Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (TL5122)

Proses Pengelolaan Alternatif Limbah yang Mengandung Metal dan Cyanida


Bearing Sebagai Limbah yang Termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun

Case Studi : United States, 1983


(Treatment Technologies for Hazardous Wastes: Part IV A Review Of Alternative Treatment Processes Metal Bearing
Hazardous Waste Streams, Journal of The Air Pollution Control Association, 36:5, 603 – 614, DOI by Grosse, Douglas W. ,
1986)

Oleh:

Nurul Ajeng Susilo


(25312304)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Revolusi industri dan penggunaan bahan kimia organik yang terus meningkat setelah
perang dunia ke 2, bukan saja mengakibatkan kenaikan timbulan limbah secara dramatis, namun
pula menimbulkan masalah toksisitas dari limbah tersebut (Damanhuri, Enri Prof. , 2010).
Seperti yang terjadi pada tahun 1983 di United States (US) terdapat timbulan limbah yang
berasal dari sekitar 22 kategori industri diantaranya fasilitas pemeliharaan (seperti: service
station, auto service shops dan car dealers), laundry dan dry cleaners, printer, aplikasi pestisida,
textile manufacturers, dan electroplating sebagai industri dengan timbulan limbah metal dan
sianida bearing terbanyak (Grosse, Douglas W. ,1986). Berdasarkan keanekaragaman jenis
limbah akan tergantung pada aktivitas industri serta penghasil limbah lainnya. Mulai dari
penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi, pemilihan jenis mesin dan sebagainya, akan
mempengaruhi karakter limbah yang tidak terlepas dari proses industri itu sendiri. Sebagian dari
limbah industri tersebut berkatagori hazardous waste (limbah berbahaya) (Damanhuri, Enri Prof.
, 2010). Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan khusus untuk limbah berbahaya ini, jika di
Indonesia diatur pada PP 18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999. Sedangkan di US penanganan
limbah berbahaya ini dilakukan oleh suatu badan yaitu Environmental Protection Agency (EPA).
Timbulan limbah yang terjadi di US tahun 1983 diestimasikan mengandung 7,9 juta gallons
limbah metal bearing, 4,7 juta gallons limbah sianida dan 0,8 juta gallon limbah yang bersifat
reaktif. Dari semua limbah tersebut sebanyak 85% mengandung metal dan sianida bearing
berupa aqueous (< 1% total solid) yang dibuang ke landfill. Hal tersebut sebenarnya kurang baik
dilakukan karena akan mencemari lingkungan sekitar baik melalui udara, air dan tanah, sehingga
sebelum dibuang ke landfill limbah berbahaya diperlukan suatu tahap pengelolaan untuk
menurunkan tingkat toksisitasnya. Dalam hal ini terdapat beberapa cara alternative dalam
pengelolaan timbulan limbah yang dihasilkan dari beberapa industri di US terutama untuk
limbah metal dan sianida bearing sebagai limbah berbahaya dengan kuantitas yang paling tinggi
pada saat itu.
Pada pengelolaan limbah berbahaya diantaranya metal dan sianida bearing ini dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi alternative melalui suatu proses pengolahan sehingga
tingkat toksisitasnya menurun dan dapat dilakukan pemanfaatan sebagai bahan baku atau bahan
tambahan untuk aktivitas industri lain. Untuk menentukan teknologi yang dapat dipilih dalam
proses pengolahan limbah berbahaya ini, hal penting yang harus diketahui adalah karakteristik
dari limbah metal dan sianida bearing tersebut. Karena dengan mengetahui karakteristik dari
masing-masing jenis limbah berbahaya (metal bearing atau sianida), maka dapat menentukan
proses pengolahan limbah berbahaya yang dapat dilakukan selnjutnya. EPA- US menggunakan
beberapa teknologi alternative dalam pengolahan limbah berbahaya metal bearing yaitu dengan
melakukan proses pengolahan limbah secara precipitasi, reduksi, stabilisasi-solidifikasi,
dekstruksi sianida dan pengolahan secara biologi. Selain itu, teknologi alternative yang dapat

2
digunakan adalah reduksi dan recovery limbah berdasarkan konsep cradle to grave dengan cara
evaporasi, ion exchange, proses membrane dan recovery secara elektrolisis. Pada dasarnya
ketersediaan teknologi dalam pengolahan limbah berbahaya ditentukan juga oleh faktor ekonomi
(perhitungan biaya termurah dengan efisiensi tinggi) dan persyaratan legislative pemerintahan
untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat (Grosse, Douglas W. ,1986).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat disimpulkan menjadi suatu rumusan
masalah yaitu:
 Bagaimana karaktersitik limbah metal dan cyanide bearing?
 Bagaimana pengelolaan alternatif untuk limbah berbahaya?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
 Mengetahui karakteristik limbah metal dan cyanide bearing.
 Mengetahui teknologi pengelolaan alternatif untuk limbah berbahaya.

BAB II
3
STUDI KASUS

2.1 Penjelasan Singkat Studi Kasus


Pada kasus yang terjadi di United States pada tahun 1983 bahwa terdapat timbulan
limbah yang tergolong ke dalam kategori limbah berbahaya. Secara kuantitas timbulan limbah
yang dihasilkan pada saat itu sekitar 7,9 juta gallon limbah mengandung metal bearing, 4,7 juta
gallon limbah mengandung sianida dan 0,8 juta gallon limbah yang bersifat reaktif (Grosse,
Douglas W. ,1986). Berdasarkan hal tersebut timbulan limbah ini dapat dikatagorikan sebagai
limbah bahan berbahaya dan beracun(B3) karena dilihat dari kuantitas (jumlah), kualitas
(konsentrasi), dan sifatnya yang tergolong limbah berbahaya. Seperti yang dijelaskan pada PP
no. 18 tahun 1999 jo PP no. 85 tahun 1999 bahwa limbah B3 merupakan sisa suatu usaha dan
atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun karena sifatnya dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemari dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Padmi, Tri Dr. Ir. ,
2009). Hal tersebut merupakan peraturan yang dianut di Indonesia, sedangkan yang mengatur
mengenai pengelolaan limbah B3 di United States adalah EPA (Environmental Protection
Agency), EPA merupakan organisasi yang menangani masalah pencemaran lingkungan akibat
limbah B3 hasil aktivitas manusia. Limbah B3 yang terdapat di United States (US) ini berupa 85
% aqueous yang mengandung metal bearing dan sianida , dan < 1 % berupa padatan (total solid).
Pada tahun 1983 di United States (US) terdapat timbulan limbah yang berasal dari sekitar 22
kategori industri diantaranya fasilitas pemeliharaan (seperti: service station, auto service shops
dan car dealers), laundry dan dry cleaners, printer, aplikasi pestisida, textile manufacturers, dan
electroplating sebagai industri dengan timbulan limbah metal dan sianida bearing terbanyak.
Berdasarkan keanekaragaman jenis limbah akan tergantung pada aktivitas industri serta
penghasil limbah lainnya.
Pada saat itu, timbulan limbah B3 ini langsung dibuang ke landfill namun hal tersebut
memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan makhluk hidup di daerah sekitar. Berdasarkan
hal tersebut diperlukannya suatu pengelolaan untuk menangani timbulan limbah yang dihasilkan.
Salah satu cara dalam pengelolaan limbah berbahaya ini adalah dengan mengamalkan konsep
Cradle to Grave atau penerapan produksi bersih. Sehingga dengan penerapan konsep tersebut
dapat meminimalkan timbulan limbah yang dihasilkan yang merujuk pada hierarki pengelolaan
limbah. Dalam suatu pengelolaan limbah berbahaya dapat digunakan suatu teknologi untuk
pengolahan limbah tersebut, namun untuk dapat menentukan metode atau teknologi yang sesuai
untuk pengolahannya, hal penting yang harus diketahui adalah karakteristik dari limbah atau
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam limbah tersebut agar dapat diperoleh hasil
pengolahan yang optimal sebelum sampai pada akhirnya limbah tersebut dapat dibuang ke
landfill setelah memenuhi persyaratannya. Oleh sebab itu, untuk menerapkan pengelolaan limbah
berbahaya ini diperlukan suatu teknologi alternative untuk pengolahan limbah mengandung
metal bearing dan sianida di US. Pada pengelolaan limbah berbahaya diantaranya metal dan

4
sianida bearing ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi alternative melalui suatu
proses pengolahan sehingga tingkat toksisitasnya menurun dan dapat dilakukan pemanfaatan
sebagai bahan baku atau bahan tambahan untuk aktivitas industri lain. EPA- US menggunakan
beberapa teknologi alternative dalam pengolahan limbah berbahaya metal bearing yaitu dengan
melakukan proses pengolahan limbah secara precipitasi, reduksi, stabilisasi-solidifikasi,
dekstruksi sianida dan pengolahan secara biologi. Selain itu, teknologi alternative yang dapat
digunakan adalah reduksi dan recovery limbah berdasarkan konsep cradle to grave dengan cara
evaporasi, ion exchange, proses membrane dan recovery secara elektrolisis. Dari beberapa
teknologi alternative yang dilakukan tersebut diharapkan akan dihasilkan efluen dengan tingkat
toksisitasnya lebih rendah dari semula, dengan merujuk kembali pada hierarki pengolahan
limbah yaitu melakukan pengolahan limbah dengan menempatkan pembuangan limbah ke
landfill sebagai proses pengolahan yang menjadi prioritas terakhir.

BAB III

5
PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Limbah Metal Bearing dan Cyanide


Kategori limbah berbahaya termasuk metal bearing dan sianida dikelompokkan
berdasarkan sumber limbahnya. Menurut EPA (40 CFR), sumber limbah dikategorikan sebagai
berikut (EPA’s Team, 2002):
Kelompok D : limbah berbahaya karena menunjukkan karakteristik tertentu, misalnya bersifat
racun.
Kelompok F : limbah dari sumber non-spesifik
Kelompok K : limbah dari sumber spesifik
Kelompok P : konstituen (unsur) berbahaya yang bersifat akut
Kelompok U : konstituen (unsur) yang bersifat racun.
Di Negara US ini limbah yang bergenerasi mayoritas mengandung metal dan sianida
bearing yang sumbernya berasal dari kelompok D (limbah yang berkarakteristik metal beracun)
dan kelompok F (limbah yang berasal dari sumber non spesifik yaitu limbah yang dihasilkan dari
electroplating dan proses pengolahan metal/logam). Hal tersebut seperti yang tertulis pada Tabel
1 berikut ini.
Tabel 1. Distribusi Limbah Bergenerasi

Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu


kesehatanserta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. S i a n i d a m e r u p a k a n
s e n y a w a k i m i a y a n g t o k s i k d a n m e m i l i k i b e r a g a m k e g u n a a n , termasuk
sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam.Nitril alifatik
(acrylonitrile dan propionitrile digunakan dalam produksi plasticy a n g k e m u d i a n
d i m e t a b o l i s m e m e n j a d i s i a n i d a . Sianida ( asam sianida, asam prussiat ), memiliki
kegunaan yang tak sedikit, diantaranya di bidang pertanian, fotografi dan industri logam
(Laelatu, Lela . 2012). Penggunaannya untuk pengolahan mineral untuk memulihkan emas,
tembaga, seng dan perak mewakili sekitar 13% dari konsumsi sianida secara global, dengan 87%
sisa sianida yang digunakan dalam proses industri lainnya seperti plastik, perekat, dan pestisida.
Namun, dampaknya terhadap kesehatan sangat mengerikan. Bila terpapar zat ini, manusia dapat

6
meninggal dalam waktu kurang dari setengah jam. Karena sifat yang sangat beracun dari sianida,
proses ini kontroversial dan penggunaannya dilarang di sejumlah negara dan wilayah. Asam
sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk
mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya (Oppelt, E. Timothy.2000). Racun sianida
menghambat enzim cythochrom oxydase pada penggunaan oksigen di sel sel tubuh. Enzim lain
juga terhambat, tetapi pengaruhnya kecil. Jelasnya, sianida mempunyai aktivitas yang kuat
terhadap enzim pernafasan, yakni enzim cythchrom oxydase, dimana cynida mengikat F3 yang
terdapat pada enzim tersebut. Akibatnya, terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen
dalam sel sel tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi (Anonim, 2010).
Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat
menetapkan nilaib a t a s aman ( maximum contaminant level, M C L )
s i a n i d a d a l a m a i r m i n u m sebesar 0,2 ppm. Apabila kandungan HCN dalam
air minum secara konsisten b e r a d a d i a t a s n i l a i M C L , p e r l u d i l a k u k a n
p e n g o l a h a n u n t u k m e n u r u n k a n kandungan sianida sampai di bawah level
MCL. Salah satu cara pengolahannya yaitu dengan pertukaran ion, reverse osmosis , dan
menggunakan klorin. Bentuk terakhir senyawa sianida adalah sianida kompleks logam
kuat. Sianidad a l a m b e n t u k i o n d a n d i b e b a s k a n d e n g a n c a r a r e f l u x
d i s t i l l a t i o n yang m e n g h a s i l k a n s i a n i d a k u a t . S i a n i d a j u g a s e r i n g d i t e m u k a n
d a l a m a i r , y a i t u sianida sintetis potas yang umumnya sengaja ditambahkan ke dalam air
minum untuk membunuh ternak. Adanya kandungan sianida dalam air dapat pula terjadikarena
air terkontaminasi buangan limbah asal industri plastik, pertambangan atau pelapisan
logam tembaga (Cu), emas (Au), dan perak (Ag), (Laelatu, Lela. 2010).

3.2 Teknologi Pengolahan Alternatif Untuk Limbah Metal Bearing

EPA-US tertarik untuk menentukan teknologi pengolahan alternative untuk limbah


metal/sianida bearing ini dipilih berdasarkan kelompok kode limbah berbahaya yang telah
dijelaskan sebelumnya. Menurut informasi dari beberapa literature yang menjelaskan tentang
pengolahan limbah spesifik dengan berdasarkan dua batasan dalam pengelolaan limbah,
diantaranya melalui proses pengolahan limbah dan reduksi serta recovery limbah.

3.2.1 Proses Pengolahan Limbah


Pendekatan secara tradisional yang digunakan untuk pengolahan limbah cair
mengandung metal/sianida bearing (bantalan), selain dengan cara membuangnya ke landfill,
dapat juga dilakukan proses-proses seperti presipitasi, reduksi, stabilisasi/solidifikasi, dekstruksi
sianida dan pengolahan secara biologi. Berikut ini merupakan skema dari pengolahan limbah cair
mengandung metal/sianida bearing.

7
Gambar 1. Pengolahan Limbah Cair Campuran Sianida/Metal Bearing Secara Umum

 Presipitasi : alkali, sulfide, magnesium oksida


Presipitasi merupakan suatu proses pengolahan yang paling banyak dipilih untuk
digunakan dalam menghilangkan racun logam berat dari limbah cair electroplating. Metode
ini telah digunakan sekitar 75% dalam fasilitas electroplating untuk pengolahan limbah cair
mengandung sianida/metal bearing. Pada teknik presipitasi ini dalam prakteknya untuk
pengolahan air termasuk pengolahan hidroksida, lime dan atau pengolahan sulfide.
Presipitasi Lime merupakan suatu proses penstabilan yang diharapkan dapat digunakan
untuk pengolahan limbah cair mengandung metal bearing. Lime disini berupa slurry atau
larutan yang ditambahkan soda caustic sebagai sumber dari ion hidroksida (-OH) yang dapat
meningkatkan pH untuk melaju ke langkah selanjutnya sehingga terjadi proses presipitasi
yang optimum dengan terbentuknya metal hydroxide sebagai presipitat. Presipitasi
hidroksida yang optimum terjadi pada pH 9,5 – 12 (Grosse, Douglas W. 2012).
Presipitasi dengan Magnesium oxide (MgO), MgO merupakan salah satu agen yang
berpotensi dalam menghilangkan ion logam berat yang terkandung dalam limbah. Menurut
beberapa study penelitian bahwa magnesium oxide memiliki lebih banyak keuntungan
daripada presipitasi dengan lime atau soda caustic untuk mempresipitasikan metal hydroxide.
Hal tersebut karena presipitasi menggunakan MgO menghasilkan sludge yang lebih sedikit
daripada presipitasi dengan lime. Sehingga dapat mempengaruhi biaya proses
pengolahannya, karena dengan presipitasi MgO ini biaya penanganan sludgenya lebih rendah
daripada presipitasi dengan lime.
Presipitasi sulfide merupakan suatu proses yang menghasilkan reaksi ion logam menjadi
metal sufida (MS) karena telah terjadi kontak antara ion logam (M 2+) dengan ion sulfide (S2-).
Logam berat yang terassosiasi paling baik dengan limbah electroplating ini akan relative
lebih stabil dengan ion logam. Terdapat dua proses dalam presipitasi logam sebagai sulfide
yaitu soluble sulfide presipitation (SSP) dan insoluble sulfide presipitation (ISP). Perbedaan

8
kedua proses tersebut terdapat pada tingkat keterlarutan senyawa sulfide, yang mana SSP
akan menghasilkan konsentrasi sulfide yang realtif lebih tinggi daripada ISP. Hal ini juga
akan mempengaruhi pada kecepatan proses presipitasi itu sendiri. Berikut ini merupakan
gambar skema Insoluble Sulfide Process.

Gambar 2. Proses Insoluble Sulfide

Pada proses insoluble sulfide ini dilakukan penambahan zat kimia untuk
meningkatkan keterlarutan sulfide, sehingga dapat menghilangkan metal dengan waktu
detensi yang rendah di dalam reactor dan mengakibatkan reaktivitas sulfide tinggi serta
sludge yang dihasilkan nya pun lebih sedikit.
 Reduksi kimia
Reduksi kimia adalah yang paling efektif dalam pengolahan limbah aqueous metal
yang mengandung senyawa organic tinggi. Chromium biasanya direduksi oleh garam
natrium sulfat, sulfur dioxide, dan asam sulfat. Fe, Al dan Zn juga berpotensi dalam
mereduksi limbah chromium. Chromium direduksi dari muatan 6+ menjadi senyawa dengan
tingkat toksisitas lebih rendah yaitu chromium 3+.
 Stabilisasi/solidifikasi
Stabilisasi merupakan suatu proses menambahan reagen kimia yang berfungsi untuk
menurunkan tingkat toksisitas suatu limbah berbahaya, sehingga meminimalisasi migrasi
kontaminan ke lingkungan. Solidifikasi dijelaskan sebagai proses mengkonversi suatu limbah
yang tingkat toksisitasnya rendah, bersifat tidak stabil menjadi suatu bentuk matriks padat
dengan menambahkan suatu bahan pengikat seperti binder atau agregat (LaGrega, Michael
D. et al . 2001). Teknik stabilisasi/ solidifikasi (s/s) ini dinamakan juga teknik enkapsulasi.
Tipe enkapsulasi dalam metal hydroxide, yaitu:
a) Macroencapsulasi diproduksi dari polymer-bonded dan polyethylene yang mana
meruapakan bagian terbanyak dalam limbah.
b) Microencapsulasi diproduksi dari polymer organic yang tidak sesuai untuk limbah
electroplating berdasarkan prosedur asidifikasi.
c) Microencapsulat termoplastik yang telah menunjukkan karakteristik kontainmen baik.
d) Encapsulate port-land pozzolan dan pozzolan yang menunjukkan sifat kontaimen
yang sedikit.

