Anda di halaman 1dari 8

Tugas Mata Kuliah

METODE PENULISAN HUKUM

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN


DIBAWAH TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN
KUASA UNTUK MENJUAL
DALAM RANGKA PENYELESAIAN KREDIT MACET
DI BPR KOTA BATAM”

Dibuat Oleh:

Lyna (0851024)

Fakultas Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Internasional Batam
2010

0
1
A. Latar Belakang
Batam adalah kota industri yang letaknya sangat strategis, karena dekat dengan
negara Singapura dan Malaysia. Kondisi ini sangat mendukung lalu lintas usaha antar
negara. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya kegiatan usaha yang dijalankan di
Batam, yang dikelola oleh perusahaan lokal dan perusahaan penanaman modal asing.
Perusahaan tersebut banyak bergerak di bidang usaha seperti developer dan kotraktor
perumahan atau pertokoan, usaha perindustrian, usaha perkapalan, dealer-dealer
kendaraan bermotor atau roda empat dan sebagainya.
Bisnis perbankan sedang mengalami kemajuan pesat mengikuti kebutuhan para
consumen saat ini. Untuk mendukung usaha-usaha tersebut diperlukan hubugan
kerjasama yang baik dengan dunia perbankan sebagai penyalur dana atau modal
usaha. semakin hari semakin banyak bank-bank yang muncul di Batam, baik yang
merupakan pembukaan cabang-cabang bank umum dari kota-kota lain maupun
berdirinya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) baru.
Dana atau modal kerja tersebut tidak diberikan secara cuma-cuma, melainkan
melalui suatu proses penilaian terhadap kemampuan finansial dan aset (baik bergerak
maupun tidak bergerak) debitur atau penjamin. Apabila dinilai oleh lembaga bank
sudah memenuhi kriteria bank, dana tersebut baru akan dicairkan. Pemberian fasilitas
ini dilakukan dengan pengikatan kredit baik secara notaril maupun secara di bawah
tangan, serta diikuti dengan pengikatan jaminan dari aset tersebut. Lembaga
penjaminan yang digunakan oleh bank-bank saat ini pada umumnya adalah Hak
Tanggungan dan Jaminan Fidusia.
Hak Tanggungan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan (untuk selanjutnya disebut juga “Undang-Undang Hak
Tanggungan”). Hak Tanggungan adalah “hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-

2
kreditor lain.” (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan). Instansi yang
berwenang untuk mendaftarkan Hak Tanggungan tersebut adalah Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dimana jaminan tersebut berada dan harus dibuat dengan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang berwenang, sesuai dengan Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut.
Jaminan Fidusia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia (untuk selanjutnya disebut juga “Undang-Undang Jaminan
Fidusia”). Fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
Jaminan Fidusia). Instansi yang berwenang untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia
tersebut adalah Kantor Pendaftaran Fidusia yang berada di dalam lingkup tugas
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan wilayah
kerja dimana jaminan tersebut berada dan harus dibuat dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut.
Dalam pelaksanaan pemberian kredit atau modal usaha tersebut kadang terdapat
beberapa debitur yang lalai memenuhi kewajibannya atau cidera janji, biasanya
dikenal dengan istilah “kredit macet”. Dengan lembaga pejaminan berupa Hak
Tanggungan dan Jaminan Fidusia tersebut, pihak bank mempunyai hak dan
wewenang untuk mengeksekusi jaminan yang diberikan oleh debitur atau penjamin
tersebut sebagai akibat dari kredit macet tersebut. Hal ini dikarenakan kedua lembaga
penjaminan tersebut mempunyai hak eksekutorial, yaitu hak untuk adalah langsung
dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para
pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan dan Undang-Undang Jaminan
Fidusia, eksekusi jaminan dilakukan dengan cara penjualan benda yang menjadi
objek Hak Tanggungan atau Jaminan Fidusia melalui pelelangan umum untuk
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan, dan melalui penjualan di
bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima

3
jaminan jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
Fenomenanya saat ini, dalam praktek ditemukan pelaksanaan penyelesaian
kredit macet oleh bank dengan menggunakan Akta Kuasa Untuk Menjual, yang
berfungsi secara langsung untuk menjual jaminan tersebut tanpa harus memperoleh
ijin dan persetujuan dahulu dari pemberi jaminan atau debitur. Alternatif ini dipilih
oleh lembaga perbankan karena selain cepat dalam penyelesaiannya yaitu dengan
waktu yang singkat dan proses cepat dan mudah, dan yang terutama adalah biaya
(cost) yang ringan bila dibandingkan dengan melalui perlelangan umum. Terdapat
juga bank yang melaksanakan penyitaan barang jaminan tanpa melalui putusan
pengadilan negeri sebagai akibat dari kredit macet tersebut. Dalam hal ini umumnya
berupa kredit kecil dengan jaminan seperti kendaraan-kendaraan yang dijaminkan
secara fidusia. Hal ini lebih-lebih tanpa persetujuan dari pihak debitur tentunya.
Pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1792-1799 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Tetapi terdapat suatu jenis  kuasa yang tidak diperbolehkan lagi untuk dibuat
yaitu  yang disebut dengan Surat Kuasa Mutlak.  Pelarangan kuasa mutlak ini
khususnya dalam hubungannya dengan Tanah (benda  tidak bergerak)  yaitu
berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri  Tanggal 6 Maret 1982 Nomor  14/1982
jo Jurisprudensi  Mahkamah Agung Tanggal 14 April 1988 Nomor  2584.
Pembuatan  kuasa mutlak ini sebelumnya banyak disalah gunakan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. Dengan kata lain kuasa mutlak ini merupakan jual beli tanah
secara terselubung, dimana di dalam klausul  kuasa mutlak tersebut selalu
dicantumkan “kuasa yang tidak dapat dicabut kembali” yang biasanya bukan
merupakan jual beli sebenarnya tapi biasanya untuk menutup hutang piutang. Jadi ada
maksud terselubung di dalam kuasa tersebut.  Sedangkan  kuasa mutlak  dalam 
transaksi selain jual beli tanah masih dimungkinkan mengingat Hukum Perjanjian itu
sifatnya mengatur dan terjadi karena  adanya  kesepakatan antara para pihak.
Sebagaimana disebutkan di atas, eksekusi jaminan menurut Undang-Undang
Hak Tanggungan dan Undang-Undang Jaminan Fidusia, selain melalui pelelangan

4
umum hanya bisa dilakukan secara di bawah tangan dengan syarat “persetujuan
kedua pihak”. Penyelesaian kredit macet dengan Akta Kuasa Untuk Menjual, jelas-
jelas merugikan pihak debitur dan bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-
Undang Hak Tanggungan dan Undang-Undang Jaminan Fidusia, karena tanpa
melalui persetujuan pihak debitur dan sifat kuasa tersebut dilarang menurut Instruksi
Menteri Dalam Negeri  Tanggal 6 Maret 1982 Nomor  14/1982 jo Jurisprudensi 
Mahkamah Agung Tanggal 14 April 1988 Nomor  2584 tersebut di atas. Bisa
disimpulkan hal ini telah melanggar hak dari pihak debitur.
Tulisan ini dibuat bukan untuk menyalahkan pihak manapun atas pelaksanaan
eksekusi jaminan secara demikian yang merupakan kebutuhan dunia perbankan saat
ini. Tetapi tulisan ini penting untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada
masyarakat umum agar hak-hak mereka tidak dilanggar dan kepada pihak perbankan
untuk meninjau kembali pelaksanaan eksekusi jaminan secara demikian agar di
kemudian hari tidak terjadi tuntut-menuntut dari pihak manapun, sehingga hak-hak
masing-masing pihak tetap terpenuhi, yang tentu saja tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku.

5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Mengapa dunia perbankan menggunakan Akta Kuasa Untuk Menjual untuk
menyelesaikan kredit macet?
2. Apakah penyelesaian kredit macet dengan Akta Kuasa Untuk Menjual tersebut
berlawanan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan dan Undang-Undang
Jaminan Fidusia?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Untuk mengetahui alasan dunia perbankan menggunakan Akta Kuasa Untuk
Menjual untuk menyelesaikan kredit macet.
2. Untuk mengetahui apakah penyelesaian kredit macet dengan Akta Kuasa Untuk
Menjual tersebut berlawanan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan dan
Undang-Undang Jaminan Fidusia.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Bagi akademisi
Sebagai kontribusi positif bagi para akademisi khususnya penulis untuk
mengetahui lebih jauh mengenai eksekusi jaminan dalam penyelesaian kredit
macet menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia.
2. Bagi masyarakat
Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat terbaca secara luas oleh
masyarakat, terutama bagi mereka yang bergelut di dunia perbankan dan
mereka yang menjadi nasabah/debitur dari bank, terhadap penyelesaian kredit

6
macet sehingga mereka dapat memperoleh gambaran dan informasi yang tepat
akan batas-batas hak dan kewajiban masing-masing pihak.
3. Bagi aparatur pemerintah
Untuk memberikan gambaran berupa pertimbangan dalam membuat kebijakan
untuk melakukan pengembangan sistem hukum yang tepat di Indonesia yang
mendukung kebutuhan dunia perbankan saat ini.
4. Bagi ilmu pengetahuan
Seperti layaknya penulisan karya ilmiah lainnya, bahwa karya tulis ini memiliki
manfaat contribution to knowledge, mempunyai nilai kontributif bagi
pengembangan keilmuan serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
melakukan penulisan karya tulis selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai