Ra’d [13] ayat 11:


‫وٍم َحتَّى‬Bْ B‫ا بَِق‬BB‫هُ ِم ْن أَمْ ِر اللَّ ِه إِ َّن اللَّهَ ال ُيغَِّي ُر َم‬BBَ‫ه يَ ْح َفظُون‬Bِ B‫يْه َو ِم ْن َخل ِْف‬
ِ ‫ات ِمن بي ِن ي َد‬B
َ ْ َ ْ Bٌ Bَ‫هُ ُم َع ِّقب‬BBَ‫ل‬
( ‫ه ِم ْن َو ٍال‬Bِ B ِ‫ا لَ ُه ْم ِم ْن ُدون‬BB‫هُ َو َم‬BB َ‫ر َّد ل‬Bَ B‫وءا فَال َم‬ ٍ ِ َّ ‫ ِه ْم وإِذَا أَر‬B ‫ا بِأَن ُف ِس‬BB‫يغِّيروا م‬
ً B ‫وم ُس‬Bْ B‫اد اللهُ ب َق‬ ََ َ ْ َ ُ َُ
)١١
Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia.
Dalam surat Al-Nisa [4] ayat 111:
ِ ِ ِِ ِ ِ
)١١١( ‫يما‬ ً ‫ َعلَى َن ْفسه َو َكا َن اللَّهُ َعل‬Bُ‫ب إِثْ ًما فَِإنَّ َما يَ ْكسبُه‬
ً ‫يما َحك‬ ْ ‫َو َم ْن يَ ْكس‬
Artinya:
Barang siapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk
(kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

3. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia memiliki daya yang besar dan bebas.
Oleh karena itu, mereka sefaham dengan Qodariyah dengan faham free will. Daya yang
ada pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan
dalam perbuatan manusia.
Dalam faham ini, Mu’tazilah mengakui Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan
manusia berperan sebagai fihak yang berkreasi untuk merubah bentuknya. Untuk
membela fahamnya, mereka mengungkapkan firman Allah surat al-Sajdah (32) ayat:7:
)٧( ‫ان ِم ْن ِطي ٍن‬
ِ ‫ْق اإلنْس‬ ٍ ِ
َ َ ‫ن ُك َّل َش ْيء َخلَ َقهُ َوبَ َدأَ َخل‬Bَ ‫س‬ ْ ‫الَّذي أ‬
َ ‫َح‬
Artinya:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.

Yang dimaksud dengan ahsana pada ayat diatas adalah semua perbuatan Tuhan
adalah baik. Dengan demikian perbuatan manusia bukan perbuatan Tuhan, karena di
antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat.
Disamping argumentasi naqliyah (dalil naqli) diatas, aliran ini mengungkapkan
argumentasi rasional (dalil ‘aqli) mereka sebagai berikut:
a. Apabila Allah menciptakan perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri tidak
mempunyai perbuatan, batallah taklif syar'i. Hal ini karena syariat adalah ungkapan
perintah dan larangan yang merupakan thalab, pemenuhan thalab tidak terlepas
dari kemampuan, kebebasan, dan pilihan.
b.  Apabila manusia tidak bebas untuk melakukan perbuatannya. Runtuhlah teori
pahala dan hukuman yang muncul dari konsep faham al-wa'd wa al-wa'id (janji dan
ancaman). Hal ini karena perbuatan itu menjadi tidak dapat di sandarkan kepadanya
secara mutlak sehingga berkonsekwensi pujian atau celaan.
c. Apabila manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengutusan para Nabi
tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan
dakwah harus dibarengi dengan kebebasan pilihan?

Dari faham di atas, Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat dalam


penentuan ajal, karena ajal ada dua macam, yang pertama al-ajal al-thabi’i. ajal inilah
yang dipandang oleh Mu’tazilah sebagai kekuasaan mutlak Tuhan untuk
menentukannya. Ajal yang kedua, ajal yang dibikin oleh manusia itu sendiri, misalnya
membunuh seseorang atau bunuh diri di tiang gantungan atau minum racun. Ajal ini
bisa dipercepat atau diperlambat.

4. Aliran Asy’ariyah
Dalam faham Asy’ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Aliran ini
lebih dekat dengan faham Jabariyah. Untuk menjelaskan dasar pijakannya, Asy’ari
memakai teori kasb (acquisition, perolehan), segala sesuatu terjadi dengan perentaraan
daya yang diciptakan, sehingga menjadi perolehan dari muktasib (yang memperoleh
kasb) untuk melakukan perbuatan, manusia kehilangan keaktifan, sehingga manusia
hanya bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya. Argument yang di pakai oleh Al-
Asy’ari untuk membela keyakinannya adalah Q.S. Ash-shaffat (37) ayat 96:
)٩٦( ‫َواللَّهُ َخلَ َق ُك ْم َو َما َت ْع َملُو َن‬
Artinya:
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

Wa ma ta’malun pada ayat di atas, di artikan Al Asy’ari dengan apa yang kamu
perbuat dan bukan apa yang kamu buat. Dengan demikian ayat ini mengandung arti
Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatanmu. Dengan kata lain dalam
Asy’ariyah yang mewujudkan kasab atau perbuatan manusia adalah Tuhan.

5. Aliran Maturidiyah
Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Bukhara mengenai perbuatan
manusia:
a. Maturidiyah Samarkand
Kehendak dan daya buat pada diri manusia tapi posisinya lebih kecil daripada daya
yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham Al-
Maturidi Samarkand, tidaklah sebebas manusia dalam faham Mu’tazilah.
b. Maturidiyah Bukhara.
Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang
dapat menciptakan, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah
diciptakan Tuhan baginya.

B. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Allah


Faham keadilan Tuhan dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan
apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia
itu hanya terpaksa saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini
menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang disepakati mengandung arti
meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhanini didasari pula oleh perbedaan
pemahaman terhadap kekuatan akal dan fungsi wahyu. Bagi aliran yang berpendapat
bahwa akal memiliki daya yang besar, kekuasaan Tuhan pada hakikatnya tidak lagi bersifat
mutlak semutlak mutlaknya. Adapun aliran yang berpendapat sebaliknya, berpendapat
bahwa kekuasaan dan kehendak Tuhan bersifat mutlak.
1. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah berprinsip, bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zhalim
dengan memaksakan kehendak kepada hamba-hamba-Nya dan mengharuskan hamba-
hamba-Nya menanggung akibat dari perbuatannya. Keadilan Tuhan menurut konsep
Mu’tazilah merupakan titik tolak dari pemikirannya tentang kehendak mutlak Tuhan.
Keadilan Tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatan-
perbuatan-Nya, yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi makhluk dan memberikan
kebebasan kepada manusia. Adapun kehendak mutlak-Nya di batasi oleh keadilan
Tuhan itu sendiri.Dalam pandangan Mu’tazilah kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar
ditengah alam semesta. Mu’tazilah menggunakan dalil QS.Al Ahzab (33) ayat 62:
٦٢( ‫سن َِّة اللَّ ِه َت ْب ِديال‬ ِ ِ ِ Bَ ‫ُسنَّةَ اللَّ ِه فِي الَّ ِذ‬
ُ ‫ين َخلَ ْوا م ْن َق ْب ُل َولَ ْن تَج َد ل‬
Artinya: Sebagai sunnah Allah yang Berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu
sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah
Allah.

Disamping ayat-ayat yang menjelaskan kebebasan manusia yang disinggung dalam


pembicaraan tentang free will dan predestination.
Keadilan Tuhan, menurut Mu’tazilah adalah Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih
yang buruk, yang di jadikan sandaran mereka adalah:

- Q.S. al Anbiya (21) ayat 47:


‫ال َحبَّ ٍة ِم ْن‬B
َ B‫ا َن ِم ْث َق‬BB‫ ْيئًا َوإِ ْن َك‬B B‫س َش‬ ِ ِ ِ ِ َ B B‫وا ِزين ال ِْقس‬BB‫ع الْم‬B B‫ض‬
ٌ ‫ة فَال تُظْلَ ُم َن ْف‬BB B ‫وم الْقيَ َام‬Bْ B‫ط لَي‬ ْ َ َ َ ُ َ َ‫َون‬
ِِ ِ ِ ٍ
)٤٧( ‫ين‬ َ ‫ل أََت ْينَا ب َها َو َك َفى بنَا َحاسب‬B ‫َخ ْر َد‬
Artinya :
“ Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji
sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat
perhitungan.”

- Q.S. Yaasin (36) ayat 54:


)٥٤( ‫س َش ْيئًا َوال تُ ْج َز ْو َن إِال َما ُك ْنتُ ْم َت ْع َملُو َن‬
ٌ ‫فَالَْي ْو َم ال تُظْلَ ُم َن ْف‬
Artinya :
“ Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak
dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.”
- Q.S. Fushilat (41) ayat 54:
ٌ ‫ة ِم ْن لَِق ِاء َربِّ ِه ْم أَال إِنَّهُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء ُم ِحي‬Bٍَ‫أَال إَِّن ُه ْم فِي ِم ْري‬
)٥٤( ‫ط‬
Artinya :
“ Ingatlah bahwa Sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang Pertemuan
dengan Tuhan mereka. ingatlah bahwa Sesungguhnya Dia Maha meliputi segala
sesuatu.”

- Q.S. an Nisa (4) ayat 40:


ِ ِ ِ ‫اع ْفها وي ْؤ‬
ِ َ ‫ك حسنةً ي‬ ٍ َ ‫إِ َّن اللَّه ال يظْلِم ِم ْث َق‬
)٤٠( ‫يما‬
ً ‫َج ًرا َعظ‬
ْ ‫ت م ْن لَ ُدنْهُ أ‬ َُ َ ‫ض‬ ُ َ َ َ ُ َ‫ال ذَ َّرة َوإِ ْن ت‬ ُ َ َ
Artinya :
“ Sesungguhnya Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika
ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan
memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.”
- Q.S. al Kahfi (18) ayat 49:
ِ ‫ َذا ال‬B‫ال ه‬B ِ ِ ِ ‫ْكتَاب َفَترى الْمج ِر ِمين م ْش ِف ِق‬ ِ ِ
ِ َ‫ْكت‬
‫اب‬B َ Bِ ‫ا َم‬BBَ‫ا َو ْيلََتن‬BBَ‫و َن ي‬BBُ‫ين م َّما فيه َو َي ُقول‬
َ ُ َ ْ ُ َ ُ ‫َو ُوض َع ال‬
‫َح ًدا‬
َ‫كأ‬ َ ُّ‫اض ًرا َوال يَظْلِ ُم َرب‬ِ ‫ ووج ُدوا ما َع ِملُوا ح‬B‫اها‬
َ َ َ ََ َ ‫ص‬ َ ‫َح‬
ِ
ِ ‫ادر‬
ْ ‫صغ َيرةً َوال َكبِ َيرةً إِال أ‬
َ ُ َ‫ال ُيغ‬
Artinya :
“Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka Kami,
kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan
ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun".

Keadilan Tuhan menurut konsep Mu’tazilah merupakan titik tolak dalam pemikirannya
tentang kehendak mutlak Tuhan. Keadilan Tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan
dalam perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi
makhluk-Nya dan memberi kebebasan kepada manusia.

2. Aliran Asy’ariyah
Aliran Asy’ariyah mengartikan keadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Mereka percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan. Tuhan berbuat sesuatu semata-
mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya, bukan karena kepentingan manusia
atau tujuan lainnya.
Ayat-ayat yang digunakan sebagai sandaran pendapat kaum Asy’ariyah adalah:
- Q.S. al Buruj (85) ayat 16:
)١٦( ‫د‬Bُ ‫ال لِ َما يُ ِري‬
ٌ ‫َف َّع‬
Artinya :
“ Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.”
- Q.S. Yunus (10) ayat 99:

َ ْ‫أَن‬B B َ‫ا أَف‬BB B‫ض ُكلُّ ُه ْم َج ِم ًيع‬ ِ


َ ‫ت تُكْ ِرهُ الن‬
‫وا‬BB Bُ‫َّاس َحتَّى يَ ُكون‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫آلم َن َم ْن في‬
َ ‫ك‬ َ ُّ‫اء َرب‬
َ B B ‫و َش‬Bْ B Bَ‫َول‬
)٩٩( ‫ين‬ ِِ
َ ‫ُم ْؤمن‬
Artinya :
“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

- Q.S. as Sajadah (32) ayat 13:


ِ ‫ألن ج َهنَّم ِمن ال‬
ِ ‫ْجن َِّة َوالن‬ ِ َّ B‫ َد َاها َولَ ِك ْن َح‬B‫س ُه‬ َّ B‫َولَ ْو ِش ْئنَا آلَت ْينَا ُك‬
‫َّاس‬ َ َ َ َّ ‫ألم‬ ْ ‫و ُل منِّي‬Bْ B‫ق الْ َق‬B ٍ ‫ل َن ْف‬B
)١٣( ‫ين‬ ِ ‫أ‬
َ ‫َج َمع‬ ْ
Artinya :
“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa
petunjuk, akan tetapi telah tetaplah Perkataan dari padaKu: "Sesungguhnya akan aku
penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama."

- Q.S. al An’am (6) ayat 112:


‫ف‬
َ ‫ْر‬ ٍ ‫ ُه ْم إِلَى َب ْع‬B‫ض‬ ِ B ‫ْج ِّن ي‬
ِ ِ ْ‫اطين اإلن‬ ِ ِ ِّ B‫ك َج َعلْنَا لِ ُك‬َ ِ‫َو َك َذل‬
ُ ‫ض ُزخ‬ ُ ‫وحي َب ْع‬B ُ ‫س َوال‬ َ َ‫ي‬B‫ ُد ًّوا َش‬B‫ل نَب ٍّي َع‬B
)١١٢( ‫ك َما َف َعلُوهُ فَ َذ ْر ُه ْم َو َما َي ْفَت ُرو َن‬
َ ُّ‫اء َرب‬ ِ
َ ‫ورا َولَ ْو َش‬ ً ‫الْ َق ْول غُ ُر‬
Artinya :
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan
(dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”
- Q.S. al Baqarah (2) ayat 253:
ٍ ‫ض ُهم َدرج‬ ِ ٍ ‫ضهم علَى بع‬ َ ‫تِل‬
‫ا‬BBَ‫ات َوآَت ْين‬ َ َ ْ َ ‫ض م ْن ُه ْم َم ْن َكلَّ َم اللَّهُ َو َرفَ َع َب ْع‬ ْ َ َ ْ ُ َ ‫ضلْنَا َب ْع‬ َّ َ‫ ف‬B‫الر ُس ُل‬
ُّ ‫ْك‬
‫ْد ِه ْم‬ ِ ‫ل الَّ ِذين ِمن بع‬BBَ‫ا اقْتَت‬BB‫اء اللَّهُ م‬B‫س ولَو َش‬ ِ َ‫م الْبِّين‬B ‫ِعيسى ابْن مري‬
ِ ‫ات َوأَيَّ ْدنَاهُ بُِر‬
َْ َ َ َ َ ْ َ Bِ ‫وح الْ ُق ُد‬ َ ََ َْ َ َ
ِ ِ ِ ُ Bَ‫اء ْتهم الْبِّين‬BB‫ا ج‬BB‫ْد م‬ ِ ِ
‫اء‬ َ ‫وا فَم ْن ُه ْم َم ْن‬BB‫ات َولَك ِن ا ْخَتلَ ُف‬B
َ B ‫و َش‬Bْ Bَ‫ر َول‬Bَ B‫آم َن َوم ْن ُه ْم َم ْن َك َف‬ َ ُ ُ َ َ َ ‫م ْن َبع‬
)٢٥٣( ‫اللَّهُ َما اقْتََتلُوا َولَ ِك َّن اللَّهَ َي ْف َع ُل َما يُ ِري ُد‬
Artinya :
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di
antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya
Allah meninggikannya beberapa derajat. dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam
beberapa mukjizat serta Kami perkuat Dia dengan Ruhul Qudus. dan kalau Allah
menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah
Rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan
tetapi mereka berselisih, Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di
antara mereka yang kafir. seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-
bunuhan. akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.”

Ayat-ayat tersebut di fahami Asy’ari sebagai pernyataan tentang kekuasaan dan


kehendak mutlak Tuhan. Kehendak Tuhan pasti berlaku, apabila kehendak Tuhan tidak
berlaku, berarti Tuhan lupa, lalai dan lemah untuk melaksanakan kehendak-Nya.
Padahal sifat lalai, lupa dan lemah adalah sifat yang mustakhil (tidak mungkin) bagi
Allah. Tanpa dikehendaki Tuhan manusia tidak akan berkehendak apa-apa.
Asy’ariyah memahami bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap
makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya. Dengan demikian, ketidakadilan
difahami dalam arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendak-Nya terhadap makhluk. Atau
dengan kata lain, dikatakan tidak adil apabila di fahami Tuhan tidak lagi berkuasa
mutlak terhadap milik-Nya.

