Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PANDANGAN TERHADAP SYI’AH DAN JIL

                

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata.QS. Al Baqarah 208

Oleh

MIKI SUPRIANTO

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. DEFINISI SYI’AH DAN JIL

1. Definisi syi’ah
Syiah berasal dari kata bahasa arab syiah, bentuk dari kata ini adalah syi'i.
Syiah adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah syiah. Yakni kelompok
masyarakat yang menjadi pendukung atau pengikut ali yang berkenaan tentang
qur'an surat Al bayyinah ayat Khoirul bariyyah, saat turunnya ayat itu nabi
bersabda:"Wahai Ali, kamu dan pengikutmu adalah orang orang yang
beruntung"(ya Ali anta wa syi' atuka liumulfaaizun). Hal inilah yang membuat
beliau dianggap sebagai imam dan khalifah oleh mereka yang ditetapkan melalui
Nash dan wasiat dari Rasulullah.

2. Definisi JIL
Paham Liberalisme sendiri berasal dari Barat. Liberalisme merupakan suatu
aliran pikiran yang mengharapkan kemajuan dalam berbagai bidang atas dasar
kebebasan individu yang dapat mengembangkan bakat serta kemampuannya
sebebas mungkin. Ketika berbicara tentang Liberalisme, maka tidak dapat
dilepaskan dari adanya paham Sekularisme. Begitupun adanya Sekularisme sangat
erat hubungannya dengan Modernisme. Paham Sekularisme ini adalah merupakan
paham yang menghendaki pemisahan antara agama dan Negara.

B. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan beragama banyak sekali pemikiran yang dikembangkan oleh


para cendikiawan, termasuk di dalamnya agama islam. Dilihat dari kenyataan historis,
wacana pemikiran islam selalu berkembang dari waktu ke waktu, sejak zaman
Rasulullah saw. Sampai sekarang. Kehidupan beragama tidak terlepas dari kehidupan
sosial dimana agama itu berkembang, dan diperlukan berbagai pemikiran agar dapat
mengaktualisasikan nilai-nilai keislaman.

2
Indonesia sebagai negara yang sebagian besar penduduknya adalah umat islam
tidak lepas dari perkembangan pemikiran, awal mula tersebarnya islam di bumi
pertiwi sampai indonesia merdeka. Seiring dengan berjalannya waktu dan
berkembang teknologi , banyak permasalahan yang muncul seperti aliran-aliran atau
pemikiran-pemikiran islam yang dipengaruhi oleh pihak tertentu seperti syi’ah dan
islam liberal.

Aliran syiah mendapat banyak sorotan kebenarannya di beberapa kalangan ulama


sunni. Mereka beranggapan bahwa ajaran syiah bertentangan dengan ajaran yang
Rasulullah ajarkan. Pada perkembangannya, aliran ini semakin di sudutkan oleh
pertentangan-pertentangan yang datang silih berganti.

Disisi lain, Islam liberal merupakan salah satu gerakan yang muncul tidak
terlepas dari perkembangan pemikiran islam di negara lain. Gerakan Islam liberal,
sebagaimana ditulis oleh tokohnya bertujuan untuk membebaskan (liberating) umat
Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.

Menurut isu-isu yang berkembang saat ini, bahwa Islam Liberal dianggap
menolak pelaksanaan Syari‘ah Islam. Bahkan di Indonesia, Jaringan Islam Liberal
dinilai berada dalam barisan terdepan melakukan penolakan terhadap Syari’ah. Di
Amerika pula, banyak akademisi muslim yang berkeingian untuk merombak
pemahaman orang Islam terhadap Syari’ah Islam. Syari’ah Islam itu dianggap tidak
suci (divine), mereka menyarankan agar Syari’ah diubah dan dirombak, karena
pelaksanaannya dianggap sangat bertentangan dengan hak-hak asasi manusia dan
tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Berdasarkan perkembangan isu-isu dan pemikiran tersebut, maka makalah ini


disusun untuk membahas tentang pandangan terhadap syi’ah dan JIL, latar belakang
munculnya aliran syi’ah dan JIL, pokok-pokok ajarannya, tokoh serta kesesatan atau
bahaya (doktrin) syi’ah dan JIL.

C. LANDASAN SYAR’I

Pujian dan dukungan terhadap sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam. Jelas hal ini bertentangan dengan akidah Syiah yang selalu mencela para
shahabat seperti Abu Bakr, Umar, dan Utsman.

3
Untuk meyakinkan hal tersebut, Syiah menuduh bahwa sahabat telah mengubah
ayat Al-Qur’an, diantaranya surah Fushshilat ayat 29.

َ‫ﺲ ﻧَﺠْ َﻌ ْﻠﮭُﻤَﺎ ﺗَﺤْ ﺖَ أَ ْﻗﺪَا ِﻣﻨَﺎ ﻟِﯿَﻜُﻮﻧَﺎ ﻣِﻦَ ْاﻷَ ْﺳﻔَﻠِﯿﻦ‬
ِ ‫اﻹ ْﻧ‬
ِ ْ ‫َوﻗَﺎ َل اﻟﱠﺬِﯾﻦَ َﻛﻔَﺮُوا َرﺑﱠﻨَﺎ أَ ِرﻧَﺎ اﻟﻠﱠ َﺬ ْﯾ ِﻦ أَﺿ ﱠَﻼﻧَﺎ ﻣِﻦَ ا ْﻟ ِﺠﻦﱢ َو‬

“Dan orang-orang kafir berkata: “Ya Rabb kami perlihatkanlah kepada kami dua
jenis orang yang telah menyesatkan kami (yaitu) sebagian dari jin dan manusia agar
kami letakkan keduanya di bawah telapak kaki kami supaya kedua jenis itu menjadi
orang-orang yang hina.” (QS. Fushshilat: 29)

