Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : H0718030
Mata Kuliah : Fisiologi Benih
Kelas : Agroteknologi – D
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, dalam bidang agronomi, yang dimaksud benih adalah
fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk
memperbanyak dirinya secara generatif. Sedangkan dalam pengertian ilmu
tumbuhan, yang dimaksu dengan benih adalah biji yang berasal dari ovule.
Ovule dalam pertumbuhannya setelah masak (mature), lalu menjadi biji
(seed), sedangkan integumentnya menjadi kulit biji (seed coat) dan ovary
menjadi buah (fruit). Dalam pengertian praktis sehari-hari oleh petani, bahkan
juga oleh beberapa agronomiawan, istilah benih ini sering dicampur-
campurkan dengan istilah bibit.
Benih bermutu tinggi ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik
dan faktor fisik. Faktor genetik adalah varietas-varietas yang mempunyai
genotipe yang baik. Sedangkan yang dimaksud faktor fisik yaitu benih
bermutu tinggi yang meliputi kemurnian, persen perkecambahan tinggi, bebas
dari kotoran dan benih rumputan serta bebas dari insektisida, kadar air biji
rendah yaitu 12-14% untuk benih serealia dan kedelai.
Benih merupakan salah satu komoditi perdagangan dan merupakan
unsur baku yang mempunyai peranan penting dalam produksi pertanian.
Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh petani.
Oleh karenanya benih harus selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi oleh
produsen benih, dipasarkan sampai diterima oleh petani untuk ditanam.
Untuk mendapatkan benih dengan kualitas yang tinggi yang sesuai
dengan keinginan petani,maka tidak hanya hal-hal di atas saja yang perlu
diperhatikan akan tetapi pada proses pengolahan pun juga perlu mendapatkan
perhatian dan penanganan khusus agar benih yang dihasilkan tetapo
berkualitas. Pada bagian pengolahan meliputi pembersihan benih, grading dan
perlakuan benih.
B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami struktur benih, komposisi kimia benih, proses perkecambahan dan
tipe perkecambahan.
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor yang mempengaruhi viabilitas dan vigoritas benih antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor Genetik
Faktor yang mempengaruhi mutu benih antara lain faktor genetik,
lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan fisiologibenih). Genetik
merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika
benih. Setiap varietas memiliki identitas genetika yang berbeda. Sebagai
contoh, mutu kedelai lebih rendah dibandingkan dengan mutu daya
simpan benih jagung, hal ini diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam
benih.Benih hibrida lebih vigor dibandingkan dengan benih non hibrida.
Contoh : Benih jagung hibrida menghasilkan tanaman yang lebih vigor
dibandingkan jagung non hibrida.
2. Kondisi Lingkungan Tumbuh dan ruang simpan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan
dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat
pemasaran benih. Lingkungan tumbuh selama periode pembentukan dan
perkembangan benih berpengaruh terhadap kualitas benih yang dihasilkan.
Ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan pendingin dan pengatur RH
mampu mempertahankan kualitas benih. Suhu yang terlalu dingin
menyebabkan chilling injury.
3. Kematangan Benih
Faktor kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan performa
benih seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat
keusangan (hubungan antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat
kesehatan, ukuran dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar
air dan dormansi benih (Wirawan dan Sri, 2002). Kualitas maksimal suatu
benih tercapai saat mencapai Matang Fisiologis. Pada saat Matang
Fisiologis akumulasi bahan kering (dry matter) dan bahan kimia yang
terlibat dalam perkecambahan sudah mencapai maksimal. Panen sebelum
atau sesudah matang fisologis kualitasnya lebih rendah dibandingkan saat
matang fisiologis.
4. Kadar air benih
Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran
benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar
air benih. Kadar air benih akan berpengaruh terhadap proses aktivasi
enzim. Kadar air yang rendah dapat meminimalisir proses aktibvasi enzim
(perombakan cadanganmakanan). Bagi benih ortodok kadar air terlalu
rendah menyebabkan cracking (retak) sedangkan bagi benih rekalsitran
kadar air terlalu rendah menyebabkan gangguan fisiologis.Kadar
air optimum setiap jenis benih berbeda-beda.
5. Proses Pengolahan Benih
Pengolahan yang baik tidak menyebabkan kerusakan pada benih.
Pengolahan yang tidak baik menyebabkan benih memar, cracking atau
pecah, case hardening (pengerasan kulit benih). Perontokan dan
pengeringan merupakan tahap pengolahan yang paling berpengaruh
terhadap kualitas benih.
6. Jenis Kemasan
Jenis kemasan yang baik dapat mempertahankan kadar air dan vigor
benih, selain itu kemasan yang baik juga dapat menghindari benih dari
benturan, serangan hama dan penyakit. Contoh kemasan yang baik antara
lain : kaleng, aluminium foil,plastik tebal, kertas semen dilapisi aspal dll.
c. Pemudaran warna
Pemudaran waran benih ini, biasanya akibat penuaan atau umur benih
yang sudah lama, cirinya warna berubah menjadi coklat pada embrio atau
pada kulit benih.
Pengendalian Kemunduran Benih
Dalam kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan
salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini
harus dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan
perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat
memperbaiki kondisi benih. Murray dan Wilson (1987) melaporkan
kemunduran benih dapat dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses
hidrasi-dehidrasi. Sadjad (1994) mendefinisikan invigorasi sebagai proses
bertambahnya vigor benih. Dengan demikian perlakuan invigorasi adalah
peningkatan vigor benih dengan memberikan perlakuan pada benih. Menurut
Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber
energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi
yang ada di luar atau dilingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman
dan hasil yang maksimal.
Perlakuan benih yang telah dikenal antara
lain presoaking dan conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah
perendaman benih dalam sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang,
sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan biokimia
(berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta
peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi
potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembap) dengan mengatur
hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai potensial
air dalam benih dan media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan potensial
air). Presoaking dalam periode singkat menghasilkan efek yang cukup baik
terhadap peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.
Pengeringan tidak mengurangi pengaruh positif dari presoaking (Kidd and West
dalam Khan, 1992). Perlakuan presoaking berpengaruh baik pada benih yang
bervigor sedang. Perlakuan presoaking atau conditioning secara nyata efektif
meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan, dapat
meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan
bobot kering kecambah normal.
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik
yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor
kesalahan dalam penanganan benih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik
“invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk
meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami
kemunduran mutu. Secara umum benih berdasarkan ketahanannya terhadap
pengeringan terbagi atas tiga kelompok, yaitu benih ortodoks, intermediate, dan
benih rekalsitran. Benih jambu mete tergolong pada ortodoks yaitu benih yang
toleran terhadap pengeringan sampai kadar air 5 % dan dapat disimpan dalam
waktu yang cukup lama. Aerasi akan menurunkan suhu, dan pemberian aerasi
yang tepat dapat mencegah kerusakan benih akibat berpindahnya kelembapan.
Benih yang dipanen dengan kadar air di atas 15−16% perlu dikeringkan.
Pengeringan perlu dilakukan segera setelah benih dipanen, karena makin lama
penundaan pengeringan, kualitas benih yang dihasilkan makin menurun
(Hasanah 1987). Untuk benih ortodoks seperti benih terung KB, pengeringan
dilakukan dengan cara membuang lendirnya terlebih dahulu. Selanjutnya benih
yang telah bersih dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari.
Hidrasi-dehidrasi merupakan suatu perlakuan pelembaban benih dalam
suatu periode tertentu yang diikuti dengan pengeringan benih sampai kembali
pada berat semula (Basu dan Rudrapal, 1982). Metode pelembaban benih
dilakukan dengan berbagai cara, seperti merendam benih, mencelup benih,
menyemprot benih dan meletakkan benih pada udara yang jenuh dengan uap
air. Sedangkan proses pengembalian kadar air benih seperti semula dapat
dilakukan dengan mengeringkan benih dengan cahaya matahari langsung,
dengan oven suhu 30°C atau dengan mengangin-anginkan benih sampai
tercapai berat awal.