3. Aliran Maturidiyah
Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terbagi
menjadi dua yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Keadaan ini di
sebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan
pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Karena menganut faham free will
dan free act serta adanya batasan bagi kekuasaan mutlak Tuhan, kaum Maturidiyah
Samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat dengan Mu’tazilah, tetapi kekuatan akal
dan batasan yang di berikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang
diberikan Mu’tazilah.
a. Aliran Maturidiyah Samarkand
Tuhan memang memiliki kekuasaan mutlak, namun kekuasaan-Nya dibatasi oleh
batasan yang diciptakan-Nya sendiri.
1) Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka, ada
pada manusia.
2) Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, tetapi
berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam mempergenukan daya yang
diciptakan Tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.
3) Keadaan hukuman-hukuman Tuhan, sebagaimana kata al-Bazdawi, tak boleh
tidak mesti terjadi.

b. Aliran Maturidiyah Bukhara


Tuhan tidak mungkin melanggar janji-janji-Nya, memberi pahala kepada orang yang
berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat.

C. Kalamullah
Dalam persoalan kalamullah ini ada perbedaan pendapat diantara aliran kalam,
diantaranya adalah:
1. Aliran Jabariyah
Fahamnya mengenai kalam Tuhan (al-Qur’an), Jahm bin Shafwan berpendapat bahwa,
al-Qur’an adalah makhluk yang dibuat sebagai suatu yang baru/hadis.

2. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah berpendapat, bahwa al-Qur’an yang disebut dalam kalam atau sabda Tuhan
yang tersusun dari huruf dan suara adalah makhluk yang dijadikan oleh Tuhan.
Kalamullah tersebut tidak ada pada Zat Tuhan, melainkan berada di luar diri-Nya.

3. Aliran As’ariyah
Menurut aliran Asy’ariyah kalam Allah itu Esa dan Qadim. Adapun mengenai perintah
dan larangan, wa’id dan sebagainya merupakan i’tibar-i’tibar dalam kalam-Nya dan
bukan merupakan jumlah berbilang di dalam kalam itu sendiri. Dari keterangan ini al-
Asy’ari melihat bahwa, kalam Allah itu ada dua bentuk, yaitu :
a. Sesuatu yang merupakan sifat Tuhan dan itulah yang qadim.
b. Lafadz yang menunjuk atas kalam yang qadim tersebut itulah yang baru/hadis dan
bersifat makhluk.

D. Sifat-Sifat Tuhan
Perdebatan antar aliran kalam tentang sifat-sifat Tuhan tidak terbatas pada persoalan
apakah Tuhan memiliki sifat atau tidak, tetapi juga pada persoalan-persoalan cabang
sifat-sifat Allah, seperti melihat Tuhan dan esensi al-Qur’an.
1. Aliran Mu’tazilah
Washil bin Atha’ menegaskan bahwa siapa saja yang menetapkan adanya sifat
qadim bagi Allah, ia telah menetapkan adanya dua Tuhan. Mu’tazilah berpendapat
bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, sebab apabila Tuhan memiliki sifat, sifat tersebut
harus kekal seperti halnya dzat Tuhan. Jika sifat-sifat itu kekal, maka yang kekal bukan
hanya satu tetapi banyak. Tegasnya, kekalnya sifat-sifat membawa pada faham banyak
yang kekal. Selanjutnya faham ini akan membawa kepada faham politheisme atau
syirik.
Definisi mereka tentang Tuhan, menurut Asy’ari bersifat negative. Tuhan tidak
mempunyai pengetahuan, kekuasaan, hajat dan lain sebagainya. Tuhan bagi Mu’tazilah
tetap mengetahui, berkuasa dan seabagainya tetapi tidak dengan sifat dalam arti kata
yang sebenarnya. Artinya, Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan itu
adalah Tuhan sendiri.
Aliran Mu’tazilah memberikan daya yang besar kepada akal berpendapat bahwa
Tuhan tidak dapat memiliki sifat-sifat jasmani. Mereka menta’wilkan ayat-ayat yang
memberikan kesan bahwa Tuhan bersifat jasmani secara metaforis. Dengan kata lain,
ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan bersifat jasmani di ta’wil dengan
pengertian yang layak bagi kebesaran dan keagungan Allah. Misalnya, kata “istawa”
dalam surat Thaha ayat lima di ta’wil dengan al-istila wa al-ghalabah (menguasai dan
mengalahkan), kata ini dalam surat Thaha ayat 39 dita’wilkan dengan “ilmi”
(pengetahuan-Ku), kata “wajhah” dalam surat al-Qashash ayat 88 dita’wilkan dengan
dzatuhu ayy nafsuhu (dzatNya, yakni diriNya), kata yadd dalam surat Shad ayat 75
ditakwilkan dengan al quwwah (kekuatan).
Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan karena bersifat immateri, tidak dapat
dilihat oleh mata kepala. Karena, pertama Tuhan tidak mengambil tempat sehingga
tidak dapat dilihat, kedua bila Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala, berarti Tuhan
dapat dilihat sekarang di dunia, padahal kenyataannya tidak ada seorangpun yang dapat
melihat Tuhan di alam ini. Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sandaran dalam
mendukung pendapat diatas adalah;
- QS. Al An’am (6) ayat 103:

ُ ‫ص َار َو ُه َو اللَّ ِط‬


)١٠٣( ‫يف الْ َخبِ ُير‬ َ ْ‫ار َو ُه َو يُ ْد ِر ُك األب‬ َ ْ‫ال تُ ْد ِر ُكهُ األب‬
Bُ ‫ص‬
Artinya:
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.

- QS. Al Qiyamah (75) ayat 23:


ِ َ‫إِلَى ر ِّبها ن‬
)٢٣( ٌ‫اظ َرة‬ ََ
Artinya:
Kepada Tuhannyalah mereka melihat.

- QS. Al A’raf (7) ayat 14:


)١٤( ‫ َي ْوِم ُي ْب َعثُو َن‬B‫ال أَنْ ِظ ْرنِي إِلَى‬
َ َ‫ق‬
Artinya: Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan".

- QS. Al Kahfi (18) ayat 110:

‫اء َربِِّه‬B ِ Bِ ‫هٌ َو‬B Bَ‫ا إِلَ ُه ُك ْم إِل‬BB‫وحى إِلَ َّي أَنَّ َم‬B
َ B‫و ل َق‬BB‫ا َن َي ْر ُج‬BB‫ ٌد فَ َم ْن َك‬B‫اح‬
ِ َ ‫ا ب‬BB َ‫ا أَن‬BB‫ل إِنَّم‬BB ُ‫ق‬
َ B ُ‫ ٌر م ْثلُ ُك ْم ي‬B B‫ش‬َ َ ْ
)١١٠( B‫َح ًدا‬ ِ ِ َ ‫َفلْيعمل َعمال صالِحا وال ي ْش ِر ْك بِ ِعب‬
َ ‫ادة َربِّه أ‬ َ ُ َ ً َ َ ْ ََْ
Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya".

- QS. Asy Syura 51:


ِ B‫وال َفي‬B ‫ل رس‬B ‫اب أَو ير ِس‬B ِ ِ ِ َ َ‫ا َن لِب‬BB‫ا َك‬BB‫َو َم‬
‫وح َي‬B ُ ُ َ َ ْ ُ ْ ٍ B‫ا أ َْو م ْن َو َراء ح َج‬BBً‫هُ اللَّهُ إِال َو ْحي‬BB‫ ٍر أَ ْن يُ َكلِّ َم‬B ‫ش‬
ِ ِ َ َ‫ه َما ي‬Bِِ‫بِِإ ْذن‬
)٥١( ‫يم‬ ٌ ‫شاءُ إِنَّهُ َعل ٌّي َحك‬
Artinya:
Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus
seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang
Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.

2. Aliran Asy’ariyah
Menurut Asy’ariyah, Tuhan memiliki sifat karena perbuatan-perbuatannya.
Mereka juga mengatakan bahwa Tuhan mengetahui, berkuasa, menghendaki dan
sebagainya serta memiliki pengetahuan, kemauan dan daya. Asy’ariyah berpendapat
bahwa sifat-sifat Tuhan itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat
manusia
Asy’ariyah memberi daya yang kecil pada akal dan menolak faham Tuhan
memiliki sifat-sifat jasmani, jika sifat jasmani dianggap sama dengan sifat manusia.
Tetapi ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan memiliki sifat jasmani, tidak
boleh dita’wilkan tetapi harus diterima sebagaimana makna harfiahnya. Oleh sebab itu,
Tuhan dalam pandangan Asy’ariyah mempunyai mata, wajah, tangan serta bersemayam
di singgasana. Tetapi, semua dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui
bagaimana cara dan batasnya).
Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala kelak di akhirat. Asy’ary menjelaskan
bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud. Karena Tuhan
memiliki wujud, Ia dapat dilihat, lebih jauh dikatakan Tuhan melihat apa yang ada.
Dengan demikian, Dia melihat diri-Nya juga. Jika Tuhan melihat diri-Nya, tentu Ia
dapat membuat manusia mempunyai kemampuan melihat diri-Nya. Ayat-ayat al-Qur’an
yang dijadikan sandaran dalam menopang pendapatnya adalah ;
- QS. Al Qiyamah (75) ayat 22-23:
ِ َ‫)إِلَى ر ِّبها ن‬٢٢( ٌ‫اضرة‬
)٢٣( ٌ‫اظ َرة‬ ِ ٍِ
ََ َ َ‫ُو ُجوهٌ َي ْو َمئذ ن‬
Artinya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. kepada
Tuhannyalah mereka melihat.

- QS. Al A’raaf (7) ayat 143:


‫ َولَ ِك ِن‬B‫رانِي‬Bَ B‫ال لَ ْن َت‬B َ َ‫ر إِل‬Bْ B ُ‫ب أَ ِرنِي أَنْظ‬
َ B َ‫يْك ق‬ َ B َ‫هُ َربُّهُ ق‬BB‫ َو َكلَّ َم‬B‫ا‬B َ‫ى لِ ِمي َقاتِن‬B ‫اء ُمو َس‬B
ِّ ‫ال َر‬B َ B‫َولَ َّما َج‬
ِ ِ َ ‫اسَت َق َّر م َكانَهُ فَسو‬ ِ
َ ‫ َفلَ َّما تَ َجلَّى َربُّهُ لل‬B‫ف َت َراني‬
‫ر‬Bَّ B‫هُ َد ًّكا َو َخ‬BBَ‫ل َج َعل‬Bِ Bَ‫ْجب‬ َْ َ ْ ‫ْجبَ ِل فَِإن‬ َ ‫انْظُْر إِلَى ال‬
ِِ َ ‫ت إِلَْي‬ َ َ‫ص ِع ًقا َفلَ َّما أَفَا َق ق‬
)١٤٣( ‫ين‬ َ ‫ك َوأَنَا أ ََّو ُل ال ُْم ْؤمن‬ ُ ‫ك ُت ْب‬ َ َ‫ال ُس ْب َحان‬ َ ‫وسى‬ َ ‫ُم‬
Artinya:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah
ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar
kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku
orang yang pertama-tama beriman".

- QS. Yunus (10) ayat 26:


‫ْجن َِّة‬ َ Bِ‫ر َوال ِذلَّةٌ أُولَئ‬Bٌ B‫وه ُه ْم َقَت‬B ِِ
َ ‫اب ال‬ ْ َ‫ك أ‬B
ُ ‫ َح‬B‫ص‬ َ َ‫ْح ْسنَى َو ِزي‬
َ B‫ادةٌ َوال َي ْر َه ُق ُو ُج‬ ُ ‫سنُوا ال‬
َ ‫َح‬
ْ ‫ين أ‬َ ‫للَّذ‬
)٢٦( ‫ن‬Bَ ‫ُه ْم فِ َيها َخالِ ُدو‬

Artinya:
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan
tambahannya. dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan.
mereka Itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.

3. Aliran Maturidiyah
Menurut Maturidiyah, sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada bersama; inhern)
dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain al-dzat wa la hiya ghairuhu). Menetapkan
sifat bagi Allah tidak harus membawa kepada pengertian anthropomorphisme, karena
sifat tidak berwujud yang terpisah dari dzat, sehingga berbilang sifat tidak akan
membawa pada berbilangnya yang qadim (taaddud al-qudama). Tampaknya faham
Maturidiyah tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati faham Mu’tazilah.
Perbedaannya, al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu’tazilah
menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
Menurut Maturidi Samarkand, dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi
gambaran Tuhan memiliki sifat jasmani, mereka mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan tangan, muka, mata dan kaki adalah kekuasaan Tuhan.
Demikian pula Maturidi Bukhara, mereka sependapat dengan Asy’ariyah dan
Maturidi Samarkand bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Al-Bazdawi
mengatakan, bahwa Tuhan kelak memperlihatkan diri-Nya untuk kita lihat dengan mata
kepala, sesuai dengan apa yang Ia kehendaki.

4. Aliran Syi’ah Rafidhah


Sebagian besar tokoh Syi’ah Rafidhah menolak bahwa Allah senantiasa bersifat
tahu. Mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qadim. Sebagian besar
mereka berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum kemunculannya.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap
sesuatu sebelum Ia menghendakinya. Ketika Ia menghendaki sesuatu, Ia pun bersifat
tahu. Jika Ia tidak menghendaki, maka Ia tidak bersifat tahu. Makna Allah berkehendak
menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan gerakan (taharraka harkah). Ketika
gerakan itu muncul, Ia bersifat tahu terhadap sesuatu itu. Mereka berpendapat pula
bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu yang tidak ada.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa pengetahuan merupakan sifat dzat
Allah dan bahwa Allah tahu tentang diri-Nya sendiri, tetapi Ia tidak dapat di sifati tahu
terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada. Sebagian yang lain berpendapat bahwa Allah
senantiasa mengetahui dan pengetahuan-Nya merupakan sifat dzat-Nya. Ia tidak dapat
disifati bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum sesuatu itu ada, sebagaimana manusia
tidak dapat disifati melihat dan mendengar sesuatu sebelum bertemu dengan sesuatu itu
sendiri.
Mayoritas tokoh Rafidhah menyifati Tuhannya dengan bada (perubahan).
Mereka beranggapan bahwa Tuhan mengalami banyak perubahan. Sebagian mereka
mengatakan bahwa Allah terkadang memerintahkan sesuatu lalu mengubahnya.
Terkadang Ia menghendaki melakukan sesuatu lalu mengurungkannya karena ada
perubahan pada diri-Nya. Perubahan ini bukan dalam arti naskh, tetapi dalam arti bahwa
pada waktu yang pertama Ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada waktu yang kedua.
C. KEGIATAN DISKUSI
Setelah Anda mendalami materi maka selanjutnya lakukanlah diskusi dengan
teman sebangku Anda atau dengan kelompok Anda, kemudian persiapkan diri untuk
mempresentasikan hasil diskusi tersebut di depan kelas.
Ambillah persoalan-persoalan berikut sebagai bahan diskusi:
1. Hilwa adalah seorang anak yang rajin beribadah dalam kesehariannya Hilwa beramal
dengan sangat ikhlas dan tampak tidak berharap hanya keridlaan Allah swt. sampai
kedua orang tuanya begitu terharu. Bagaimanakah Hilwa dapat seperti itu?
2. Di sebuah sekolah, siswanya dianjurkan selalu membawa al-Quran setiap pergi ke
sekolah. Sesampainya di sekolah, al-Quran dikumpulkan di rak khusus yang berada di
kelas masing-masing. Kenapa al-Quran harus ditempatkan di tempat yang khusus?
3. Bakar adalah seorang petani yang hidupnya pas-pasan yang hidup di sebuah desa yang
jauh dari kota, dengan kemiskinannya tersirat betapa percayanya dia dengan
kekuasaan dan kehendak Allah.

D. PENDALAMAN KARAKTER
Dengan memahami persoalan-persoalan pokok ilmu kalam perspektif aliran kalam,
maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut :
a. Berpegang teguh pada prinsip dan pendirian.
b. Menghargai pendapat orang lain.
c. Toleran terhadap sesama.
d. Menghindari sikap, perbuatan maupun ucapan yang merugikan orang lain.
e. Berterima kasih dan hormat kepada Guru yang telah dengan sabar membimbing kita
menuntut ilmu.
f. Mengamalkan ilmu yang telah diajarkan oleh guru kita.
UJI KOMPETENSI

I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e, di depan jawaban yang paling
benar !
1. Tuhan memiliki sifat, tetapi  tidak sama dengan makhluq-Nya adalah pendapat…..
a. Mu’tazilah                            
b. Asy’ariyah
c. Salafiyah
d. Qadariyah             
e. Maturidiyah
2. Menurut Mu’tazilah, perbuatan baik dan buruk manusia  harus diganjar oleh Tuhan,
karena merupakan konsekuensi dari prinsip…..
a. Al-Tauhid                              
b. Al-‘Adl
c. Al-wa’du wal wa’id
d. Al-Manzilah bainal Manzilatain    
e. Amar ma’ruf-nahi munkar              
3. Pendapat Asy’ariyah tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan adalah….
a. Tuhan itu adil dan tidak mungkin berbuat zhalim dengan memaksakan kehendak
kepada hamba-hamba-Nya
b. Tuhan memang memiliki kekuasaan mutlak, namun kekuasaan-Nya dibatasi oleh
batasan yang diciptakan-Nya sendiri.
c. Tuhan tidak mungkin melanggar janji-janji-Nya, memberi pahala kepada orang
yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat.
d. Tuhan berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya
e. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan ikut keinginan manusia.
4. Pandangan aliran Mu’tazilah dengan sifat Allah adalah…..
a. Sifat Allah banyak sekali
b. Allah hanya mempunyai sifat satu
c. Tuhan tidak memiliki sifat
d. Tuhan memiliki sifat
e. Sifat-sifat Tuhan itu mulazamah
5. “Kalam Allah itu Esa dan Qadim”, ini adalah pendapat aliran………..
a. Asy’ariyah
b. Jabariyah
c. Murji’ah
d. Mu’tazilah
e. Wahabiyah
6. Aliran Kalam yang memiliki kesamaan pandangan tentang “Tuhan bersifat adil karena
Ia mengganjar perbuatan baik/buruk hasil ikhtiar manusia”, adalah…..
a. Asy’ariyah dan Maturidiyah
b. Jabariyah dan Qadariyah
c. Syi’ah dan Murji’ah
d. Qadariyah dan Mu’tazilah
e. Salafiyah dan Wahabiyah
7. “Manusia memiliki daya yang besar dan bebas” adalah merupakan pendapat
aliran…….
a. Asy’ariyah
b. Jabariyah
c. Murji’ah
d. Mu’tazilah
e. Wahabiyah
8. Tuhan memiliki sifat karena perbuatan-perbuatannya, adalah pendapat dari aliran……
a. Mu’tazilah
b. Maturidiyah
c. Asy’ariyah
d. Syi’ah
e. Murji’ah
9. Perbuatan manusia menurut aliran Qadariyah………..
a. Perbuatan manusia bukan perbuatan yang timbul dari kemauan sendiri, tapi
dipaksakan.
b. Perbuatan manusia dilakukan atas kehendak sendiri.
c. Perbuatan manusia terjadi begitu saja tanpa di ketahui.
d. Perbuatan manusia di adakan oleh Tuhan.
e. Perbuatan manusia terjadi tanpa sepengetahuan Tuhan.
10. Kehendak mutlak Tuhan, dibatasi oleh keadilan Tuhan adalah pendapat dari……..
a. Maturidiyah Bukhara
b. Maturidiyah Samarkand
c. Murji’ah Moderat
d. Murji’ah
e. Mu’tazilah

II. Jawablah pertanyaan berikut dengan benar!


1. Bagaimanakah pendapat Mu’tazilah tentang sifat Allah? Sebutkan dalilnya!
2. Bagaimana pendapat aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia? Sebutkan dalilnya!
3. Bagaimana pendapat aliran Asy’ariyah tentang kekuasaan dan kehendak muthlak
Allah? Sebutkan dalilnya!
4. Jelaskan pendapat aliran Mu’tazilah tentang kalamullah!
5. Jelaskan pendapat aliran Maturidiyah tentang sifat Allah!
Portofolio dan Penilaian Sikap

1.Carilah beberapa ayat dan hadist yang berhubungan dengan persoalan-persoalan pokok ilmu
kalam dengan mengisi kolom di bawah ini :
Nama Surat + No. Ayat /
No. Hadits Riwayat Redaksi Ayat / Hadits

1.

2.

3.

4,

5.

2. Setelah kalian memahami uraian mengenai persoalan-persoalan pokok ilmu kalam


perspektif aliran kalam, coba kamu amati perilaku berikut ini dan berikan komentar

No. Perilaku Yang Diamati Tanggapan / Komentar Anda


Qomar anak yang suka
1. mengamuk di kelas
Hanna selalu melakukan sholat
2. dhuha pada waktu istirahat
Ali dan Supri adalah dua siswa
3. yang disukai guru dan teman-
temannya
Hartono baru saja menjadi juara I
4. lomba MTQ tingkat provinsi
tetapi dia tidak tetap rendah diri
Siti selalu sayang terhadap dua
5. orang adiknya yang masih kecil
sekalipun kadang-kadang
adiknya ada yang nakal

Hikmah

‫قل‬
ّ ‫أحب األعمال إلي اهلل أدومها وإن‬
ّ
Amal yang paling disukai Allah adalah yang dilakukan terus
menerus walaupun sedikit
SOAL SEMESTER I
Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e, di depan jawaban yang paling
benar !
1. Tuhan memiliki sifat, tetapi  tidak sama dengan makhluq-Nya adalah pendapat…..
a. Mu’tazilah                            
b. Asy’ariyah
c. Salafiyah
d. Qadariyah             
e. Maturidiyah
2. Menurut Mu’tazilah, perbuatan baik dan buruk manusia  harus diganjar oleh Tuhan,
karena merupakan konsekuensi dari prinsip…..
a. Al-Tauhid                              
b. Al-‘Adl
c. Al-wa’du wal wa’id
d. Al-Manzilah bainal Manzilatain    
e. Amar ma’ruf-nahi munkar              
3. Pendapat Asy’ariyah tentang iman dan amal adalah….
a. Iman tidak ada kaitannya dengan amal manusia
b. Iman tidak dapat bertambah dan tidak pula dapat berkurang
c. Iman adalah cukup diucapkan dengan lisan dan ditakrirkan di dalam hati
d. Iman tidak penting dibanding amal perbuatan manusia
e. Iman  dan amal memiliki kaitan erat satu degan yang lainnya
4. Pendapat Asy’ariyah tentang seorang muslim yang melakukan dosa besar dan tidak
sempat bertobat di akhir hayatnya adalah…..
a. Ia tidaklah kafir dan tetap muslim
b. Kekal berada di dalam neraka
c. Tidak di neraka dan tidak pula berada di surga melainkan di antara keduanya
d. Wajib dibunuh
e. Kafir dan kekal di neraka
5. Tentang perbuatan Tuhan, aliran Jabariyah berpendapat bahwa…..
a. Perbuatan baik dan buruk bukanlah perbuatan Tuhan melainkan perbuatan manusia
b. Segala perbuatan diciptakan Tuhan termasuk perbuatan baik dan buruk manusia
c. Tuhan maha sempurna dan tidak mungkin menciptakan perbuatan buruk manusia
d. Tuhan hanya menciptakan perbuatan yang baik-baik saja
e. Tuhan tidak memiliki andil dalam hal perbuatan manusia
6. Aliran Kalam yang memiliki kesamaan pandangan tentang “Tuhan bersifat adil karena
Ia mengganjar perbuatan baik/buruk hasil ikhtiar manusia”, adalah…..
a. Asy’ariyah dan Maturidiyah
b. Jabariyah dan Qadariyah
c. Syi’ah dan Murji’ah
d. Qadariyah dan Mu’tazilah
e. Salafiyah dan Wahabiyah
7. “Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu” merupakan pendapat golongan…..
a. Asy’ariyah dan Maturidiyah
b. Jabariyah dan Qadariyah
c. Syi’ah dan Murji’ah
d. Qadariyah dan Mu’tazilah
e. Salafiyah dan Wahabiyah
8. Pandangan Theology Mu’tazilah selalu bertolak belakang dengan Asy’ariyah dan
Maturidiyah, kecuali pada persoalan…..
A. Janji Tuhan
B. Perbuatan manusia
C. Al-Qur’an
D. Rupa Tuhan
E. Prinsip ajaran
9. Di antara tokoh yang mempengaruhi pemikiran teologi al-Maturidi adalah…..
a. Al-Bazdawi dan Abdullah Wahab
b. Ibn Hazam al-Andalusi dan Abu Musa al-Asy’ari
c. Ibnu Nadim Abu Huzail al-Allaf
d. Abu Hasan Al-Asy’ary dan Abu Hasan Al-Maturidi
e. Abu Mansur al-Maturidi dan al-Bazdawi
10. Dalil Al-Qur’an yang kerap digunakan oleh golongan Khawarij guna menguatkan
pendapatnya tentang manusia menganut paham free will and free act adalah…..
a. Padahal Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (al-Safat:96)
b. Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu….(al-Kahfi:29)
c. Dan Kamu tidak memapu menempuh jalan itu, kecuali bila dikehendaki Allah (al-
Insan:30)
d. Siapa yang melihat kemunkaran hendaknya ia merobah dengan tangannya…(al-
Hadits)
e. Sesungguhnya Allah tidak merobah nasib suatu kaum sehingga mereka merobah
nasib mereka sendiri..(al-Ra’du:11)
11. Kedudukan akal menurut aliran Mu’tazilah adalah…..
A. Sejajar dengan wahyu                                   
B. Beriringan dengan wahyu
C. Lebih tinggi dari wahyu  
D. Di belakang wahyu
E. Lebih rendah dari wahyu
12. Ahlusunnah wal jama’ah biasanya merujuk kepada golongan…..
A. Asy’ariyah
B. Mu’tazilah
C. Jabbariyah
D. Khawarij
E. Murji’ah
13. Aliran yang sangat keras menentang bentuk syirik dan taqlid adalah…..
A. Mu’tazilah
B. Qadariyah
C. Wahabiyah  
D. Khawarij
E. Asy’ariyah
14. Pembahsan tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia pada Ilmu Kalam
disandarkan pada …..
A. Filsafat dan tasauf                          
B. Akal      
C. Wahyu
D. Wahyu dan akal murni
E. Fiqh dan Ushul Fiqh
15. Berikut ini adalah pernyataan yang benar tentang Khawarij:
A. Pelaku dosa besar bukanlah kafir dan bukan pula mu’min
B. Kelompok yang menganut paham al-Manzila bainal manzilatain
C. kelompok yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib
D. Abu Hudzail adalah pemimpin Khawarij pertama
E. Membagi wilayah kekuasaannya menjadi wliayah Islam dan wilayah Yahudi
16. Golongan kalam yang dikelompokkan sebagai aliran rasional Islam adalah….
A. 1   dan  2
B. 3   dan  4
C. 5   dan  6
D. 1   dan  3
E. 3   dan  6
17. Kewajiban mengetahui perbuatan baik dan buruk berdasarkan wahyu adalah
pendapat…..
A. Mu’tazilah          
B. Qadariyah
C. Jabbariyah
D. Khawarij
E. Asy’ariyah
18. Tuhan memiliki sifat tetapi tidak sama dengan sifat makhluqnya adalah pendapat……
A. Asy’ariyah
B. Khawarij               
C. Qadariyah
D. Jabariyah
E. Salafiyah
19. Perbedaan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam memposisikan akal dapat
dicermati melalui  salah satu pernyataan yang benar berikut ini:
A. Menurut Asy’ariyah kedudukan akal lebih tinggi dari wahyu
B. Menurut Mu’tazilah kedudukan wahyu lebih tinggi dari akal
C. Baik Asy’ariyah maupun Mu’tazilah sepakat meletakkan wahyu di atas akal
D. Asy’ariyah memandang bahwa akal tanpa wahyu dapat mengenal Tuhan
E. Akal menurut Mu’tazilah dapat mengantarkan kepada sumber kebenaran meskipun
tanpa agama   
20. Alasan Mu’tazilah meniadakan sifat-sifat Tuhan karena…..
A. Dengan memberikan sifat bagi Tuhan justru akan membatasi kekuasaan Tuhan
B. Dengan meniadakan sifat-sifat Tuhan maka Ia menyatu dengan ciptaan-Nya
C. Tuhan tidak memiliki sifat tetapi ‘Asmaul Husna’
D. Tuhan tidak memiliki sifat tetapi mengetahui dengan ilmunya
E. Sifat Tuhan dapat diprediksi melalui ciptaan-Nya
21. Aliran yang memiliki kesamaan pandangan bahwa Iman adalah keyakinan di dalam
hati, perkataan dengan lisan, dan diwujudkan dengan perbuatan adalah...
A. Qadariyah-Jabbariyah      
B. Salafiyah-Mu’tazilah
C. Murji’ah-Qadariyah
D. Syi’ah-Khawarij
E. Asy’ariyah-Maturidiyah                   
22. Menurut Asy’ari kewajiban berterima kasih kepada Tuhan dapat diketahui melalui…..
A. Akal         
B. Wahyu
C. Akal dan wahyu
D. Ilmu Tarekat
E. Ilmu Kalam 
23. Al-Maturidi sepaham dengan Mu’tazilah dan bertentangan dengan pendirian
Asy’ariyah terutama dalam hal…..
A. Melihat rupa Tuhan
B. Perbuatan baik dan buruk manusia
C. Mengetahui Tuhan
D. Kewajiban manusia berterima kasih kepada Tuhan
E. Sifat-sifat Tuhan
24. Wahyu bagi golongan Mu’tazilah berfungsi sebagai…..
A. Penerang menuju jalan kebenaran
B. Memberi penjelasan tentang perincian hukuman dan balasan yang akan diterima
manusia
C. Perisai diri  nabi SAW dalam menjalankan misinya sebagai seorang rasul
D. Sumber utama dalam menetapkan hukum
E. Kalam Allah yang ditujukan kepada seluruh manusia melalui rasul-Nya
25. Menurut Mu’tazilah, Tuhan memberi janji dan ancaman bagi manusia sebagai 
konsekuensi dari prinsip…..
A. Al-Tauhid                              
B. Al-‘Adl
C. Al-wa’du wal wa’id
D. Al-Manzilah bainal Manzilatain    
E. Amar ma’ruf-nahi munkar 
26. Aliran Kalam yang memiliki kesamaan pandangan tentang “Tuhan bersifat adil karena
Ia mengganjar perbuatan baik/buruk hasil ikhtiar manusia” , adalah…..
A. Jabariyah dan Qadariyah
B. Syi’ah dan Murji’ah
C. Asy’ariyah dan Maturidiyah
D. Salafiyah dan Wahabiyah
E. Qadariyah dan Mu’tazilah
27. Salah satu paham yang dilontarkan Najdah adalah
A. Orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal di neraka adalah orang Islam yang
tidak sepaham dengan mereka
B. Dosa kecil akan menjadi dosa besar jika dikerjakan terus menerus dan yang
mengerjakannya sendiri menjadi musyrik
C. Pelaku dosa kecil harus diampuni dan pelaku dosa besar harus dibunuh
D. Tidak ada perbedaan antara pelaku dosa kecil maupun pelaku dosa besar
E. Tidak ada surga bagi pelaku dosa besar
28. Definisi iman menurut  Murji’ah moderat adalah…...
A. Iman adalah pengakuan dengan lisan saja
B. Iman adalah pelaksanaan dengan perbuatan
C. Iman ialah pengakuan tetang Tuhan, tentang Rasul-Rasulnya dan iman tidak
mempunyai sifat berkurang atau bertambah
D. Iman ialah taqriru bil qalbi
E. Berbuat baik seakan-akan Tuhan melihat perbuatan kita
29. Menurut faham Jabariah moderat, tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Efek yang dimaksud
adalah…..  
A. al-Iradath al- Qawiyah  
B. Al-Kasb atau acquistion
C. al-Af’alu al-Khamsah 
D. Asa dan harapan
E. Usaha dan do’a
30. Untuk menjaga kemurnian tauhid atau Ke Maha Esa-an Tuhan, aliran Mu’tazilah tidak
mengakui adanya…..  
A. Tuhan  
B. Sifat-sifat makhluq
C. Makhluq   
D. Hari kebangkitan
E. Sifat-sifat Tuhan
31. Mengenai al-Qur’an yang dalam istilah teologi disebut Kalam Allah, menurut
Mu’tazilah adalah…..
A. Kalamullah
B. Qadim atau kekal
C. Bukan qadim atau baharu
D. Lebih tinggi dari akal
E. Mu’zizat Nabi Muhammad SAW
32. Tentang sifat-sifat Tuhan, Al-Maturidi memiliki kesamaan pandang dengan Asy’ari
bahwa…..
A. Tuhan mempunyai sifat-sifat
B. Tuhan tidak mempunyai  sifat-sifat
C. Sifat-sifat Tuhan sama dengan sifat-sifat mansuia 
D. Tuhan berkuasa dengan sifatnya
E. Sifat Tuhan menyatu dengan zatnya
33. Tentang pengetahuan Tuhan, Al-Maturidi berpendapat bahwa…..
A. Tuhan mengetahui dengan sifatnya
B. Tuhan mengetahui dengan zat-Nya
C. Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya
D. Tuhan mengetahui dengan sifat, zat dan pengetahuan-Nya
E. Tuhan bukan mengetahui dengan sifat, zat dan pengetahuan-Nya
34. Mengenai soal dasa besar, al-Maturidi sefaham dengan al-Asy’ari, yaitu…..
A. Orang berdosa besar adalah kafir
B. Orang berdosa besar adalah msuyrik dan masuk neraka selamanya
C. Orang berdosa besar bukanlah kafir dan bukan pula mukmin melainkan fasik
D. Orang berdosa besar kedudukannya di antara mukmin dan kafir
E. Orang berdosa besar masih tetap mukmin dan soal dosa besarnya akan ditentukan
Tuhan kelak di akhirat
35. Aliran Maturidiah terpecah menjadi dua golongan yaitu…..
A. Moderat dan ekstrim   
B. Tradisional dan modern
C. Timur dan Barat 
D. Samarkand dan Bukhara
E. Kiri dan Kanan
36. Golongan Maturidiah Samarkand mempunyai faham-faham yang lebih dekat dengan
golongan …..
A. Qadariah   
B. Murji’ah
C. Jabariah  
D. Asi’ariah
E. Mu’tazilah
37. Adapun Maturidiah Bukhara  mempunyai faham-faham yang lebih dekat dengan
golongan..
A. Qadariah             
B. Murji’ah
C. Jabariah  
D. Asi’ariah
E. Mu’tazilah
38. Pendapat tentang “orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan bukanlah mu’min,
tetapi fasik, orang fasik itu masuk ke neraka secara kekal” adalah pendapat…..
A. Asy’ariyah   
B. Jabariyah
C. Mu’tazilah   
D. Maturidiyah
E. Qadariyah
39. Tuhan tidak memiliki kewajiban-kewajiban  tertentu adalah pendapat…..
A. Asy’ariyah      
B. Mu’tazilah
C. Jabbariyah   
D. Khawarij
E. Syi’ah
40. Kewajiban mengetahui perbuatan baik dan buruk berdasarkan wahyu adalah
pendapat…..
A. Asy’ariyah 
B. Mu’tazilah
C. Jabbariyah 
D. Khawarij
E. Syi’ah
41. “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (al-Saffat
96) merupakan landasan aliran…..
A. Salafiyah  
B. Qadariyah
C. Mu’tazilah
D. Jabbariyah
E. Wahabiyah
42. Berikut ini adalah perbedaan Mu’tazilah dengan  Maturidiyah, kecuali …..
A. Perbuatan manusia 
B. Hari akhir
C. Kemakhlukan Qur’an  
D. Ketuhanan
E. Pelaku  dosa besar
43. Perbedaan antara Asy’ariyah dan Maturdiyah adalah pada persolan….
A. Perbuatan manusia     
B. Rupa Tuhan
C. Persoalan Iman     
D. Melihat Tuhan
E. Al-qur’an Qodim 
44. Akal dapat mengetahi perbuatan baik dan buruk meskipun tanpa agama…..
A. Qadariah   
B. Sunni               
C. Jabbariah
D. Salafiah
E. Syi’ah 
45. Golongan yang menganut paham “free will and free act adalah”
A. Syi’ah      
B. Khawarij    
C. Qadariyah
D. Mu’tazilah    
E. Jabbariyah
46. Al-Qur’an adalah qadim dan bukan makhluq adalah pendapat…..
A. Asy’ariah
B. Jabariah         
C. Mu’tazilah  
D. Murji’ah
E. Qadariah
47. Tuhan memiliki sifat, tetapi  tidak sama dengan makhluq-Nya adalah pendapat…..
A. Mu’tazilah
B. Asy’ariyah 
C. Salafiyah
D. Qadariyah 
E. Maturidiyah
48. Kedudukan akal menurut aliran Mu’tazilah adalah…..
A. Sejajar dengan wahyu    
B. Beriringan dengan wahyu
C. Lebih tinggi dari wahyu  
D. Di belakang wahyu
E. Lebih rendah dari wahyu
49. Kewajiban mengetahui Tuhan dengan akal adalah pendapat…..
A. Asy’ariyah  
B. Mu’tazilah
C. Jabbariyah 
D. Khawarij
E. Syi’ah
50. Kewajiban mengetahui perbuatan baik dan buruk berdasarkan wahyu adalah
pendapat…..
A. Asy’ariah  
B. Mu’tazilah
C. Jabbariah     
D. Khawarij
E. Syi’ah
BAB III
PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN

Sumber: Sarkub.com
Orang ‘alim itu akan selalu hidup sekalipun sudah meninggal dunia

Sepeninggalan Nabi dan para sahabat bukan berarti hilang semua ajaran kebenaran
didunia ini, mereka tetap hidup diantara kita karena sepeniggalan mereka tetap hidup generasi
selanjutnya. Para pewaris Nabi ini dikenang karena kontribusi mereka akan pemurnian
tauhid. Merekalah yang berjuang menghilangkan syirik, khurafat dan bid’ah yang menggejala
dalam umat Islam. Walaupun jalan yang ditempuh rumit, tidak meluluhkan cita-cita mereka
yang sebetulnya sederhana yaitu kembali ke tauhid Islam dan tegaknya kalimatullah.

Kompetensi Inti (KI)


2. Mengembangkan akhlak (adab) yang baik dalam beribadah dan berinteraksi dengan diri
sendiri, keluarga, teman, guru, masyarakat, lingkungan sosial dan alamnya serta
menunjukan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
tentang al-Qur’an, hadis, fiqh, akidah, akhlak, dan sejarah Islam dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, dan peradaban serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya dalam memecahkan
masalah

Kompetensi Dasar (KD)


3.1. Memahami pemikiran kalam yang dikembangkan Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad
Khan dan Muhammad Iqbal
3.2. Menganalisis pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad
Iqbal
3.3. Mendiskripsikan pokok pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, dan
Muhammad Iqbal
3.4. Menganalisis pengaruh pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, dan
Muhammad Iqbal dalam dunia Islam
3.5. Membandingkan pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan
Muhammad Iqbal

Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan pemikiran kalam yang dikembangkan Muhammad Abduh, Sayyid
Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal melalui diskusi dengan benar.
2. Siswa dapat menjelaskan pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan
Muhammad Iqbal melalui diskusi dengan benar.
3. Siswa dapat menunjukkan pengaruh pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad
Khan, dan Muhammad Iqbal dalam dunia Islam melalui demonstrasi dengan benar.
4. Siswa dapat menunjukkan perbandingan pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid
Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal melalui demonstrasi dengan benar.

PETA KONSEP

1.Muhammad Abduh

Ulama Modern Ilmu Kalam


2. Sayyid Ahmad Khan

3. Muhammad Iqbal

1. Wahyu dan Akal

2. Iman dan Kufur

3. Pelaku Dosa Besar

Persoalan-persoalan pokok 4. Perbuatan Tuhan


ilmu kalam 5. Perbuatan Manusia

6. Sifat-Sifat Tuhan

7. Kalam Allah

8. Kekuasaan dan Kehendak Allah


A. AMATI GAMBAR BERIKUT INI DAN BUATLAH
KOMENTAR ATAU PERTANYAAN!

Amati Gambar Berikut ini Setelah Anda mengamati gambar disamping


buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1. …………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
……………………………………………..
……………………………………………..
Sumber: www.blogspot.com

Setelah Anda mengamati gambar disamping


Amati Gambar Berikut ini buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1. …………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
……………………………………………..
……………………………………………..
Sumber: fitripitli.blogspot.com

B. PENDALAMAN MATERI
Selanjutnya Anda pelajari uraian berikut ini dan Anda kembangkan dengan
mencari materi tambahan dari sumber belajar lainnya

1. Pemikiran Kalam Muhammad Abduh


A. Riwayat Hidup Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh nama lengkap Muhammad bin
Abduh bin Hasan Khairullah dilahirkan didesa Mahallat Nashr
Kabupaten Buhairah, Mesir, pada tahun 1849 M. Beliau bukan
berasal dari keturunan yang kaya dan bukan pula keturunan
bangsawan. Beliau hidup dalam lingkungan keluarga petani.
Namun demikian, ayahnya terkenal sebagai orang terhormat yang
suka memberi pertolongan. kekerasan yang diterapkan penguasa-
penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak menyebabkan
penduduk berpindah-pindah tempat untk menghindarinya. Abduh
sendiri dilahirkan dalam kondisi yang penuh kecemasan ini.
Semua saudara Muhammad Abduh membantu ayahnya mengelola usaha
pertanian, kecuali Muhammad Abduh yang oleh ayahnya ditugaskan untuk menuntut
ilmu pengetahuan. Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-Ahmadi Tanta untuk
mempelajari Al-Qur’an ( belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-
Azhar ). Namun sistim pengajaran disana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua
tahun disana, ia memutuskan untuk kembali kedesanya. Dan bertani seperti saudara-
saudara serta kerabatnya. Ketika kembali kedesa, ia dikawinkan. Pada saat itu ia berumur
16 tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi ia kembali belajar
atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh
sebelum bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani. Atas jasanya itu, Abduh berkata:
,”…Ia telah membebaskanku dari penjara kebodohan (the prison of ignorance)
dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan..”
Setelah menyelesaikan studi dibawah bimbingan pamannya, Abduh melanjutkan
studi di Al-Azhar pada bulan pebruari 1866. Tahun 1871, Jamaludin Al-Afghani tiba di
Mesir. Ketika itu Abduh masih Mahasiswa Al-Azhar menyambut kedatangannya. Ia
selalu menjadi murid kesayangan Al-Afghani. Hubungan ini mengalihkan kecendrungan
Muhamad Abduh dari tasawuf dalam arti yang sempit, sebagai bentuk cara berpakaian
dan dzikir, kepada tasawuf dalam arti yang lain, yaitu perjuangan untuk melakukan
perbaikan keadaan masyarakat, membimbing mereka untuk maju dan membela ajaran-
ajaran Islam. Setelah dua tahun sejak pertemuannya dengan Al-Afgani, terjadilah
perubahan yang sangat berarti pada kepribadian Abduh dan mulai menulis kitab-kitab
serta mengkritik pendapat-pendapat yang dianggap salah. Al-Afghani pulalah yang
mendorong Abduh  aktif dalam bidang sosial dan politik. Artikel-artikel pembaharuannya
banyak dimuat pada surat kabar Al-Ahram di kairo.
Setelah menyelesaikan studi di Al-Azhar pada tahun 1877 dengan gelar alim
(sekarang Lc) , Abduh mulai mengajar di Al-Azhar dengan mengajar manthiq (logika)
dan ilmu kalam (teologi), di Dar Al-Ulum dan dirumahnya sendiri mengajar kitab
Tahdzib al-Akhlaq karangan Ibnu Maskawaih dan sejarah peradaban kerajaan-kerajaan
Eropa. Ketika Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879 karena dituduh melakukan
gerakan perlawanan terhadap Khedewi Tufiq, Abduh juga dituduh ikut campur
didalamnya. Ia dubuang keluar kota kairo. Namun, pada tahun 1880, ia diperbolehkan
kembali ke ibu kota, kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan
Mesir, Al-Waqa’i Al-Mishiriyyah. Pada waktu itu kesadaran nasiaonal Mesir mulai
tampak dan dibawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel
tentang urgenitas nasional Mesir, disamping berita-berita resmi.
Setelah Revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh Ketika itu
masih memimpin surat kabar Al-Waqa’i- dituduh terlibat dalam revolusi besar tersebut
sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selam tiga tahun
dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, dan Abdul
memilih Suriah. Di negeri ini, ia menetap selama setahun. Kemudian ia menyusul
gurunya, Al-Afghani, yang ketika itu ia berada diparis. Diasana mereka menerbitkan
surat kabar Al-Urwah Al-Wutsqa, yang bertujuan mendirikan Pan-Islam menentang
penjajahan Barat khususnya Inggris. Tahun 1884, Abduh diutus oleh surat kabar
termasuk keinggris untuk menemui tokoh-tokoh Negara itu yang bersimpati kepada
rakyat Mesir. Tahun 1885 Muhammad Abduh meninggalkan Paris menuju Beirut
(Libanon) dan mengajar disana sambil mengarang beberapa kitab.
Di Beirut, aktivitas Muhammad Abduh tidak terbatas pada mengajar dan
mengarang saja, tetapi bersama beberapa tokoh agama lainnya mendirikan organisasi
yang bertujuan menggalang kerukunan antar umat beragama. Organisasi ini telah
membuahkan hasil yang positif, terbukti dengan dimuatnya artikel-artikel yang
mengangkat ajaran agama Islam secara objektif pada media massa di Inggris, padahal
pada saat itu jarang sekali dijumpai hal seperti itu di media barat. Namun organisasi ini
dinilai oleh penguasa Turki di Beirut mempunyai tujuan-tujuan politik, sehigga penguasa
tersebut mengusulkan kepada pemerintah Mesir untuk mencabut hukuman pengasingan
Muhammad Abduh dan diminta kembali ke Mesir.
Pada tahun 1888, Muhammad Abduh kembali ke Mesir dan oleh pemerintah
Mesir Abduh diberi Tugas sebagai hakim. Pemerintah Mesir agaknya sengaja merintangi
keinginan Abduh untuk mengajar, agar pikiran-pikirannya yang mungkin bertentangan
dengan kebijaksanaan pemerintah saat itu tidak dapat diteruskan kepada generasi muda
Mesir.
Tahun 1899, Abduh diangkat menjadi Mufti kerajaan Mesir dan pada tahun yang
sama Abduh juga diangkat sebagai anggota Majelis Syuro kerajaan Mesir, seksi
perundang-undangan. Pada tahun 1905, Muhammad Abduh mencetuskan ide
pembentukan Universitas Mesir. Ide ini mendapat respon positif dari pemerintah dan
mayarakat. Tetapi sayang univeritas yang beliau cita-citakan baru berdiri setelah beliau
berpulang ke Rahmatullah. Muhammad Abduh meninggal dunia pada tanggal 11 Juli
tahun 1905.
Syekh Muhammad Abduh menggerakkan dan mempelopori kebangkitan
intelektual. Kebangkitan dan reformasi dipusatkan pada gerakan kebangkitan, kesadaran
dan pemahaman Islam secara komprehensif, serta penyembuhan agama dari berbagai
problem yang muncul ditengah-tengah masyarakat modern. Pemikiran utama Muhammad
Abduh adalah pertama, membebaskan umat dari taqlid dengan berupaya memahami
agama langsung dari sumbernya (Al-Qur’an dan Hadits). Kedua, memperbaiki gaya
bahasa Arab yang sangat bertele-tele, yang dipenuhi dengan kaidah-kaidah kebahasaan
yang sulit dimengerti.

B. Pemikiran-Pemikiran Kalam Muhammad Abduh


1. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh,
sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu:
a. Membebaskan akal pemikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat
perkembangan pengetahuan agama sebagai mana haknya salaf al-ummah (ulama
sebelum abad ke-3 Hijriah), sebelum timbulnya perpecahan yakni memahami
langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an.
b. Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi
dikantor-kantor pemerintahan maupun dalam tulisan-tulisan media massa.

Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan umat Islam
pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub, kondisi umat Islam saat ini
dapat digambarkan sebagai “suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapat
pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Allah atau meng-
istinbath-kan hukum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya
pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang
berdasarkan khurafat-khurafat.
Atas dasar kedua fokus pikirannya itu, Muhammad Abduh memberikan
peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa
Muhammad Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada akal daripada
Mu’tazilah.
Menurut Abduh akal dapat mengetahui hal-hal berikut ini:
1. Tuhan dan sifat-sifatnya.
2. Keberadaan hidup di akhirat.
3. Kebahagiaan jiwa d iakhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat
baik, sedangkan kesengsaraanya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan
melakukan perbuatan jahat.
4. Kewajiban manusia mengenal Tuhan.
5. Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk
kebahagiaan di akhirat.
6. Hukum-hukum mengenai kewajiban itu.

Dengan memperhatikan perbandingan Muhammad Abduh tentang peranan akal


diatas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya. Baginya, wahyu adalah
penolong (al-mu’in). kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal
manusia.
Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan
kehidupan alam akhirat. Mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip
umum yang dibawanya. Menyempurnakan akal tentang Tuhan dan sifat-sifatnya. Dan
mengetahui cara beribadah serta berterima kasih pada Tuhan. dengan demikian, wahyu
bagi Abduh  berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan
menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah
satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal.
Islam, katanya, adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara akal
dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada exsistensi Tuhan juga berdasarkan akal,
wahyu yang dibawa Nabi tidak mungkin bertententangan dengan akal. Kalau ternyata
keduanya terdapat pertentangan, menurutnya, terdapat penyimpangan dalam tataran
interpretasi sehingga diperlihatkan interpretasi lain yang mendorong pada
penyesuaian.

b. Kebebasan Manusia dan Fatalisme


Bagi Abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga mempunyai
kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia.
Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk
lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang
dilakukannya. Kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya  sendiri, dan
selanjutnya mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan
dalam menentukan kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauan, faham perbuatan
yang dipaksakan manusia atau Jabariyah tidak sejalan dengan pandangan hidup
Muhammad Abduh. Manusia, menurutnya, mempunyai kemampuan berpikir dan
kebebasan dalam memilih, namun tidak memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut
orang yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan mutlak sebagai orang yang
angkuh.

c. Sifat-Sifat Tuhan
Dalam Risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Adapun mengenai sifat itu termasuk
esensi Tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuan
manusia. Sungguhpun demikian, Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung
kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas
mengatakannya.

d. Kehendak Mutlak Tuhan


Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh melihat bahwa Tuhan
tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya dengan memberi
kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatannya. Kehendak mutlak Tuhan pun dibatasi oleh Sunnatullah yang telah
ditetapkannya. Didalamnya terkandung arti bahwa Tuhan dengan kemauan-Nya
sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan Sunnatullah Sunnatullah yang
diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.

e. Keadilan Tuhan
Karena memberi daya besar kepada  akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai
kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini bukan hanya dari segi
kehendak mutlak Tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia
berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satupun
ciptaan Tuhan yang tidak membawa manfaat bagi manusia. Adapun masalah keadilan
Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari segi kemaha sempurnaan-Nya, tapi juga
dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada
Tuhan karena ketidak adilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta.

f. Antrofomorfisme
Karena Tuhan termasuk kedalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima faham
bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Jasmani. Abduh, yang memberi kekuatan besar
pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil
bentuk tubuh atau roh mahluk di alam ini. Kata-kata wajah, tangan, duduk dan
sebagainya mesti difahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang arab
kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy dalam Al-Qur’an berarti kerajaan
atau kekuasaan, kata al-kursy bearti pengetahuan.

g. Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan yang bersifat
rohani itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya dihari perhitungan kelak? Ia
hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada
suatupun dari makhluk yang menyerupai Tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan tak
dapat digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan
dianugerahkan hanya kepada orang-orang tertentu di akhirat.

2. Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan


A. Riwayat Hidup Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi
Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi
pada tahun 1817 M. Nenek dari Sayyid Ahmad Khan adalah Sayyid
Hadi yang menjadi pembesar istana pada zaman Alamaghir II ( 1754-
1759 ) dan dia sejak kecil mengenyam didikan tradisional dalam
wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula
belajar bahasa Persia. Ia adalah sesosok orang yang gemar membaca
buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur
belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula
sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang kekota
kelahirannya Delhi.
Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba ilmu
serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus mempelajari serta
melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab
Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid
Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana karyanya yang pertama adalah Asar
As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia
tetap mengarang buku – buku penting mengenai Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi
pemberontakan dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan
timbulnya kekerasan ( anarkis ) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan
masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir,
tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar
menjadi maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, serta mejadi
penolong orang Inggris dari pembunuhan, hingga ia di beri gelar Sir didepan namanya,
tetapi ia menolak hadiah dalam bentuk lainnya. Hubungan yang baik dengan pihak
Inggris digunakan untuk kepentingan umat Islam India.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat Islam
India dapat diwujudkan hanya dengan cara bekerja sama dengan pihak Inggris. Jalan
yang ditempuh umat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
diperlukan, bukan hanya dengan cara kerjasama dengan Hindu untuk menentang Inggris,
tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha
meyakinkan Inggris bahwa pemberontakan 1857 umat Islam tidak memainkan peran
utama. Ia keluarkan pamphlet yang berisi penjelasan tentang hal-hal yang memunculkan
pemberontakan 1857. Diantara sebab-sebab yang ia sebutkan, adalah :
1. Intervensi Inggris dalam soal keagamaan, seperti pendidikan agama Kristen yang
diberikan kepada yatim piatu di panti asuhan yang diasuh oleh Inggris. Pembentukan
sekolah-sekolah misionaris Kristen dan penghapusan pendidikan agama dari
perguruan-perguruan tinggi.
2. Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu dalam lembaga-
lembaga perwakilan rakyat. Hal-hal tersebut membawa dampak :
a. Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggris, mereka anggap Inggris
datang untuk merubah agama mereka menjadi Kristen.
b. Pemerintah Inggris tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India.
c. Pemerintah Inggris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat
India, padahal kestabilan dalam pemerintahan tergantung pada hubungan baik
dengan rakyat.
Atas sikapnya ini, Sayyid Ahmad Khan berhasil merubah pandangan Inggris
terhadap umat Islam India. Umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti
perkembangan zaman. Karena mereka percaya pada kebebasan dan kemerdekaan
manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perubahan.
Pada tahun 1861 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun
1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di
Aligarh yang merupakan karya yang paling bersejarah dan berpengaruh untuk
memajukan perkembangan dan kemajuan Islam di India. Ia mengajukan pengunduran diri
dari pegawai pemerintahan Inggris dan sampai hayatnya di tahun 1898, ia lebih
mementingkan pendidikan umat Islam India.

B. Pemikiran – Pemikiran Sayyid Ahmad Khan


Pemikiran Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan dengan Muhammad Abduh
di Mesir, setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al- Afghani dan setelah
sekembalinya dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang
dikemukakannya, terutama akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya.
Penganut faham Qodariyah, menentang taklid dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang
berlaku dikalangan umat Islam pada umumnya saat itu.
Dan menurut Ahmad Khan bahwasannya keyakinan, kekuatan dan kebebasan akal
yang menjadikan manusia menjadi bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan
perbuatan sesuai yang dia inginkan. Jadi pemikirannya itu mempunyai kesamaan dengan
pemikiran Qodariyah, Contohnya manusia telah di anugrahi oleh Allah berbagai macam
daya, di antaranya adalah daya fikir yang berupa akal, dan daya fikir untuk merealisasikan
kehendak yang di inginkannya. Demikian dengan Sayyid Ahmad Khan selanjutnya,
berjalan dan beredar sesuai dengan hukum Allah yang telah ditentukan oleh Allah.
Segalanya dalam alam terjadi menurut hokum sebab akibat. Karena kuatnya kepercayaan
pada hukum alam dan kerasnya ia mempertahankan konsep hukum alam, ia dianggap kafir
oleh golongan Islam yang belum dapat menerima idenya.
Bagi mereka percaya pada hokum alam akan membawa kepada faham naturalism
dan materialism yang pada akhirnya membawa kepada keyakinan tidak adanya Tuhan.
Khan mendapat julukan Nechari, kata urdu yang berasal dari bahasa Inggris nature (law of
nature).
Umat Islam yang berdomisili di India mengalami kemerosotan dan kemunduran
sebagaimana yang di kemukakan oleh Ahmad Khan yaitu di karenakan mereka tidak
mengikuti perkembangan zaman yang sedang berlangsung mereka cenderung mengikuti
pendahulu mereka, tetapi bahwasannya ia menentang keras dengan faham taklid,
sebagaimana yang dianut dalam faham Qodariyah. Ia menolak faham taklid dan tidak
segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menrut pendapatnya hanyalah Al-
Qur’an dan Hadits.
Sebab kemunduran Islam di India dikarenakan mereka terlena dengan gaung
peradapan Islam klasik sehingga mereka tidak menyadari bahwa peradapan baru telah
tumbuh dan bermunculan di Barat. Timbulnya peradaban serta kemajuan ini di dasari oleh
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada orang-orang Barat tersebut. Manusia senantiasa
berubah dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan
ajaran-ajaran Islam dengan keadaan masyarakat yang telah berubah.
Khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat dan Nature
(sunnatullah) bagi setiap mahkluk-Nya yang tetap dan tidak berubah. Menurutnya Islam
adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam dan Al-quran adalah firman-Nya.
Maka sudah barang tentu sejalan dan tidak ada pertentangan. Dia tidak mau dalam
suatu pemikirannya terganggu dan terbatasi oleh orentasi Hadist dan Fiqih, di karenakan
segala sesuatu diukur dengan kritik rasional, serta menolak segala yang bertentangan
dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil Al-qur’an sebagai landasan dan
pedoman Islam, sedang yang lainnya hanyalah membantu dan kurang begitu penting.
Baginya tidak semua Hadits dapat diterima, karena ada hadits-hadits buatan. Hadits yang
dapat diterima sebagai sumber hokum hanya setelah diadakan penelitian yang seksama
akan keasliannya. Contohnya, atas penolakan Hadist dikarenakan berisi moralitas
Masyarakat Islam pada abad pertama ataupun pada abad ke dua, sewaktu Hadist
dikumpulkan dan dikodifikasikan. Sedangkan hukum Fiqih menurutnya berisi tentang
moralitas masyarakat sampai saat timbulnya mazhab – mazhab dan menolak taqlid.
Sebagai konsekuensi dari penolakan taklid tersebut Khan memandang perlu sekali untuk di
adakannya ijtihad – ijtihat baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran – ajaran Islam
dengan situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
Perhatian Sayyid Akhmad Khan terhadap pendidikan umat Islam memang sangat
besar. Ia pernah berkunjung ke Inggris, antara lain untuk mempelajari sistem pendidikan
barat. Sekembalinya dari kunjungan tersebut ia membentuk panitia peningkatan pendidikan
umat Islam. Salah satu tujuan panitia ini adalah menyelidiki sebab-sebab umat Islam
sedikit yang sekolah di sekolah-sekolah pemerintah. Pengaruh pemikiran Sayyid Ahmad
Khan tidak hanya terbatas pada bidang pendidikan saja. Diantara pemikiran-pemikirannya
yang lain adalah dasar sistem perkawinan dalam Islam, poligami tidak dianjurkan tapi
dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum potong tangan bagi pencuri bukan suatu
hukum yang wajib dijalankan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan
dalam keadaan tertentu.
Kesimpulan
Bahwasanya faham dan pemikiran yang dianut Oleh Sayyid Ahmad Khan ada
kesamaan dengan faham yamg dianut oleh Qodariyah, misalnya manusia di anugrahi
Tuhan berbagai macam daya diantaranya fikiran yang berupa akal dan daya fisik untuk
merealisasikan kehendak.
Adapun penolakan taklid oleh Ahmad Khan dikarenakan dapat mengurangi
relevansi Qur’an dengan masyarakat baru pada zaman tersebut, maka ia memandang perlu
diadakannya ijtihad-ijtihad baru (tajdid) untuk menyesuaikan ajaran–ajaran agama Islam
dengan situasi, kondisi dan perkembangan masyarakat yang terus menerus mengalami
perubahan ataupun tajdid dalam kehidupan mereka
Dan ia mengedepankan rasio ataupun pemikiran-pemikiran, dan menolak semua
yang bertentangan dengan logika dan hukum alam, misalnya Hadist dan Fiqih dikarenakan
itu semua adalah esensinya moralitas–moralitas masyarakat pada zaman abad pertama
dalam pengumpulan Hadist tersebut dan adapun Fiqih yang esensinya tentang moralitas
masyarakat berikutnya sampai timbulnya mazhab–mazhab. Tetapi Sayyid Ahmad Khan
tetap mengambil Al-qur’an sebagai pedoman, rujukan dan landasan atas ajaran–ajaran
agama Islam.

3. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal


A. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal adalah anak keturunan dari kelas Brahmana (kelas
sosial tertinggi di India), dilahirkan tanggal 22 Februari 1873 M. di
Sialkot, Punjab Barat, Pakistan. Ayahnya bernama Muhammad Nur,
seorang sufi yang sangat saleh. Sejak masih anak-anak, agama sudah
tertanam dalam jiwanya. Pendidikan agama selain dari orang tua, juga
didapatkan dengan mengaji dengan Mir Hassan. Di rumah sang guru, ia
selain belajar mengaji agama juga belajar membuat sajak.
Dibantu oleh Mir Hassan, ia memasuki sekolah Scotiish mission School.
Tamat di sini, ia melanjutkan ke Government College dan memperoleh gelar sarjana
muda (BA) 1897, ia mendapat beasiswa serta dua mendali emas karena menguasai
bahasa inggris dan arab. Kemudian pada tahun 1905, ia memperoleh gelar MA di
bidang filsafat.
Di perguruan tinggi, ia berkenalan dengan seorang guru besar, Thomas
Arnold yang banyak membentuk jiwa filosifinya. Guru besar ini menyarankan Iqbal
untuk mengambil program Doktor di London. Dalam waktu satu tahun, program itu
dapat diselesaikan di Universitas Cambridge dibawah promotor Mc. Taggart. Dua
tahun kemudian ia pindah ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, ia memperoleh
gelar Ph.D di dalam filsafat dengan disertasinya yang berjudul the Development of
Metaphysics in Persia (perkembangan metafisika di Persia). Berbekal sejumlah
keahlian, ia memulai karir sebagai pendidik (dosen), pengacara, di India ia juga aktif
dalam bidang politik. Setelah merasa muak dengan pekerjaannya sebagai pengacara
ia mengundurkan diri dari pekerjaannya dan lebih cenderung di rumah dengan terus
berkarya membuat sajak-sajak yang bermuatan teologis dan filosofis.
Buku yang berjudul The Recontruction of religius Though in Islam adalah
kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan karya
terbesarnya dalam bidang filsafat.

Pada tahun 1930, Iqbal memasuki bidang politik dan menjadi ketua konfrensi
tahunan Liga Muslim di Allahabad, ia menjadi tulang punggung Partai Liga Muslim
India. Karir Iqbal semakin bersinar dan namanya semakin harum setelah dirinya
mendapatkan gelar sir dari pemerintahan kerajaan Inggris di London atas usulan
seorang wartawan Inggris yang mengamati sepak terjang Iqbal.
Sebagai seorang negarawan yang matang tentu pandangan-pandangan
terhadap ancaman luar juga sangat tajam. Bagi Iqbal, budaya barat adalah budaya
imperialism, anti spiritual dan jauh dari norma insani. Karenanya ia sangat
menentang pengaruh budaya barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi
dalam diri manusia adalah jati dirinya. Dengan pemahaman seperti itu yang ia
landasi diatas ajaran Islam maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri pada
umat Islam. Umat Islam tidak boleh merasa rendah diri menghadapi budaya barat.
Dengan cara ini umat Islam dapat melepaskan diri dai belenggu imperialism. Iqbal
mengingatkan bahwa imitasi yang dilakukan umat Islam kepada barat baik secara
personal maupun sosial dikarenakan hilangnya rasa percaya diri, inilah yang akan
menghambat dan menghancurkan peradaban Islam.
Kemudian pada tahun 1931 dan tahun 1932, ia ikut konfrensi meja bundar di
London yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan oktober tahun 1933,
ia di undang ke Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul.
Pada tahun 1935, ia jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal
dunia. Tidak lama sejak itu beliau tutup usia.

B. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal


Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih terkenal
sebagai filosof. Oleh karena itu, agak sulit menemukan pandangan-pandangannya
mengenai wacana-wacana kalam klasik, seperti fungsi akal dan wahyu, perbuatan
Tuhan, perbuatan manusia, dan kewajiban-kewajiban Tuhan. Itu bukan berarti ia sama
sekali tidak menyinggung ilmu kalam. Bahkan ia sering menyinggung beberapa aliran
kalam yang pernah muncul dalam agama Islam.
Sebagai ahli hukum, menurutnya, umat Islam mundur karena cendrung melaksanakan
hukum secara statis dan konservatif. Kelompok konservatif menuduh golongan
pemikir rasionalis Mu’tazilah sebagai biang perpecahan umat Islam. Akibat dari
gerakan tersebut lahirlah pemikiran yang menutup pintu ijtihad, terlebih-lebih setelah
fatwa al-gazali yang mengharamkan filsafat sebagai cara pandang dalam kehidupan
keberagamaan. Tujuan diturunkanya Al-Quran, menurutnya adalah membangkitkan
kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas Al-
Quran yang masih global dalam realita kehidupan manusia dan dinamika masyarakat
yang selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh Iqbal
disebut Prinsip Gerak dalam Struktur Islam.
Menurut Dr. Syed Zafrullah Hasan dalam pengantar buku Metafisika Iqbal ,
Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang fundamental yaitu intuisi, diri, dunia dan
Tuhan. Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang fundamental (intuisi, diri, dunia
dan Tuhan) itulah yang menggerakkan dirinya untuk berperan di India pada khususnya
dan dibelahan dunia timur atau barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun
sebagai agamawan. Karena itulah ia disebut sebagai tokoh Multidimensional.

C. Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan,
mendasarkan kepada esensi tauhid. Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa
“persamaan, kesetiakawanan dan kebebas kemerdekaan”. Pandangannya tentang
ontology teologi membuatnya berhasil melihat anomaly (penyimpangan) yang
melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Teologi Asy’ariyah, umpamanya
menggunakan cara dan pola pikir ortodoksi Islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh
bersandar pada akal, yang akibatnya mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah
pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran keagamaan dari pengalaman
kongkrit merupakan kesalahan besar.

D. Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argument kosmologis
maupun ontologis. Ia juga menolak argument teleologis yang berusaha membuktikan
eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian,
ia menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada). Untuk menopang hal ini,
Iqbal menolak pandangan yang statis tentang Matter serta menerima pandangan
Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran dinamis yang tidak
berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan Iqbal dalam “jangka waktu
murni-nya” Bergson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu. Dalam “jangka waktu
murni” ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi.

E. Jati Diri Manusia


Untuk melihat pemikiran Iqbal dalam hal jati diri manusia atau tentang
eksistensi kita bisa melihatnya dalam puisi asrar-i-kudhi, dalam antologi puisinya itu
ia secara jelas mengungkapkan apa itu manusia. Secara jelas kita pahami bahwa ia
mentransformasikan pikirannya dalam syair/puisi mengenai manusia, dan hakikat
manusia. Dalam puisinya ia memberi saran kepada manusia agar bisa bertafakur
kepada Allah dan menyadari akan ke-ada-annya. Dari segi konteks kita bisa melihat
bahwa Iqbal sangat terpengaruh oleh pemikiran Nietczhe tentang eksistensi manusia,
bagaimana ia berada sebagai seorang ubermen dari ini juga ia membuat paham
tentang manusia itu sendiri dengan konsep insan-kamil. Selain itu juga kita bisa
melihat bahwa Iqbal sangat dipengaruhi dengan pemikiran-pemikiran tasawuf,
sehingga selain mengada sebagai seorang manusia yang dinamis ia juga sebagai
seseorang yang taat beragama.
Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri manusia.
Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya
tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan dengan
kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan
mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya,
seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan
Allah. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran Islam karena hakikat hidup
adalah bergerak dan gerak adalah perubahan. Filsafat khudinya tampaknya
merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu telah dibawa oleh
kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam yang sebenarnya. Dengan
ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan
dunia.

F. Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Quran
menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam
hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan adam (karena memakan
buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan manusia
dari kondisi primitive yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan
kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi
kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang” dan “timbulnya ego terbatas
yang memiliki kemampuan untuk memilih”. “Allah telah menyerahkan tanggung
jawab yang penuh resiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada
manusia. Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayan ini.
Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan
terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan dan kemandirian
itu.

KESIMPULAN

1. Muhammad Abduh dalam perjalanan keilmuannya dibantu oleh pamannya yang


bernama Syekh Darwis.
2. Persoalan pokok yang menjadi focus utama pemikiran Muhammad Abduh adalah :
a. Membebaskan pemikiran akal dari belenggu taqlid yang menghambat
perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salafal ummah
b. Memperbaiki gaya bahasa.
3. Menurut Muhammad Abduh, wahyu adalah penolong akal untuk mengetahui keadaan
kehidupan alam akhirat.
4. Selain berfikir, menurut Muhammad Abduh manusia juga mempunyai kebebasan
berfikir.
5. Karya Sayyid Ahmad Khan yang paling bersejarah dan berpengaruh dalam
perkembangan Islam di India adalah didirikannya MAOC.
6. Muhammad Iqbal berpandangan bahwa dalam al-Qur’an menunjukkan ajaran tentang
kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif.

C. KEGIATAN DISKUSI
Setelah Anda mendalami materi maka selanjutnya lakukanlah diskusi dengan
teman sebangku Anda atau dengan kelompok Anda, kemudian persiapkan diri untuk
mempresentasikan hasil diskusi tersebut di depan kelas.

D. PENDALAMAN KARAKTER
Dengan memahami Pemikiran Kalam Ulama Modern, maka seharusnya kita
memiliki sikap sebagai berikut :
1. Berpegang teguh pada prinsip dan pendirian.
2. Menghargai pendapat orang lain.
3. Toleran terhadap sesama.
4. Menghindari sikap, perbuatan maupun ucapan yang merugikan orang lain.
5. Berterima kasih dan hormat kepada Guru yang telah dengan sabar membimbing kita
menuntut ilmu.
6. Mengamalkan ilmu yang telah diajarkan oleh guru kita.
UJI KOMPETENSI

I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e, di depan jawaban yang paling
benar!
1. Dalam pencapaian posisi keilmuan yang tinggi, Muhammad Abduh dibimbing oleh
pamannya yang bernama………
a. Syekh Maulana
b. Syekh Yusuf
c. Syekh Darwis
d. Syekh Darwin
e. Syekh Maliki
2. Surat kabar yang diterbitkan oleh Muhammad Abduh bersama al-Afghani di
Paris…………
a. Al Urwah al Wutsqo
b. Al arwah wustqo
c. Ma’hadi
d. Al Wustqoy
e. Urwah
3. Fungsi wahyu menurut Muhammad Abduh adalah………
a. Wahyu adalah yang utama
b. Wahyu sejajar dengan akal
c. Wahyu penolong akal
d. Wahyu dibawah akal
e. Wahyu tak berarti tanpa akal
4. Pemikiran Muhammad Abduh tentang kebebasan manusia, sejalan dengan pemikiran
faham………
a. Mu’tazilah
b. Jabariyah
c. Qodariyah
d. Murji’ah
e. Syi’ah
5. Sekolah yang didirikan oleh Sayyid Akhmad Khan di India memiliki nama………
a. COAM
b. MAOC
c. MOAC
d. CAOM
e. MOCA
6. Pemikiran Sayyid Akhmad Khan memiliki kemiripan dengan pemikiran faham…..
a. Mu’tazilah
b. Jabariyah
c. Qodariyah
d. Murji’ah
e. Syi’ah
7. Buku berjudul The Recontruction of Religius Though in Islam karya Muhammad Iqbal,
merupakan kumpulan dari…….
a. Catatan hariannya
b. Karya sastranya
c. Ceramah-ceramahnya
d. Puisi-puisinya
e. Karya-karya ilmiahnya
8. Muhammad Iqbal menerima konsep pembuktian Tuhan yang bersifat……
a. Teologis
b. Imanen
c. Filosofis
d. Rasional
e. Teologis Imanen
9. Pandangan tentang jati diri manusia Muhammad Iqbal, dipengaruhi oleh faham……
a. Dinamisme
b. Animisme
c. Pholytheisme
d. Ateis
e. Fungsioanalisme
10. Menurut Sayyid Akhmad Khan, kemrosotan umat Islam di India di sebabkan oleh….
a. Keengganan mereka mengikuti perkembangan
b. Keengganan mereka mengikuti warisan sejarah
c. Keengganan mereka mengikuti ajaran agama
d. Keengganana mereka melaksanakan ajaran
e. Keasyikan mereka menikmati hidup

II. Jawablah Pertanyaan berikut dengan benar


1. Apa saja yang dapat diketahui akal menurut Muhammad Abduh?
2. Bagaimana pendapat Sayyid Akhmad Khan tentang akal? Jelaskan!
3. Bagaimanakah pemikiran kalam Muhammad Iqbal? Jelaskan!
4. Bagaimanakah Muhammad Abduh memandang teologi? Jelaskan!
5. Jelaskan bagaimana pandangan Muhammad Abduh, Sayyid Akhmad Khan dan
Muhammad Iqbal terhadap Al Qur’an?
Portofolio dan Penilaian Sikap

1.Carilah beberapa ayat dan hadist yang berhubungan dengan pemikiran kalam ulama
modern, dengan mengisi kolom di bawah ini :
Nama Surat + No. Ayat /
No. Hadits Riwayat Redaksi Ayat / Hadits

1.

2.

3.

4,

5.

2. Setelah kalian memahami uraian mengenai pemikiran kalam ulama modern, coba kamu
amati perilaku berikut ini dan berikan komentar

No. Perilaku Yang Diamati Tanggapan / Komentar Anda


Andik selalu menghormati
1. pendapat adiknya yang masih di
bangku Madrasah Ibtidaiyah.
Bahrus sering minta uang
2. kepada orang tuanya dengan
cara memaksa
Dodo suka terlambat pulang dan
3. ia memberi alas an yang bohong
Toni adalah anak yang tepat
4. waktu dalam mengerjakan tugas
dari gurunya
Tono protes kepada gurunya
5. karena nilainya jelek

Hikmah

‫الثواب علي قدر التعب‬


Balasan/pahala itu tergantung pada kadar kecapaian
BAB IV
PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN

Sumber: wordpress.com
Orang ‘alim itu akan selalu hidup sekalipun sudah meninggal dunia

Ulama memiliki peran penting dalam sejarah umat Islam. Ulama tampil menjadi
pendekar awal dalam suatu kekuasaan sosial-politik yang ikut menentukan arah perjalanan
bangsa. Sampai saat ini, ulama tetap eksis menghadapi pelbagai perubahan fundamental
akibat modernisasi kehidupan umat Islam. Diskursus tentang ulama di nusantara banyak
dikaji oleh beberapa peneliti asing dan juga sarjana muslim. Studi Clifford Geertz (1960)
tentang ulama Jawi menyatakan bahwa ulama adalah palang budaya nusantara. Hirokoshi
(1987) meneliti Ulama Sunda hingga menemukan peran akan keberadaan ulama dalam
masyarakat kontemporer. Mansur Noor (1980) juga meneliti ulama di Madura dan
menemukan peranannya dalam kehidupan keagamaan dan sosial-politik umat Islam.
menekankan sejarah sosial dan intelektual yang terabaikan dalam studi-studi tentang ulama
Indonesia.
Periode kerajaan Islam nusantara pada masa kolonial Belanda menjadi titik episentrum
awal mulanya peran ulama di Indonesia. Jatuhnya kerajaan-kerajaan Islam yang dihempaskan
oleh perusahaan Barat seperti Vereenidge Oost-Indischi Campaigne (VOC) dalam jaringan
nusantara, menjadi cikal bakal pangagungan posisi ulama dengan menempatkan diri dalam
transformasi jabatan. Ulama menjadi pemimpin lembaga pendidikan Islam, seperti pesantren
di Jawa, surau di Minangkabau dan dayah di Aceh.
Para ulama memainkan peran penting sebagai qadhi (hakim) dan syaikhul Islam untuk
memperkuat pelaksanaan Islam dalam kerajaan. Dengan tumbuhnya beberapa lembaga ini,
ulama memiliki fondasi institusionalnya. Kemudian menjadi ahli tunggal yang berkontribusi
dalam praktek-praktek keagamaan.
Satu sisi, munculnya komunitas Jawi di Mekah juga turut intens menguatkan nilai-
nilai keIslaman di nusantara. Ulama Indonesia yang belajar di Mekah kemudian
mentransmisikan Islam ke nusantara. Ulama yang terkenal di komunitas ini antar lain Syaikh
Muhammad Nawawi al-Bantani (1813-1897) dan Mahfudz Termas (1868-1919). Dari
merekalah lahir ulama-ulama seperti Khalil Bangkalan (w. 1923) dan Hasyim Asy’ari (1871-
1947). Sepulangnya dari Mekah, mereka mendirikan institusi-institusi pendidikan dan
penyebaran Islam tradisional.
Kompetensi Inti (KI)
4. Mengembangkan akhlak (adab) yang baik dalam beribadah dan berinteraksi dengan diri
sendiri, keluarga, teman, guru, masyarakat, lingkungan sosial dan alamnya serta
menunjukan sikap partisipatif atas berbagai permasalahan bangsa serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
5. Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
tentang al-Qur’an, hadis, fiqh, akidah, akhlak, dan sejarah Islam dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, dan peradaban serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya dalam memecahkan
masalah
Kompetensi Dasar (KD)
3.6. Memahami pemikiran kalam yang dikembangkan Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad
Khan dan Muhammad Iqbal
3.7. Menganalisis pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad
Iqbal
3.8. Mendiskripsikan pokok pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, dan
Muhammad Iqbal
3.9. Menganalisis pengaruh pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, dan
Muhammad Iqbal dalam dunia Islam
3.10. Membandingkan pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan
Muhammad Iqbal

Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan pemikiran kalam yang dikembangkan Muhammad Abduh,
Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal melalui diskusi dengan benar.
2. Siswa dapat menjelaskan pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan dan
Muhammad Iqbal melalui diskusi dengan benar.
3. Siswa dapat menunjukkan pengaruh pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad
Khan, dan Muhammad Iqbal dalam dunia Islam melalui demonstrasi dengan benar.
4. Siswa dapat menunjukkan perbandingan pemikiran kalam Muhammad Abduh, Sayyid
Ahmad Khan dan Muhammad Iqbal melalui demonstrasi dengan benar.

PETA KONSEP
1. Hamzah Fansury
2. Syamsuddin as-Sumatrani

Ulama Ilmu Kalam 3. Nuruddin ar-Raniri


Nusantara 4. Nawawi al-Bantani

5. Syekh Khatib as-Sambasi

1. Wahyu dan Akal


Persoalan-persoalan pokok 2. Iman dan Kufur
ilmu kalam
3. Pelaku Dosa Besar
4. Perbuatan Tuhan
5. Perbuatan Manusia

6. Sifat-Sifat Tuhan

7. Kalam Allah

8. Kekuasaan dan Kehendak Allah


A. AMATI GAMBAR BERIKUT INI DAN BUATLAH
KOMENTAR ATAU PERTANYAAN!

Amati Gambar Berikut ini Setelah Anda mengamati gambar disamping


buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1. …………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
……………………………………………..
……………………………………………..

Sumber: www.blogspot.com

Amati Gambar Berikut Setelah Anda mengamati gambar disamping


buat daftar komentar atau pertanyaan yang
relevan
1. …………………………………………….
…………………………………………….
……………………………………………..
2. …………………………………………….
…………………………………………….
…………………………………………….
3. ……………………………………………
ini ……………………………………………..
Sumber: wartakampus-nu.blogspot.com ……………………………………………..

B. PENDALAMAN MATERI
Selanjutnya Anda pelajari uraian berikut ini dan Anda kembangkan dengan
mencari materi tambahan dari sumber belajar lainnya

PEMIKIRAN KALAM ULAMA NUSANTARA


1. Hamzah Fansury
Hamzah Fansury lahir di Sumatera Utara, dikenal sebagai tokoh tasawuf dari
Aceh. Ia hidup antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17 M. Tokoh sufi ini di
tanah air terkenal membawa paham Wahdatul Wujud, yang diambil dari pemikiran Ibnu
Arabi. Keluarganya diketahui telah lama dan turun-temurun tinggal di kota Fansur
(Barus), sebuah kota pantai di Sumatera.
Berdasarkan bukti hasil karya yang terlacak, Hamzah Fansury adalah peletak
dasar bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam, setelah bahasa Arab, Persi,
dan Turki. Para sejarawan mengasumsikan bahwa ia sudah mulai menulis pada masa
Kesultanan Aceh, yaitu pada masa Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sayid al-Mukammal
(1589-1604). Sultan Iskandar Muda memiliki peran yang besar dalam mempopulerkan
hasil karya-karya Hamzah Fansury. Berbagai daerah yang dikirimi kitab karya Hamzah
antara lain Gresik, Kudus, Makassar, Ternate, Malaka, Kedah, Sumatera Barat, dan
Kalimantan Barat,
Hampir seluruh hasil karya Hamzah Fansury sebagai sarana mempopulerkan
pemikiran Wahdatul Wujud. Beliau memiliki keteguhan dalam berpikir, sekalipun
pemikirannya tentang Kesatuan Tuhan dan makhluk ini mendapat tantangan keras dari
Nuruddin ar-Raniri. Hamzah dianggap telah menyebarkan ajaran Panteisme. Memang
dalam karyanya, Hamzah Fansury sering mengangkat aspek tasybih (keserupaan /
kemiripan) antara Tuhan dengan alam ciptaan-Nya. Sekalipun dalam karyanya ia tidak
lupa menampilkan aspek tanzih (perbedaan) antara Tuhan dan makhluk, Hanya saja
yang banyak ditonjolkan adalah konsep Wahdatul Wujudnya.

2. Syamsuddin as-Sumatrani
Syekh Syamsuddin bin Abdillah as-Sumatrani adalah murid Hamzah Fansury
Seperti gurunya, as-Sumatrani juga tokoh penganut paham wahdatul wujud. Walaupun
mengikuti aliran yang sama, namun ada perbedaan kentara antara guru dan murid ini.
Hamzah Fansury adalah seorang sufi pencari Tuhan, yang mencoba melakukan
pencarian Tuhan karena didorong oleh batinnya. sedangkan, as-Sumatrani seorang ahli
sufi dan juga filosuf lebih merasakan kebutuhan mengenali hakikat dari segala sesuatu,
serta mengetahui kesatuan yang tersembunyi. As-Sumatrani berpandangan bahwa usaha
mengenal Tuhan harus dibimbing oleh guru yang sempurna karena bila tidak maka akan
terjerembab dalam kesesatan.
Sebagai murid yang terpercaya, as-Sumatrani mengikuti paham Wahdatul
Wujudnya yang dianut gurunya, Dan paham yang dianut oleh as-Sumatrani bertentangan
dengan Nuruddin ar-Raniri. Maka oleh ar-Raniri, Ia dianggap menebarkan ajaran yang
menyesatkan. Akibatnya karya-karyanya yang berbahasa Arab dan Melayu banyak yang
dibakar dan dimusnahkan oleh Nuruddin ar-Raniri atas perintah Sultan Iskandar Sani
(1636-1641).
Namun ada Beberapa kitab hasil karya as-Sumatrani yang tersisa dan berhasil
diselamatkan tetapi sudah tidak lengkap lagi. Salah satu karya besarnya yang lolos dari
pembakaran, Miras al-Mu’min (Warisan Orang yang Beriman), merupakan kitab ilmu
kalam yang memuat tanya jawab mengenai kepercayaan Islam. Kitab ini mengupas
tentang sifat Allah, sifat para nabi, wahyu, dan hari kebangkitan. Satu kitabnya berjudul
Miras al-Muhaqqiqin (Warisan Orang yang Yakin) merupakan kitab tasawuf yang
mengupas zikir dan makrifat Allah swt.

3. Nuruddin ar-Raniri
Nuruddin ar-Raniri memiliki nama lengkap Nuruddin Muhammad bin Ali bin
Hasanji bin Muhammad bin Hamid ar-Raniri al-Quraisyi asy-Syafi’i. Ia lahir sekitar
pertengahan abad ke-16 di Ranir (sekarang Rander) di daerah Gujarat, India, dan
meninggal pada tanggal 22 Zulhijah 1069 H atau bertepatan dengan 21 September
1658 M.
Sebagai pendatang, Nuruddin ar-Raniri mulai merantau ke Nusantara, dengan
memilih Aceh sebagai tempat tinggalnya. Sebelumnya mengembara, ia mengajar agama
dan diangkat sebagai syekh Tarekat Rifaiah di India. Ia datang di Aceh pada tanggal 31
Mei 1637. Ada asumsi bahwa kedatangannya ke Aceh karena Aceh pada saat itu telah
menggantikan peran Malaka yang dikuasai Portugis, sebagai pusat perdagangan, politik,
dan studi Islam di Kawasan Asia Tenggara.
Nuruddin ar-Raniri terkenal sebagai seorang ulama dan penulis yang sangat
produktif. Pada tiap tulisannya, ar-Raniri pun selalu menyebutkan sumber
pengambilannya untuk memperkuat argumen yang dipaparkannya. Tulisannya meliputi
berbagai cabang ilmu agama, seperti sejarah, fikih, hadits, akidah, mistik, filsafat,
danjuga ilmu perbandingan agama. Karyanya dalam bidang fikih yang cukup populer
adalah al-Sirat al-Mustaqim (Jurus Lurus), membahas berbagai masalah ibadah, seperti
salat, puasa, dan zakat. Karya-karya lainnya antara lain Bustan al-Salatin (berisi
sejarah), dan Asrar al-Ihsan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman (berisi ilmu kalam).
Nuruddin ar-Raniri tertulis dalam sejarah sebagai salah seorang ulama yang
mempunyai jasa besar dalam menyebar luaskan bahasa Melayu di kawasan Asia
Tenggara. Pada masa itu bahasa Melayu telah tersebar luas menjadi lingua franca.
Nuruddin ar-Raniri mendapat tugas sebagai mufti Kerajaan Aceh pada masa Sultan
Iskandar Sani. Posisi penting ini menjadikannya leluasa untuk menerangkan tentang
kesesatan ajaran Wihdatul Wujud dan menentang serta memberantas ajaran tersebut
yang telah dikembangkan oleh tokoh sufi Hamzah Fansury dan Syamsuddin as-
Sumatrani.
Di samping Ar-Raniri memusnakan kitab hasil karya-karya Hamzah Fansury dan
Syamsuddin as-Sumatrani, ar-Raniri juga menrbitkan karya tulisan dengan tujuan
menyanggah pendapat paham Wujudiyyah yang dianggap sesat tersebut. Karya-karya
untuk keperluan tersebut antara lain Asrar al-‘Arifin (Rahasia Orang yang Mencapai
Pengetahuan), Syarab al-‘Asyiqin (Minuman Para Kekasih), dan Al-Muntahi (Pencapai
Puncak). Di samping berupa tulisan, Ar-Raniri juga melakukan sanggahan melalui
polemik-polemik terbuka dengan para pengikut Wujudiyyah.

4. Nawawi al-Bantani
Nawawi al-Bantani nama lengkapnya yaitu Nawawi bin Umar bin Arabi. Di
lingkungan keluarganya, ia dikenal dengan sebutan Abu Abdul Mu’ti. Nawawi al-
Bantani lahir di Banten pada tahun 1813 M dan meninggal pada tahun 1897 M di
Mekah. Makam Nawawi al-Bantani berada di pemakaman Ma’la, berdekatan dengan
makam istri Nabi saw. Khadijah. Bila ditelisik dari silsilah keluarga ayahnya, Nawawi
adalah salah satu keturunan penguasa pertama kerajaan Banten, Sultan Hasanuddin,
putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Nawawi al-Bantani adalah salah satu ulama' yang terkenal dan menjadi
kebanggaan umat Islam di Asia tenggara, karena dikenal sebagai salah satu ulama besar
di kalangan umat Islam internasional. Ia pernah menjabat sebagai imam besar Masjidil
Haram. Beberapa juga mendapat julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir, dan Suriah
, seperti Sayid Ulama al-Hejaz, Mufti (Ulama yang dipercaya memberikan Fatwa) dan
Faqih ( Ulama' ahli Fiqh). walaupun demikian, Nawawi al-Bantani tetap tampil dengan
sangat sederhana.
Pada umur 15 tahun, Nawawi telah melaksanakan ibadah haji dan tinggal di
Makkah lebih dari 3 tahun untuk menimba dan memperdalam ilmu agama dari beberapa
orang syekh, baik di Mekah maupun di Madinah. Setelah pulang dari Tanah Suci
(sekitar tahun 1831 M), Nawawi mengajar di pesantren peninggalan orang tua. Namun
karena situasi dan kondisi politik pada sat itu yang tidak menguntungkan, ia memilih
kembali lagi ke Mekah dan bermukim di sana hingga akhir hidupnya. Nawawi belajar
kepada beberapa orang guru, diantara gurunyanya adalah Syekh Muhammad Khatib
Sambas (dari Kalimantan), Syekh Yusuf Sumulaweni ,Syekh Abdul Hamid Dagastani
dan Syekh Abdul Gani Bima (dari Nusa Tenggara),.
Karena kecerdasan dan bekal ilmu agama yang ditekuninya selama 30 tahun.
Syekh Nawawi menyampaikan pengajian di Masjidil Haram setiap harinya. Dan pada
saat memberikan pengajiannya banyak murid-muridnya yang berasal dari Tanah Air
antara lain K.H. Khalil (dari Bangkalan, Madura), K.H. Asy’ari (Bawean, Madura), dan
K.H. Hasyim Asy’ari (Jombang, Jawa Timur). Dari Malaysia tercatat nama K.H. Dawud
(Perlak), dan masih banyak lagi murid dari berbagai negara. Strateginya melawan
penjajahan adalah melalui jalur pendidikan. Nawawi al-Bantani tergolong ulama' yang
tidak agresif dan revolusioner, tetapi Ia tetap anti penjajah. Pada setiap kesempatan Ia
selalu memberikan penyadaran kepada murid-muridnya dengan jiwa-jiwa keagamaan
serta semangat menegakkan kebenaran di mana saja berada dengan segala tantangan
yang dihadapi serta resikonya terutama melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh
penjajah barat.
Menurut penelitian para sejarah ditemukan bukti bahwa tulisan Syekh Nawawi
al-Bantani banyak mempunyai kelebihan dan keistemawaan, diantaranya adalah
pemakian bahasa yang sederhana sehingga mudah dan enak dipahami oleh pembaca,
hasil karyanya bisa menjelaskan istilah-istilah sulit yang sulit dipahami oleh kebanyakan
pembaca, dan kemampuannya menghidupkan isi tulisan sehingga para pembaca dapat
menjiwai isinya. Di negara-negara Timur Tengah, kitab-kitab karya Syekh Nawawi
sudah tidak asing lagi, karena menjadi bacaan dan bahan materi serta acuan dalam
berbagai kelompok kajian.

5. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi


Syekh Ahmad Khatib Sambasi nama belakangnya sambasi yang artinya adalah
putral dari Sambas, Kalimantan. Ia adalah seorang ahli tarekat dan mendirikan Tarekat
Qadiriyah Naqsyabandiyah yang banyak kita jumpai dan tersebar di tanah Air. Ahmad
Khatib lahir di Kalimantan. Tanggal lahirnya tidak terlacak secara pasti. Masa hidupnya
lebih banyak dihabiskan di Mekah hingga wafatnya pada tahun 1878 M. Ia mengabdikan
hidup dan mendedikasikan ilmu agama yang dikuasainya untuk menjadi guru hingga
wafatnya. Menurut Snouck Hurgronje, meskipun Nawawi al-Bantani tetap menunjukkan
sikap netralnya terhadap gerakan tarekat, namun ia tetap mengakui sebagai pengikut
atau murid guru besar Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi.
Hasil karya Syekh Ahmad Khatib Sambasi yang sangat terkenal dan membawa
pengaruh kuat terhadap praktik sufisme di daratan tanah Melayu adalah kitab Fath
al-‘Arifin (Kemengan Orang-orang yang Makrifat). Kitab ini adalah panduan praktis
berzikir dan berdoa, serta pengamalan kata-kata tertentu tanpa putus. Menurut
pendapatnya, hal tersebut merupakan bagian utama dari aktivitas tarekat.
Syekh Ahmad Khatib Sambasi mempunyai pengaruh yang luas. Murid-muridnya
berasal dari berbagai belahan penjuru dunia. Di samping Nawawi al-Bantani, murid
lainnya antara lain Haji Muhammad Syah dan Haji Fadil (dari Malaysia). Pengaruh
tarekat yang dikembangkan oleh dua orang muridnya di Johor Malaysia ini berhasil
menghimpun kurang lebih 14.000 pengikut yang loyal sekitar tahun 1940-an.

C. KEGIATAN DISKUSI
Setelah Anda mendalami materi maka selanjutnya lakukanlah diskusi dengan
teman sebangku Anda atau dengan kelompok Anda, kemudian persiapkan diri untuk
mempresentasikan hasil diskusi tersebut di depan kelas.

D. PENDALAMAN KARAKTER
Dengan memahami Pemikiran Kalam Ulama Modern; pemikiran kalam ulama
nusantara, maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut :
1. Berpegang teguh pada prinsip dan pendirian.
2. Menghargai pendapat orang lain.
3. Toleran terhadap sesama.
4. Menghindari sikap, perbuatan maupun ucapan yang merugikan orang lain.
5. Berterima kasih dan hormat kepada Guru yang telah dengan sabar membimbing kita
menuntut ilmu.
6. Mengamalkan ilmu yang telah diajarkan oleh guru kita.
UJI KOMPETENSI
I. Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e, di depan jawaban yang paling
benar !
1. Hamzah Fansury lahir di………
a. Sumatera barat
b. Sumatera selatan
c. Sumatera utara
d. Jawa timur
e. Madura
2. Hamzah Fansury terkenal sebagai tokoh…….
a. Fiqih
b. Hadis
c. Tafsir
d. Tasawuf
e. Sejarah
3. Faham wahdatul wujud dibawa oleh
a. Hamzah Fansury
b. Nuruddin ar-Raniri
c. Nawawi al-Bantani
d. Syamsuddin as-Sumatrani
e. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
4. Asrar al-Ihsan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman  adalah kitab ilmu kalam, karangan………
a. Hamzah Fansury
b. Nuruddin ar-Raniri
c. Nawawi al-Bantani
d. Syamsuddin as-Sumatrani
e. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
5. Miratsul al-Mu’min (Warisan orang beriman) adalah kitab ilmu kalam karangan…….
a. Hamzah Fansury
b. Nuruddin ar-Raniri
c. Nawawi al-Bantani
d. Syamsuddin as-Sumatrani
e. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
6. Nawawi al-Bantani lahir di Banten pada tahun…….
a. 1812
b. 1813
c. 1814
d. 1912
e. 1913
7. Makam Nawawi al-Bantani terletak di pemakaman…...
a. Baqi’
b. Haram
c. Nabawi
d. Arafah
e. Ma’la
8. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi lahir di……
a. Sumatera
b. Sulawesi
c. Kalimantan
d. Aceh
e. Banten
9. Nuruddin ar-Raniri lahir di Ranir daerah Gujarat India, kemudian merantau ke nusantara
dan bertempat tinggal di………
a. Bali
b. Sulawesi
c. Kalimantan
d. Aceh
e. Banten
10. Diantara karya Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi adalah kitab …..
a. Fath al-arifin
b. Fath al-qarib
c. Fath al-mu’in
d. Fath al-wahab
e. Fath al-jawwad

II. Jawablah Pertanyaan berikut dengan benar!


1. Jelaskan apa yang anda ketahui dengan konsep wahdatul wujud-nya Hamzah Fansury?
2. Apa jabatan yang diemban Nuruddin ar-Raniri dalam kerajaan Aceh? Dan apa yang
dilakukan?
3. Kapan dan dimanakah Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi wafat?
4. Thariqah apa yang dianut oleh Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi?
5. Sebutkan diantara karya Syamsuddin as-Sumatrani!
Portofolio dan Penilaian Sikap

1.Carilah beberapa ayat dan hadist yang berhubungan dengan pemikiran kalam ulama
modern, dengan mengisi kolom di bawah ini :
Nama Surat + No. Ayat /
No. Hadits Riwayat Redaksi Ayat / Hadits

1.

2.

3.

4,

5.

2. Setelah kalian memahami uraian mengenai pemikiran kalam ulama modern, coba kamu
amati perilaku berikut ini dan berikan komentar

No. Perilaku Yang Diamati Tanggapan / Komentar Anda


Andik selalu menghormati
1. pendapat adiknya yang masih di
bangku Madrasah Ibtidaiyah.
Suwarno adalah anak yang jago
2. dalam berdebat di madrasahnya
Hazeem tadarus al-Quran setiap
3. hari ba’da maghrib bersama
kakak dan adiknya
Cipto dan Rauf sedang dihukum
4. oleh bapak guru karena
rambutnya gondrong
Amirah menjadi juara I lomba
5. baca puisi tingkat kabupaten/kota,
dia menjadi sombong dihadapan
teman-temannya

Hikmah

‫الكيّس من دنا نفسه وعمل لما بعد الموت‬


Orang cerdas/pintar itu adalah orang yang mampu mengendalikan
nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah mati
SOAL SEMESTER II

Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d atau e, di depan jawaban yang paling
benar !