Al-Majlisi mengatakan yang dimaksud “huma (keduanya)” dalam ayat diatas


adalah Abu Bakr dan Umar (yaitu dua setan). (Al-Majlisi, Mir’ah al-‘Uqul, juz 26
hlm. 488)

Contoh lain adalah surah al-Baqarah ayat 23:

َ‫ﺻﺎ ِدﻗِﯿﻦ‬
َ ‫ﷲِ إِنْ ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ‬
‫ﺐ ِﻣﻤﱠﺎ ﻧَ ﱠﺰ ْﻟﻨَﺎ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﺒ ِﺪﻧَﺎ ﻓَﺄْﺗُﻮا ﺑِﺴُﻮ َر ٍة ﻣِﻦْ ِﻣ ْﺜﻠِ ِﮫ َوا ْدﻋُﻮا ُﺷﮭَﺪَا َء ُﻛ ْﻢ ﻣِﻦْ ُدو ِن ﱠ‬
ٍ ‫َوإِنْ ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ ﻓِﻲ َر ْﯾ‬

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan
kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu
dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)

Al-Kulaini dari Abu Ja’far berkata tentang ayat diatas: Seperti inilah diturunkan
Jibril ayat ini, “Jika kamu dalam keraguan atas apa yang telah Kami turunkan atas
hamba Kami tentang Ali maka datangkanlah satu surah semisalnya.” (Al-Kulaini, al-
Kafi, juz 1 hlm. 412) Masih banyak lagi contoh dalam Al-Qur’an yang menurut
mereka telah di-tahrif, baik di dalam surah Al-Baqarah, An-Nisa, Al-Maidah, Al-
An’am, Al-A’raf, Bara’ah, Ar-Ra’d, Al-Kahfi, Thaha, Al-Furqan, Al-Qadr, dan
lainnya.

D. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian syi’ah dan JIL?


2. Bagaimana doktrin, sejarah syiah dan JIL?
3. Bagaimana Pandangan terhadap syiah dan JIL?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. SYIAH

1. Pengertian syi’ah
Syiah menurut bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok,
sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang
spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW
Atau orang yang disebut sebagai Ahl albait.

Syiah dalam Bahasa Arab : ‫ ﺷ ﯿﻌﺔ‬dan Bahasa Persia: ‫ ﺷ ﯿﻌﮫ‬ialah salah satu aliran
atau mazhab dalam Islam. Syiah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni
pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syiah. Bentuk tunggal dari
Syiah adalah Syi'i (Bahasa Arab: ‫ )ﺷ ﯿﻌﻲ‬menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait
dan Imam Ali.

Dalam Ensiklopedi Islam, Syiah yaitu kelompok aliran atau paham yang
mengidolakan Ali bin Abi Thalib. Dan keturunannya, yakni imam-imam atau para
pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad Saw.

Para peneliti dan sarjana berbeda pendapat mengenai definisi Syiah secara istilah,
seperti tertera sebagai berikut:

a. Definisi Syiah Menurut Ulama’ Ahlu Sunnah


Ulama’ Ahlu Sunnah tidak satu kata dalam mendefinisikan Syiah; sebagian
berpendapat bahwa Syiah adalah pengikut dan pendukung Imam Ali dan Ahlu al-Bait,
sebagian menambahkan kriteria lain yaitu pandangan bahwa Imam Ali lebih utama
dari Sahabat lainnya, sebagian menambahkan kategori lain lagi yaitu bahwa Imam Ali
dan keturunannya lebih berhak memegang tampuk kepemimpinan pasca-
meninggalnya Nabi Saw.

Sementara, sebagian lagi menambahkan ketegori lain yaitu keyakinan bahwa


Imam Ali adalah pemimpin pasca-meninggalnya Nabi yang diperkuat dengan naskah
tertulis serta wasiat dari Nabi. Tidak tampilnya beliau sebagai pemimpin itu
disebabkan oleh kedzaliman lainnya, atau karena taqiyyah darinya.

5
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari (W. 424 H) berpendapat bahwa sebuah kelompok
disebut Syiah “Karena mereka mendukung Imam Ali Ra, serta menganggapnya lebih
utama daripada Sahabat Nabi lainnya”.

Sementara, Ibnu Hazm (W. 456 H) yang hidup sezaman dengan Abu Hasan al-
Asy’ari berpendapat bahwa kriteria Syiah tidak hanya mendukung Imam Ali tapi juga
keturunannya dengan menganggap mereka sebagai manusia terbaik dan lebih utama
dari para Sahabat lainnya dalam memegang tampuk kepemimpinan pasca-
meninggalnya Nabi Saw. “Siapa yang setuju bahwa Imam Ali Ra merupakan manusia
terbaik setelah Rasul serta menganggap beliau dan keturunannya paling berhak
untuk memegang tampuk kepemimpinan, maka ia termasuk Syiah, walaupun ia tidak
sepakat dengan mereka dalam masalah lain. Tapi jika ia tidak sepaham dalam hal-
hal yang kita sebutkan di atas, maka ia tidak bisa disebut Syi’ah”.

Sedangkan Ibnu Khaldun (1332-1406 M), mendefinisikan Syiah dengan definisi


yang lebih umum: “Pengikut Imam Ali dan Ahli al-Bait”. Adapun Syahrustani (W.
548 H), mendefinisikan Syiah komprehensip (lengkap-mencakup) ini memuat 6
kriteria Syiah sebagai berikut:

1. Mendukung Imam Ali;


2. Meyakininya sebagai pemimpin pasca-meninggalnya Nabi tanpa jeda
waktu yang ditentukan melalui mekanisme Naskah Tertulis dan Wasiat
dari Nabi;
3. Kepemimpinan ini diwariskan kepada keturunannya secara turun-temurun
yang juga melalui jalur teks dan wasiat;
4. Keyakinan ini merupakan masalah prinsipil dalam agama, karenanya tidak
boleh diabaikan oleh Rasul, dengan diserahkan kepada Umat;
5. Meyakini bahwa para Imam merupakan orang-orang yang maksum seperti
Nabi Saw;
6. Meyakini konsep at-tawallī wa attabarrī (loyal terhadap para Imam dan
berlepas diri dari musuh-musuhnya).

6
b. Definisi Syiah Menurut Ulama’ Syiah
An-Naubakhti, ulama syi’ah yang hidup pada awal abad keempat -wafat tahun
310 H-, serta al-Qummi yang wafat pada tahun 300 H mengatakan bahwa Syiah:
“Adalah kelompok Ali bin Abi Thalib, yang disebut pengikut Ali di zaman Nabi.
Kelompok ini di kemudian hari dikenal dengan kelompok yang selalu bersamanya,
serta mengangkatnya sebagai pemimpin”.

Sementara, Syeikh al-Mufid seorang ulama’ Syiah ternama yang hidup pada abad
kelima Hijriyah, tepatnya wafat pada tahun 423 H, juga berpendapat demikian, namun
dia menambahkan kriteria lain yaitu, adanya loyalitas, keyakinan, serta penolakan
terhadap kepemimpinan yang lainnya.

At-Thabathabai, seorang ulama’ Syiah kontemporer mengatakan bahwa Syiah


adalah sebutan bagi mereka yang berpendapat bahwa kepemimpinan setelah Nabi
Saw hanya dipegang oleh Ahli Bait. Sehingga yang dimaksud dengan Syiah dalam
wawasan keislaman adalah “Pengikut Ahli Bait”

Sementara, Muhammad Jawad Mughniyah, yang juga merupakan salah satu


ulama’ Syiah kontemporer, mengatakan bahwa lafal Syiah merupakan simbol bagi
mereka yang berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah khalifah (pemimpin)
dengan naskah tertulis dari Nabi. Menurut Jawad Mughniyah, inti Syiah adalah
keyakinan “Bahwa seorang Imam (dalam hal ini Imam Ali dan keturunannya)
diangkat melalui naskah tertulis, memegang tampuk pemerintahan, serta memerintah
dengan kehendak Allah bukan dengan kehendak manusia”.

2. Sejarah munculnya syi’ah


Kalangan sejarawan dan peneliti umumnya mengklasifikasi kemunculan Syiah
dalam dua periode yaitu semasa hidup Nabi Muhammad saw dan pasca pembunuhan
Husain bin Ali.

Pertama, pandangan bahwa Syiah terbentuk pasca wafatnya Nabi Muhammad


saw. Kalangan yang mendukung pandangan ini antara lain: Ibnu Khaldun, yang
berkata, “Syiah muncul ketika Rasulullah saw. wafat. Saat itu Ahlul Bait memandang
dirinya lebih berhak memimpin umat Islam. Kekhalifahan hanyalah hak mereka,
bukan untuk orang Quraisy lain. Saat itu pula sekelompok sahabat Nabi saw.
mendukung Ali bin Abi Thalib dan memandangnya lebih berhak ketimbang yang lain

7
untuk menjadi pemimpin. Namun, ketika kepemimpinan itu beralih kepada selain Ali,
mereka pun mengeluhkan kejadian itu.

Selanjutnya, Dr. Ahmad Amin, yang berkata, “Benih pertama Syiah adalah
sekelompok orang yang berpendapat bahwa selepas wafatnya Nabi Muhammad saw,
Ahlul Bait beliaulah yang lebih utama menjadi khalifah dan penerus beliau ketimbang
yang lain.

Kedua, pandangan bahwa Syiah terbentuk semasa kepemimpinan Utsman bin


Affan. Pandangan ini diusung sekelompok sejarawan dan peneliti, salah satunya
adalah Ibnu Hazm. Ketiga, pandangan bahwa Syiah terbentuk semasa kekhalifahan
Ali bin Abi Thalib, Beberapa pengusung pandangan ini adalah Naubakhti dalam
bukunya yang berjudul Firoq Al-Syî’ah, 14 dan Ibnu Nadim dalam buku Al-Fihrist.
Dalam bukunya ia mengklaim bahwa peristiwa di Bashrah dan sebelumnya
berpengaruh langsung dalam proses pembentukan mazhab Syiah.”

Keempat, pandangan bahwa Syiah terbentuk pasca tragedi Thaff (Karbala).


Kalangan pengusung pandangan ini berbeda pendapat soal kronologi
pembentukannya. Menurut sebagian mereka, Syiah diindikasikan eksis sebelum
tragedi Thaff tidak memenuhi syarat–syarat terbentuknya mazhab yang khas dalam
segi karakter dan ciri– cirinya. Jadi, mazhab itu baru terbentuk pasca terjadinya
tragedi Thaff. Adapun sebagian lain berpendapat bahwa keberadaan mazhab Syiah
pra tragedi Thaff tak lebih dari sejenis gejala dan kecenderungan spiritual. Adapun
pasca tragedi Thaff, mazhab Syiah mulai menemukan karakter politiknya dan akar–
akarnya tertanam jauh di lubuk jiwa para pengikutnya, sekaligus menciptakan
berbagai dimensi dalam batang tubuhnya.

Kelima, kaum Syiah dan kalangan peneliti dari berbagai mazhab berpandangan
bahwa Syiah sudah lahir semasa hidupnya Nabi Muhammad saw. Menurut mereka,
beliau sendiri yang menanamkan benih kesyiahan dalam jiwa para pengikutnya lewat
hadis-hadis kenabian yang disabdakan, seraya mengungkapkan posisi Ali bin Thalib.
dalam berbagai kesempatan. Rangkaian hadis kenabian itu bukan saja diriwayatkan
kalangan Syiah, melainkan juga oleh para periwayat terpercaya menurut mazhab Ahli
Sunah.