9
Berdasarkan hal tersebut bahwa teknik enkapsulasi ini cenderung mahal jika dilihat dari segi
biaya dan terbatas untuk katagori limbah tertentu. Proses S/S ini secara umum diaplikasikan
untuk limbah cair berbentuk sludge yang mana tidak dapat dilanjutkan dengan pengolahan yang
lain sebelum akhirnya dibuang ke landfill.
 Dekstruksi Sianida
Salah satu sumber utama yang menghasilkan limbah sianida yang bergenerasi adalah
industri electroplating. Dalam hal ini, sianida meruapakan salah satu senyawa yang termasuk
dalam katagori limbah bahan berbahaya dan beracun baik bagi manusia, makhluk hidup lain
dan lingkungan. Sehingga perlu adanya suatu langkah removal sianida untuk mencegah atau
meminimalkan terjadinya pencemaran. Salah satu cara untuk menghilangkan limbah
mengandung sianida ini yaitu dengan dekstruksi atau menghancurkan senyawa sianida
tersebut sehingga terbentuk senyawa yang lebih rendah toksisitasnya. Terdapat tiga cara
dalam dekstruksi sianida ini, yaitu :
Klorinasi alkalin merupakan proses dengan penambahan langsung sodium hypoclorite
atau penambahan gas klorin dengan sodium hydroxide. Sehingga hasil reaksinya akan berupa
gas CO2 dan klorin yang diharapkan menghasilkan tingkat toksisitas lebih rendah dari
semula.
Insinerasi, dengan proses insinerasi ini mampu menghancurkan senyawa-senyawa
mengandung sianida baik itu dalam bentuk fasa padat , cair atau gas dengan menggunakan
temperature yang tinggi dan ketersediaan oksigen yang tinggi juga. Hasil dari proses
insinerasi ini CO2, N2, H2O dan meninggalkan sedikit residu toxic.
Proses sianida lainnya seperti radiasi sinar UV (Ultra Violet), ozonisasi, proses
Khastone dan lain sebagainya.
 Pengolahan secara Biologi
Pada dasarnya proses pengolangan limbah secara biologi melibatkan mikroorganisme
sebagai pendegradasi polutan menjadi senyawa organic lebih sederhana dan tingkat toksisitas
yang lebih rendah. Mikroba yang digunakan dalam proses degradasi suatu polutan tentunya
merupakan mikroba yang sesuai untuk proses pengolahan tersebut, namun terkadang
mikroba konsorsium juga banyak digunakan dalam proses pengolahan. Hal tersebut
tergantung dari karakteristik polutan dan tujuan dari proses pengolahan tersebut. Pada saat
proses pengolahan secara biologi banyak dipilih karena memiliki estimasi biaya yang relative
lebih murah dengan waktu identifikasi yang lebih cepat. Tetapi untuk melakukan
pengembangan dan menumbuhkan mikroba diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang
cukup agar mikroba yang akan digunakan dapat bekerja secara optimum dalam mendegradasi
polutan.

3.2.2 Reduksi dan Recovery Limbah


Reduksi dan recovery limbah merupakan salah satu tahap dalam pengelolaan limbah yang
dapat mempengaruhi dalam biaya pengolahan limbah tersebut. Reduksi merupakan suatu tahap
meminimalkan limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi, sedangkan recovery

10
merupakan suatu tahap pemulihan suatu kondisi dimana pemanfaatan limbah dengan cara
melakukan pengolahan menggunakan metode fisik, kimia atau biologi dan metode thermal.
Kelayakan ekonomi dalam recovery logam dipengaruhi oleh tiga factor yaitu tipe dan
konsentrasi logam, ketersediaan kuantitas material, dan profitable dalam proses recovery.
Operasi recovery dapat mereduksi biaya untuk end of pipe secara signifikan, dibawah ini terdapat
empat proses reduksi dan recovery yang mungkin dapat dilakukan.
 Evaporasi
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair
(contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan
dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-
angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan. Evaporasi dapat digunakan untuk
me-rinse air berkonsentrasi dan me-recycle nya untuk kembali ke planting bath pada proses
pengolahan logam.
 Ion Exchange
Ion exchanges (I/E) dan sistem resin adsorpsi banyak digunakan pada industri
finishing logam. Pada prinsipnya ion exchange ini melewatkan limbah cair mengandung
logam pada suatu media resin yang di dalamnya akan terjadi pengikatan ion logam yang
bermuatan positif akan berikatan dengan ion negative yang berada di dalam resin. Sehingga
logam akan tersisihkan dari air limbah hasil proses ion exchange ini. Resin yang telah
digunakan dapat dilakukan regenerasi (pencucian) menggunakan asam untuk memperpanjang
umur resin tersebut. Proses ion exchange ini juga biasanya dilakukan setelah air limbah
melewati proses konvensional, sehingga limbah yang akan diolah konsentrasi senyawa
organiknya tidak terlalu tinggi. Berikut ini Gambar skema proses ion exchange setelah
mengalami proses pengolahan terlebih dahulu pada pengolahan konvensional.

Gambar 3. Proses Ion Exchange Setelah Proses Pengolahan Konvensional


Dalam hal ini, proses ion exchange yang dilakukan untuk mengoptimalkan efluen yang
dihasilkan dari proses pengolahan secara konvensional yaitu dengan cara menyisihkan
logam-logam yang terkandung dalam efluen. Penyisihan logam ini dengan cara resin yang

11
mengandung ion negative (anion) dapat mengadsorp atau mengikat ion logam (kation)
sehingga logam dapat tersisihkan dari air limbah hasil pengolahan konvensional dan ion
exchange.
 Proses Membran
Tipe proses membrane yang digunakan dalam pengolahan limbah cair mengandung
logam yaitu membrane reverse osmosis (RO) dan electrodialysis (Grosse, Douglas W. 2012).
Reverse osmosis sistem atau sistem RO adalah suatu metode penjernihan air melalui
membran semi permeable (filter air yang berukuran sangat rapat hingga mencapai
ukuran0,0001 mikron atau setara 1 helai rambut dibagi 500.000) di mana suatu tekanan
tinggi diberikan melebihi  tarikan osmosis sehingga air melewati proses reverse osmosis dari
bagian yang memiliki kepekatan tinggi ke bagian yang memiliki kepekatan rendah. Untuk
mendapat tekanan yang cukup dibutuhkan pompa khusus agar air ini mampu melewati
membran yang memiliki kerapatan hingga 0,0001 mikron tersebut. Meskipun mendapatkan
tekanan yang tinggi, hanya air murni saja yang mampu melewati membran semipermeable
ini. Jika air memiliki kepekatan yang tinggi (di atas 50 ppm) maka air dan partikel
didalamnya akan terbuang ke selang khusus.  Dengan membrane reverse osmosis ini, semua
bahan pencemar air dari fisik, biologis, bahan kimia hingga logam berat tidak akan mampu
melewati membrane reverse osmosis ini (Anonim, 2011). Problem dalam penggunakan
membrane RO dalam pengolahan limbah mengandung logam ini yaitu berpotensi tinggi
terbentuknya flok berlebih (Clogging) yang dapat menyumbat proses filtrasi sehingga perlu
adanya tahap backwash untuk membersihkan membrane atau dengan menambahkan asam
untuk menghilangkan clogging yang terbentuk.
Pada sistem elektrodialisis potensi listrik diterapkan di seluruh membran untuk
memberikan kekuatan pendorong untuk bagian ion melalui membran. Membrane yang
digunakan pada proses ini berbentuk lapisan tipis seperti jaringan polimer yang digunakan
untuk membuat resin pada I/E. Tidak seperti sistem RO, membrane ini sangat toleransi
terhadap banyak senyawa kimia di lingkungan.
 Recovery Electrolytic
Elektrolitik recovery merupakan satu dari banyak teknologi yang dimanfaatkan untuk
menghilangkan konsentrasi logam dari proses pengaliran limbah. Pada proses ini
menggunakan arus listrik melalui larutan metal bearing yang berada diantara plat katoda dan
plat anoda yang tidak larut. Hal tersebut terjadi seperti proses elektrolisis, sehingga ion
logam akan menempel di anoda sehingga dapat terjadi penyisihan logam dari air limbahnya.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

