Anda di halaman 1dari 9

KONSEP MATERIALISME DIALEKTIKA KARL MAX

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


Filsafat Barat
Dosen Pengampu:
Al-Ustadz Dedy Irawan, M.Ag.

oleh:

NIM : 402019222034

Muhammad Abdullah

Aqidah Filsafat Islam


Fakultas Ushuluddin
UNIVERSITAS DARUSSALAM KAMPUS GONTOR
GONTOR PONOROGO
2020/1441
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dari pengaruh filsuf-
filsuf hebat seperti Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. Von Magnis membagi lima
tahap perkembangan pemikiran marx yang dibedakan ke dalam pemikiran ‘Marx
muda’ (young Marx) dan ‘Marx tua’ (mature Marx). Gagasan dan pemikirannya
terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya
Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Marx yang
materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu idealistik
dan tidak menyentuh kehidupan keseharian.
Pemikiran-pemikirannya sosiologisnya antara lain dialektika, teori keas sosial,
determinisme ekonomi dan kritik masyarakat. Mark sangat terkenal dengan dialektika
materialis dan dialektika historisnya karena bagi dia kekuatan yang mendorong
manusia dalam sejarah adalah cara manusia berhubungan antara manusia yang satu
dengan yang lainnya, yang abadi untuk merenggut kehidupan dari alam.
Munculnya kelas-kelas sosial dan hak milik atas alat-alat produksi disebabkan
karena usaha manusia untuk mengamankan dan memperbaiki keadaan hidup. Usaha
ini dilakukan dengan pembagian kerja yang semakin spesialis. Masyarakat terbagi
menjadi dua, yakni kelas penguasa dan kelas pekerja. Pembagian yang semakin
spesialis inilah yang akhirnya membuat perbedaan tajam antara hidup seseorang yang
berada di kelas penguasa dan kelas bawah. Oleh karena itu Mark di dalam bukunya
“the Communist Manifesto” berusaha mengubah faham kapitalus menjadi komunis
menurut Karl Marx. Namun hal itu tidak semudah untuk merubah keadaan yang pada
awalnya menganut paham kapitalis menjadi sebuah keadaan tanpa hak atas milik
pribadi.
Oleh karena itu sangat menarik sekali untuk mengkaji tentang pemikiran Karl
Marx, kami penulis akan mencoba mengulas mengenai bagaimana latar belakang
timbulnya pemikiran Karl Marx, Biografi Karl Marx, serta pemikiran Karl Marx itu
sendiri sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai
pemikiran salah satu ahli filsafat terbesar sepanjang zaman.

B. Rumusan Masalah
Rumusal masalah makalah ini antara lain adalah :
1. Apa itu Materialisme?
2. Apa Itu Dialektika?
3. Apa itu Materialisme Dialektika?

C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini antara lain adalah :
1. Mengetahui apa aitu Materialisme
2. Mengetahui Apa itu Dialektika
3. Mengetahui apa itu Materialisme Dialektika.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Materialisme

Seperti kita ketahui secara umum, materialisme pada mulanya merupakan


gugus pengertian bahwa materi (ikhwal indrawi) adalah hakikat dari realitas. Marx
merubah pandangan umum ini. Baginya, materialisme macam itu hanya benar untuk
materialisme klasik hingga abad ke-18. Dalam Tesis pertamanya tentang Feuerbach,
Marx menunjukkan pengertian baru dari materialisme: Kekeliruan mendasar dari
materialisme yang ada sampai saat ini—termasuk juga Feuerbach—adalah bahwa
benda , realitas, keindrawian, dimengerti hanya dalam bentuk obyek atau
kontemplasi, tetapi tidak sebagai aktivitas indrawi manusia, praktik, (atau dengan
kata lain) tidak secara subyektif.1

Materialisme sebelum Marx hanya memahami materi sebagai obyek indrawi


belaka. Pengertian ini tak mampu menyadari bahwa obyek-obyek material itu adalah
juga hasil dari aktivitas subyektif manusia. Sentralitas pada obyek ini dibalikkan oleh
Marx dengan menunjukkan peran sentral subyek, manusia, dalam konstitusi
materialitas hal-ikhwal. Dengan pendekatan yang dapat disebut sebagai “materialisme
subyektif” inilah Marx lantas dapat menunjukkan sesuatu, selain obyek material,
yang konstitutif terhadap realitas. Sesuatu itu tak lain adalah laku, kerja, praxis.

Pengertian Marx tentang materialisme ini merupakan sesuatu yang baru dalam
sejarah pemikiran. Pengertian ini pulalah yang, dalam tafsir Etienne Balibar, untuk
pertama kalinya mampu melepaskan materialisme dari idealisme.2 Selama
materialisme hanya berhenti pada primasi pada materi sebagai esensi realitas, maka
materialisme itu tak akan lebih dari “idealisme terselubung” (disguised idealism).

1
Karl Marx, Theses On Feuerbach dalam Karl Marx dan Frederick Engels, Selected Works:
Vol II (Moscow: Foreign Languages Publishing House), 1958, hlm. 403
2
Lih. Etienne Balibar, The Philosophy of Marx diterjemahkan oleh Chris Turner (London:
Verso), 2007, hlm. 24.
Berdasarkan konseptualisasi Marx yang baru, kini materialisme menjadi subyektif
dan terekspresikan dalam praxis konkret.

Pembaharuan ini juga, bagi Balibar, menghasilkan konsepsi baru tentang


subyek, yakni persamaan “subyek = praktik”.3 Materialisme Marx adalah pengertian
bahwa keseluruhan obyek yang menyusun realitas ini tak lain adalah efek dari
aktivitas subyek. Dipahami dalam kerangka ini, tak ada yang sepenuhnya natural
dalam realitas keseharian, tak ada nostalgia akan kemurnian azali. Kenaikan harga
sembako tidaklah alami, begitu juga hutan-hutan yang jadi gundul di Kalimantan,
pemanasan global dan matinya seorang buruh pabrik. Semuanya adalah efek dari
konfigurasi aktivitas manusia yang tertentu. Sikap kritis yang menolak untuk
memandang realitas secara natural dan mengakui adanya intervensi subyektif yang
justru mengkonstitusi kenyataan sehari-hari inilah yang disebut Njoto sebagai
konsepsi materialis.

B. Dialektika

Kita juga tahu bukan Marx yang pertama kali berbicara mengenai dialektika.
Sejak Platon, pemikiran filosofis senantiasa dicirikan dengan sifat dialektis. Sokrates,
junjungan Platon, sendiri berfilsafat dengan dialektika, dengan dialog (ingat: asal kata
Yunani dari dialektika adalah dialegesthai yang artinya “dialog”). Namun dari Hegel
lah Marx menimba pelajaran mengenai dialektika. Pengandaian dasar dialektika
Hegel adalah relasionalisme internal, yakni pengertian bahwa keseluruhan kenyataan,
dipahami sebagai manifestasi-diri Roh, senantiasi terhubung satu sama lain dalam
jalinan yang tak putus. Secara logis, term A hanya bisa dimengerti sejauh ada juga
term non-A yang darinya A ditentukan sifatnya.

Metode dialektis Max, pada fondasinya, tidak hanya berbeda dari kaum
Hegelian melainkan tepatnya beroposisi dengannya. Bagi Hegel, proses pemikiran,
yang ia transformasikan menjadi subyek independen di bawah nama ‘Idea’,

3
“[T]he subject is nothing other than practice which has always already begun and continues
indefinitely.” Ibid., hlm. 25.
merupakan pencipta dunia riil, dan dunia riil hanyalah penampakan eksternal dari
idea. Dengan saya, kebalikannya menjadi benar: yang-ideal tidak lain dari dunia
material yang direfleksikan dalam pikiran manusia dan diterjemahkan ke dalam
bentuk pemikiran.

Dengan demikian, selama dialektika Hegel masih dipahami dalam pengertian


bahwa segala yang riil (situasi penghisapan, sistem yang merepresentasi rakyat dalam
parlemen borjuis) niscaya rasional dan dengannya menjadi sah untuk eksis dan terus
eksis, maka dialektika Marx bukanlah dialektika Hegel. Namun, dari penjelasan Marx
ini saja, tidak ada pengertian yang lengkap tentang relasi dialektika Marx dan Hegel.

Di sini cukup dimengerti bahwa Marx berhutang budi pada pemikiran Hegel
tentang dialektika sebab dengannya realitas dapat dilihat sebagai sesuatu yang
senantiasa berubah, cair dan bergerak terus menerus. Realitas, dengan demikian,
adalah efek dari aktivitas subyektif yang, pada gilirannya, mendeterminasi aktivitas
subyektif itu sendiri. Gerak determinasi resiprokal atau gerak dialektis inilah yang
juga ditekankan oleh Marx. Dialektika, sesuai dengan pendapat Njoto, merupakan
metode dari materialisme Marxis. Artinya, filsafat Marx yang bertumpu pada
konsepsi materialis—bahwa yang terselubung pada jantung realitas sesungguhnya tak
lain adalah praxis subyektif yang jadi material—hanya dapat diekspresikan oleh satu-
satunya metode yang cocok dengan karakter materialis ini, yakni metode dialektika—
sebuah modus di mana bendanya itu sendiri tidak hadir dalam stabilitas yang diam,
melainkan telah selalu dalam gerak determinasi bolak-balik yang tak berkesudahan.

C. Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis

Sedangkan Materialisme Dialektika, merupakan ajaran Marx yang


menyangkut hal ihwal alam semesta secara umum. Menurut Marx, perkembangan
sejarah manusia tunduk pada watak materialistik dialektika. Jika teori ini diterapkan
pada masyarakat, maka dalam pemikiran Marx disebut dengan materialisme historis.
Hal ini didasarkan kenyataan bahwa yang menentukan struktur masyarakat dan
perkembangan dalam sejarah adalah kelas-kelas sosial. Kelas-kelas itu bukan suatu
kebetulan, melainkan merupakan upaya manusia untuk memperbaiki kehidupan
dengan mengadakan pembagian kerja. Prinsip dasar teori ini “bukan kesadaran
manusia untuk menentukan keadaan sosial, melainkan sebaliknya keadaan sosiallah
yang menentukan kesadarn manusia.” Lebih lanjut Marx berkeyakinan bahwa untuk
memahami sejarah dan arah perubahan, tidak perlu memerhatikan apa yang
dipikirkan oleh manusia, tetapi bagaimana dia bekerja dan berproduksi. Dengan
melihat cara manusia itu bekerja dan berproduksi, dapat menentukan cara manusia itu
berpikir.4

Teori perjuangan kelas, yaitu: konsep pemahamnnya berangkat dari pemikiran


revolusi. Revolusi merupakan suatu hal yang harus terjadi, sebagai akibat dari kondisi
masyarakat itu sendiri. Hal inilah yang pada akhirnya disebut dengan revolusi
struktural, yang berusaha membongkar ideologi dengan mengatakan bahwa sistem
sosial tidak dapat diubah, padahal secara realistis masyarakat dan strukturnya saling
terkait. Pemikiran ini memberi wacana pandangan kritis masyarakat yang tidak
berdaya menghadapi kemapanan kekuasaan yang menindas kemanusiaan.

Kelas sosial menurut Marx merupakan gejala khas yang terdapat pada
masyarakat pascafeodal. Marx kemudian menyebut di dalam struktur kelas ada
perbedaan, yakni kelas atas (kaum pemilik dan alat-alat industri) dan kelas bawah
(kaum proletar, buruh). Dalam masyarakat kapitalis Marx menyebutkan ada tiga kelas
sosial, yaitu: (1) kaum buruh, yaitu mereka yang hidup dari upah (2) kaum pemilik
modal (yang hidup dari laba) dan (3) para tuan tanah (yang hidup dari rente tanah).
Hubungan antar kelas ini menurut Marx ditandai oleh hubungan eksploitasi,
pengisapan, dan hubungan kekuasaan (antara yang berkuasa dan yang dikuasai). Ada
beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam teori kelas, yaitu: (1) Besarnya peran
struktural dibanding kesadaran dan moralitas. Implikasinya bukan perubahan sikap
yang mengakhiri konflik, tetapi perubahan struktur ekonomi. (2) adanya pertentangan
kepentingan kelas pemilik dan kelas buruh. Implikasinya mereka mengambil sikap
dasar yang berbeda dalam perubahan sosial. Kelas buruh cenderung progresif dan

4
I.B. Wirawan, Teori-Teori..., hlm. 10-11.
revolusioner, sementara kelas pemilik modal cenderung bersikap mempertahankan
status quo menentang segala bentuk perubahan dalam struktur kekuasaan. (3) setiap
kemajuan dalam masyarakat hanya akan dapat dicapai melalui gerakan revolusioner.
Semua itu pemikiran Karl Marx bermuara pada tujuan akhir yang dicita citakannya,
yakni “masayarakat tanpa kelas”. Menurut Marx, setiap masyarakat ditandai oleh
infrastruktur dan superstruktur. Infrastruktur dalam masyarakat berwujud struktur
ekonomi. Superstruktur meliputi ideology, hukum, pemerintahan, keluarga, agama,
budaya dan juga standar moralitasnya. Menurutnya, bahwa hubungan antara
infrastruktur ekonomi dan superstruktur budaya dan struktur sosial yang dibangun
atas dasar itu merupakan akibat langsung yang wajar dari kedudukan meterialisme
historis. Adaptasi manusia terhadap lingkungan materiilnya selalu melalui hubungan-
hubungan ekonomi tertentu, dan hubungan ini sangatlah dekat, sehingga semua
hubungan-hubungan sosial lainnya juga dibentuk oleh hubungan ekonomi.5

Pemikiran Marx berpengaruh besar terhadap perubahan sosial besar yang


melanda Eropa barat sebagai dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya
yang berkaitan dengan kapitalisme.6

5
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, diterjemahkan oleh Robert M. Z.
Lawang, dari Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Perspectives (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 134-135.
6
Ali Maksum, Pengantar..., hlm. 156.
BAB III

PENUTUP

Karl Marx merupakan salah satu filosof dengan gagasannya yang sering
mengejutkan orang-orang sekitarnya. Materialisme historis menjadi ciri khas
pembahasan Karl Marx. Materialisme historis dipahami sebagai sejarah yang
dikaitkan dengan materi. Hal ini dikarenakan keberadaan menentukan kesadaran,
artinya kondisi-kondisi kehidupan materiil menentukan kesadaran normative
seseorang. Pemikiran Marx sangat dipengaruhi oleh Hegel, meskipun antara
keduanya berbeda. Hegel menjadikan ide sebagai pusatnya, sedangkan Marx
materilah yang menjadi sumber segalanya.

Secara garis besar, dari materialisme historis Karl Marx dapat disimpulkan,
bahwa perkembangan sejarah kemanusiaan terwujud dalam lima tahapan yang saling
terkait dan menunjukkan progresivitas yang sangat berarti dalam menuju tahap yang
ideal. Sedangkan kelima tahap tersebut yaitu: tahap masyarakat komunal primitif,
tahap masyarakat perbudakan, tahap perkembangan masyarakat feodal, tahap
masyarakat kapitalis dan tahap masyarakat sosialis.

Anda mungkin juga menyukai