8
Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan Suyuthi dari Ibnu Asakir yang
menafsirkan ayat ketujuh surah Al-Bayyinah. Hadis itu diriwayatkan melalui
matarantai periwayat yang sampai pada Jabir bin Abdillah, yang mengatakan, “Suatu
hari, kami (duduk-duduk) bersama Nabi Muhammad saw. Lalu Ali datang. Nabi saw.
Kontan bersabda menyambut kedatangan Ali, ‘Demi Yang jiwaku berada dalam
kekuasaan-Nya, sungguh dia (Ali) dan Syiah (pendukung/pengikut)nya adalah orang-
orang yang selamat di hari Kiamat.” Setelah itu, turunlah firman Allah swt. yang
berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh mereka
itulah sebaikbaik makhluk”

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, yang berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda kepada beliau, “Bukankah kamu mendengar firman Allah
swt.: ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh mereka itulah
sebaik-baik makhluk.’ Mereka (sebaik-baik makhluk) itu adalah kamu dan syiahmu,
(dan) janji pertemuanku dengan kalian adalah telaga (Haudh), dan ketika umat-umat
berdatangan untuk hisab (perhitungan) maka kalian akan dipanggil dengan sebutan
manusia-manusia yang mulia dan terkemuka.” Itulah mengapa Abu Hatim Razi
berpendapat bahwa nama mazhab pertama yang muncul dalam Islam adalah Syiah,
dan saat itu istilah tersebut menjadi julukan bagi empat sahabat Nabi saw. yang terdiri
dari Abu Dzar, Ammar, Miqdad, dan Salman Farisi. Juga, pasca perang Siffin, para
pendukung Ali bin Abi Thalib. dikenal dengan sebutan “Syiah”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang syiah pada
awalnya mereka adalah orang-orang yang mencintai nabi dan keturunan nabi. Bahkan
mereka berlomba-lomba untuk memulyakan ahlulbait yang termotivasi dari
penjelasan rasulullah Saw sendiri terkait beberapa tafsir ayat contohnya surat al
Bayinah. Dengan kata lain cikal bakal syiah dalam arti orang-orang yang mencintai
ahlulbait telah ada sejak rasulullah Saw hidup. Kemudian golongan syiah ini
mengalami perluasan makna pada pemililihan khalifah di saqifah bani saidah. Mereka
mengusulkan nama Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Rasulullah Saw. Fakta ini
kemudian muncul kembali pada perang siffin yang menghasilkan arbitase diantara
kedua belah pihak.

9
Namun, pada kenyataannya beberapa orang dari pasukan Ali merasa tidak puas
atas keputusan damai (tahkim) tersebut, sebab mereka merasa pasukan Ali hampir
menumpaskan pasukan pemberontak. Sehingga muncullah fraksi-fraksi di tubuh umat
Islam menjadi tiga (3) kelompok:

a) Kelompok Syi’ah, yaitu golongan yang memihak pada Ali dan kerabatnya dan
berpendapat bahwa Ali dan keturunannyalah yang berhak menjadi khalifah.
b) Kelompok Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan Muawiyah,
mereka berpendapat bahwa tahkim itu menyalahi prinsip agama.
c) Kelompok Murjiah, yaitu golongan yang menggabungkan diri kepada salah
satu pihak dan menyerahkan hukum pertengkaran itu kepada Allah semata.

Kelompok Syi’ah di atas, mula-mula merupakan orangorang yang mengagumi


Sayyidina Ali, sebagai pribadi dan kedudukan istimewa di sisi Rasulullah, sehingga ia
mempunyai pengaruh yang besar dan muncullah rasa cinta sebagian kaum muslimin
kepadanya. Namun, kecintaan itu telah bergeser menjadi fanatisme yang buta dua
abad selanjutnya. Sehingga menjadi perbedaan yang besar dan esensial antara
pandangan sekelompok sahabat tersebut terhadap Ali ra. dengan prinsip-prinsip yang
dianut oleh kaum Syi’ah dua abad kemudian. Sebagai misal, kelompok sahabat
pecinta Ali tersebut tidak mungkin dinamai Syi’ah dalam artian istilah yang dikenal
sekarang. Meskipun mereka mencintai Ali melebihi kecintaan kepada sahabat lainnya
(termasuk kepada para khalifah sebelum Ali). Mereka juga membaiat para khalifah
yang telah disepakati oleh para sahabat pada waktu itu.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka merupakan kekeliruan besar bagi kaum


Syi’ah yang fanatis yang menganggap bahwa sahabat-sahabat yang sangat mencintai
Ali merupakan pengikut Syi’ah sebagaimana pengikut-pengikut Syi’ah yang sekarang
ini dengan doktrin menghukumi kafir para sahabat lainnya, seperti Abu Bakar, Umar,
Aisyah, Thalhah, Zubair dan lainnya. Sementara para penganut Syi’ah sekarang telah
terjadi selisih pendapat terkait dengan masalah-masalah madzhab dan aqidah. Mereka
telah terpecah belah menjadi beberapa kelompok; sebagian dari mereka bersikap
ekstrim, sehingga bisa dikatakan doktrin mereka telah keluar dari ajaran Islam.
Sedangkan, sebagian pengikut Syi’ah lain bersikap moderat, sehingga hampir hampir
menyerupai kaum ahlussunnah wa al-jama’ah.