1. Di bawah ini adalah beberapa tokoh ulama modern Ilmu Kalam, kecuali ...
A. Syekh Muhammad Abduh
B. Syekh Muhammad Mursyid Ridlo
C. Mohamad Iqbal
D. Sayyid Ahmad Khan
E. Jamaluddin al-Afghani
2. Di bawah ini adalah 2 persoalan kalam yang menjadi pokok pemikiran Mohamad
Abduh, yaitu :
A. Peningkatan amal dan taqwa
B. Penyempurnan kalam Ilahi dan pemikiran umat
C. Pembebasan akal dari belenggu taqlid dan memperbaiki gaya bahasa Arab
D. Pembebasan umat Islam dari penjajahan dan kedengkian
E. Mempersatukan perbedaan madzhab dan perbedaan agama
3. Guru tokoh aliran ilmu kalam modern Mohamad Abduh adalah ...
A. Ibnu Rusdy
B. Jalaluddin Assegaf
C. Jamaluddin al Afghani
D. Syayyid Akhmad Khan
E. Jalaluddin Rumi
4. Kemunduran pemikiran kalam sebelum Muhammad Abduh ditandai dengan, kecuali
....
A. Sudah merasa cukup dengan karya pendahulu mereka
B. Pendapat sudah tertutupnya pintu ijtihad
C. Adanya gerakan taklid
D. Mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Alloh
E. Menggunakan akal saat mengistimbatkan hukum-hukum
5. Salah satu nama organisasi yang didirikan Mohamad Abduh adalah ...
A. Al Urwatul wutsqa
B. Pan Islamisme
C. Al Qawa’id
D. Al Wahabi
E. Al Ummah
6. Menurut Moh. Abduh Wahyu berperan sebagai ...
A. konfirmasi
B. konsentrasi
C. interprestasi
D. koordinasi
E. konfigurasi
7. Pola pemikiran bahwa manusia memiliki kemampuan dan kebebasan berbuat secara
mutlaq adalah ...
A. faham usfuriyah
B. faham assalafiyah
C. faham wadariyah
D. faham jabariyah
E. faham maturidiyah
8. Tokoh ulama kalam modern yang masih ada garis keturunan dari Nabi Muhammad
dari garis Fatimah dan Ali bin Abi Tholib adalah ...
A. Jamaluddin al Afghani
B. Jamaluddin Ar Rumi
C. M. Abduh
D. Sayyid Ahmad Khan
E. Sayyid Abdullah
9. Ulama kalam modern yang hanya menerima al Qur’an sebagai sumber pedoman umat
Islam adalah..
A. Mohamad Abduh
B. Mohamad Ar Rumi
C. Sayyid Ahmad Khan
D. Jamaluddin
E. Moh. Iqbal
10. Di bawah ini tujuan diturunkannya Al Qur’an menurut tokoh ulama kalam Moh. Iqbal
yaitu ...
A. Mencerdaskan umat beragama dalam ilmu pengetahuan
B. Mendasarkan pola pikir umat sesuai al Qur’an
C. Membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan
menjabarkan al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari
D. Menyelaraskan pola kehidupan umat dalam satu petunjuk
E. Menyadarkan pola pikir trinitas
11. Beberapa sebab kemunduran umat Islam menurut para tokoh ilmu kalam modern
karena, kecuali ...
A. masyarakat saat itu beku dan kaku tidak mau bergerak untuk mencapai
kemajuan
B. keyakinan pintu ijtihad sudah tertutup
C. mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Allah
D. kehidupan mereka dipengaruhi ada budaya yang abangan dan kurofat
E. keinginan untuk selalu hidup sesuai hukum dan kaidah agama dengan
menjabarkan ajaran pokok untuk dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari ...
12. Mengambil hukum baru berdasar hukum lama (al Qur’an) untuk dijabarkan sesuai
kehidupan soal ini adalah ...
A. melakukan ijtihad hukum
B. menutup ijtihad hukum
C. membekukan hukum
D. menyalahi hukum
E. merusak hukum
13. Beberapa sebab kemunduran umat Islam menurut para tokoh ilmu kalam modern
karena, kecuali ...
A. masyarakat saat itu beku dan kaku tidak mau bergerak untuk mencapai
kemajuan
B. keyakinan pintu ijtihad sudah tertutup
C. mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Allah
D. kehidupan mereka dipengaruhi ada budaya yang abangan dan kurofat
E. keinginan untuk selalu hidup sesuai hukum dan kaidah agama dengan
menjabarkan ajaran pokok untuk dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari ...
14. Akal dapat mengetahui adanya Tuhan dan adanya kehidupan dibalik kehidupan dunia
ini. Dengan akal, manusia dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan,
kebaikan adalah dasar kebahagiaan dan kejahatan adalah dasar kesengsaraan di akhirat.
Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam yang dikemukakan oleh …
A. Jamaluddin al Afghani
B. Muhammad Abduh
C. Jamaluddin Ar Rumi
D. Sayyid Ahmad Khan
E. M. Iqbal
15. Akal dan wahyu mempunyai hubungan yang sangat erat, karena akal memerlukan
wahyu, tapi wahyu itu tidak mungkin berlawanan dengan akal. Jika nampak pada
lahirnya wahyu itu berlawanan dengan akal, maka memberi kebebasan pada akal untuk
memberi interpretasi. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam yang dikemukakan
oleh …
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin Ar Rumi
C. Sayyid Ahmad Khan
D. M. Iqbal
E. Jamaluddin al Afghani
16. Walaupun manusia memiliki banyak kemauan namun  semua itu tidak bersifat absolut
karena terbatasi oleh sifat prerogative Tuhan atau kehendak mutlak-Nya. Pernyataan
tersebut adalah pemikiran kalam yang dikemukakan oleh ...
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin Ar Rumi
C. Sayyid Ahmad Khan
D. M. Iqbal
E. Jamaluddin al Afghani
17. Kehendak Tuhan tidak selamanya bersifat mutlak. Karena Tuhan telah membatasi
kemutlakan-Nya dengan memberi kesempatan pada manusia untuk berijtihad. Pernyataan
tersebut adalah pemikiran kalam yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh tentang …
A. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
B. Kebebasan manusia
C. Sifat Tuhan
D. Keadilan Tuhan
E. Kehendak mutlak Tuhan
18. Memikirkan  “yang Maha segalanya” akan membuat akal gagal berfikir karena tidak
akan sampai pada puncaknya, karena yang ada pada Tuhan mustahil tersusun dari
beberapa zat. Jika memaksakan untuk memikirkan-Nya terlalu jauh dikhawatirkan akan
membawa dampak negatif. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam yang
dikemukakan oleh Muhammad Abduh tentang …
A. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
B. Kebebasan manusia
C. Sifat Tuhan
D. Keadilan Tuhan
E. Kehendak mutlak Tuhan
19. Keyakinan terhadap Tuhan, malaikat, rosul, dan lain-lain tidak akan di ketahui tanpa
peranan akal. sedangkan fungsi wahyu menurut menurutnya dapat diartikan sebagai
penolong bagi akal untuk memahami syari’at Tuhan, sifat-Nya, alam akhirat dan lain-
lain. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam yang dikemukakan oleh Muhammad
Abduh tentang …
A. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
B. Kebebasan manusia
C. Sifat Tuhan
D. Keadilan Tuhan
E. Kehendak mutlak Tuhan
20. Tuhan menciptakan alam ini bukan semata-mata karena kemutlakan-Nya. Namun ada
tujuan lain bagi manusia dan seluruh makhluk dan semua perbuatan manusia akan di
balas sesuai kebaikan dan keburukannya. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam
yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh tentang …
A. Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
B. Kebebasan manusia
C. Sifat Tuhan
D. Keadilan Tuhan
E. Kehendak mutlak Tuhan
21. Tuhan tidak akan menampakkan wujud-Nya kepada makhluk. Jika Tuhan
menampakkan wujudnya di akhirat, itu hanya di anugerahkan pada hamba tertentu dan
belum tentu hamba itu bisa melihat wujud Tuhan yang sebenarnya. Pernyataan tersebut
adalah pemikiran kalam yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh tentang …
A. Perbuatan Tuhan
B. Wujud Tuhan
C. Antropomorfisme
D. Keadilan Tuhan
E. Kehendak mutlak Tuhan
22. Bahwa Tuhan wajib berlaku baik pada manusia dan makhluk-Nya. Pernyataan tersebut
adalah pemikiran kalam yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh tentang …
A. Perbuatan Tuhan
B. Wujud Tuhan
C. Antropomorfisme
D. Keadilan Tuhan
E. Kehendak mutlak Tuhan
23. Bahwa Tuhan tidak dapat diwujudkan dalam bentuk apapun sebagaimana yang
terekam dalam pikiran manusia. Jika dalam Al-Qur’an terdapat kata-kata “ tangan, wajah
Tuhan “ dan lain-lain. Itu hanya sebagai permisalan untuk mempermudah memahami Al-
Qur’an. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam yang dikemukakan oleh Muhammad
Abduh tentang …
A. Perbuatan Tuhan
B. Wujud Tuhan
C. Antropomorfisme
D. Keadilan Tuhan
E. Kehendak mutlak Tuhan
24. Dilahirkan di India pada tahun 1817, merupakan tokoh pembaru di kalangan umat
Islam India pada abad ke-19 nenek moyangnya berasal dari Semenanjung Arabia dan
kemudian hijrah ke Herat, Persia (Iran), karena tekanan politik pada zaman dinasti Bani
Umayyah. Tokoh yang dimaksud adalah
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin Ar Rumi
C. Sayyid Ahmad Khan
D. M. Iqbal
E. Jamaluddin al Afghani
25. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr Kabupaten Al-Buhairah, mesir pada tahun 1849
M. Ayahnya di kenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan. Ia
melanjutkan studi ke Al -Azhar  pada bulan Februari 1866. Pada Studinya di Al-Azhar
pada tahun 1877 dengan gelar Alim, abduh mulai mengajar di Al-Azhar. Tokoh yang
dimaksud adalah
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin Ar Rumi
C. Sayyid Ahmad Khan
D. M. Iqbal
E. Jamaluddin al Afghani
26. Dilahirkan di Sialkot Punjab India 9 November 1877 dan meninggal di Lahore
Pakistan 21 April 1938. Berasal dari keluarga kelas menengah yang banyak dibekali
nilai-nilai Islam yang kuat. Bakat menulisnya berkembang pesat di bawah bimbingan
Maulwi Mirr Hasan. Tokoh yang dimaksud adalah …
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin Ar Rumi
C. Sayyid Ahmad Khan
D. M. Iqbal
E. Jamaluddin al Afghani
27. Bahwa satu-satunya cara untuk mengubah pola berpikir umat Islam India dari
keterbelakangannya adalah pendidikan. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam yang
dikemukakan oleh …
A. Sayyid Ahmad Khan
B. Muhammad Abduh
C. Jamaluddin al Afghani
D. Jamaluddin Ar Rumi
E. M. Iqbal
28. Bahwa Allah memberi kebebasan pada akal untuk memberi interpretasi. tapi akal
bukanlah segala-galanya dan kekuatan akal pun terbatas. Pernyataan tersebut adalah
pemikiran kalam yang dikemukakan oleh …
A. Muhammad Abduh
B. Sayyid Ahmad Khan
C. Jamaluddin al Afghani
D. Jamaluddin Ar Rumi
E. M. Iqbal
29. Manusia telah di anugrahi Tuhan dengan berbagai macam daya, di antaranya adalah
daya berfikir berupa akal, dan daya fisik untuk merealisasikan kehendaknya. Karena
kuatnya kepercayaan terhadap hukum alam dan kerasnya mempertahankan konsep
hukum alam, dianggap kafir. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam yang
dikemukakan oleh …
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin al Afghani
C. Jamaluddin Ar Rumi
D. Sayyid Ahmad Khan
E. M. Iqbal
30. Bahwa Tuhan telah menetukan tabiat atau nature (Sunnatullah) bagi setiap makhluk
nya yang tetap dan tidak pernah berubah. Pernyataan tersebut adalah pemikiran kalam
yang dikemukakan oleh …
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin al Afghani
C. Jamaluddin Ar Rumi
D. Sayyid Ahmad Khan
E. M. Iqbal
31. Diantara fungsi wahyu menurut M. Abduh adalah, kecuali
A. Wahyu memberi keyakinan kepada manusia bahwa jiwanya akan terus ada setelah
tubuh mati.
B. Wahyu menolong akal untuk mengetahui akhirat dan keadaan hidup manusia di sana
C. Wahyu mempunyai fungsi konfirmasi
D. Wahyu mempunyai fungsi korelasi
E. Wahyu menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum
32. Dari penolakan terhadap taklid, tokoh ini memandang perlu di adakkan ijtihad-ijtihad
baru untuk menyesuikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. Pernyataan tersebut adalah pemikiran
kalam yang dikemukakan oleh …
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin al Afghani
C. Jamaluddin Ar Rumi
D. M. Iqbal
E. Sayyid Ahmad Khan
33. M. Iqbal meraih gelar Doktor Filsafat tahun 1907 dengan Disertasinya yang berjudul
….
A. Perkembangan Metafisika di Syiria
B. Perkembangan Metafisika di Persia
C. Perkembangan Metafisika di Eropa
D. Perkembangan Metafisika di Spanyol
E. Perkembangan Metafisika di India
Perhatikan indikator berikut !
1. Hancurnya Baghdad yang telah menjadi pusat politik, kebudayaan dan pusat
pemikiran
2. Timbulnya faham Fatalisme yang menyebabkan umat Islam pasrah pada nasib
3. Sikap Jumud (Statis) dalam pemikiran umat Islam
34. Indikator diatas merupakan faktor kemunduran umat Islam yang dikemukakan oleh …
A. Muhammad Abduh
B. Jamaluddin al Afghani
C. Jamaluddin Ar Rumi
D. M. Iqbal
E. Sayyid Ahmad Khan
35. Bukanlah tempat melainkan sebuah keadaan dimana didalam Al-Qur’an keduanya
merupakan penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual. Diantaranya tempat itu
bukanlah tempat untuk bersenang-senang (Berlibur).
A. Hakikat Teologi
B. Pembuktian Tuhan
C. Jati Diri Manusia
D. Dosa
E. Surga dan Neraka
36. Pemikiran ulama’ hanya bertumpu pada ketertiban sosial. Mereka menolak
pembaharuan dalam bidang hukum dan pintu Ijtihad mereka tutup, hal ini menyebabkan
hilangnya dinamika  berpikir umat Islam. pernyataan ini akibat buruk dari …
A. Penyerangan tentara Mongol pimpinan Gulakhu Khan di Baghdad
B. Penyerangan tentara Mongol pimpinan Gulakhu Khan di Mesir
C. Penyerangan tentara Mongol pimpinan Gulakhu Khan di Irak
D. Penyerangan tentara Mongol pimpinan Gulakhu Khan di Iran
E. Penyerangan tentara Mongol pimpinan Gulakhu Khan di Basrah
37. Muhammad Abduh di angkat menjadi Mufti Mesir, kedudukan besar itu ia pegang
sampai ia meninggal dunia pada …
A. Tahun 1903
B. Tahun 1904
C. Tahun 1905
D. Tahun 1906
E. Tahun 1907
38. Menurut M. Abduh, untuk menggunakan pendapat akal melalui sifat kesucian dan
kemutlakan yang terdapat dalam wahyu yang bisa membuat orang bermanfaat,
merupakan …
A. fungsi konfirmasi wahyu
B. fungsi afirmasi wahyu
C. fungsi kronologi wahyu
D. fungsi konsekwensi wahyu
E. fungsi korelasi wahyu
39. Disamping teolog M. Iqbal adalah penyair masyhur, diantara Karya-karya sastra yang
membuatnya amat terkenal adalah syair-syair yang ditulis dalam bahasa Persia dan Urdhu
antara lain, kecuali …
A. Asrar-I Khudi
B. Payam-I Masyriq
C. Pesan dari Timur
D. Navid Namah
E. Navad Numah
40. Membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan
menajabarkan nas-nas Al-Quran yang masih global dalam realita kehidupan manusia dan
dinamika masyarakat yang selalu berubah. Hal ini menurut M. Iqbql dinamakan ...
A. Prinsip Mobilisasi dalam Struktur Islam
B. Prinsip Perubahan dalam Struktur Islam
C. Prinsip Gerak dalam Sistem Islam
D. Prinsip Gerak dalam Struktur Islam
E. Prinsip Gerak dalam Kebudayaan Islam
41. Hamzah Fansury lahir di………
a. Sumatera barat
b. Sumatera selatan
c. Sumatera utara
d. Jawa timur
e. Madura
42. Hamzah Fansury terkenal sebagai tokoh…….
a. Fiqih
b. Hadis
c. Tafsir
d. Tasawuf
e. Sejarah
43. Faham wahdatul wujud dibawa oleh
a. Hamzah Fansury
b. Nuruddin ar-Raniri
c. Nawawi al-Bantani
d. Syamsuddin as-Sumatrani
e. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
44. Asrar al-Ihsan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman  adalah kitab ilmu kalam,
karangan………
a. Hamzah Fansury
b. Nuruddin ar-Raniri
c. Nawawi al-Bantani
d. Syamsuddin as-Sumatrani
e. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
45. Miratsul al-Mu’min (Warisan orang beriman) adalah kitab ilmu kalam karangan…….
a. Hamzah Fansury
b. Nuruddin ar-Raniri
c. Nawawi al-Bantani
d. Syamsuddin as-Sumatrani
e. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
46. Nawawi al-Bantani lahir di Banten pada tahun…….
a. 1812
b. 1813
c. 1814
d. 1912
e. 1913
47. Makam Nawawi al-Bantani terletak di pemakaman…...
a. Baqi’
b. Haram
c. Nabawi
d. Arafah
e. Ma’la
48. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi lahir di……
a. Sumatera
b. Sulawesi
c. Kalimantan
d. Aceh
e. Banten
49. Nuruddin ar-Raniri lahir di Ranir daerah Gujarat India, kemudian merantau ke
nusantara dan bertempat tinggal di………
a. Bali
b. Sulawesi
c. Kalimantan
d. Aceh
e. Banten
50. Diantara karya Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi adalah kitab …..
a. Fath al-arifin
b. Fath al-qarib
c. Fath al-mu’in
d. Fath al-wahab
e. Fath al-jawwad
GLOSARIUM

Al-istila wa al-ghalabah : menguasai dan mengalahkan

Anarkis : Kekerasan
Anomaly : Penyimpangan
Asy‘ariyah :golongan Ahlus Sunnah Wal
Jama‘ah memberikan peranan yang lebih besar
kepada wahyu

Iqrar bi al-lisan : Menyatakan dengan lisan.


Jumud : Kebekuan akal
Kufr bi inkar al-ni’mah : Mengingkari nikmat/rahmat Allah
Kufr bi inkar al-rububiyah/kafir millah : Mengingkari Tuhan
Kufur akbar :kufur yang mengeluarkan pelakunya dari
millatul Islam
Kufur I’radl : berpaling dari Islam, tidak membenarkan dan
juga tidak mendustakan

Kufur istikbar : meyakini kebenaran Islam dengan hati dan


lisannya, namun ia bersombong diri dan tidak
mau menerima Islam dan melaksanakannya
karena sombong dan menganggap remeh

Kufur juchud ;meyakini kebenaran Islam dengan hatinya


namun lisannya mendustakan bahkan
memerangi dengan anggota badan

Kufur nifaq :mendustakan Islam dengan hatinya dan


memperlihatkan keimanan dengan lisan dan
badannya, seperti kufurnya Abdullah bin Ubay
bin Salul gembong munafiq.
Kufur syakk, : meragukan kebenaran Islam dan para rasul.
Kufur takdzib : mendustakan Islam dengan hati dan lisan

la yukayyaf wa la yuhadd : (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya

Manzilah baina al-manzilatain :Tempat diantara dua tempat yaitu surga dan
neraka.
manzilah bainal manzilatain. : setiap pelaku dosa besar berada di posisi
tengah-tengah, antara posisi mukmin dan
posisi kafir.

Mu‘tazilah : aliran yang paling banyak menggunakan akal


dalam pembahasan-pambahasan teologinya,
sehingga ia dijuluki sebagai kaum rasionalis
Islam
Rasio : Akal
Rasional : Berdasarkan akal
Sunnatullah : Ketentuan Allah
Tanzih :Yakin tidak ada makhluk yang menyerupai
Allah
Tashdiq bi al-qalb : Membenarkan/meyakini dengan hati.
Wahyu : petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya
kepada para Nabi dan Rasul melalui mimpi
dan sebagainya”.
Daftar Pustaka

Abbas, Siradjudin. 2006. I’tiqad Ahlissunnah wa al-jamaah, Jakarta : CV. Pustaka


Tarbiyah.
Al Bahiy, Muhammad. 1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.
An-Nadawi, Abu Ali, 1995. PertentanganAlam Pikiran Islam denganAlam Pikiran
Barat, terjemahan Mahyudin Syaf, Bandung : Al-Maarif,
Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid. 1998. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Bakir Yusuf Barmawi, Sistem Pemikiran Teologi Muhammad Abduh, Makalah, t.k, tp.,
t.th.
_____________, Pembaharuan dalam Islam, cet. 5, Jakarta : Bulan Bintang, 1987.
Firdaus A.N., 1992, Syeh Muhammad Abduh Risalah Tauhid, Jakarta, Bulan Bintang.
Hasan, Ilyas. 1996. Pioneers of Islamic Revival. Bandung: Mizan
Ibrahim Madkour, Aliran dan teori Filsafat Islam, cet.1, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Imarah, Muhammad. 2007. 45 Tokoh Pengukir Sejarah (terj). Solo: Era Intermedia
Ismail, Hasan Al-Asy’ari. 1998. Prinsip-prinsip Dasar Aliran Theologi Islam, Bandung:
CV. Pustaka Setia.
Jauhari, Heri, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, CV Pustaka Setia, Bandung
Jhon L. Esposito, 2001. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung : Mizan.
JMS. Baljon,(ed). 1986. Ahmad Khan´ dalam Gibb, dkk ., The Ensiklopedy of Islam,
Leiden: EJ.Brill.
John J. Donohue dan John L. Esposito (penyunting), Islam Pembaharuan dan
Ensiklopedi Masalah-Masalah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993.
Mohammad, Herry. dkk. 2006. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.
Jakarta: Gema Insani
Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang
______________. 1987. Muhammad Abduh dan teologi Rasional Mu’tazilah, cet.1,
Jakarta : UI Press.
______________. 1990. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.
Jakarta: PT Bulan Bintang.
______________. 1998. Pembaharuan dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang.
Rais, Amin, M, Dr. 1987. Cakrawala Islam Antara Cita Dan Fakta. Bandung: Mizan.
Refonga, Rahman. 1996. Sejarah Pemikiran dalam Islam Theologi/Ilmu Kalam, Jakarta:
PT. Pustaka Setia.
Rifa’i, Moh., Abdul Aziz, 1994. Pelajaran Ilmu Kalam, Semarang: CV Wicaksana.
Rojak Abdul, Anwar Rosihon. Ilmu Kalam. 2006. CV Pustaka Setia, Bandung
Sani, Abdul. 1998. Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta : Raja Grafindo

Anda mungkin juga menyukai