Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH

PENGELOLAAN LIMBAH B3
TL 5122

KONTAMINASI RADIOAKTIF
DI GOIANIA, BRAZIL

DISUSUN OLEH :
ARDHI RISTIAWAN
25313036

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cesium klorida merupakan senyawa anorganik dengan rumus CsCl.
Senyawa tersebut berbentuk padat dan berwarna. Cesium klorida banyak
digunakan untuk memisahkan berbagai jenis DNA. Ketika diperkaya dengan
radioisotope seperti 137CsCl, cesium klorida digunakan dalam aplikasi
kedokteran nuklir seperti pengobatan kanker. Studi kasus yang digunakan dalam
penyusunan makalah ini yaitu mengenai kontaminasi cesium klorida di kota
Goiania, Brazil. Peristiawa tersebut terjadi karena kesalahan dalam pengelolaan
limbah B3 radioaktif.
Goiania merupakan ibu kota dari negara bagian Goias, Brazil. Didirikan
pada tahun 1933 dan berada 210 km barat-barat daya dari kota Brasilia. Goiania
merupakan kota modern. Namun seperti kota-kota lain di Brazil ada kesenjangan
antara penduduk kelas menengah ke atas dan penduduk menengah ke bawah.
Lebih dari 240 orang terpapar radiasi ketika pedagang barang rongsokan di
Goiania, Brazil membuka mesin terapi radiasi dan melepaskan sebagian kecil
radioaktif cesium klorida. Lingkungan dan keadaan sekitar terkontaminasi serius
dan banyak bangunan dihancurkan. Empat orang tewas dalam peristiwa tersebut.
Banyak anak yang tertarik melihat material berwarna biru cerah dan
menyentuhnya sehingga mengakibatkan kontaminasi pada beberapa tempat.
Pada tahun 1971, klinik terapi penyakit kanker di Goiania membeli mesin
terapi radiasi untuk pengobatan kanker. Praktek ditutup 14 tahun kemudian dan
pengelola hanya meninggalkan mesin-mesin yang usang di dalam klinik tanpa ada
pemberitahuan kepada pemerintah atau Brazil’s National Nuclear Energy
Commision (CNEN). Pada tahun 1987, bangunan mulai rusak, ada 3 tembok yang
rusak dan menyebabkan adanya lubang di sisi tembok. Tunawisma menempati
bangunan tersebut sebagai tempat tinggal. Pada bangunan tersebut mesin-mesin
radiologi, teleskop besar dan kursi dokter gigi.
Pada akhirnya mesin terapi radiasi ditemukan oleh Robert dos Santos Alves
dan Wanger Mota Pereira. Mereka bekerja sebagai penjual besi tua. Penemuan ini

1
membuat penjual besi tua lainnya membawa gerobak ke bangunan bekas klinik
tersebut untuk mengambil besi tua untuk dijual. Mereka mendapat hasil $25 dari
penjualan besi tua tersebut. Salah satu karyawan Pereira membuka mesin terapi
radiasi dan menemukan sebuah kotak di dalamnya. Dia membuka kotak tersebut
dan menemukan bubuk biru yang mengkilap seperti kristal. Ukuran dari kristal
biru tersebut kira-kira sebesar biji beras. Pereira mengambil kristal biru tersebut
dan dimasukkan ke dalam kantong celana. Dia menggunakan kristal biru tersebut
untuk bahan tambahan membuat cincin untuk istrinya.
Kristal biru yang dibawa oleh Pereira menarik perhatian keluarga dan para
tetangga. Mereka menganggap Kristal biru tersebut seperti glitter yang digunakan
pada kulit agar terlihat mengkilap pada saat karnaval. Kristal biru menyebar dan
menyebabkan kontaminasi di beberapa tempat dan lingkungan sekitar.
Beberapa hari kemudian Pereira mengalami muntah setelah makan
sandwich. Orang tua Pereira mengalami hal serupa di kemudian hari. Keluarga
Pereira menderita muntah, diare disertai adanya luka bakar di kulit. Mereka pergi
ke sebuah klinik dan dokter mengatakan bahwa mereka terkena gejala keracunan
makanan. Kerabat Pereira yang mengunjungi untuk menolong mereka juga
mengalami luka bakar yang menjalar di kulit dan terjadi kerontokan pada rambut.
Akhirnya Pereira dan keluarga membawa bubuk kristal biru ke klinik. Dokter
menganalisa bubuk kristal biru yang dibawa Pereira. Pada hari berikutnya,
beberapa orang dikumpulkan di stadium untuk menjalani tes paparan radiasi.
Bubuk kristal biru adalah cesium klorida yang digunakan pada mesin terapi
radiasi. Cesium-137 menghasilkan 2 produk radioaktif, yaitu partikel beta dan
sinar gamma yang dapat merusak tubuh manusia. Partikel beta dapat
menyebabkan iritasi pada kulit yang menyebabkan luka bakar pada kulit. Pada
intensitas yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan DNA. Sinar gamma bisa
menembus tubuh manusia lebih dalam dari pada partikel beta. Sinar gamma dapat
menembus organ dalam, otot, dan tulang tanpa adanya interaksi.
CNEN menyadari adanya kontaminasi dan melakukan tindakan. Orang-
orang yang terkontaminasi dibawa ke rumah sakit di Rio de Janeiro untuk isolasi.
Dokter melakukan upaya dekontaminasi dan berhasil menyelamatkan beberapa
orang karena tingkat paparan yang tidak terlalu tinggi. Namun ada beberapa orang

