Perbandingan UU Narkotika (Tipikus)
Perbandingan UU Narkotika (Tipikus)
PENDAHULUAN
4. Penyidikan
Pada UU No 22 tahun 1997 peranan Badan Narkotika Nasional tidak diatur dalam
perundang-undangan tentang narkotika. Pada UU No 35 tahun 2009, secara jelas
peranan dan kewenangan dari BNN sebagai badan Nasional diatur sedemikian rupa
terutama mengenai kewenangan penyidikan. Pada UU No 22 tahun
1997,penyidikan hanya dilakukan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia dan PPNS sesuai pasal 65,sedangkan pada undang-undang terbaru
dikatakan pada pasal 81 bahwa Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-
Undang ini, ditambah dengan PPNS tertentu. Untuk mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
modus operandinya semakin canggih, Dalam Undang-Undang ini juga diatur
mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik
pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi
(controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan
mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika. Selanjutnya, tehnik penyidikan ini juga membuka peluang terhadap
perluasan alat bukti elektronik sebagaimana yang tercantum dalam pasal 86 ayat
(2) yang menyatakan bahwa :
Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang
dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di
atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1. tulisan, suara, dan/atau gambar;
2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau
3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat
dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Perluasan terhadap alat bukti khususnya yang menyangkut alat bukti elektronik ini
memang sangat dibutuhkan, hal ini mengingat sebagai salah satu tindak kejahatan,
peredaran narkotika merupakan jenis kejahatan dalam bentuk jaringan dimana
antara para pelaku sering tidak bertemu secara face to face bahkan nyaris tidak
saling mengenal satu dengan yang lain, dan komunikasi diantara para pelaku
menggunakan media alat komunikasi elektronik seperti handphone maupun media
chatting.
Kemudian dalam hal lamanya waktu penangkapan, UU No 22 tahun 1997 hanya
memberikan waktu 24 ja dalam menangkap di ikuti perpanjangan selama 48 jam
apabila dalam pemeriksaan waktu tersebut tidak mencukupi (pasal 67). Pada
undang undang 35 tahun 2009,penangkapan dapat dilakukan selama 3 x 24 jam
kemudian dapat diperpanjang 3 x 24 jam lagi apabila pemeriksaan dirasa belum
mencukupi.Begitu pula dalam hal penyadapan, pada UU No 22 tahun 1997 waktu
penyadapan hanya selama 30 hari (pasal 66), namun pada undang-undang terbaru
penyadapan terkait peredaran narkotika ini diperpanjang menjadi 3 bulan (90 hari),
hal ini diatur pada pasal 77 ayat (1) yang menyatakan bahwa Penyadapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti
permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
surat penyadapan diterima penyidik.
6. Ketentuan Pidana
Pada bagian ketentuan pidana ini telah terjadi beberapa perubahan yang cukup
prinsipal dan mendasar dari UU No 22 tahun 1997 ke UU No 35 tahun 2009 ini,
dimana pada undang-undang terdahulu jumlah pasal dalam ketentuan pidana ini
hanya berjumlah 23 pasal dan berkembang menjadi 35 pasal pada undang-undang
terbaru.Secara umum UU No 35 tahun 2009 ini memiliki ancaman hukuman
pidana penjara yang lebih berat daripada UU No 22 tahun 1997 demikian pula
dengan ancaman hukuman denda yang diberikan juga lebih berat. Beberapa pokok
perubahan tersebut diantaranya adalah :
III. PENUTUP