Meurut Satoto et al. (2008), benih terdiri dari: (a.) Benih Dasar (BD),
ditandai dengan label putih, dimiliki dan diproduksi oleh Balai Benih Induk
(BBI), penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari Balai Pengawasan
dan Sertifikasi Benih (BPSB), produsen benih swasta atau BUMN; (b.) Benih
Pokok (BP), ditandai dengan label ungu, dimiliki dan diproduksi oleh Balai
Benih Utama (BBU), penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari BPSB,
produsen benih swasta atau BUMN; (c.) Benih Sebar (BR), ditandai dengan
label biru, dimiliki dan diproduksi oleh BBU, penangkar benih atau produsen
benih swasta atau BUMN.
I. Struktur Benih
1) Kulit benih (testa)
Kulit benih pada umumnya berasal dari integumen ovul yang
mengalami modifikasi selama proses pembentukan biji berlangsung.
Pada legum biasanya terdapat dua lapis kulit benih. Lapisan sebelah
dalam tipis dan lunak, sedangkan lapisan sebelah luar tebal dan keras
fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu, penyakit dan sentuhan
mekanis
2) Jaringan cadangan makanan (food reserve)
Pada biji ada beberapa struktur yang dapat berfungsi sebagai jaringan
penyimpan cadangan makanan, yaitu : Kotiledon (kelas dikotiledoneae),
Endosperm (kelas monokotiledoneae), Perisperm (fam. Chenopodiaceae
dan Caryophyllaceae), Scutellum (grasses/rumput-rumputan)
Cadangan makanan yang tersimpan pada biji umumnya terdri dari
karbohidrat, lemak, protein, dan mineral. Komposisi dan persentasenya
berbeda tergantung pada jenis biji.
3) Embrio
Embrio adalah suatu tanaman baru yang terjadi dari bersatunya gamet-
gamet jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang
perkembangannya sempurna akan teriri dari struktur-struktur, calon
pucuk, calon akar, cadangan makanan. Embrio terdiri dari:
a. plumula (bakal daun)
b. radikula (bakal akar)
c. bakal batang (caulicalus atau hipokotil)
d. koleoptil (pada benih graminae)
2. LIPID
Menurut definisi, lipid merupakan senyawa yang dapat larut dalam
eter, benzena, dan kloroform tetapi tidak larut dalam air (Bloor, 1928).
Lipid merupakan istilah genetik bagi lemak dan minyak, minyak
berbentuk cair pada suhu normal, sedang lemak padat. Minyak
merupakan cadangan utama pada b anyak spesies seringkali ditemukan
dalam jumlah tertentu pada biji yang mengandung zat tepung.
Secara umum lipid merupakan ester alkohol trihidrat gliserol dan
tiga sam lemak:
H2-C-O-R1
H2-C-O-R2
H2-C-O-R1
Dimana R1, R2, dan R3 merupakan asam lemak
Biji yang diseleksi unutk kandungan minyak yang tinggi juga
cenderung tinggi kandungan proteinnya, pemilihan pada salahsatu tujuan
memungkinkan untuk mencapai tujuan lain. Lilin, ester dari asam lemak
dan suatu alkohol monohi drat ditemukan terutama pada kulit biji
berbentuk padat pada temperatur ruang. Fosolipet penting untuk
metabolisme membran dan penyimpanan, berfungsi sebagai suatu
cadangan energi dan cadangan fosfor bagi pertumbuhan semai. Fosfolipid
merupakan ester asam lemak dan alkohol tetapi juga mengandung
tambagan suatu kelompok fosfat dan nitrogen (N) pada klorin. Lesitin
merupakan suatu fosfolipid yang tersebar secara luas di alam dan sangat
penting bagi keperluan komersial. Lesitin kedelai adalah naman genetik
yang digunakan oleh industri untuk campuran tiga fosolipid (lesitin,
sefalin dan fitin). Sefalin adalah pada kedelai dan biji minyak lainnya.
Asam lemak utama pada lesitin dan sefalin adalah asam linoleat, oleat,
palmitat, dan heksadekanoat. Selama perkecambahan lemak terhidrolisis
menjadi komponen asam lemak dan gliserol. Metabolit ini bersifat mudah
bergerak dan siap diangkut kesumbu embrio, tempat asam lemak tersebut
mengalami oksidasi lebih lanjut melalui daur krebs atau lintasan pentosa
phosphate.
3. Protein
Protein merupakan cadangan N pada biji bagi perkecambahan dan
merupakan polimer asam amino yang dihubungkan dengan ikataatan
peptida. Duapuluh asam amino yang membentuk protein terdapat di
alam.sebagian atau seluruhnya dapat terangkai dengan urutan yang
bervariasi untuk membentuk protein yang berbeda. Perangkaian asam
amino dalam sistem biologi ditandai dengan polinukleotid DNA dan
RNA. Kompleksitas protein bertambah dengan adanya ikatan hidrogen
(H), suatu pautan silang yang lemah antara H dan O2 dalam molekul dan
juga dengan adanya ikatan sulfidril. Secara fisiologis protein merupakan
matriks kehidupan dalam biji dan sel hidup lainnya.
Seperti yang dikatakan sebelumnya komposisi asam amino
pembentuk cadangan protein dalam biji berbeda dari cadangan protein
yang berada dalam batang atau jaringan vegetatif. Protein biji biasanya
kekurangan satu atau lebih dari tiga asam amino esensial (yaitu yang
diperlukan dalam makanan hewan monogastrik) asam amino lisin,
triptofan, dan metionin tergantung spesies dan kultivar tanaman. Karena
itu, bila protein biji digunakan sebagai satu-satunya sumber protein maka
nilai biologis atau nutrisionalnya lebih rendah bagi hewan mogastrik
(berlambng satu)termasuk manusia daripada protein hewani. Berdasarkan
pada kelarutan dan metode pemisahan Osborne (1924) membagi protein
dalam empat :
1) Albumin
yaitu yang larut dalam air pada pH netral atau pH agak asam
dan mengalami koagulasi oleh panas. Enzim dan putih telur
merupakan albumin yang utama.
2) Globulin
yaitu yang larut dalam air dan larutan garam dan tidak mudah
dikoagulasikan oleh panas. Biji legum umumnya kaya
globulin(misalnya glisin pada kedelai).
3) Glutelin
yaitu yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan
garam dan dalam larutan asam atau basa kuat.
4) Prolamin
Yaitu yang larut pada alkohol 70-90%. Biji-bijian serelia kaya
akan prolamin (misalnya protein, zein pada biji jagung)
Sementara prolamin merupakan cadangan N yang baik bagi
perkecambahan, kualitas biologi dan nutrisional prolamin rendah pada
hewan monogastrik. Prolamin penting pada serelia meliputi zein pada
pada jagung, gliadin pada gandum, dan kordenin pada barli. Beberapa
glutelin penting pada serelia meliputi zekanin pada jagung, glutelin pada
gandum, hordenin pada barli dan orizenin pada padi. Beberapa globulin
penting pada biji legum adalah legumin, visilin, glisinin, virgin, dan
arakhin.
Pada perkecambahan protein dihirolisis menjadi asam amino
diangkut dan disintesis kembali pada sumbu embrio menjadi protein
dalam komposisi asam amino yang seimbang. Oleh kaena itu, kecambah
biji memberikan protein yang baik kualitasnya dan digunakan secara luas
untuk makanan manusia miasalnya alfalfa dan kecambah kacang hijau.
Protein yang disimpan dalam biji sebagian dalam bentuk lektin yang
merupakan glikoprotein (polimer protein-gula).
4. Lemak
Lemak merupakan Cadangan makanan utama pada benih, misalnya
kedelai, kacang tanah, kapas, bunga matahari, wijen dan lain-lain. Benih
dengan kandungan lemak tinggi, daya simpan lebih rendah dibanding
karbohidrat, terutama asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Asam lemak
tak jenuh dalam biji: oleat (1 ikatan ganda) dan linoleat (2 ikatan ganda),
asam lemak jenuh palmitat (n=14).
5. Senyawa Lainnya
a. Tanin: umumnya pada kulit benih, menghambat aktivitas enzim.
Contohnya benih cacao dan kacang-kacangan
b. Alkaloid: senyawa komplek mengandung N. Contohnya cofein
(kopi), nicotin (tembakau), theobromin (cacao)
c. Glukosida: reaksi antara gula dengan ≥ senyawa non-gula, Kristal.
Contohnya saponin (biji tung), sangat beracun, amygdalin (almond,
plum)
d. Fitin: persediaan P utama dalam benih. Pada serealia fitin terdapat
pada lapisan aleuron, sumber P, Mg, dan K
e. Zat pengatur tumbuh
i. giberelin: berperan dalam proses perkecambahan
ii. sitokinin: berperan dalam perkecambahan (pertumbuhan dan
diferensiasi sel)
iii. etilen: menghambat atau mendorong perkecambahan
iv. asam absisik: menyebabkan dormansi
f. Vitamin: tanaman swasembada vitamin
i. Thiamin: berperan dalam pembelahan sel (perkembangan akar)
ii. Asam askorbat: berperan dalam proses respirasi benih
(perkecambahan)
b. Perkecambahn Hipogeal
Perkecambahn hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai
dengan terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah,
sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada
di dalam tanah). Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri (Pisum
sativum) dan jagung.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Benih bisa diartikan sebgai organ generatif hasil fertilisasi putik oleh
tepung sari yang ditujukan untuk perbanyakan. Struktur Benih terbagi atas tiga,
yaitu Kulit benih (testa), Jaringan cadangan makanan (food reserve) dan Embrio
yang perkembangannya sempurna, akan memiliki plumula (bakal daun), radikula
(bakal akar), bakal batang (caulicalus atau hipokotil) dan koleoptil (pada benih
graminae). Di dalam benih terkandung komposisi-komposisi kimia yang
menyokong pertumbuhan benih itu sendiri. Komponen kimia tersebut adalah
Karbohidrat , Protein, Lemak dan Senyawa Lainnya seperti Tanin, Alkaloid,
Glukosida, Fitin, Zat pengatur tumbuh dan Vitamin (untuk tumbuhan
swasembada vitamin). Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan
perkembangan embrio. Tipe perkecambahan terdiri atas dua tipe, yaitu tipe
epigeal dan hypogeal. Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang
ditandai dengan bagian hipokotil terangkat ke atas permukaan tanah.
Perkecambahn hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan
terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan
kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada di dalam tanah).
Proses perkecambahan biji terjadi melalui proses-proses:
1) Imbibisi absorbsi air
2) Perombakan metabolism pemecahan materi cadangan makanan
3) Translokasi transpor materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio
yang aktif tumbuh.
4) Sintesis Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru.
5) Respirasi
6) Pertumbuhan
Komposisi kimia utama pembentuk biji dapat dibagi ke dalam tiga kategori
yaitu minyak atau lemak, pati atau karbohidrat, lipid dan protein. Komposisi
kimia dan keragaan struktur benih memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar
air keseimbangan benih, laju kemunduran benih, dan kerentanannya terhadap
kerusakan mekanis.
Biji merupakan suatu sumber yang kaya akan vitamin tertentu, khususnya
vitamin b kompleks sedangkan asam amino bebas, gula, dan asam nukleat
terdapat dalam konsentrasi rendah. Biji juga mengandung pengatur pertumbuhan
auksin, giberelin, sitokinin, dan penghambat pertumbuhan yang mempunyai
fungsi yang penting bagi perkecambahan dan pertumbuhan semai. Yang menarik
adalah sitokinin alami yang pertama, zeatin, diisolasi dari biji jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015.Kemunduran Benih. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Ambon.
Anonim. 2001. The Invasion of Maesopsis eminii in the East Usambara Forest of
Tanzania. http://.bogor.ac.uk/. Media Internet Bengkulu
Basu, R.N. and A.B. Rudrapal, 1982. Post harvest seed physiology and seed
invigoration treatments. Proccedings of the Indian Statistical Institute
Golden Jubilee International Conference on Frontiers of Research in
Agriculture. Calcuta. India.
Copeland. L.O dan M.B.Mc. Donald. 1985. Principle of Seed Science and
Technology. Burgess Publishing Company. New York.369 p.
Firmansyah, IU., Y. Sinuseng, dan A.H. Talanca. 2006. Penanganan Pengeringan dan
Pemipilan Jagung. Prosiding Seminar Nasional. Pengembangan Usaha
Agribisnis Industrial Pedesaan. dalam A. Muis, Sarasutha, IGP., E. jamal, M.
D. Mario, Maskar, S. Bakhri, D. Bulo, C. Khairani, dan A. Subaedi.(Eds).
p.100-106. Palu, 5-6 Desember 2006. P.100-106. ISBN : 978-979-985-77-1-
2.
Hasanah, M. 1987. Faktor–faktor prapanen dan pascapanen yang mempengaruhi
mutu benih. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat II(2): 9−14.
Hutagalung, H. 2007. Karbohidrat. Http://library.usu.ac.id/download/.
Khan, A.A., J.D. Maguire, G.S. Abawi and S. Ilyas. 1992. Matriconditioning of
vegetable seeds to improve stand establishmeny in early field plantings. J.
Amer. Soc. Hort. Sci. 117(1): 41-47.
Lehninger, A. L. 1982. Principles of Biochemistry (Dasar-dasar Biokimia Jilid 1,
Diterjemahkan oleh M. Thenawijaya). Penerbit Erlangga,Jakarta.
Mugnisjah, W. Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi benih. Rajawali Pers.
Jakarta.
Mungnisyah W.Q. dan Asep S., 2006. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta.
Murray, A.G. and D.O. Wilson Jr, (1987): Priming on Seed for Improved Vigor. Bull.
Agric. Exp. Station. University of Idaho : 677 : 55_77.
Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi metabolism benih.PT Widia Sarana Indonesia, Jakarta.
Suarni. 2005. Karakteristik fisikokimia dan amilograf tepung jagung sebagai bahan
pangan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Makassar, 29-30
Sepetember 2005. p. 440-444.
Suarni dan S. Widowati. 2008. Http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/.
Suharto, E. 2003. Struktur biji, sifat fisik biji dan karakteristik benih kemiri
( Aleurites moluccana Willd) provenan Karang Dapo. Jurnal Akta Agrosia
6(1) : 23-29.
Suhendra, L. 2005. Studi Perubahan Protein Terlarut Selama Perkecambahan Biji
Wijen (Sesamun indicum L.) Menggunakan Pendekatan Respon Surface
Methodology. Http://www.ejournal.unud.ac.id/.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW
Thahir, R., Sudaryono, Soemardi dan Soeharmadi. 1988. Teknologi Pasca panen
Jagung dalam Subandi, M.Syam dan Adi Widjono (Eds). Jagung. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.
Wijaya, S. dan L. Rohman. 2001. Fraksinasi dan Karakterisasi Protein Utama Biji
Kedelai. Jurnal Ilmu Dasar. 2 (1) : 49-54.