Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Infertilitas adalah suatu keadaaan pasangan suami istri yang telah kawin satu tahun
atau lebih (WHO 2 tahun) dan telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan adekuat
tanpa memakai kontrasepsi tapi tidak memperoleh kehamilan atau keturunan.

Pada laki-laki mungkin terjadi perubahan tingkat motilitas sperma dan penurunan
kualitas atau pembentukan sperma yang abnorma, semen bersifat basa, seperti juga halnya
sekresi servikal. Sedangakn pada wanita mungkin mengalami penurunan kepatenan tuba
karena endometoris atau infeksi pelviks, anatomi utetus yang abnormal, atau perubahan
hormonal yang mempengaruhi perubahan endometerium selama siklus menstruasi atau
kualitas mukus servikal.

Tujuan penelitian ini adalah a) Untuk mengetahui besar risiko Kelainan Alat.
Reproduksi terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami istri pada laki-laki. b) Untuk
mengetahui besar risiko Riwayat Penyakit Menular Seksual terhadap keterlambatan konsepsi
pasangan suami istri pada laki-laki. c) Untuk mengetahui besar risiko Riwayat Konsumsi
Alkohol terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami istri pada laki-laki. d) Untuk
mengetahui besar risiko langsung Obesitas terhadap keterlambatan konsepsi pasangan suami
istri pada laki-laki. e) Untuk mengetahui besar risiko kualitas sperma terhadap keterlambatan
konsepsi pasangan suami istri pada lakilaki.
Epidemiologi

Infertility terjadi pada 15% pasanyan. Sekitar 40% kasus disebabkan masalah pada
pria , 40% masalah dari wanita dan 20% sisanya disebabkan oleh keduanya. Menurut WHO,
insidensi infertilitas adalah sekitar 8-10% dari pasangan suami istri di seluruh dunia (sekitar
50-80 juta pasangan). Sedangkan di Indonesia, insidensinya adalah sekitar 12% (3 juta
pasangan). Bahkan dari kepustakaan lain ada yang menyebutkan 1 dari 7 pasutri di Indonesia
mengalami infertilitas (Aflatoonian A, dkk. 2009).

Etiologi

Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan yang terdapat pada fase: (1) pre
testikuler yaitu kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis, (2) testikuler yaitu
kelainan dalam proses spermatogenesis, dan (3) pasca testikuler yaitu kelainan pada proses
transportasi sperma hingga terjadi fertilisasi (Tabel 17-1 dan Gambar 17-1). Selain itu 40%
penyebab infertilitas pria adalah idiopatik yaitu infertilitas yang masih belum dapat diketahui
penyebabnya (Purnomo B, 2011).

Tabel Etiologi Infertilitas Pria (Purnomo B, 2011).

PreTestikuler • Kelainan pada hipotalamus


• Defisiensi hormon gonadotropin yaitu LH, dan FSH
• Kelainan pada Hipofisis
• Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
• Hiperprolaktinemia
• Hemokrornatosis
• Substitusi/terapi hormon yang berlebihan
Testikuler • Anomali kromosom
• Anorkhismus bilateral
• Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi
• Orkitis
• Trauma testis
• Penyakit sistemik: gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
• Kriptorkismus
• Varikokel
Pasca • Gangguan transportasi sperma
Testikuler • Kelainan bawaan: vesikula seminalis atau vas deferens tidak
terbentuk yaitu pada keadaan congenital bilateral absent of the
vas deferens (CBAVD)
• Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau
vasektomi
• Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan
ejakulasi (ejakulasi retrograd)
• Kelainan fungsi dan motilitas sperma
• Kelainan bawaan ekor sperma
• Gangguan maturasi sperma
• Kelainan imunologik
• Infeksi

Manifestasi Klinis

Badannya tumbuh besar, pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, dan badan sangat jarang,
dan organ genitalia ukurannya kecil. Dicari kemungkinan adanya ginekomasti, anosmia (pada
sindroma Kallmann), galaktore, dan gangguan lapangan penglihatan yang terdapat pada
tumor hipofisis (El-dahtori, F. 2009).

