Anda di halaman 1dari 4

NAMA : SYALU NASYIWA FAJRIYAH

KELAS : X TKJ 4

MAPEL : BAHASA INDONESIA “HIKAYAT”

Hikayat Pengembara yang Lapar

Diceritakan kisah tiga orang sahabat yaitu Kendi, Buyung, dan Awang yang sedang

mengembara. Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu, dan buah-

buahan. Biasanya, apabila mereka kelelahan, mereka berhenti untuk sekedar beristirahat atau

hanya menggenyangkan perut. Jika dalam perjalanan mereka bertemu sebuah desa, biasanya

mereka akan singgah membeli makanan untuk bekal perjalanan.

Pada suatu hari, mereka tiba dikawasan hutan belantara. Di kawasan tersebut, mereka tidak

menemukan desa atau kampung dalam perjalanan. Mereka berhenti dan beristirahat di bawah

sebatang pohon tua yang yang sangat besar dan sangat rindang. Perbekalan makanan mereka

sudah habis tak menyisa. Dan ketiga sahabat itu mulai kelaparan.

“Hei, jika ada nasi yang sebanyak kawah pun, aku akan menghabiskannya seorang diri,” tiba-

tiba Kendi mengeluh. Dia memegangi perutnya yang sedari tadi belum diisinya. Dan

badannya ia sandarkan pada pohon tua yang sangat besar itu.


“Jika aku kelaparan seperti ini, ayam panggang sepuluh ekor pun akan aku habiskan,” kata

Buyung pula.

“Kalian tidak boleh berlaku tamak dan membual seperti itu. Aku pun juga kelaparan. Bagiku,

nasi sepingan pun sudah cukup untuk mengatasi kelaparanku ini, “ Kata Awang.

Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata yang diucapkan Awang barusan.

“Hanya dengan nasi sepinggan saja, bagaimana bisa perutmu itu bisa kenyang? Padahal kau

juga merasakan kelaparan yang sama seperti yang kami derita!”

Dari kejauhan ternyata perbualan mereka tadi didengar oleh pohon tua besar itu. Setelah

mendengar keluhan ketiga pengembara tersebut, pohon yang merasa kasihan terhadap mereka

itu lalu menggugurkan tiga helai daun miliknya.

Bubb! Terdengar bunyi seperti benda yang terjatuh ditelinga Kendi, Awang, dan Buyung.

Mereka langsung mencari-cari asal suara tersebut di dicelah-celah semak. Mereka mencari-

cari suara tersebut dari arah yang berlawan-lawanan.

“Wah, ada nasi sekawah!” kata Kendi heran dan menjerit karena ia kaget melihatnya. Dia

menghampiri nasi sekawah yang masih beruwap itu. Tanpa berfikir lebih lama, ia memakan

nasi tersebut dengan lahapnya.

“Ayam panggang sepuluh ekor! Wah, enaknya!” teriak Buyung dari arah timur. Tiba-tiba air

liurnya menetes. Selera makannya muncul seketika. Dengan pasti ia mngambil ayam yang

paling besar lalu memakannya dengan lahap.

Melihat Kendi dan Buyung yang telah mendapatkan makanan, Awang berjalan semakin

dalam ke arah semak-semak tersebut. Ketika Awang melewati daun kelembak, tampak

olehnya sepinggan nasi berlauk terhidang di hadapannya. Awang tersenyum, dan mengucap

syukur karena telah mendapat rezeki. Ia memakan nasi sepingan itu dengan tenang.
Selepas makan, Awang merasa kenyang. Ia beristirahat ditempat semula, di bawah pohon tua

besar sambil memperhatikan Kendi dan Buyung yang sedang makan dengan lahapnya.

“Urgh!” Kendi bersendawa. Perutnya sangatlah kenyang. Nasi di dalam kawah itu masih

tersisa banyak. Ia tidak mampu lagi menghabiskan semua nasi tersebut. “kenapa kamu tidak

menghabiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya pada Kendi.

“Aku sudah kenyang,” jawab Kendi

“Bukankah kamu berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” tanya nasi itu lagi.

“Tapi perutku sudah kenyang,” jawab Kendi.

Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyekap kepala Kendi dan

nasi-nasi itu menggerogoti tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta tolong.

Buyung juga kekenyangan. Ia hanya dapat menghabiskan seekor ayam saja. Sembilan ekor

ayam lagi tersisa di tempat pemanggang. Kerena terlalu banyak makan, perutnya berasa

mual. Melihat baki ayam-ayam panggang itu saja, ia meresa muak dan hendak muntah.

Buyung segera pergi meninggalkan ayam-ayam itu ke dalam semak.

“Kenapa kamu tidak menghabiskan kami?” tiba tiba ayam panggang itu berbicara.

“Aku sundah nenyang.” Kata Buyung. “makan seekorpun aku sudah muak,” katanya lagi

Tiba-tiba muncul Sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di tempat itu. Mereka

berlari ke arah Buyung.

Ayam-ayam itu mematuk dan mengoyak tubuh Buyung. Buyung melompat-lompat sambil

meminta tolong.
Awang bagaikan bermimpi melihat teman-temannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung

melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Ia

seperti terpukau melihat kejadian itu.

Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. Ia meneruskan semua

perjalanannya.

Sebelum berangkat, Awang mengambil sepinggan nasi yang telah habis. Sebutir pun tidak

menyisa di dalam pinggan itu.

“Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya tidak berlaku sombong dan tamak. Makan itu

secukupnya jangan berlebihan agar tidak mubazir,” kata Awang lalu ia pergi meninggalkan

tempat tersebut.

***

Amanat           :
Janganlah membuat janji yang tidak dapat kau tepati apalagi dengan sombongnya kau
lontarkan janji tersebut seolah-olah kau dapat menepatinya namun kenyataannya kau tidak
dapat menepatinya.

Pesan Moral     :
Setiap kata-kata yang terucap harus dapat dikontrol, kita juga tidak di benarkan untuk berkata
sombong apalagi berjanji dengan janji yang tidak mungkin dapat kau tepati. Janganlah juga
kau menjadi orang yang tamak, karena suatu saat nanti pasti akan ada balasan bagi orang-
orang yang memiliki sifat yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai