Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini penyakit batu empedu (cholelitiasis) yang terbatas pada kantung
empedu biasanya asimtomatis dan menyerang 10 – 20 % populasi umum di dunia.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan ultrasonografi abdomen. Kira-kira 20%
wanita dan 10 % pria usia 55 sampai 65 tahun memiliki batu empedu.
Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti menderita
penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi
sama dengan indikasi open Cholesistektomi. Karena teknik minimal invasif
memiliki aplikasi diagnosis dan terapi dibanyak pembedahan, bedah laparoskopi
meningkat penggunaannya baik pada pasien rawat inap ataupun rawat jalan.
Teknik laparoskopi atau pembedahan minimal invasif diperkirakan menjadi
trend bedah masa depan. Sekitar 70-80 persen tindakan operasi di negara-negara
maju akan menggunakan teknik ini. Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai
dikenal di awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai California AS
mengadakan live demo di RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr
Ibrahim Ahmadsyah dari RS Cipto Mangunkusumo melakukan operasi
laparoskopi pengangkatan batu dan kantung empedu (Laparoscopic
Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997, Laparoscopic Cholecystectomy
menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung empedu di beberapa
rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
Kolelitiasis juga masih banyak di jumpai di Rumah Sakit Universitas
Airlangga Surabaya. Sehingga peran perawat sangat penting dalam pemulihan
klien-klien yang menderita kolelitiasis. Dimana perawat harus memberikan
asuhan keperawatan dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang
kolelitiasis, deteksi dini kolelitiasis dan perawatan terhadap klien yang menderita
kolelitiasis.
Rumah Sakit Universitas Airlangga merupakan rumah sakit umum yang
berada di Surabaya. Rumah sakit Universitas Airlangga merupakan rumah sakit
rujukan dan merupakan salah satu rumah sakit pendidikan berstandar
internasional dikota Surabaya. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin
melaksanakan serta memberikan asuhan keperawatan dengan kolelitiasis pada
pasien-pasien yang berada di Rumah Sakit Universitas Airlangga.

1.2 Tujuan Penulisan


2. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan klien dengan cholelitiasis
3. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan cholelitiasis
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien dengan
cholelitiasis
c. Menetapkan perencanaan keperawatan pada klien dengan
cholelitiasis
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan cholelitiasis
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
klien dengan cholelitiasis

1.3 Manfaat Penulisan


1. Bagi rumah sakit
Memberikan penanganan yang baik dan benar pada klien dengan
cholelitiasis
2. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaimana cara
mengatasi masalah cholelitiasis
3. Bagi perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien
cholelitiasis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
..........................................................Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di
empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan
membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran
empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu,
fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa
berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu
campuran.
Lokasi batu empedu bisa bermacam–macam yakni di kandung empedu,
duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati. Kandung empedu
merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah
lobus kanan hati. Empedu yangdisekresi secara terus menerus oleh hati masuk
kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil
tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang,duktus
koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri sebelum
bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula
dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.

2.2 Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Batu empedu dapat
terjadi dengan atau tanpa factor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
factor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya batu empedu.
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu
empedu dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan
kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi
gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi
batu empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.

2.3 Manifestasi Klinis


a. Nyeri daerah midepigastrium
b. Mual dan muntah
c. Tachycardia
d. Diaphoresis
e. Demam
f. Flatus, rasa beban epigastrium, heart burn
g. Nyeri abdominal atas kronik
h. Jaundice