12
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
 Pada kasus yang terjadi di US tahun 1983 merupakan suatu kasus yang menghasilkan
timbulan yang terkatagorikan limbah berbahaya mengandung logam dan sianida beraing
yang mayoritas berasal dari sumber kelompok D (Limbah berkarakteristik logam
beracun) dan kelompok F (Limbah dari sumber non spesifik yaitu limbah hasil
electroplating dan proses pengolahan logam).
 Sesuai dengan hierarki dari pengolahan limbah dengan konsep Cradle to Grave atau
Produksi bersih, EPA di US mengusung teknologi alternative yang digunakan dalam
pengelolaan limbah berbahaya ini dengan cara melakukan proses pengolahan limbah
dengan berbagai metode dan dengan cara melakukan reduksi dan recovery pada limbah
yang dihasilkan.
 Sehingga dari hasil pengelolaan limbah dengan kedua cara tersebut diharapkan dapat
mengurangi pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun secara langsung ke
landfill.

4.2 Saran
Pada kasus ini karena limbah yang dihasilkan kuantitas limbah dalam bentuk aqueous
sebanyak 85% dan sisanya dalam bentuk solid. Sehingga pada kasus ini penanganan limbah
dalam bentuk solid masih belum dilakukan pengelolaan dan langsung di buang ke landfill.
Sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pengelolaan pada limbah solid yang terbentuk untuk
menurunkan tingkat toksisitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2011). Air Bersih Air minum. [online]: http://airbersihairminum.com/water-treatment-


sistem/sistem-ro-ultrafiltrasimembran/. Tanggal 4 November 2013.
13
Anonym. (2010). Cyanide.[online]: http://www.mineraltambang.com/cyanide.html. Tanggal 4
November 2013.

Damanhuri, Enri Prof. (2010). Diktat Kuliah Pengelolaan Limbah B3. Bandung : FTSL ITB.

EPA’s Team. (2002). European Waste Catalogue and Hazardous Waste List. Published by The
Environmental Protection Agency, Ireland. [online] :
http://www.nwcpo.ie/forms/EWC_code_book.pdf. Di akses tanggal 3 September 2013.

Grosse, Douglas W. (1986). Treatment Technologies for Hazardous Wastes: Part IV A Review
Of Alternative Treatment Processes Metal Bearing Hazardous Waste Streams, Journal of
The Air Pollution Control Association, 36:5, 603 – 614, DOI. Publised by Taylor and
Francis. London, UK. 8 Maret 2012. [online]:
http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/00022470.1986.10466099. Di akses tanggal 3
September 2013.

Laelatu, Lela . (2012). Keracunan Sianida. [online]:


http://www.scribd.com/doc/169823820/keracunan-sianida. Tanggal 12 Oktober 2013.

La Grega, Michael D. , Philip L. Buckingham dan Jeffrey C. Evans. (2001). Hazardous Waste
Management. 2nd edition. Newyork : MC. Graw-Hill companies.

Oppelt, E. Timothy. (2000). Capsule Report : Managing Cyanide in Metal Finishing. Cincinnati,
OH : EPA-US. [online]:
http://www.dtsc.ca.gov/HazardousWaste/Cyanide/upload/CN_Capsule.pdf. Di akses
tanggal 3 September 2013.

Padmi, Tri Dr. Ir. (2009). Bahan Kuliah Pengelolaan Limbah B3. Bandung: Program Magister
Teknik Lingkungan FTSL ITB.

14

Anda mungkin juga menyukai