2
yang kehilangan jari, luka bakar dan melepuh tergantung tingkat paparan. Sekitar
1 bulan kemudian keluarga Pereira meninggal karena tingkat paparan yang tinggi
pada tubuh mereka. Setelah kejadian tersebut, CNEN melakukan remediasi lahan
di daerah kontaminasi.

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah mengenai pengelolaan limbah B3 berdasarkan
studi kasus kontaminasi radioaktif di Goiania yaitu :
1. Mengidentifikasi karakteristik limbah B3 berdasarkan studi kasus
2. Mengevaluasi pengelolaan limbah B3 berdasarkan studi kasus
3. Memberikan rekomendasi pengelolaan limbah B3 yang baik berdasarkan studi
kasus

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Karakteristik Limbah B3


Sumber limbah B3 berasal dari mesin terapi radiasi yang ditinggalkan oleh
sebuah klinik terapi radiasi di Goiania. Di dalam mesin terapi radiasi tersebut
terdapat kapsul yang berisi cesium klorida yang mengandung radioisotope
cesium-137. Mesin terapi radiasi tersebut memanfaatkan paparan cesium-137
sebagai terapi penyakit kanker. Namun setelah klinik ditutup, mesin terapi radiasi
ditinggalkan di lokasi klinik. Mesin ini ditemukan oleh pedagang barang
rongsokan yang akhirnya membuka kapsul yang berisi cesium-137 dan
mengakibatkan kontaminasi.
Cesium merupakan logam alkali yang merupakan unsur logam yang sangat
reaktif yang terdapat di alam. Cesium  adalah unsur kimia dengan simbol  Cs dan
nomor atom 55. Cesium adalah  perak-emas logam alkali dengan titik leleh 28°C
(82°F). Cesium adalah logam alkali yang memiliki sifat fisika dan kimia mirip
dengan rubidium dan kalium. Logam ini sangat reaktif dan piroforik, bereaksi
dengan air bahkan pada suhu -116°C (-177°F). Cesium adalah unsur
elektronegatif  yang memiliki isotop stabil. Cesium-137 merupakan radioisotop,
produk fisi yang diekstrak dari limbah yang dihasilkan oleh reaktor nuklir.
Cesium klorida memiliki toksisitas rendah pada manusia dan hewan. Cesium
klorida memiliki LD 50 pada tikus 2300 mg/kg berat badan. Toksisitas cesium
klorida berhubungan dengan kemampuannya untuk menurunkan konsentrasi
kalium dalam tubuh dan sebagian menggantikannya dalam proses biokimia.
Cesium klorida dapat menyebabkan iritasi kulit yaitu kulit terbakar, mengganggu
pernafasan jika terhirup dan dapat menyebabkan iritasi pada mata. Dalam tingkat
paparan yang tinggi dapat masuk ke dalam darah dan menyebabkan kematian.
Karena kelarutannya yang tinggi dalam air, cesium klorida sangat mobile dan
bahkan dapat menyebar melalui beton, tanah, kulit, dan sebagainya. Dalam
aplikasinya untuk mesin terapi radiasi, cesium klorida aman jika tersegel dengan
baik dalam tempat berbahan baja, dalam kasus ini cesium klorida ditemukan
berada di dalam kapsul pada bagian dalam mesin terapi radiasi. Kontaminasi

4
terjadi akibat cesium klorida yang dibuka dari kapsul tersebut. Dari deskripsi di
atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan karakteristiknya terutama reaktif dan
beracun, cesium klorida termasuk dalam limbah B3. Rekapitulasi hasil
pengukuran cesium klorida di lapangan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1
Hasil Pengukuran Cesium Klorida
Data asli cesium-137
Emisi gamma 0.66 MeV
Emisi beta 0.17 – 0.51 MeV
Waktu paro 30 tahun
Data pengukuran pada sumber (klinik)
Radioaktivitas 50.9 TBq (1375 Ci)
Laju paparan tiap 1 m 4.56 Gy/jam
Materi radioaktif
volume 3.1 x 10-5 m3
massa 0.093 kg
aktivitas 0.55 TBq/g (15.1 Ci/g)

Pada peraturan di Indonesia (Peraturan pemerintah No. 27 tahun 2002


tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif) karakteristik limbah radioaktif yaitu
aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik dan kimia, sifat racun, dan asal
limbah radioaktif. Berdasarkan klasifikasi limbah radioaktif, cesium klorida
merupakan limbah radioisotop termasuk dalam LLW (Low Level Waste).

2.2 Evaluasi Pengelolaan Limbah B3


Di Indonesia limbah radioaktif termasuk dalam limbah B3, namun
pengelolaan limbah radioaktif diserahkan oleh BATAN (Badan Tenaga Atom
Nasional).  Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18
tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 5
dan penjelasannya ditentukan bahwa Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)
adalah instansi pengelola limbah radioaktif. Selain itu, limbah radioaktif juga
diatur dalam Peraturan pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan

5
Limbah Radioaktif. Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta
peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion
yang tidak dapat digunakan lagi (Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002).
Dalam kasus yang terjadi di Brazil, pengelolaan limbah B3 diserahkan kepada
CNEN (National Nuclear Energy Commision).
Pengelolaan limbah B3 secara umum dikenal dengan konsep cradle to
grave. Konsep tersebut secara teknis merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai
dari upaya reduksi limbah yang akan terbentuk sampai terbentuknya limbah oleh
penghasil. Ada peraturan mengenai pengumpulan, pengangkutan, dan
pengolahan/penimbunan limbah B3.
Dalam kasus kontaminasi radioaktif di Goiania, terdapat 2 kesalahan utama
dalam pengelolaan limbah B3, yaitu :
1. Pihak pengelola klinik yang tidak melakukan pengelolaan limbah B3 dengan
baik, yaitu :
a. Tidak mengidentifikasi limbah yang dihasilkan
b. Tidak melakukan pengelolaan limbah B3 dengan baik terutama dalam hal
penyimpanan limbah B3
c. Tidak ada dokumen pengelolaan limbah B3
2. Kurangnya pengawasan dari pemerintah dan CNEN mengenai pengelolaan
limbah B3
CNEN menyadari adanya kontaminasi sekitar 2 minggu setelah salah satu
pedagang rongsokan menemukan kristal biru (cesium klorida). Hal ini dapat
diartikan bahwa CNEN tidak mengetahui adanya bekas mesin terapi radiasi di
dalam klinik selama 16 tahun. Klinik ditutup pada tahun 1971 dan kontaminasi
terdeteksi pada tahun 1987. Penyebab adanya kontaminasi adalah membuka
kapsul pada mesin terapi radiasi yang berisi cesium klorida. Seharusnya tidak
akan terjadi kontaminasi ketika kapsul tersebut tidak dibuka. Cesium klorida
aman di dalam kapsul.
Pasca kontaminasi terjadi, CNEN melakukan upaya dekontaminasi terhadap
penduduk yang terpapar radiasi dan remediasi di lokasi yang terkontaminasi.
Beberapa penduduk dapat diselamatkan karena hanya mengalami tingkat paparan

6
yang rendah. Dalam hierarki pengelolaan limbah B3, remediasi merupakan pilihan
terakhir. Sebisa mungkin remediasi dihindari dalam pengelolaan limbah B3

2.3 Rekomendasi Pengelolaan Limbah B3


Pengelolaan limbah B3 dapat berjalan dengan baik jika konsep cradle to
grave dijalankan dengan baik oleh penghasil limbah B3. Selain itu pengawasan
dari badan yang bertanggung jawab, dalam kasus ini yaitu CNEN perlu dilakukan
dengan baik. Sanksi tegas juga perlu diberikan kepada penghasil limbah B3 yang
melanggar peraturan yang ada apalagi sampai mengakibatkan kontaminasi.
Penghasil limbah B3 perlu memperhatikan hirarki pengelolaan limbah B3.
Hirararki pengelolaan limbah B3 yaitu :
1. Reduce, yaitu mengurangi penggunaan bahan B3 baik sebagai bahan baku
maupun operasi
2. Reuse and Recycling, yaitu menggunakan kembali dan daur ulang limbah B3
yang dihasilkan.
3. Treatment, yaitu pengolahan terhadap limbah B3 yang dihasilkan sebelum
dilakukan proses penimbunan (disposal)
4. Disposal, yaitu penimbunan limbah B3
5. Remediation, yaitu penyembuhan lahan yang tercemar/terkontaminasi limbah
B3
Pengolahan limbah radioaktif dapat dilakukan dengan tujuan mereduksi
volume dan kondisioning limbah, agar dalam penanganan selanjutnya pekerja
radiasi, anggota masyarakat dan lingkungan hidup aman dari paparan radiasi dan
kontaminasi. Teknologi pengolahan yang umum digunakan antara lain adalah
teknologi alih-tempat (dekontaminasi, filtrasi, dll), teknologi pemekatan
(evaporasi, destilasi, dll), teknologi transformasi (insinerasi, kalsinasi) dan
teknologi kondisioning (integrasi dengan wadah, imobilisasi, adsorpsi/absorpsi).
Limbah yang telah mengalami reduksi volume selanjutnya dikondisioning dalam
matrik beton, aspal, gelas, keramik, sindrok, dan matrik lainnya, agar zat
radioaktif yang terkandung terikat dalam matrik sehingga tidak mudah terlindi
dalam kurun waktu yang relatif lama (ratusan/ribuan tahun) bila limbah tersebut
disimpan secara lestari/di disposal ke lingkungan. Pengolahan limbah ini

7
bertujuan agar setelah ratusan/ribuan tahun sistem disposal ditutup (closure),
hanya sebagian kecil radionuklida waktu-paro (T1/2) panjang yang sampai ke
lingkungan hidup (biosphere), sehingga dapat meminimalisasi dampak radiologi
yang ditimbulkan.
Dalam studi kasus dapat disimpulkan bahwa pengelolaan limbah B3 tidak
berjalan dengan baik. Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan studi kasus
tersebut antara lain :
1. Perlu adanya controlling dari CNEN atau badan yang mengatur pengelolaan
limbah radioaktif khususnya mengenai senyawa radioaktif dalam bidang
radiologi
2. Penyusunan dan aplikasi regulasi serta sanksi yang tegas terkait pengelolaan
limbah radioaktif
3. Pemantauan lebih lanjut di lokasi kontaminasi dan penduduk yang
terkontaminasi

8
BAB III
KESIMPULAN

1. Senyawa yang menyebabkan kontaminasi dalam studi kasus adalah cesium


klorida yang merupakan senyawa radioaktif. Cesium klorida menghasilkan 2
produk radioaktif, yaitu partikel beta dan sinar gamma yang dapat merusak
tubuh manusia
2. Kontaminasi radioaktif terjadi akibat pengelolaan limbah B3 yang tidak baik
dari penghasil limbah B3. Selain itu, pengawasan yang kurang dari badan
yang bertanggung jawab tidak berjalan dengan baik
3. Pembuatan regulasi dan sanksi yang tegas serta pengawasan perlu dilakukan
dalam pengelolaan limbah B3 agar kontaminasi radioaktif tidak terjadi

9
REFERENSI
1. ______. 2012. Cesium Radiation Goiania, Brazil Sept 13th 1987.
http://panji1102.wordpress.com/2012/02/20/cesium-radiation-goiania-brazil/.
Akses 15 September 2013
2. Adee, Sally. 2011. Contamination in Goianua.
http://www.lastwordonnothing.com/2011/03/28/contamination-in-goiania/.
Akses 14 September 2013
3. Cesium Chloride. http://en.wikipedia.org/wiki/Cesium_chloride. Akses 9
November 2013
4. Roper, David and Marco Antonio. 1988. The Goiania Radiation Incident : A
Failure Science and Society. http://www.veneermagazine.com/01-
18/01/the_group/goiania.html. Akses 9 november 2013

Anda mungkin juga menyukai