Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Pembimbing :
SURAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga referat dengan judul “Penilaian
Pasien Preoperatif” dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik
di instalasi anestesi dan reanimasi di RS Ortopedi Prof Dr Soeharso Surakarta.
Penyusun
DAFTAR ISI
A. RIWAYAT……………………………………………………………………….2
B. PEMERIKSAAN FISIK…………………………………………………………6
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG………………………………………………...9
D. PENILAIAN RESIKO ANESTESI......................................................................11
E. INFORMASI PADA PASIEN DAN PERSETUJUAN........................................11
F. PERSIAPAN PREOPERASI PADA PASIEN......................................................13
DAFTAR TABEL
Tabel 6.8 Faktor yang berhubungan dengan penurunan tonus sphincter esophagus
bawah
Penting untuk memiliki skema penilaian preoperatif supaya seluruh aspek yang
penting tidak terlewatkan.
Tabel 6.1 Point-point untuk penilaian pre-anestetik
Riwayat :
Pengobatan
Toleransi aktivitas
Alergi
Pemeriksaan :
Berat badan
Tekanan darah
Kesehatan gigi
Riwayat dan peninjauan catatan medis pasien bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai topik-topik berikut ini :
1. Kondisi Surgikal
Hal ini dinilai dengan menentukan tingkat aktivitas maksimum pasien dan
dapat digunakan untuk memprediksi hasil akhir keseluruhan. Toleransi ini
dipengaruhi oleh umur, namun merupakan indikasi yang baik untuk menilai cadangan
kardiorespirasi. Penilaian ini sulit dilakukan apabila aktivitas terbatas karena arthritis.
Pasien dengan keterbatasan aktivitas yang sedang (harus berhenti karena tidak mampu
bernapas atau angina setelah berjalan dengan cepat dalam jarak 100 yard atau menaiki
dua tingkat anak tangga) memerlukan penelitian yang lebih lanjut dan penilaian dari
terapi saat ini. Pasien dengan keterbatasan aktivitas yang berat (sesak napas pada
aktivitas minimal seperti berjalan beberapa yard, tidak dapat menaiki satu tingkat
anak tangga tanpa berhenti) akan membutuhkan pengawasan invasif perioperatif dan
perawatan di HDU/ICU postoperasi.
4. Pengobatan
Alergi yang sebenarnya atau reaksi hipersensitivitas lebih jarang terjadi jika
dibandingkan dengan efek samping obat non-alergik yang tidak diinginkan.
Perbedaan diantara keduanya biasanya dapat diketahui dengan mengajukan
pertanyaan spesifik kepada pasien. Manifestasi klinis pada kulit (urtikaria, eritema),
bronkhospasme, kolaps kardiovaskular, dan / atau edema angioneurotik, harus
dinyatakan sebagai reaksi alergi sampai dapat dibuktikan lain. Selain agen anestesi,
alergi terhadap antibiotik, plester perekat, lateks, spray dan jenis tertentu makanan
penting untuk dicatat ; hal ini akan mempengaruhi pemilihan teknik anestesi (tabel
6.3). Alergi terhadap lateks akhir-akhir ini lebih sering terjadi (atau mungkin lebih
umum dikenali). Riwayat terjadinya reaksi alergi setelah kontak dengan produk karet
seperti kondom, kateter urin, dan sarung tangan operasi juga perlu diketahui. Terdapat
juga reaksi silang terhadap beberapa jenis buah seperti buah kiwi. Dermatitis kontak
setelah terpapar lateks biasa terjadi dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan akan terjadi
reaksi anafilaksis. Banyak produk (kecuali sarung tangan bedah dan sarung tangan
biasa non steril) tidak mengandung lateks.
Tabel 6.3. Alergi dan Implikasinya pada Anestesi
Alergi Implikasi
Kerang, ikan, dan makanan laut lain Reaksi silang dengan agen kontras dan
protamine iv
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan jalan napas harus dilakukan terhadap semua pasien yang akan
menjalani proses pembiusan. Adanya deformitas yang nyata, derajat pembukaan
mulut, rentang gerak cervical spine, deviasi trakhea, lesi pada rongga mulut atau pada
leher memiliki implikasi penting (tabel 6.4). Ukuran mandibula harus dinilai dengan
mengukur jarak thyro-mental (jarak antara batas bawah mandibula ke thyroid notch
dengan leher dalam posisi ekstensi penuh). Jika jarak ini < 6.5 cm, laringoskopi
mungkin akan lebih sulit dilakukan. Tes lain yang dapat dilakukan untuk
memperkirakan sulit atau mudahnya laringoskopi dan intubasi trakhea adalah
klasifikasi Malampati (tabel 6.5). Penilaiannya dilakukan pada pasien dalam posisi
duduk tegak. Pertama pasien diperintahkan untuk membuka mulutnya selebar
mungkin, lidah dijulurkan keluar dan kemudian berkata ’aaaaahhh’. Struktur-struktur
yang terlihat pada rongga mulut dicatat. Pada Malampati kelas 3 dan 4 intubasi akan
lebih sulit dilakukan. Tetapi tes ini tidak begitu sensitif dan spesifik.
Hidung
Deviasi Septum Kesulitan dalam insersi nasotracheal tube,
perdarahan
Polip Sama dengan diatas
Mulut
Skar dan kontraktur pada wajah Restriksi ketika membuka mulut
Makroglosia Kesulitan dalam memvisualisasikan laring
saat laringoskopi
Penonjolan gigi seri Sama seperti diatas dan cenderung
berbahaya
Pertumbuhan gigi yang jelek Gigi mudah tanggal
Mahkota gigi Proteksi dari bahaya
Mandibula
Mandibula yang pendek atau tertarik ke Kesulitan dalam memvisualisasikan laring
belakang saat laringoskopi
Masalah pada sendi temporo-mandibular Kesulitan dalam membuka mulut, bisa
terjadi perburukan gejala setelah
manipulasi mandibula saat airway
management
Leher
Kontraktur akibat luka bakar Kesulitan dalam memvisualisasikan laring
saat laringoskopi
Skar pasca trakheostomi Butuh tracheal tube dengan diameter yang
lebih kecil
Leher yang pendek dan gemuk Kesulitan dalam laringoskopi
Goiter / pembengkakan leher lainnya Deviasi atau kompresi jalan napas atas
Selulitis Deviasi, kompresi, atau pembengkakan
jalan napas atas
Restriksi gerakan leher Kesulitan dalam laringoskopi, petensial
terjadi trauma
Arthritis rheumatoid Jika terdapat bukti adanya subluksasi sendi
atlanto-aksial, atau munculnya kelainan
neurologis saat gerakan leher – hati-hati
dalam memfiksasi kepala setelah induksi
dan selama intubasi
Kelas 1 : Dinding posterior faring, palatum mole, dan uvula terlihat jelas
Kelas 2 : Uvula tertutup sebagian oleh lidah, dinding posterior faring dan palatum mole
masih terlihat
Kelas 3 : Hanya palatum mole yang terlihat, dinding posterior faring dan uvula tertutup
seluruhnya oleh lidah
Kelas 4 : Hanya palatum durum yang terlihat, dinding posterior faring, uvula, dan
palatum mole tertutup seluruhnya oleh lidah
Pemeriksaan fisik jantung dan paru harus dilaksanakan sesuai dengan kondisi
klinis pasien. Seluruh lapang paru harus diauskultasi untuk membuktikan respirasinya
normal.
3. Abdomen
6. Ekstremitas
Anggota gerak atas harus diperiksa untuk menentukan sisi yang tepat untuk
kanulasi venosa. Jika direncanakan akan dilakukan blok lokal, petanda-petanda
anatomis yang khas harus diperiksa dan adanya infeksi kulit harus pula dicatat karena
bisa menjadi kontraindikasi untuk blok anestesi lokal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien yang sehat yang akan menjalani pembedahan elektif dengan perkiraan
kehilangan darah < 10% dari total volume darah tidak memerlukan penilaian
hemoglobin.
Penilaian Hemoglobin diperlukan pada :
Tidak diindikasikan pada pasien sehat yang akan menjalani operasi elektif.
Diindikasikan pada :
Pasien > 65 tahun
Penyakit Ginjal
Diabetes
Hipertensi
Penyakit jantung iskemik/vaskuler
Penyakit liver
Pasien yang dalam pengobatan digoksin, diuretik, steroid, ACE inhibitor,dan agen
antiaritmia.
Koreksi kelainan elektrolit yang cepat sebaliknya dapat membuat pasien yang
stabil menjadi bermasalah, seperti demielinisasi pontin sentral saat koreksi
hiponatremi, dan aritmia pada saat koreksi hipokalemia. Bila mungkin, operasi
seharusnya ditunda dan kelainan elektrolit dikoreksi secara perlahan-lahan (kurang
lebih 2-3 hari untuk hiponatremia)
3. Studi Pembekuan
Indikasi :
Indikasi :
Pria > 40
Wanita > 50
Penyakit kardiovaskuler
Penyakit ginjal
Diabetes
Ketidakseimbangan Elektrolit
Aritmia
Pasien yang diterapi dengan antihipertensi, antiaritmia, dan antiangina.
Perubahan pada EKG terkini ( dalam waktu 3 bulan) harus dianggap signifikan
dan perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Indikasi :
Penyakit dada
Penyakit kardiovaskuler yang membatasi aktivitas
Perokok lama dengan gejala penyakit dada
Penyakit keganasan
Pada sebagian besar kondisi tersebut (dalam waktu kurang dari 3 bulan) foto
rontgen thoraks cukup memuaskan kecuali jika ada perubahan gejala.
6. Pemeriksaan Lain
PREMEDIKASI
Hal ini jarang digunakan pada orang dewasa kecuali jika ada indikasi spesifik.
Premedikasi mungkin diperlukan :
Anak-anak sering diberikan premedikasi sedatif dan krim anestesi lokal topikal yang
diaplikasikan ke kulit pada sisi kanulasi vena.
Benzodiazepin, opioid dan antikolinergik adalah ansiolitik tradisional.
Benzodiazepin
Temazepam 10-20 mg diberikan per oral 1-2 jam sebelum sedasi prosedur
pembedahan dan amnesia tanpa perpanjangan sedasi setelah operasi. Diazepam 5-10 mg
diberikan per oral 1-2 jam sebelum sedasi prosedur pembedahan, tapi hal ini dapat
diperpanjang setelah pembedahan. Dalam ruang anestesi, midazolam intravena 1-3 mg
menimbulkan amnesia dan sedasi.
Opioid
Indikasi utama untuk opioids adalah menghilangkan nyeri pre-operasi (fraktur, akut
abdomen). Morfin 5-10 mg intramuskuler 60-90 menit sebelum pembedahan adalah cukup.
Opioid sering dikombinasikan dengan antiemetik (sebagai contoh siklizin 50 mg).
Antikolinergik
Indikasi utama adalah mengurangi sekresi oral pada orang dewasa dan untuk
mencegah bradikardi selama induksi pada anak-anak. Glikopirolat dapat digunakan pada
dosis 0,2-0,4 mg intravena untuk dewasa dan 10-20 µg/kgBB untuk anak-anak.
Profilaksis untuk pneumonitis aspirasi
Dalam induksi anestesi reflek batuk hilang dan regurgitasi dari perut dapat diaspirasi
ke trakhea. Beratnya pneumonitis aspirasi yang ditimbulkan tergantung keasaman (pH) dari
isi perut dan volumenya. Pasien yang khuususnya beresiko meliputi wanita hamil, hiatus
hernia, refluks gastroesofagal, gangguan jalan napas, ileus dan obesitas (lihat juga tabel 6.8
dan 6.9). Obat-obatan dapat digunakan untuk meminimalisasi sekret gaster dan volume isi
gaster.
Antagonis Histamin (H2) dan inhibitor pompa proton
Ranitidin 150-300 mg per oral atau 50-100 mg iv/im mengurangi keasaman dan
volume isi gaster. Inhibitor pompa proton seperti omeprazole dapat digunakan sebagai
alternatif.
Antasid
Antasid yang non partikulat seperti sodium sitrate 30-60 mg dapat diberikan segera
sebelum induksi anestesi.
Prokinetik
Metoclopramide, suatu antagonis dopamin, dapat digunakan untuk meningkatkan
pengosongan lambung dan meningkatkan tonus sphingter esofagal bawah secara
bersamaan. Ada sedikit bukti bahwa beberapa agen ini secara signifikan menurunkan resiko
regurgitasi.