10
3. Sekte-sekte syiah
Dalam sekte Syi’ah terdapat beberapa kelompok, ada yang ekstrim (ghulat),
moderat, dan ada juga yang liberal. Di antara kelompok yang ekstrim ada yang
menempatkan Sayyidina Ali pada derajat kenabian, bahkan ada yang sampai
mengangkat Ali pada derajat keTuhanan. Kaum Syi’ah, sejak menjadi pengikut Ali
sesudah peristiwa perang jamal dan shiffin, pasukan Ali terpecah menjadi empat
golongan:

a) Kelompok pertama, Syi’ah yang mengikuti Sayyidina Ali., mereka tidak


mengecam para sahabat. Dalam diri mereka terdapat rasa cinta dan
memuliakan para sahabat Nabi Saw. mereka sadar betul bahwa yang mereka
perangi adalah saudara sendiri. Oleh sebab itu, mereka segera berhenti
memerangi mereka, bahkan ketika terjadi tahkim mereka menerima
keputusan-keputusan yang dibuat oleh kelompok lainnya.
b) Kelompok kedua, mereka yang mempercayai bahwa Sayyidina Ali memiliki
derajat yang lebih tinggi daripada para sahabat lainnya. Kelompok ini disebut
tafdhiliyah. Ali memperingatkan mereka dengan keyakinan ini dan akan
menghukumi dera bagi para sahabat yang masih berkeyakinan tersebut.
Kelompok Syi’ah sekarang, mereprentasikan kelompok ini.
c) Kelompok ketiga, yang berpendapat bahwa semua sahabat Nabi adalah kafir
dan berdosa besar. Mereka disebut Saba’iyah, mereka adalah para pengikut
Abdullah bin Saba’.
d) Kelompok keempat, kelompok ghulat, yaitu mereka yang paling sesat, paling
bid’ah di antara empat kelompok di atas. Mereka berpendapat bahwa Allah
telah masuk pada diri Nabi Isa.

Ada juga sementara kalangan yang merumuskan kategorisasi Syi’ah menjadi tiga
golongan, yaitu :

a) Syi’ah Ghulat, yaitu golongan yang diantara fahamnya bahwa Jibril itu sudah
salah alamat menyampaikan wahyu, yang seharusnya kepada Ali bin Abi
Thalib. Bahkan golongan ini sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib.
b) Syi’ah Rafidhah, yaitu golongan yang melakukan penghinaan, pelecehan,
penistaan terhadap para shahabat, termasuk sebagian istri Nabi saw. Syi’ah ini
ada yang memberikan istilah ahlu al-bida’ wa al-ahwa.

11
c) Syi’ah Mu’tadilah (moderat), yaitu golongan yang lebih mengutamakan Ali
bin Abi Thalib diatas para shahabat yang lain.

4. Deskripsi Umum tentang Ajaran Syiah


Dalam Syiah ada tiga dimensi ajaran: akidah, akhlak, dan fiqih (syariat)
sebagaimana pembagian yang disepakati sebagian besar ulama Islam. Syiah telah
memformulasikan akidah dalam tiga prinsip utama, yaitu tauhid, kenabian, dan hari
kebangkitan. Dari prinsip dasar tauhid, muncul prinsip keadilan Ilahi, dari prinsip
kenabian, muncul prinsip imamah. Sebagian ulama memasukkan kedua prinsip ikutan
di atas, yakni keadilan dan imamah. Sistematika ini pada dasarnya mengikuti kaidah
idkhalul juz’ ilal kull (menyertakan yang particular kepada yang universal). Dengan
demikian, berkembang menjadi lima prinsip, yaitu:

a) Al-tauhid (keesaan Allah)


b) Alnubuwwah (kenabian)
c) Al-imamah (kepemimpinan)
d) Al-‘adl (kemahaadilan Tuhan)
e) Al-ma’ad (hari Akhir)

5. Kesesatan syi’ah menurut ulama


Untuk lebih menunjukkan kesesatan Syi’ah, ada beberapa komentar para ulama
besar tentang ajaran Syi’ah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Ahli ilmu telah sepakat
bahwa Syi’ah Rafidhah merupakan kelompok paling pendusta, dan kedustaan mereka
sudah lama dan usang. Oleh karena itu para ulama Islam mengetahui kekhususan
mereka dengan banyaknya kedustaan yang ada pada mereka”.

Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang Rafidhah, beliau mengatakan :


“ Jangan berbicara dengan mereka, jangan meriwayatkan dari mereka karena
mereka adalah pendusta”.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang firman Allah :“Muhammad itu
adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’
dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak

12
pada muka mereka dari bekas sujud . Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat
dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus
di atas pokoknya. tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mu’min)” (Al Fath:29)

Beliau rahimahullah mengatakan : “Berdasarkan ayat ini Imam Malik


mengkafirkan Rafidhah yang membenci para sahabat. Karena mereka tidak suka
kepada para sahabat. Barang siapa yang tidak suka (benci) kepada sahabat, maka dia
telah kafir berdasarkan ayat ini.

Abu Hatim mengatakan : “ Telah menceritakan kepadaku Harmalah, dia berkata :


“Aku mendengar Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan” : “ Aku tidak pernah
melihat seorangpun yang lebih parah kejelekannya daripada Syi’ah Rafidhah”

13
B. Jaringan Islam Liberal

1. Pengertian JIL
Liberal artinya bebas, tidak tekstual, toleran, berpikir terbuka, terutama berkaitan
dengan masalah-masalah agama dan politik. Liberal juga berarti, seseorang yang
toleran dalam masalah-masalah agama dan politik. Ia (mengacu pada kata liberal)
juga, orang yang tak mau direpotkan dengan tradisi atau kekunoan.

Kata Islam bila disandingkan dengan kata liberal maksudnya Islam yang bebas,
yang tidak harus memahami ajaran Islam secara tekstual, Islam yang toleran terhadap
non Islam, Islam yang berpola pikir terbuka dan luas mengikuti perkembangan
zaman, Islam yang tidak mau disusahkan oleh tradisi ortodok. Karena, apa saja yang
sudah lama berabad-abad dianggap kuno atau ortodok.

