Oleh:
2
digunakan adalah reduksi dan recovery limbah berdasarkan konsep cradle to grave dengan cara
evaporasi, ion exchange, proses membrane dan recovery secara elektrolisis. Pada dasarnya
ketersediaan teknologi dalam pengolahan limbah berbahaya ditentukan juga oleh faktor ekonomi
(perhitungan biaya termurah dengan efisiensi tinggi) dan persyaratan legislative pemerintahan
untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat (Grosse, Douglas W. ,1986).
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
Mengetahui karakteristik limbah metal dan cyanide bearing.
Mengetahui teknologi pengelolaan alternatif untuk limbah berbahaya.
BAB II
3
STUDI KASUS
4
sianida bearing ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi alternative melalui suatu
proses pengolahan sehingga tingkat toksisitasnya menurun dan dapat dilakukan pemanfaatan
sebagai bahan baku atau bahan tambahan untuk aktivitas industri lain. EPA- US menggunakan
beberapa teknologi alternative dalam pengolahan limbah berbahaya metal bearing yaitu dengan
melakukan proses pengolahan limbah secara precipitasi, reduksi, stabilisasi-solidifikasi,
dekstruksi sianida dan pengolahan secara biologi. Selain itu, teknologi alternative yang dapat
digunakan adalah reduksi dan recovery limbah berdasarkan konsep cradle to grave dengan cara
evaporasi, ion exchange, proses membrane dan recovery secara elektrolisis. Dari beberapa
teknologi alternative yang dilakukan tersebut diharapkan akan dihasilkan efluen dengan tingkat
toksisitasnya lebih rendah dari semula, dengan merujuk kembali pada hierarki pengolahan
limbah yaitu melakukan pengolahan limbah dengan menempatkan pembuangan limbah ke
landfill sebagai proses pengolahan yang menjadi prioritas terakhir.
BAB III
5
PEMBAHASAN
6
meninggal dalam waktu kurang dari setengah jam. Karena sifat yang sangat beracun dari sianida,
proses ini kontroversial dan penggunaannya dilarang di sejumlah negara dan wilayah. Asam
sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk
mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya (Oppelt, E. Timothy.2000). Racun sianida
menghambat enzim cythochrom oxydase pada penggunaan oksigen di sel sel tubuh. Enzim lain
juga terhambat, tetapi pengaruhnya kecil. Jelasnya, sianida mempunyai aktivitas yang kuat
terhadap enzim pernafasan, yakni enzim cythchrom oxydase, dimana cynida mengikat F3 yang
terdapat pada enzim tersebut. Akibatnya, terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen
dalam sel sel tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi (Anonim, 2010).
Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat
menetapkan nilaib a t a s aman ( maximum contaminant level, M C L )
s i a n i d a d a l a m a i r m i n u m sebesar 0,2 ppm. Apabila kandungan HCN dalam
air minum secara konsisten b e r a d a d i a t a s n i l a i M C L , p e r l u d i l a k u k a n
p e n g o l a h a n u n t u k m e n u r u n k a n kandungan sianida sampai di bawah level
MCL. Salah satu cara pengolahannya yaitu dengan pertukaran ion, reverse osmosis , dan
menggunakan klorin. Bentuk terakhir senyawa sianida adalah sianida kompleks logam
kuat. Sianidad a l a m b e n t u k i o n d a n d i b e b a s k a n d e n g a n c a r a r e f l u x
d i s t i l l a t i o n yang m e n g h a s i l k a n s i a n i d a k u a t . S i a n i d a j u g a s e r i n g d i t e m u k a n
d a l a m a i r , y a i t u sianida sintetis potas yang umumnya sengaja ditambahkan ke dalam air
minum untuk membunuh ternak. Adanya kandungan sianida dalam air dapat pula terjadikarena
air terkontaminasi buangan limbah asal industri plastik, pertambangan atau pelapisan
logam tembaga (Cu), emas (Au), dan perak (Ag), (Laelatu, Lela. 2010).
7
Gambar 1. Pengolahan Limbah Cair Campuran Sianida/Metal Bearing Secara Umum
8
kedua proses tersebut terdapat pada tingkat keterlarutan senyawa sulfide, yang mana SSP
akan menghasilkan konsentrasi sulfide yang realtif lebih tinggi daripada ISP. Hal ini juga
akan mempengaruhi pada kecepatan proses presipitasi itu sendiri. Berikut ini merupakan
gambar skema Insoluble Sulfide Process.
Pada proses insoluble sulfide ini dilakukan penambahan zat kimia untuk
meningkatkan keterlarutan sulfide, sehingga dapat menghilangkan metal dengan waktu
detensi yang rendah di dalam reactor dan mengakibatkan reaktivitas sulfide tinggi serta
sludge yang dihasilkan nya pun lebih sedikit.
Reduksi kimia
Reduksi kimia adalah yang paling efektif dalam pengolahan limbah aqueous metal
yang mengandung senyawa organic tinggi. Chromium biasanya direduksi oleh garam
natrium sulfat, sulfur dioxide, dan asam sulfat. Fe, Al dan Zn juga berpotensi dalam
mereduksi limbah chromium. Chromium direduksi dari muatan 6+ menjadi senyawa dengan
tingkat toksisitas lebih rendah yaitu chromium 3+.
Stabilisasi/solidifikasi
Stabilisasi merupakan suatu proses menambahan reagen kimia yang berfungsi untuk
menurunkan tingkat toksisitas suatu limbah berbahaya, sehingga meminimalisasi migrasi
kontaminan ke lingkungan. Solidifikasi dijelaskan sebagai proses mengkonversi suatu limbah
yang tingkat toksisitasnya rendah, bersifat tidak stabil menjadi suatu bentuk matriks padat
dengan menambahkan suatu bahan pengikat seperti binder atau agregat (LaGrega, Michael
D. et al . 2001). Teknik stabilisasi/ solidifikasi (s/s) ini dinamakan juga teknik enkapsulasi.
Tipe enkapsulasi dalam metal hydroxide, yaitu:
a) Macroencapsulasi diproduksi dari polymer-bonded dan polyethylene yang mana
meruapakan bagian terbanyak dalam limbah.
b) Microencapsulasi diproduksi dari polymer organic yang tidak sesuai untuk limbah
electroplating berdasarkan prosedur asidifikasi.
c) Microencapsulat termoplastik yang telah menunjukkan karakteristik kontainmen baik.
d) Encapsulate port-land pozzolan dan pozzolan yang menunjukkan sifat kontaimen
yang sedikit.
9
Berdasarkan hal tersebut bahwa teknik enkapsulasi ini cenderung mahal jika dilihat dari segi
biaya dan terbatas untuk katagori limbah tertentu. Proses S/S ini secara umum diaplikasikan
untuk limbah cair berbentuk sludge yang mana tidak dapat dilanjutkan dengan pengolahan yang
lain sebelum akhirnya dibuang ke landfill.
Dekstruksi Sianida
Salah satu sumber utama yang menghasilkan limbah sianida yang bergenerasi adalah
industri electroplating. Dalam hal ini, sianida meruapakan salah satu senyawa yang termasuk
dalam katagori limbah bahan berbahaya dan beracun baik bagi manusia, makhluk hidup lain
dan lingkungan. Sehingga perlu adanya suatu langkah removal sianida untuk mencegah atau
meminimalkan terjadinya pencemaran. Salah satu cara untuk menghilangkan limbah
mengandung sianida ini yaitu dengan dekstruksi atau menghancurkan senyawa sianida
tersebut sehingga terbentuk senyawa yang lebih rendah toksisitasnya. Terdapat tiga cara
dalam dekstruksi sianida ini, yaitu :
Klorinasi alkalin merupakan proses dengan penambahan langsung sodium hypoclorite
atau penambahan gas klorin dengan sodium hydroxide. Sehingga hasil reaksinya akan berupa
gas CO2 dan klorin yang diharapkan menghasilkan tingkat toksisitas lebih rendah dari
semula.
Insinerasi, dengan proses insinerasi ini mampu menghancurkan senyawa-senyawa
mengandung sianida baik itu dalam bentuk fasa padat , cair atau gas dengan menggunakan
temperature yang tinggi dan ketersediaan oksigen yang tinggi juga. Hasil dari proses
insinerasi ini CO2, N2, H2O dan meninggalkan sedikit residu toxic.
Proses sianida lainnya seperti radiasi sinar UV (Ultra Violet), ozonisasi, proses
Khastone dan lain sebagainya.