2.4 Patofisiologi (WOC)


Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-
50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung
<20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah
keadaan stasis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak
sempurna dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu.Batu kandung empedu
merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu.
Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang
terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah
ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Factor motilitas kandung
empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.
WOC
2.5 Komplikasi
Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah :
a. Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut
dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu
yang tersumbat disertai kuman kuman pembentuk pus.
b. Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan
berkepanjangan duktus sitikus.
c. Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan
nekrosis jaringan berbercak atau total.
d. Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang ditimbulkan
oleh peradangan berulang kandung empedu. Perforasi bebas lebih jarang
terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%.
e. Pembentukan fistula
f. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh
lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus.
g. Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Pemeriksaaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala
yang lain. Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-
X.
b. Pemeriksaan MRCP Dengan Klinis Cholelithiasis
Tujuan pemeriksaan :
Untuk mengetahui dan memvisualisasikan kelainan pada bagian sistem
biliaris atau kandung empedu dan saluran-salurannya.
Persiapan Pasien :
1) Cek Lab (fungsi ginjal: Ureum & Kreatinin darah, fungsi hati : SGOT
SGPT, Bilirubin Direk & bilirubin indirek) maksimal 7 hari sebelum
jadwal MRCP dilaksanakan.
2) Puasa Selama 4 jam sebelum pemeriksaan MRCP sampai selesai
pemeriksaan MRCP.
3) Tidak boleh ada benda logam di dalam tubuh pasien (pen, alat pacu
jantung, klip pembuluh darah) dan di luar tubuh (HP, jam tangan, sabuk,
cincin, dll).
c. Pemeriksaan Radionuklida atau Koleskintografi
...........................................................Koleskintografi telah berhasil dalam membantu me
diagnosis kolelisistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan
melalui intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan
cepat diekskresikan dalam system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian
saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier. Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG,
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengerjakannya, membuat
pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat mendeteksi batu empedu.
Penggunaannya terbatas pada kasus-kasus yang dengan pemeriksaan USG,
diagnosisnya masih belum dapat disimpulkan.
d. Kolesistografi.
....................................................Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pemer
kolesistografi masih digunakan jika alat USG tidak tersedia atau bila hasil
USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi
batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Media kontras yang mengandung iodium yang diekskresikan oleh hati dan
dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung
empedu yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat
batu empedu, bayangannya akan tampak pada foto rontgen.
Preparat yang diberikan sebagai bahan kontras mencakup asam
iopanoat (Telepaque), iodipamie meglumine (Cholografin) dan sodium
ipodat (Oragrafin). Semua preparat ini diberikan dalam dosis oral, 10-12
jam sebelum dilakukan pemeriksaan sinar-X. sesudah diberikan preparat
kontras, pasien tidak boleh mengkonsumsi apapun untuk mencegah
kontraksi dan untuk pengosongan kandung empedu.
Kepada pasien harus ditanyakan apakah ia mempunyai riwayat alergi
terhadap yodium atau makanan laut. Jika tidak ada riwayat alergi, pasien
mendapat preparat kontras oral pada malam harinya sebelum pemeriksaan
radiografi dilakukan. Foto rontgen mula-mula dibuat pada abdomen
kuadaran kanan atas. Apabila kandung empedu tampak terisi dan dapat
mengosongkan isinya secara normal serta tidak mengandung batu, kita
dapat menyimpulkan bahwa tidak terjadi penyakit kandung empedu.
Apabila terjadi penyakit kandung empedu, maka kandung empedu tersebut
mungkin tidak terlihat karena adanya obstruksi oleh batu empedu.
Pengulangan pembuatan kolesistogram oral dengan pemberian preparat
kontras yang kedua mungkin diperlukan jika kandung empedu pada
pemeriksaan pertama tidak tampak.
Kolesistografi pada pasien yang jelas tampak ikterik tidak akan
memberikan hasil yang bermanfaat karena hati tidak dapat
mengekskresikan bahan kontras radiopaque kedalam kandung empedu pada
pasien ikterik. Pemeriksaan kolesistografi oral kemungkinan besar akan
diteruskan sebagai bagian dari evaluasi terhadap pasien yang telah
mendapatkan terapi pelarutan batu empedu.

2.7 Penatalaksanaan Medis


Kolesistektomi adalah prosedur operasi yang bertujuan untuk mengangkat
kantong empedu guna mengatasi masalah pada organ tubuh. Ada dua pilihan cara
pada operasi kolesistektomi, meliputi:
a. Operasi kolesistektomi terbuka (open cholecystectomy)
Operasi kolesistektomi terbuka adalah prosedur pembedahan yang dilakukan
dengan membuat sayatan cukup besar, yakni sekitar 5-7 inci pada perut.
Dokter biasanya akan merekomendasikan operasi ini bila pasien memiliki
beberapa kondisi khusus, misalnya mengalami masalah kantong empedu yang
terbilang parah. Waktu pemulihan pada operasi kolesistektomi terbuka
cenderung agak lama. Biasanya, pasien diminta untuk berada di rumah sakit
selama 3-5 hari setelah operasi selesai. Masa pemulihan total juga
membutuhkan waktu sekitar 6-8 minggu sampai pasien bisa benar-benar
beraktivitas kembali. Hal ini dikarenakan operasi kolistektomi terbuka adalah
prosedur pembedahan yang melibatkan sayatan cukup besar, sehingga
diperlukan waktu yang lama sampai sembuh total.
b. Operasi kolesistektomi dengan laparoskopi (laparoscopic cholescystectomy)
Operasi kolesistektomi dengan metode laparoskpi adalah menggunakan
bantuan dari kamera berukuran kecil dan alat bedah khusus. Dokter
memasukkan kamera tersebut ke dalam perut dengan membuat empat buah
sayatan kecil, sehingga kemudian bisa dengan mudah dilihat melalui monitor
guna mengangkat kantong empedu. Setelah prosedur dilakukan hanya
dibutuhkan 1-2 hari untuk tetap berada di rumah sakit. Rasa sakit pada
operasi kolesistektomi dengan laparoskopi umumnya jauh lebih ringan dari
pada operasi terbuka. Kedua jenis operasi kolesistektomi ini melibatkan
pemberian anestesi atau obat bius sebelumnya.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama dalam proses keperawatan. Data yang
dikumpulkan meliputi :
3.1.1 Identitas Pasien
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.3 Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.

3.1.4 Riwayat kesehatan sekarang


Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut. Klien sering mengalami nyeri di ulu hati
yang menjalar ke punggung , dan bertambah berat setelah makan disertai dengan
mual dan muntah.

3.1.5 Riwayat penyakit dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.

3.1.6 Riwayat kesehatan keluarga


Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis.
Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok
manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang
dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga.

3.1.7 Riwayat psikososial


Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan mempercayakan
sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah terhadap tindakan yang dilakukan
oleh rumah sakit asal cepat sembuh. Persepsi diri baik, klien merasa nyaman,
nyeri tidak timbul sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi.

3.1.8 Riwayat lingkungan


Lingkungan tidak berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis. Karena kolelitiasis
dipengaruhi oleh pola makan dan gaya hidup yang tidak baik.

3.1.9 Pemeriksaan fisik


1. Keadaan Umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
1. Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
2. Auskultasi : peristaltik (+)
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak
teraba, massa (-)  
5. Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada penyakit
ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi
pembengkakan pada kandung empedu.

3.1.10 Pola aktivitas
1. Nutrisi : Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2.  Aktivitas : Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan
aktivitas dan anjuran bedrest
3. Aspek Psikologi : Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati.
4. Aspek penunjang :Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase
serum meningkat). Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter

3.2  Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Pre Operasi
a. Ansietas bd kurang pengetahuan tentang peristiwa operasi
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan pasein 1. Mengetahui tingkat kecemasan
2. Berikan penjelasan yang akurat pasien
tentang kondisi penyakit saat ini 2. Pasien mengetahui secara pasti
dan proses terjadinya penyakit. apa yang sedang dihadapi saat ini.
3. Bantu klien untuk 3. Usaha memberikan koping
mengidentifikasi cara adaptif.
memahami berbagai perubahan 4. Meningkatkan kekuatan diri untuk
akibat penyakitnya. berani menghadapi oprasi
4. Beri dukungan untuk tindakan 5. Setelah pasien mengekpresikan
operasi diharapkan pasien mampu
5. Biarkan pasien mengekspresikan mengkontrol ansietasnya
perasaan mereka. dikemudian.
6. Ciptakan lingkungan yang 6. Mengurangi factor terjadinya
tenang dan tidak menakutkan kecemasan yang semakin
bagi pasien. mendalam
7. Kolaborasi dengan tim medis 7. Mengurangi kegelisahan pasien
untuk tindakan pemberian obat pada saat operasi.
sedative

2. Intra Operasi
Syok Hipovolemik bd perdarahan

Intervensi Rasional

1. Monitor keadaan umum pasien 1. untuk monitor kondisi pasien


2. Observasi vital sign setiap 3 selama perawatan terutama saat
jam atau lebih. terjadi Pendarahan.
3. kolaborasi : Pemberian cairan 2. Perawat perlu terus
Intravena. mengobservasi vital sign untuk
4. Kolaborasi : pemberian HB, memastikan tidak terjadi
PCV, trombosit presyok / syok.
3. Cairan Intravena di perlukan
untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat.
4. Untuk mengetahui tingakt
pembuluh darah yang dialami pasien
untuk acuan tindakan lanjut

Resiko hipotermi bd berada diruangan yang dingin


Intervensi Rasional
Kontrol temperatur ruangan Membantu menstabilkan suhu

3. Post Operasi
Nyeri bd agent cidera biologis (trauma jaringan pembedahan)
Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk
secara komprehensif termasuk mengetahui keadaan neri yang
faktor pencetus, kualitas, lokasi, dialami klien dan menentukan
skala, durasi, dan frekuensi nyeri tindakan selanjutnya
2. Lakukan pengajaran tentang 2. Memb
teknik distraksi antu mengurangi nyeri yang
3. Kolaborasi pemberian obat- dialami klien dengan pengalihan
obatan analgetik untuk nyeri
meredakan nyeri 3. Memb
4. Tingkatkan istirahat antu mengatsai nyeri secara
5. Berikan informasi tentang farmakologi
nyeri seperti penyebab nyeri, 4. Meng
berapa lama nyeri akan berkurang urangi stimulus nyeri
dan antisipasi ketidaknyamanan 5. Memb
dari prosedur antu klien dalam mengontrol
nyeri yanag dialami

Resiko Kerusakan Integritas Kulit bd Proses Insisi


Intervensi Rasional
1.Berikan perawatan luka operasi 1. mencegah terjadinya infeksi yang
yang bersih. dapat membuat terjadinya kerusakan
2.  2. Hindari terjadinya infeksi pada integritas kulit lebih lanjut.
luka operasi yang dapat membuat 2.Adanya infeksi dapat membuat
parahnya integritas kulit.  kerusakan integritas kulit lebih parah

Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukkan


sekret

Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi 1. Penurunan bunyi nafas


nafas, kecepatan, irama, menunjukkan atelektatis, ronkhi
kedalaman dan penggunaan otot menunjukkan akumulasi sekret
sensori) dan ketidakefektifan
2. Kaji kemampuan klien pengeluaran sekresi yang
mengeluarkan sekresi, catat selanjutnya dapat menimbulkan
kateter sputum penggunaan otot sesesori dan
3. Berikan posisi yang nyaman peningkatan kerja pernapasan
(fowler/semi fowler) 2. Pengeluaran sulit bila sekret
4. Ajarkan klien latihan napas sangat kental (efek infeksi dan
dalam dan batuk efektif hidrasi yang tidak adekuat)
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 3. Posisi fowler memaksimalkan
ml/hari (kecuali kontraindikasi), ekspansi paru dan menurunkan
tawarkan air hangat, daripada upaya bernapas
dingin. 4. Ventislasi maksimal membuka
6. Kolaborasi dalam pemberian area atelektasis dan
obat ekspektoran meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan
5. Cairan khususnya yang hangat
mobilisasi dan mengeluarkan
sekret
6. menurunkan spasme bronkus
dengan mobilisasi sekret.
Analgetik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan secara
hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya
batuk/menekan pernapasan.

BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KELOLAAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada hari Senin, 16 Desember 2019 pukul
15.30 WIB didapatkan data sebagai berikut.
4.1.1 IdentitasKlien
Nama: : Ny. U
Umur: : 26 Tahun
JenisKelamin : Perempuan
SukuBangsa : Jawa/Indonesia
Agama: : Islam
Pekerjaan: : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Surabaya
Tgl MRS : 15 Desember 2019
DiagnosaMedis : Batu Ureter

4.1.2 RIWAYAT KESEHATAN/ PERAWATAN


4.1.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut sebelah kanan
4.1.2.2 Riwayat PenyakitS ekarang
Ny. U mengatakan merasa nyeri pada bagian perut sebelah kanan kurang
lebih 2 tahun, kemudian pada tanggal 15 Desember 2019 klien oleh keluarga
dibawa ke puskesmas, dilakukan pemeriksaan dan diberikan surat rujukan ke
Rumah Sakit Universitas Airlangga. Dari pemeriksaan lengkap yang dilakukan
(lab, thorax, CT stonografi, USG urologi) oleh dokter klien di diagnosa terkena
batu ureter, untuk tindakan lebih lanjut oleh dokter klien ditempatkan di ruang
IRNA 3 untuk melaksanakan operasi.

4.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya.


Pasien mengatakan “pernah menderita penyakit batu ureter 16 tahun yang
lalu dan pernah melakukan operasi”

4.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan“ keluarga pasien tidak ada mengalami penyakit yang
sama dan tidak mempunyai penyakit menular ”

4.1.2.4 GENOGRAM KELUARGA 3 GENERASI

Keterangan :

: Laki - laki

: Perempuan

: Pasien

: Hubungan keluarga

: Tinggal serumah

4.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


4.1.3.1 Keadaan Umum
Pasien tampak tidur terlentang, kesadaran compos menthis, pasien terlihat
gelisah, terpasang infus disebelah tangan kiri (RL 20 tpm).

4.1.3.2 Status Mental


Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah kadang meringis dan
cemas, bentuk badan sedang, cara berbaring terlentang atau bebas, berbicara
normal dan lancar, gelisah dan takut penampilan cukup bersih, fungsi kognitif
orientasi waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi
orang pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi
tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik,
mekanisme pertahanan diri adaptif.

4.1.3.3 Tanda-tanda Vital


Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi
107 x/menit, pernapasan 18/menit dan suhu 36 0C.

4.1.3.4 Pernapasan(Breathing)
Bentuk dada simetris, tidak merokok, tidak nyeri dada, tipe pernapasan
dada, irama pernafasan teratur, tidak ada suara nafas tambahan dan pernapasan
18x/menit.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

4.1.3.5. Cardiovasculer (Bleeding)


Pasien tidak merasa pusing, tidak ada nyeri dada dan tidak ada
pembengkakan pada ekstrimitas. Pasien tidak mengalami keram pada kaki.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

4.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 5 (orientasi baik), M:6
(bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 15 (Comphos Mentis), kesadaran
Ny. U comphos mentis, pupil Ny. I isokor tidak ada kelainan.
Uji Syaraf Kranial :
Penilaian fungsi saraf kranial:
1. Syaraf kranial I (olfaktoris): pada pemeriksaan ini menggunakan
bubuk kopi, pasien mampu mencium aroma tersebut.
2. Syaraf kranial II (optikus): pasien mampu melihat orang-orang
disekitarnya dengan baik.
3. Syaraf KranialIII (okulomotorius): pasien mampu membuka mata
dan menutup mata.
4. Syaraf kranial IV (trochlear): pasien mampu menggerakaan bola
mata dengan baik.
5. Syaraf kranial V (trigeminus): pasien dapat mengunyah denganbaik.
6. Syaraf VI (abdusen): pasien dapat menggerakan bola matanya
kesamping, kanan, dan kiri.
7. Syaraf kranial VII (fasialis): pasien mampu menggerutkan dahi dan
mengangkat alis secara simetris.
8. Syaraf kranial VIII (vestibulokokhlearis): klien mampu mendengar
dengan baik, apa yang dibicarakan.
9. Syaraf kranial IX (glosofaringeus):pasien mampu membedakan rasa
pahit, manis, asam dan asin.
10. Syaraf kranial X (vagus): reflex menelan baik.
11. Syaraf kranial XI (assesorius): pasien mampu menggerakan lehernya
Dengan baik, pasien mampu menoleh ke kiri dan ke kanan.
12. Syaraf kranial XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan
lidahnya dengan baik.
Uji Sensasi:
Klien masih merasakan sensasi geli pada saat diberikan sensasi pada
telapak kakinya
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
4.1.3.6 Eliminasi Uri (Bladder)
Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin (bladder) ditemukan hasil yaitu,
produksi urine dengan output urine± 2x/hari, sekitar 1200 ml/ 24 jam warna urine
kuning dengan bau khas (amoniak).
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
4.1.3.7 EliminasiAlvi(Bowel)
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir merah
muda dan tidak kandidiasis, gigi cukup bersih tidak ada peradangan dan
perdarahan, reflek mengunyah baik, gusi tidak ada peradangan dan
pembengkakan, lidah warna merah muda tidak ada peradangan dan lesi, mukosa
tidak ada peradangan, tonsil tidak ada peradangan, tidak terdapat benjolan pada
rektum, tidak terdapat hemoroid.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

4.1.3.8 Tulang - Otot - Integumen (Bone)


Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen(bone) ditemukan hasil yaitu,
paraese pada bagian ekstermitas bawah, kemampuan pergerakan sendi bebas,
tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, atropi otot pada ekstermitas bawah,
tulang belakang normal dan uji kekuatan otot ekstremitas atas 5555 5555 dan
ekstremitas bawah,5555 5555. Tidak ada peradangan, perlukaan dan patah tulang.
Masalah Keperawatan:Tidak ada masalah keperawatan

4.1.3.9 Kulit-Kulit Rambut


Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan. Suhu kulit Ny. U hangat,
warna kulit normal tidak ada kelainan, turgor kulit baik tekstur halus tidak kasar,
tidak ada peradangan, tidak ada jaringan parut, tekstur rambut lembut, distribusi
rambut merata, bentuk kuku simetris tidak ada kelainan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

4.1.3.10 Sistem Penginderaan


1) Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan Ny. U baik, gerakan bola mata normal, sklera
normal/putih, kornea bening, tidak ada keluhan dan nyeri yang di rasakan klien,
pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
2) Hidung/Penciuman
Fungsi penciuman klien baik, hidung simetris tidak ada peradangan maupun
kelainan yang di alami pasien.

4.1.3.11 Leher Dan Kelenjar Limfe


Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe teraba, kelenjar
tyroid teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.

4.1.3.12 Sistem Reproduksi Wanita


Tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-gatal, tidak ada perdarahan, .
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

4.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN


4.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Pasien mengatakan kesehatan adalah hal yang sangat penting dan pasien
ingin cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas lagi.

4.1.4.2 Nutrisida Metabolisme


Tinggi badan 154 cm, berat badan sebelum sakit 52 kg, berat badan saat
sakit 52 kg, IMT pada orang dewasa pasien memiliki berat badan normal. Tidak
ada kesukaran menelan atau normal tidak ada masalah pada selera makan klien.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x sehari 3 x sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Normal Normal
Jenis Makanan Bubur, daging, ikan, sayur Nasi, daging, ikan
sayur
Jenis Minuman Air mineral, teh Air mineral, teh
Jumlah minuman/cc/24 800 cc/ 24 jam 1000 cc/ 24 jam
Jam
Kebiasaan makan Pagi, siang dan malam Pagi, siang dan
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Ny.U
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

4.1.4.3 Pola istirahat dan tidur


Pasien mengatakan “Selama dirumah sakit pasien tidak mengalami
gangguan tidur. Sebelum sakit pola tidur pasien 8-9 jam dalam sehari.
Sesudah sakit pola tidur pasien 6-7 jam dalam sehari”.
4.1.4.4 Kognitif
Pasien mengatakan “ sudah cukup paham dengan penyakit yang dialaminya
tetapi pasien tampak gelisah mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.
Karena walau pun pasien pernah menjalani operasi, namun itu sudah cukup lama
16 tahun yang lalu. ”
Masalah: Tidak ada masalah keperawatan

4.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Gambaran diri : klien cukup paham dengan keadaannya sekarang

Ideal diri : klien mengatakan “menerima segala hal yang ada di


dirinya”

Identitas diri : klien mengatakan “ ia adalah seorang istri dan ibu”

Harga diri : klien mengatakan “ Tidak merasa malu dengan

keadaannya yang sekarang “

Peran : klien merawat suami dan anaknya

Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan


4.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelumnya pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang mengurus suami
dan anak-anaknya, sesudah sakit pasien hanya berbaring dan berbincang dengan
keluarganya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
4.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan bila ada masalah klien bercerita kepada keluarganya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

4.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan


Keluarga mengatakan tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan
keyakinan yang dianut.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

5.1.5 SOSIAL-SPRITUAL
5.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
5.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu Bahasa Indonesia dan
Bahasa Jawa.
5.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Pasien berhubungan baik dengan keluarga, ditandai dengan perhatian yang
diberikan oleh keluarga saat Ny. U di rawat di Rumah sakit terlihat keluarga
selalu menjenguk.
5.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien dapat berinteraksi dengan baik pada orang lain baik itu dengan
lingkungannya sekitar. Pasien sangat kooperatif saat dilakukan tindakan oleh
petugas kesehatan yaitu perawat maupun dokter.
5.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Orang yang paling dekat dengan Ny. U adalah keluarga, terutama suami.
5.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien mengunakan waktu yang luang dengan bersantai dirumah dan
beristirahat.

6.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjanglainnya)


Jenis Obat Dosis Rute Indikasi
Ceftriaxone 1 gram Intravena Antibiotik untuk
menghambat
pertumbuhan bakteri

RL 500ml Intravena Memenuhi kebutuhan


elektrolit
Ketorolac 3 ml Intravena Mengurangi nyeri

6.1.7 Laboratorium
Hasil Normal
Hemoglobin 14.2 g/dl 11.7-15.5 g/dl
Leukosit 8.36 10^3/UL 6.0-12.0 10^3/UL
Eritrosit 4.72 10^6/UL 4.0-5.2 10^6/UL
Hemaktorit 41.7% 35%-47%
Trombosit 376 10^3/UL 150-440 10^3/UL
MCV 88.3 FL 80-100 FL
MCH 30.1 PG 26-34 PG
MCHC 34.1 g/dl 32-36 g/dl
Limfosit % 43.2% 25%-40%
Monosit % 4,4% 2%-8%
BUN 8.7 mg/dl 8-18 mg/dl
Kreatinin 1.02 mg/dl 0.5-0.9 mg/dl
Natrium 140 mmol 135-147 mmol
Kalium 4.3 mmol 3.5-5 mmol
Klorida 109 mmol 98-108 mmol

Palangka Raya, 16 Desember 2019

Dessi Ahirta
ANALISA DATA

Data Subyektif dan Data Kemungkinan Masalah


Obyektif Penyebab

DS : Penumpukan kristal Nyeri akut

Pasien mengatakan nyeri pada Pengendapan batu


perut bagian kanan saluran kemih
DO : Inflamasi

-Pasien tampak kadang Sumbatan saluran kemih


merings
Spasme batu ureter saat
- P = Saat beraktivitas turun dari ureter

Q= Seperti ditusuk-tusuk Nyeri akut

R= Bagian perut kanan

S= 6

T= 10 menit

- N= 107x/m

DS :

Pasien mengatakan merasa Batu ureter


Ansietas
takut untuk menjalani operasi
proses pembedahan
DO :
Kekuatiran mengalami
- Pasien tampak gelisah kegagalan
- Pasien tampak cemas
- TD= 110/80 mmHg
N= 107x/m

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi) ditandai


dengan pasien tampak kadang meringis, P= saat beraktivitas, Q= seperti
ditusuk-tusuk, R=bagian perut kanan, S=6, T=10 menit. N= 107x/m.

2. Ansietas berhubungan dengan kekuatiran mengalami kegagalan ditandai


dengan pasien tampak gelisah, pasien tampak cemas, TD= 110/80 mmHg,
N=107x/m.
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. U

Ruang Rawat : IRNA 3

DiagnosaKeperawatan Tujuan (KriteriaHasil) Intervensi Rasional


1. N Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui skala nyeri pasien
yeri akut berhubungan keperawatan 3 x 7 jam di 2. Kontrol lingkungan yang 2. Untuk membuat pasien merasa tenang
dengan agen harapkan nyeri menurun. memperberat rasa nyeri dan rileks
pencedera fisiologis Dengan kriteria hasil : 3. Berikan pendidikan kesehatan 3. Agar pasien mampu menangani nyeri
(inflamasi) - Keluhan nyeri menurun (5) tentang memonitor nyeri secara secara mandiri
- Meringis menurun (5) mandiri 4. Untuk meminimalkan nyeri yang terjadi
- Gelisah menurun (5) 4. Kolaborasi dengan dokter dalam
- Frekuensi nadi membaik (5) pemberian terapi obat analgetik
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. U

Ruang Rawat :IRNA 3

DiagnosaKeperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


2. A Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Untuk mengetahui skala kecemasan
nsietas berhubungan keperawatan 3 x 7 jam di 2. Ciptakan suasana terapeutik pasien
dengan kekuatiran harapkan tingkat ansietas dengan pasien untuk 2. Agar klien mampu mengeluarkan segala
mengalami menurun .Dengan kriteria menumbuhkan kepercayaan kecemasan di dalam dirinya
kegagalan hasil : 3. Latih kegiatan pengalihan untuk 3. Agar pasien dapat mandiri serta berani
- Perilaku gelisah menurun mengurangi ketegangan untuk tindakan yang akan dilakukan
(5) 4. Informasikan secara faktual 4. Agar klien memahami tentang penyakit
- Khawatir akibat kondisi mengenai diagnosis, pengobatan dan tindakan operasi yang akan
yang dihadapi menurn (5) dan prognosis dilakukan
- Perilaku tegang menurun
(5)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
Keperawatan
Jam
Selasa, 17 Nyeri akut 1. Mengidentifikasi skala nyeri S: klien mengatakan “masih merasa nyeri”
Desember berhubungan 2. Mengkontrol lingkungan yang memperberat
O:
2019 dengan agen rasa nyeri
pencedera 3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang - Klien kadang meringis, memegangi bagian
Pukul 16.00
fisiologis memonitor nyeri secara mandiri perut
WIB
(inflamasi) 4. Berkolaborasi dengan dokter dalam - Lingkungan klien dengan pecahayaan
pemberian terapi obat analgetik cukup, suhu ruangan sejuk dan tidak bising Dessi
- Klien memahami dan mempraktekan Ahirta
bagaimana manajemen nyeri
- Pasien dijadwalkan untuk operasi dan sudah
dilakukan persiapan pre operasi. Injeksi
Ceftriaxone 1 gram (IV), Infus RL 600ml
(IV), ketorolac 3 ml (IV)

A= Masalah teratasi sebagian

P= Lanjutkan intervensi 1,2 dan 4


IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
Keperawatan
Jam
Selasa, 17 Ansietas 1. Memonitor tanda-tanda ansietas S: klien mengatakan “rasa cemas berkurang”
Desember berhubungan 2. Menciptakan suasana terapeutik dengan
O:
2019 dengan pasien untuk menumbuhkan
kekuatiran kepercayaan - Klien tampak rileks dan gelisah berkurang
Pukul 17.00
mengalami 3. Melatih kegiatan pengalihan untuk - Klien bercerita kepada perawat tentang apa
WIB
kegagalan mengurangi ketegangan yang dirasakannya saat ini terkait tindakan
4. Menginformasikan secara faktual yang akan dilakukan Dessi
mengenai diagnosis, pengobatan dan - Pasien mendengarkan musik dan membaca Ahirta
prognosis novel untuk mengurangi ketegangan
- Pasien memahami dan mengerti tentang
informasi yang diberikan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1 dan 2
DAFTAR PUSTAKA

Laurentius A. Lesmana. 2015. Penyakit Batu Empedu. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta :Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
R. Sjamsuhidayat. Wim de Jong. 2015. Saluran Empedu Dan Hati. Jakarta: EGC.
.
WOC CHOLELITIASIS
Wanita
Pola makan Keturunan Sirosishepatis

Hormon Estrogen Kolesterol

Menghambat Penumpukan Kelainan sekresi


Kandung empedu kolestrol dalam Empedu
Penempukan Batu
Empedu

Cholelitiasis

Radang Cholelitiasis Gangguan aliran Absorbsi vit.


A, D, E, K Defisiensi
empedu ke
terganggu vit, K
duodenum

Proses
Odema
Peradang Respon permeabilitas Gangguan
imflamasi vasa & perubahan pembekuan darah
Fungsi sekresi hemodinamik normal
Empedu MK:Nyeri
Penumpukan cairan MK : Resiko
Bilirubin Pasien Kuning Gatal diinterstisial Perdarahan
MK: Resiko
keruksakan
integritas Penekanan Mual MK : Resiko
pd lambung muntah Ketidakseimba
ngan volume
cairan

Anda mungkin juga menyukai