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis dicari kemungkinan adanya kelainan sistemik atau kelainan
endokrinologi yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses transportasi sperma,
seperti terlihat pada tabel 3 (Purnomo, B. 2009).

Diperhatikan penampilan pasien, apakah tampak feminin atau seperti orang yang telah
dikebiri (orang kasim atau eunuchoidism) yaitu badannya tumbuh besar, pertumbuhan rambut
pada ketiak, pubis, dan badan sangat jarang, dan organ genitalia ukurannya kecil. Dicari
kemungkinan adanya ginekomasti, anosmia (pada sindroma Kallmann), galaktore, dan
gangguan lapangan penglihatan yang terdapat pada tumor hipofisis (Purnomo, B. 2009).

Pemeriksaan genitalia pria meliputi testis, epididimis, vas deferens, vesikula


seminalis, prostat, dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi dan ukurannya.
Panjang testis diukur dengan kaliper, sedangkan volume testis diukur dengan orkidometer
atau USG. Panjang testis normal orang pada dewasa adalah lebih dari 4 cm dengan volume
20 ml. Testis yang mengecil merupakan tanda adanya kerusakan tubulus seminiferus. Dicari
pula kemungkinan adanya varikokel yang dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas
sperma.

Epididimis diperiksa mulai dari kaput, korpus, dan kauda. Adanya obstruksi pada
epididimis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba seperti tasbeh akibat infeksi
kuman tuberkulosis (Purnomo, B. 2009).

Tidak didapatkannya vas deferens pada kedua sisi perlu difikirkan adanya kelainan
bawaan pada vas deferens atau congenital bilateral absent of the vas deferens (CBAVD),
yang menyebabkan kegagalan dalam transportasi sperma.

I. Pemeriksaan Umum:
Fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, atau penyenpitan
lapangan pandang (visualfield)
II. Pemeriksaan genitalia
Jaringan parut (bekas herniotomi atau bekas orkidopeksi / orkidektomi),
keadaan testis (jumlah, ukuran, dan konsistensinya), varikokel, epididimis
atau vas deferens menebal atau tak teraba, adanya hipospadi, atau
penyempitan muara uretra
III. Colok dubur
Menilai pembesaran/nyeri pada prostat, keadaan vesikula seminalis, dan
reflek bulbokavernosus.
Tabel 3 : Pemeriksaan Infertilitas pada Pria (Purnomo, B. 2009).

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah bagian penting dari evaluasi inpertilitas pada pria.
Pemeriksaan yang di perlukan :

1) Urinalisa dapat memberikan informasi : adanya infeksi, kematuri, glukosauria, atau


penyakit ginjal dan gambaran kelainan anatomi atau masalah medis pada.
2) Semen Analisa : memberikan informasi produksi sperma dan patensi dari saluran
reproduksi, nilai normal semen analisa berdasarkan standar WHO (1999) terdapat pada
tabel berikut :

Vomule ejakulasi 1,5 – 5,5 ml


Konsentrasi sperma >20 x 106 Sperma/ ml
Mobilitas >50 %
Florward Iorogresion 2 (Skala 1 – 4)
Morfologi >30% bentuk normal
Tanpa aglutinasi (clumping), white cells, atau meningkatnya viskositas
Tabel 4 : Penilaian dan nilai normal analisis sperma

 Semen Collection : Cara pengumpulan semen mempengaruhi hasil analisa semen.


Jika pasien absen caitus selama, 1 minggu, volume semen bisa mencapai 0,4 ml, dan
konsetrasi sperma bisa mencapai 10 – 15 juta/ ml. motilitas sperma berkurang jika
absen koitus 5 km 5 hari/ lebih dengan alasan itu, pengumpulan sperma, dilakukan
setelah 48 – 72 jam setelah koitus, dibutuhkan 2 x pengumpulan sperma, dikeluarkan
bisa dengan self stimulation atau coitus interplus (yang ideal) atau dengan kondom
yang nonspermiciadal. Analisa dilakukan harus dalam 1 jam setelah ejakulasi, karena
jika lebih bisa pengaruhi motalitas dan sample disimpan dalam temperature tubuh.
 Computer Assisted semen Analysis.
 Seminal fructose and postejaculate urinalysis
Fruktosa adalah karbohidrat dari vasicula seminalis dan ada dalam hasil ejakulasi.
Jika tidak terdapat fruktosa, mengindikasikan obstruksi/ agenisis vesicular seminalis.
Di Indikasikan pada pasien daya volume ejakulasi yang rendah dan konsentrasi
sperma yang kurang (Rajender S, dkk. 2007).

2. Pemeriksaan hormon.
Evaluasi dari pituitary – gonadal axis dapat member informasi berharga masalah pada
pituitary axis dapat menyebabkan infertilises seperti hyperprolaktinemi, defisiensi
gonadotropin, congerital adrenal hyperplasia FSH, testoteron, LH, Prolaktin, Thyroid
hormon, estrodiol.
Kondisi Testoteram FSH LH Prolaksin
Normal NL NL NL NL
Primary testis failatre ↓ ↑ NL / ↑ NL
Ny Pogonadotropic , Nypogonadisme ↓ ↓ ↓ NL
Ny Perprolaetinemi ↓ ↓/ NL ↓ ↑
Androgen Resisten ↑ ↑ ↑ NL
NL : Normal, ↑ : meningkat , ↓ : Menurun.
Tabel 5 : Pemeriksaan hormone (Purnomo, B. 2009).

3. Adjunctive test.
- Semen leukasih analysies.
- Anti sperma antibody test
Jika semen terdapat aglutinesi atau elaimpinsi dan motilitas sperma yang rendah
dengan riwayat penbedahan atau trauma testis, infetiltias yang tidak ditemukan
penyebabnya.
- Hyprosmotic sweding test
- Sperma penetration Assay
- Sperm chromatin structure
- Chromosanal, studes klinefelter syndrome (xxy) adalah kelainan sex kromosom yang
paling sering terjadi pada infertilitas pada pria.
- Cyshic fibrosis mutation
- Y chromosome microdeletion analysis (Rajender S, dkk. 2007).

4. Radiologic Testing
- Scrotal Ultrasonografi : frekuasi 7,5 – 10 mHz untuk evaluasi lesi testis & serotum
scrotal di Indikasikan untuk hidrokel & testis tak teraba. USG scrotal dapat digunakan
untuk investigasi varikokel.
- Venograf
- Trans rectal ultrasound : untuk lihat prostat, vasikula seminalis dan ductus
ejakulatorius. Indikasi Trus : Infertil karena ejakulasi volume rendah, azoosperma,
oligo sperma, ↓ motilites.
- Ct scan / MRI pelvis : untuk lihat saluran reproduksi, diindikasikan untuk varikokel
kanan soliter, kondisi – kondisi yang dihubungkan dengan patologi retroperitoneal,
dan evaluasi testisyang tidak teraba (Purnomo, B. 2009).

5. Biopsi testis dan Vasografi

Biopsi testis berguna untuk evaluasi proses spermatogenesis dan pasien suspek
intratubular germcell. Untuk vasografi, kontras di suntikkan di vas deferens, vesicula
seminalis dan ductus ejakulatorius gunannya untuk melihat sumbatan (Purnomo, B.
2009).

6. Kultur Semen

Diindikasikan untuk pasien infertile dengan riwayat infeksi saluran genitalia, sekresi
prostat abnormal, adanya, >1000 bakteri patogren permilitan semen, dan adanya > 1 x
106 leukosit / ml dari semen (pyospermia) (Purnomo, B. 2009).

Organism tersering penyebab infeksi genetalia pada pria.

- Nisseria gonorrhoeae - Mycoplasma hominis


- Chlamydia trachomatis - Cytomegalovirus
- Trichamonas vaginalis - Herpes simplex II
- Ureaplasma urealyticum - Human papilloma virus
- Escherichia coli - Epstein barr virus
- HIV

Tatalaksana

Farmakologi

Kelainan-kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara medikamentosa adalah


defisiensi hormon, reaksi imunologik antibodi antisperma, infeksi, dan ejakulasi retrograd.
Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat dicoba diberikan
LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron; kemudian diberikan hormon
human chorionic gonadotropin atau hCG (misalkan dengan Pregnyl atau Profasi).

Adanya antibodi antisperma yang didapatkan pada pemeriksaan imunologik dapat


dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Untuk mengurangi aliran retrograd semen, dapat
dicoba diberikan golongan adrenergik alfa atau trisiklik antidepresan (imipramin) yang dapat
menyebabkan kontraksi leher buli-buli pada saat emisi sperma pada uretra posterior
(Purnomo, B. 2009).

Non farmakologi

Pembedahan
Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada tempat kelainan penyebab
infertilitas, yaitu mungkin operasi pada organ pretestikuler, koreksi terhadap penyebab
kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu penyaluran sperma. Tindakan itu bisa
berupa:

1. Adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis.


2. Varikokel yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada spermatogonium dilakukan
operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi.
3. Jika terdapat penyumbatan pada vas deferens karena infeksi atau setelah menjalani
vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau vaso-vasostomi,
sedangkan pada pembuntuan yang lebih proksimal yaitu pada epididimis dilakukan
penyambungan epididimo-vasostomi yaitu penyambungan epididimis dengan vas
deferens. Melalui teknik bedah mikroskopik angka keberhasilan penyambungan vas
deferens (yang ditandai dengan terdapatnya sperma pada ejakulat) ± 80-90% sedangkan
angka keberhasilan fungsional (pasangan menjadi hamil) ±50-60%.
4. Penyumbatan pada duktus ejakulatorius dilakukan reseksi transurethral (Purnomo, B.
2009).

Teknik reproduksi artifisial

Pada klinik infertilitas modern, saat ini telah dikembangkan teknik untuk mengatasi
hambatan dalam proses fertilisasi (pertemuan antara sel sperma dengan ovum) melalui
inseminasi buatan. Teknik itu antara lain adalah inseminasi intra utrine (IUI), fertilisasi in
vitro (IVF), gamete intrafallopian tube transfer (GIFT), dan mikromanipulasi.

Dengan diketemukan teknik mikromanipulasi pada gamet melalui teknik intracyto-plasmic


sperm injection (ICSI) saat ini perkembangan fertilisasi in vitro semakin bertambah maju.
Pada teknik ICSI, satu sperma disuntikkan ke dalam sel telur (yang telah mengalami
prosesing) sehingga hambatan fertilisasi berupa ketidak mampuan sperma untuk menembus
zona pelusida sel telur sudah tidak ada lagi.
Beberapa kelainan vena spermatika interna kiri menyebabkan varikokel lebih sering terjadi di
sebelah kiri.

Sperma diambil dari ejakulat, epididimis, ataupun langsung dari testis. Pengambilan
sperma dari epididimis/testis dilakukan pada pasien azoospermia obstruktif (pasca testikuler).
Pasien yang menderita kelainan bawaan karena tidak mempunyai vas deferens pada kedua
sisi (CBAVD) dibuatkan lubang pada epididimis (spermatokel aloplastik) sehingga dapat
dilakukan aspirasi sperma langsung dari epididimis. Teknik aspirasi sperma ini dapat
dilakukan melalui bedah mikroskopik yang disebut dengan microsurgical epididymal sperm
aspiration (MESA) atau melalui perkutan yang disebut percutaneous epididymal sperm
aspiration (PESA) (Purnomo, B. 2009).

Prognosis

Prognosis paling berat dalam penangan infertilitas pada pria terkait dengan konsentrasi
sperma. Karenanya solusi terbaik untuk mengatasinya adalah harus dengan terapi hormonal,
yang korelasi efeknya nanti berdampak pada peningkatan jumlah sperma (Ruby H, dkk.
2007).

Penutup

Infertilitas adalah suatu keadaaan pasangan suami istri yang telah kawin satu tahun
atau lebih (WHO 2 tahun) dan telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan adekuat
tanpa memakai kontrasepsi tapi tidak memperoleh kehamilan atau keturunan.
Pada laki-laki mungkin terjadi perubahan tingkat motilitas sperma dan penurunan kualitas
atau pembentukan sperma yang abnorma, semen bersifat basa, seperti juga halnya sekresi
servikal. Disebabkan oleh karena kelainan yang terdapat pada fase: (1) pre testikuler yaitu
kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis, (2) testikuler yaitu kelainan dalam proses
spermatogenesis, dan (3) pasca testikuler yaitu kelainan pada proses transportasi sperma
hingga terjadi fertilisasi. Pemeriksaanya duiantaranya pemeriksaan Laboratorium, Hormon,
Adjuventice test, Radiologi, Biospsi, Kultur semen.

Daftar Pustaka

1. Abbas Aflatoonian M.D., Seyed Mohammad Seyedhassani M.D., Ph.D., Nasim


Tabibnejad M.D. (2009). The epidemiological and etiological aspects of infertility
in Yazd province of Iran. The Medical Journal. Diakses 7-september-2014, dari
http://www.researchgate.net/publication/26852031_The_epidemiological_and_eti
ological_aspects_of_infertility_in_Yazd_province_of_Iran/links/0912f5089946a8
d118000000
2. Basuki P. (2011). Dasar-dasar Urologi; Jakarta.
3. Faeza El-Dahtory, Hany M Elsheikha. (2009). Male infertility related to an
aberrant karyotype, 47,XYY: four case reports. BioMed Central. Diakses 8-
september-2014 dari, http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1757-1626-2-
28.pdf.
4. Giovanni Scala Marchini, Marcello Cocuzza, Rodrigo Pagani; Fábio César
Torricelli; Jorge Hallak Miguel Srougi, (2011) Testicular adrenal rest tumor in
infertile man with congenital adrenal hyperplasia: case report and literature
review. Sao paolu Medical Jurnal. Diakses 8-september-2014, dari
http://www.scielo.br/scielo.php?
pid=S151631802011000500010&script=sci_arttext
5. Rajender S, Selvi R. Deepa, Sakhamuri M, Nalini J.G, Baidyanath C, Lalji Sighn,
Kumarasamy Thangaraj. (2006) . Male Infertility: No Evidence of Involvement of
Androgen Receptor Gene Among Indian Men. The Medical Journal. Diakses 7-
september-2014 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16400085.
6. Ruby H.N. Nguyen1, Allen J. Wilcox1, Rolv Skjærven, Donna D. Baird. (2007).
Men’s body mass index and infertility. Human Reproduction. Diakses 8-
September-2014, Dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17636282