Pengolahan secara Biologi
Pada dasarnya proses pengolangan limbah secara biologi melibatkan mikroorganisme
sebagai pendegradasi polutan menjadi senyawa organic lebih sederhana dan tingkat toksisitas
yang lebih rendah. Mikroba yang digunakan dalam proses degradasi suatu polutan tentunya
merupakan mikroba yang sesuai untuk proses pengolahan tersebut, namun terkadang
mikroba konsorsium juga banyak digunakan dalam proses pengolahan. Hal tersebut
tergantung dari karakteristik polutan dan tujuan dari proses pengolahan tersebut. Pada saat
proses pengolahan secara biologi banyak dipilih karena memiliki estimasi biaya yang relative
lebih murah dengan waktu identifikasi yang lebih cepat. Tetapi untuk melakukan
pengembangan dan menumbuhkan mikroba diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang
cukup agar mikroba yang akan digunakan dapat bekerja secara optimum dalam mendegradasi
polutan.
10
merupakan suatu tahap pemulihan suatu kondisi dimana pemanfaatan limbah dengan cara
melakukan pengolahan menggunakan metode fisik, kimia atau biologi dan metode thermal.
Kelayakan ekonomi dalam recovery logam dipengaruhi oleh tiga factor yaitu tipe dan
konsentrasi logam, ketersediaan kuantitas material, dan profitable dalam proses recovery.
Operasi recovery dapat mereduksi biaya untuk end of pipe secara signifikan, dibawah ini terdapat
empat proses reduksi dan recovery yang mungkin dapat dilakukan.
Evaporasi
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair
(contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan
dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-
angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan. Evaporasi dapat digunakan untuk
me-rinse air berkonsentrasi dan me-recycle nya untuk kembali ke planting bath pada proses
pengolahan logam.
Ion Exchange
Ion exchanges (I/E) dan sistem resin adsorpsi banyak digunakan pada industri
finishing logam. Pada prinsipnya ion exchange ini melewatkan limbah cair mengandung
logam pada suatu media resin yang di dalamnya akan terjadi pengikatan ion logam yang
bermuatan positif akan berikatan dengan ion negative yang berada di dalam resin. Sehingga
logam akan tersisihkan dari air limbah hasil proses ion exchange ini. Resin yang telah
digunakan dapat dilakukan regenerasi (pencucian) menggunakan asam untuk memperpanjang
umur resin tersebut. Proses ion exchange ini juga biasanya dilakukan setelah air limbah
melewati proses konvensional, sehingga limbah yang akan diolah konsentrasi senyawa
organiknya tidak terlalu tinggi. Berikut ini Gambar skema proses ion exchange setelah
mengalami proses pengolahan terlebih dahulu pada pengolahan konvensional.
11
mengandung ion negative (anion) dapat mengadsorp atau mengikat ion logam (kation)
sehingga logam dapat tersisihkan dari air limbah hasil pengolahan konvensional dan ion
exchange.
Proses Membran
Tipe proses membrane yang digunakan dalam pengolahan limbah cair mengandung
logam yaitu membrane reverse osmosis (RO) dan electrodialysis (Grosse, Douglas W. 2012).
Reverse osmosis sistem atau sistem RO adalah suatu metode penjernihan air melalui
membran semi permeable (filter air yang berukuran sangat rapat hingga mencapai
ukuran0,0001 mikron atau setara 1 helai rambut dibagi 500.000) di mana suatu tekanan
tinggi diberikan melebihi tarikan osmosis sehingga air melewati proses reverse osmosis dari
bagian yang memiliki kepekatan tinggi ke bagian yang memiliki kepekatan rendah. Untuk
mendapat tekanan yang cukup dibutuhkan pompa khusus agar air ini mampu melewati
membran yang memiliki kerapatan hingga 0,0001 mikron tersebut. Meskipun mendapatkan
tekanan yang tinggi, hanya air murni saja yang mampu melewati membran semipermeable
ini. Jika air memiliki kepekatan yang tinggi (di atas 50 ppm) maka air dan partikel
didalamnya akan terbuang ke selang khusus. Dengan membrane reverse osmosis ini, semua
bahan pencemar air dari fisik, biologis, bahan kimia hingga logam berat tidak akan mampu
melewati membrane reverse osmosis ini (Anonim, 2011). Problem dalam penggunakan
membrane RO dalam pengolahan limbah mengandung logam ini yaitu berpotensi tinggi
terbentuknya flok berlebih (Clogging) yang dapat menyumbat proses filtrasi sehingga perlu
adanya tahap backwash untuk membersihkan membrane atau dengan menambahkan asam
untuk menghilangkan clogging yang terbentuk.