Kebebasan mereka dalam menginterpretasikan/menafsirkan Islam, bisa dilihat


dari cara penafsiran tentang teks kitab suci maupun fenomena sosial. Dalam masalah
penafsiran, kalangan Islam liberal menyatakan bahwa setiap individu dapat
melakukan penafsiran sendiri. Karena, melakukan sebuah penafsiran tidak
memerlukan persyaratan dan tidak mengenal batasan, siapapun berhak melakukan hal
tersebut. Selain itu, ijtihad juga merupakan suatu keharusan. Karena, dengan demikian
maka, Islam akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan zaman. Ijtihad
dianggap sebagai metode untuk mengembangkan pemikiran secara kritis. Sehingga,
berbagai ilmu keislaman akan terus berkembang. Sebaliknya apabila hal tersebut tidak
dilakukan, maka ilmu-ilmu tersebut akan mengalami kelumpuhan bahkan mengalami
stagnasi (berhenti).

2. Sejarah singkat lahirnya JIL


Istilah Islam liberal juga bukanlah hal baru dalam dunia Islam. Seperti yang telah
dijelaskan pada bab terdahulu bahwa pemikiran Islam liberal telah muncul beberapa
abad yang lalu. Karena memang Islam liberal sebagai sebuah paham atau aliran telah
ada sejak berabad-abad silam. Dan Islam liberal sendiri telah muncul sekitar abad ke-
18 saat kerajaan Turki Utsmani, Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada di
gerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan
pemurnian, kembali kepada Al-Quran dan sunnah. Pada masa ini, muncullah cikal

14
bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah di India (1703-1762), menurutnya
Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya.

Hal ini juga terjadi di kalangan Syi’ah Iran, yaitu Muhammad Bihbihani (1790)
yang mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar. Ide ini terus
bergulir. Di Mesir, muncul Rifa’ah Rafi’ al-Tahtawi (1801- 1873), yang mulai
memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Tahtawi adalah seorang
tradisionalis. Dia adalah salah seorang anggota delegasi pertama dari negara Muslim
yang dikirim ke Barat. Bermula dari sini bisa dikatakan bahwa tradisi pengiriman
Muslim ke Barat adalah mengikuti tradisi Tahtawi.

Di Mesir ada M. Abduh (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran


mu'tazilah berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf.
Di Pakistan muncul Fazlurrahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi
guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya
model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al Qur’an itu
mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur’an
adalah ideal moralnya karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan.

Sementara, perkembangan JIL di Indonesia dimotori oleh Nurcholis Madjid


Djohan Efendi, Ahmad Wahib, Goenawan Mohamad. Pada saat itu mereka
menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan 'toleransi agama hanya akan
tumbuh di atas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini
dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah
kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama.

Masuk dan berkembangnya paham Islam Liberal akarnya bisa dilihat dari para
tokoh yang dianggap sebagai tokoh pra Islam Liberal, seperti Nurcholis Majid, yang
pernah menempuh pendidikan diluar Negeri yaitu, Chicago dan menyelesaikan
program doktornya pada tahun 1984 dengan mengambil konsentrasi filsafat/pemikiran
Islam.

Hal yang sama juga terjadi pada Abdurrahman wahid, pemikirannya bisa
dikatakan dipengaruhi oleh intelektual timur tengah, karena ia juga pernah menempuh
pendidikannya di Universitas AlAzhar Kairo, Mesir selama kurun waktu dua setengah
tahun. Salah satu intelektual yang berpengaruh terhadap pemikiran Abdurrahman

15
Wahid adalah Muhammad Abduh, karena Ia pernah mengajar di Universitas Al-
Azhar.

Melalui dua tokoh pemikir tersebut kemudian, pada pertengahan tahun 2001
melalui sponsor sebuah funding agency, yaitu The Asian Foundation (TAF). Jaringan
Islam Liberal menjadi dikenal secara nasional, setelah Ulil Abshar Abdalla menulis
sebuah artikel di koran harian kompas pada 18 Nopember 2002 yang sangat
kontroversial, artikel tersebut berjudul “menyegarkan kembali pemahaman Islam”.

3. Misi dan Kegiatan Pokok JIL


Menurut Ulil Abshar Abdalla, selaku koordinator JIL mengatakan,” Misi JIL
sendiri, Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang Liberal sesuai dengan
prinsip-prinsip yang kami anut, serta menyebarkannya kepada khalayak seluas
mungkin. Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan
konservatisme. Kami yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran
dan gerakan Islam yang sehat. Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan
politik yang adil dan manusiawi.

Sementara itu, Dr. Luthfi Assyaukanie, salah seorang penggagas JIL yang juga
dosen di Universitas Paramadina memperkenalkan empat misi Jaringan Islam Liberal.

a) Pertama, Agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan


dunia, sistem kerajaan maupun parlementer (demokrasi) tidak ada bedanya.
b) Kedua, Mengangkat kehidupan beda agama. Menurutnya perlu pencarian
teologi pluralism mengingat semakin majemuknya kehidupan bermasyarakat
di negeri negeri Islam.
c) Ketiga, emansipasi wanita. Agenda ini mengajak kaum Muslim untuk
memikirkan kembali beberapa doktrin agama yang cenderung merugikan dan
mendiskreditkan kaum perempuan. Hal ini karena doktrin-doktrin tersebut
dari manapun sumbernya bertentangan dengan semangat dasar Islam yang
mengakui persamaan dan menghormati hak-hak semua jenis kelamin.
d) Keempat, kebebasan berpendapat. Agenda ini menjadi penting dalam
kehidupan kaum Muslim modern, khususnya ketika persoalan ini berkaitan
erat dengan masalah hak-hak asasi manusia.

16
4. Karakteristik Islam Liberal
Islam liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan
sebagai berikut:

a) Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam. Islam Liberal percaya bahwa
ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang
memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu
ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam
itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam
liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi
muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).
b) Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks. Ijtihad yang
dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan
semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-
mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan
melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik,
Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban
kemanusiaan universal.
c) Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural. Islam Liberal
mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan)
sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi
yang terkungkung oleh konteks tertentu, terbuka. Sebab setiap bentuk penafsiran
mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar plural, sebab
penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan
seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
d) Memihak pada yang minoritas dan tertindas. Islam Liberal berpijak pada
penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan
dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidak
adilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas
di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik,
ras, jender, budaya, politik, dan ekonomi.
e) Meyakini kebebasan beragama. Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama
dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi.

17
Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu
pendapat atau kepercayaan.
f) Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan.
Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa
bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang
memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang
dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk
menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan
urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.

5. Tokoh-Tokoh Islam Liberal Di Indonesia


a) Generasi Pra JIL
1) Nurcholis Majid

Nurcholis Majid lahir di Mojoanyar, Jombang pada tanggal 17 Maret 1939.


Pendidikan awalnya ditempuh didua tempat yaitu, madrasah diniyah milik
keluarganya sendiri dan di sekolah rakyat (SR) di kampungnya. Setelah itu
kemudian, ia dimasukkan ke pesantren Darul Ulum Rejoso, Jombang. Namun,
disana ia hanya bertahan selama dua tahun karena alasan politik. Hingga
kemudian, Nurcholis dipindahkan ke pesantren modern Darussalam Gontor
Ponorogo. Selesai dari Gontor, ia meneruskan ke IAIN Jakarta dengan mengambil
fakultas Adab. Dan pada saat menjadi mahasiswa inilah Nurcholis mulai aktif di
organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Sosok Nurcholis menjadi sosok yang kontroversial, setelah ia meluncurkan


gagasannya tentang sekularisasi dalam makalahnya yang berjudul “keharusan
pembaruan pemikiran Islam dan masalah integrasi umat,” pada tanggal 2 Januari
1970. Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh HMI, PII, GPI dan Persami, di
Menteng Raya 58. Kemudian, gagasannya diperkuat lagi dengan pidatonya di
Taman Ismail Marzuki Jakarta, pada tanggal 21 oktober 1992, yang berjudul
“Beberapa Renungan Tentang Kehidupan Keagamaan di Indonesia.” Dari
pidatonya inilah yang kemudian menandai dimulainya suatu gerakan, yang
dikenal sebagai Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam.

18
2) Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid dilahirkan pada tanggal 7 September 1940 di Jombang.


Pendidikannya diawali di sekolah rakyat (SR), kemudian ia meneruskan
pendidikannya ke SMEP di Yogyakarta, disamping itu ia juga belajar di Pesantren
Krapyak. Pada tahun 1964-1966 ia melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar
Kairo, Mesir pada Departement Of Higher Islamic and Arabic Studies. Pemikiran
Gusdur sedikit banyak dipengaruhi Muhammad Abduh sarjana Mesir..yang
pernah mengajar di universitas Al-Azhar).

Paham Liberal Abdurrahman menjadi sangat apresiatif. Karena,


menempatkan manusia sebagai makhluk yang bebas dan berdaulat. Menurutnya
dengan adanya kebebasan penuh oleh seorang individu atau manuasia, maka
manusia tersebut akan senantiasa menjadi makhluk yang kreatif dan produktif,
sehingga mampu mengemban tugasnya sebagai khalifah Tuhan dimuka bumi.

b) Generasi JIL
1) Ulil Abshar Abdalla

Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Direktur Freedom Institute,


Jakarta, ini lahir di Pati, Jawa Tengah, 11 Januari 1967. Dia berasal dari keluarga
Nahdlatul Ulama. Ayahnya Abdullah Rifa’i dari pesantren Mansajul Ulum, Pati,
sedang mertuanya, KH Mustofa Bisri, pengasuh pesantren Raudlatut Talibin,
Rembang. Pendidikan menengahnya diselesaikan di Madrasah Mathali’ul Falah,
Kajen, Pati, Jawa Tengah yang diasuh oleh KH. M. Ahmad Sahal Mahfudz.

Pria bernama lengkap Ulil Abshar Abdhall ini pernah nyantri di Pesantren
Mansajul ‘Ulum, Cebolek, Kajen, Pati, serta Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang,
Rembang. Gelar sarjananya diraih dari Fakultas Syari’ah LIPIA (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta. Semapt pula mengenyam pendidikan di
Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara.

Sebagai pendiri dan koordinator Jaringan Islam Liberal yang yang sering
menyuarakan liberalisasi tafsir Islam, Ulil menuai banyak simpati sekaligus kritik.
Atas kiprahnya dalam mengusung gagasan pemikiran Islam liberal itu, Ulil
disebut sebagai pewaris pembaharu pemikiran Islam melebihi Nurcholish Madjid.

19
2) Hamid Basyaib

Hamid Basyaib, merupakan salah satu pelopor atas berdirinya JIL, bersama
dengan Ulil Abshar Abdalla, Luthfi Assyaukani dan beberara tokoh lainnya.
Hamid Basyaib dilahirkan di Teluk Betung, Bandar Lampung pada 3 Juli 1962. Ia
adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
(1990) dan pernah kuliah di Jurusan Ilmu Politik program Pascasarjana di
Universitas Gadjah Mada, namun tidak sampai tamat.

Menurut Hamid, agama harus dipisahkan dengan ilmu pengetahuan atau


sistem pemerintahan. Karena agama tidak punya sistem pemerintahan. Sama
halnya dengan wilayah batin yang tidak bisa dicampuri orang lain, apalagi negara.
"Negara tidak bisa mengatur sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan batin
warganya karena itu hak asasi setiap orang. Biarkan mereka meyakini apa yang
menjadi keyakinannya." Hamid adalah pengagum sosok mantan Presiden RI
Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bagi dia, Gus Dur tidak hanya politisi yang
cerdas tapi sekaligus pemikir sosial, agama, dan budaya yang punya komitmen
terhadap kebebasan, pluralitas, dan keragaman. Pemikirannya tentang kondisi
Islam di Indonesia sedikit banyak memengaruhi Hamid. Ia dan Gus Dur sama
menginginkan kebebasan beragama, demokrasi, dan penghargaan terhadap HAM.

3) Luthfi Assyaukanie

Luthfi Assyaukanie adalah salah satu pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) di
Indonesia dan penceramah di Universitas Paramadina, serta deputi direktur di
Freedom Institute. Lahir di Jakarta lahir 27 Agustus 1967. Assyaukanie
mengenyam pendidikan awalnya di institusi religius. Ia selanjutnya belajar di
Universitas Yordania dalam bidang Hukum Islam dan Filsafat. Luthfi mengambil
gelar Masternya dari Universitas Islam Internasional di Malaysia, dan menerima
gelar Ph.D dalam bidang Islamic Studies di Universitas Melbourne, Australia.
Sebelum belajar di Australia, Assyaukanie bekerja sebagai penyunting di majalah
Ummat, majalah mingguan Islam. Pada tahun 2001, bersama dengan Ulil Abshar
77 Ibid. 47 Abdalla, ia mendirikan Jaringan Islam Liberal. Saat mengajar di
Universitas Paramadina, ia juga bekerja di Freedom Institute di Jakarta.

20
C. Pandangan terhadap Syiah dan Islam Liberal
1. Pandangan terhadap Syiah
Berdasarkan akidah-akidah pandangan para ulama Islam yang ada pada
mereka/kaum syi’ah, jelas menunjukkan kesesatan mereka. Begitu jauhnya
mereka dari ajaran agama Islam.
2. Pandangan terhadap JIL
Berdasarkan pemikiran yang ada pada kaum Islam Libral, anti terhadap
Syariah Islam maka jelaslah bahwa mereka akan merusak ajaran Islam
yang Syumul (menyeluruh) dan akan mereka modifikasi dengan pemikiran
mereka sesuai dengan kepentingan mereka.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan kita jalan yang lurus dan
senantiasa memberi taufiq agar kita istiqamah di atas jalanNYA.

21
BAB III
KESIMPULAN

A. Simpulan
Pemakalah dapat menyimpulkan bahwa setelah dilihat dari sejarah, pemikiran,
dan pandangan para ulama Islam sudah teranglah cahaya kebenaran bahwa
pemikiran syiah dan JIL adalah gerakan yang akan menyesatkan umat islam dan
akan mengahcurkan tatanan kehidupan umat.
B. Saran
Kami sangat mengaharap kritik dan saran dari semua pihak yang dapat
membangun dan memperbaiki tulisan ini sekirah ada hal-hal yang kurang tepat
dalam penulisan dan penyampaian.

22
Daftar Pustaka

Atabik, Ahmad. 2015. MELACAK HISTORITAS SYI’AH (Asal Usul, Perkembangan Dan
Aliran-Alirannya). FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah Dan Studi Keagamaan. Volume 3,
No. 2.

Cahyaningrum Tri Agus Tina. PERGERAKAN JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL) DI


INDONESIA TAHUN 2001-2005 Https://Eprints.Uns.Ac.Id/11144/1/324-1548-2-
PB.Pdf

Moh. Hasim. 2012. Syiah: Sejarah Timbul Dan Perkembangannya Di Indonesia Peneliti
Balai Litbang Agama Semarang. Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 11 No. 4

M. Atho Mudzhar.2011. Perkembangan Islam Liberal Di Indonesia. Badan Litbang Dan


Diklat Kementerian Agama RI. Cited from
Https://Balitbangdiklat.Kemenag.Go.Id/Berita/Perkembangan-Islam-Liberal-Di-
Indonesia

Muslih, Dr. Kholid. 2015. Pengertian Syiah (Bagian Ke-2): Definisi Syiah Secara
Epistemologi (Istilah). Cited From
Https://Www.Dakwatuna.Com/2015/03/02/64944/Pengertian-Syiah-Bagian-Ke-2-
Definisi-Syiah-Secara-Epistemologi-Istilah/.

Setiana Dewi, Oki. 2016. Syiah: Dari Kemunculannya Hingga Perkembangannya Di


Indonesia. Jurnal Studi Al-Qur’an: Membangun Berpikir Qur’ani. Vol.12 , No. 2.

Shihab, Abu Alifa. 2017. Mengenal Syi’ah : Sejarah, Ajaran, Keyakinan Dan
Perkembangannya Di Indonesia. Cited From
Http://Persisjakarta.Com/2017/11/05/Sekte-Sekte-Syiah/

Solehah, Wardatus . 2018. Sejarah Munculnya Aliran Syi'ah Dan Macam-Macam Aliran
Syi'ah. Cited From

23
Https://Www.Kompasiana.Com/Wardatus87118/5bb414f043322f50800efe03/Sejarah-
Munculnya-Aliran-Syi-Ah-Dan-Macam-Macam-Aliran-Syi-Ah?Page=All

Latar Belakang Kelahiran Jaringan Islam Liberal Serta Proses Perkembangan. Restricted
From Http://Digilib.Uinsby.Ac.Id/11011/5/Bab%202.Pdf

Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/242059-Pergerakan-Jaringan-Islam-Liberal-Jil-
Di-577b4656.Pdf

24

Anda mungkin juga menyukai