Analisis Kasus

Laporan kasus yang terdapat dalam jurnal saya membahas mengenai, seorang pasien laki-laki
39 tahun dirujuk ke Divisi Andrologi kami karena infertilitas primer. Dia memiliki riwayat
medis CAH akibat defisiensi 21-hidroksilase.
Pada usia empat tahun, pasien didiagnosa memiliki endapan sisa dari CAH.
Pengobatan dimulai dengan glukokortikoid dosis rendah (0,5 mg deksametason) dan dia tidak
membutuhkan pengganti mineralokortikoid. Pasien berangsur normal sampai 22 tahun, ketika
ia meninggalkan pengobatan dan tidak melanjutkan konsultasi.
Lima belas tahun kemudian dia mencari konseling medis karena mengalami
infertilitas. Pasien sehat dan tidak meminum obat pada waktu itu. Kemudian istrinya tidak
hamil selama dua tahun. Dia tidak memiliki keturunan sebelumnya, dan kemungkinan
penyebab infertilitas wanita yang dikesampingkan.
Penyebab dari infertilitasi pada pria adalah Pretestikular yaitu Gangguan transportasi
sperma, Kelainan bawaan: vesikula seminalis atau vas deferens tidak terbentuk yaitu pada
keadaan congenital bilateral absent of the vas deferens (CBAVD), Obstruksi vas
deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi, Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan
gangguan ejakulasi (ejakulasi retrograd) , Kelainan fungsi dan motilitas sperma, Kelainan
bawaan ekor sperma, Gangguan maturasi sperma, Kelainan imunologik, Infeksi. Selain itu
40% penyebab infertilitas pria adalah idiopatik yaitu infertilitas yang masih belum dapat
diketahui penyebabnya

Pada pemeriksaan fisik, ia terlihat memiliki perawakan kecil (tinggi: 1.68 m; Berat:
78 kg; indeks massa tubuh: 27,6 kg / m2) dan testis kecil lunak yang sesuai dengan atrofi
testis. Analisis Semen mengungkapkan adanya azoospermia. pemeriksaan hormon serum
menunjukkan peningkatan tingkat follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH) dan rendahnya tingkat testosteron, meskipun dalam kisaran normal, sehingga
menunjukkan hasil yang gagal. ACTH dan 17-hydroxyprogesterone (17-OHP) tingkat yang
tinggi, sedangkan kadar hormon lainnya berada dalam kisaran normal. Pengobatan dengan
terapi harian menggunakan dosis rendah glukokortikoid (0,5 mg deksametason) telah dimulai
oleh seorang ahli endokrinologi sebelum kunjungan pertama, tapi setelah dua belas bulan
tidak ada perubahan yang signifikan dalam jumlah sperma ditemukan. Meskipun ACTH dan
17-OHP tingkat kembali ke nilai normal, FSH, LH dan kadar testosteron tidak menunjukkan
perbaikan besar

Pemeriksaan USG pada jurnal ini menegaskan bahwa testis yang kecil dan heterogen
bilateral (kanan: 9.1 ml; kiri: 9.3 ml). Hal ini juga mengungkapkan adanya hypervascularized
berupa mosaik dengan tumor hyperechogenic 1,5 x 1,5 cm pada proyeksi jaringan testis, di
kedua testis, sehingga menunjukkan adanya saluran oklusi. Evaluasi lebih lanjut
menggunakan (MRI) dan terdapat T2-tertimbang rendah dan lesi bilateral yang memanjang
serpiginous dalam mediastinum testis, adrenal tumor istirahat adalah diagnosis diferensial
membedakan kegagalan testis dari azoospermia obstruktif, pasien menjalani biopsi testis
bilateral. Jadi, spermatogenesis yang terawetkan dan spermiogenesis di 20% dari tubulus
seminiferus di testis kanan. Hal ini juga mengungkapkan atrofi testis kiri ditandai dengan
hipoplasia sel germinal dan basal membran penebalan. Pasien menjalani reseksi tumor testis-
sparing. Sayatan inguinal Bilateral dibuat untuk melihat testis dan massa tumor yang
microdissected menggunakan USG. Rumah sakit tempat dirawatnya pasien ini Setelah dua
belas bulan masa tindak lanjut, USG menunjukkan bahwa tidak ada tumor yang kambuh,
tetapi pasien masih memiliki azoospermia. Dia dan istrinya sepakat untuk bergabung dengan
program injeksi sperma intracytoplasmic (ICSI).

BLOK XII: UROGENITAL

TUGAS ANALISIS JURNAL & TINJAUAN PUSTAKA

Infertilitas Pada Pria


NURFARHATI

H1A012043

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2014

Anda mungkin juga menyukai