Pada sistem elektrodialisis potensi listrik diterapkan di seluruh membran untuk
memberikan kekuatan pendorong untuk bagian ion melalui membran. Membrane yang
digunakan pada proses ini berbentuk lapisan tipis seperti jaringan polimer yang digunakan
untuk membuat resin pada I/E. Tidak seperti sistem RO, membrane ini sangat toleransi
terhadap banyak senyawa kimia di lingkungan.
Recovery Electrolytic
Elektrolitik recovery merupakan satu dari banyak teknologi yang dimanfaatkan untuk
menghilangkan konsentrasi logam dari proses pengaliran limbah. Pada proses ini
menggunakan arus listrik melalui larutan metal bearing yang berada diantara plat katoda dan
plat anoda yang tidak larut. Hal tersebut terjadi seperti proses elektrolisis, sehingga ion
logam akan menempel di anoda sehingga dapat terjadi penyisihan logam dari air limbahnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
12
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Pada kasus yang terjadi di US tahun 1983 merupakan suatu kasus yang menghasilkan
timbulan yang terkatagorikan limbah berbahaya mengandung logam dan sianida beraing
yang mayoritas berasal dari sumber kelompok D (Limbah berkarakteristik logam
beracun) dan kelompok F (Limbah dari sumber non spesifik yaitu limbah hasil
electroplating dan proses pengolahan logam).
Sesuai dengan hierarki dari pengolahan limbah dengan konsep Cradle to Grave atau
Produksi bersih, EPA di US mengusung teknologi alternative yang digunakan dalam
pengelolaan limbah berbahaya ini dengan cara melakukan proses pengolahan limbah
dengan berbagai metode dan dengan cara melakukan reduksi dan recovery pada limbah
yang dihasilkan.
Sehingga dari hasil pengelolaan limbah dengan kedua cara tersebut diharapkan dapat
mengurangi pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun secara langsung ke
landfill.
4.2 Saran
Pada kasus ini karena limbah yang dihasilkan kuantitas limbah dalam bentuk aqueous
sebanyak 85% dan sisanya dalam bentuk solid. Sehingga pada kasus ini penanganan limbah
dalam bentuk solid masih belum dilakukan pengelolaan dan langsung di buang ke landfill.
Sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pengelolaan pada limbah solid yang terbentuk untuk
menurunkan tingkat toksisitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Enri Prof. (2010). Diktat Kuliah Pengelolaan Limbah B3. Bandung : FTSL ITB.
EPA’s Team. (2002). European Waste Catalogue and Hazardous Waste List. Published by The
Environmental Protection Agency, Ireland. [online] :
http://www.nwcpo.ie/forms/EWC_code_book.pdf. Di akses tanggal 3 September 2013.
Grosse, Douglas W. (1986). Treatment Technologies for Hazardous Wastes: Part IV A Review
Of Alternative Treatment Processes Metal Bearing Hazardous Waste Streams, Journal of
The Air Pollution Control Association, 36:5, 603 – 614, DOI. Publised by Taylor and
Francis. London, UK. 8 Maret 2012. [online]:
http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/00022470.1986.10466099. Di akses tanggal 3
September 2013.
La Grega, Michael D. , Philip L. Buckingham dan Jeffrey C. Evans. (2001). Hazardous Waste
Management. 2nd edition. Newyork : MC. Graw-Hill companies.
Oppelt, E. Timothy. (2000). Capsule Report : Managing Cyanide in Metal Finishing. Cincinnati,
OH : EPA-US. [online]:
http://www.dtsc.ca.gov/HazardousWaste/Cyanide/upload/CN_Capsule.pdf. Di akses
tanggal 3 September 2013.
Padmi, Tri Dr. Ir. (2009). Bahan Kuliah Pengelolaan Limbah B3. Bandung: Program Magister
Teknik Lingkungan FTSL ITB.
14