Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

I. Definisi
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi
dengan orang lain (Keliat, BA, 1998 dalam Trimelia, 2011).

Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes
RI, 2000 dalam Trimelia, 2011).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Trimelia, 2011).

II. Rentang Respon


Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya akan menimbulkan
respons-respons sosial pada individu. Menurut Stuart dan Sundeen (1995)
dalam Trimelia (2011) respons sosial individu berada dalam rentang adaptif
sampai maladaptif.

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Solitude Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Mutualisme Ketergantungan Narcisme

1
Interdependen
Respons adaptif adalah respons individu dalam penyelesaian masalah yang
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang
umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang, jadi individu tersebut
masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalahnya. Respons ini
meliputi:

- Solitude (menyendiri) adalah respons yang dibutuhkan seseorang untuk


merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan juga
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
- Otonomi adalah kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
- Mutualisme atau bekerja sama adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
- Interdependen atau saling ketergantungan antar individu dengan orang lain
dalam rangka membina hubungan interpersonal.

Respons maladaptif adalah respons individu dalam penyelesaian masalah yang


menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respons ini meliputi:

- Kesepian adalah individu sulit merasa intim, merasa takut dan cemas.
- Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina
hubungan dengan orang lain.
- Ketergantungan akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan rasa
percaya diri akan kemampuannnya.
- Manipulasi adalah individu memperlakukan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
- Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.

2
- Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu
berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus,
sikapnya egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.

III. Faktor Predisposisi menurut Trimelia (2011):


1) Gangguan tugas perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Apabila tugas-tugas dalam setiap perkembangan
tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
selanjutnya. Misalnya: adanya kegagalan menjalin hubungan intim
dengan sesama jenis, tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas,
kegagalan dalam bekerja, bergaul, sekolah, itu semua akan
mengakibatkan ketergantungan pada orang tua dan rendahnya
ketahanan terhadap berbagai kegagalan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti adanya
komunikasi yang tidak jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana
individu menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu yang
bersamaan dan ekspresi emosi yang tinggi disetiap berkomunikasi.
3) Faktor pola asuh keluarga dan sosial budaya
Mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut keluarga. Misalnya:
pada anak yang kelahirannya tidak diharapkan, seperti hamil diluar
nikah, kegagalan KB, jenis kelamin yang tidak diinginkan, cacat, akan
menyebabkan keluarga mengasingkan individu tersebut dan
mengeluarkan komentar-komentar yang negatif, merendahkan dan
menyalahkan.

3
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung yang
menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ
tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak. Klien skizoprenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang
abnormal pada otak, seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk
sel-sel dalam limbik dan kortikal.

IV. Faktor Presipitasi menurut Trimelia (2011)


1) Faktor eksternal dan internal
Stressor sosial budaya, keluarga dan psikologik. Misalnya: stres
terjadi akibat ansietas atau rasa cemas yang berkepanjangan dan
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas atau rasa cemas terjadi akibat berpisah dengan
orang terdekat, hilangnya pekerjaaan atau orang yang dicintai.
2) Koping individu tidak efektif
Saat individu mengalami kegagalan menyalahkan orang lain,
ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan
dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tinggi self ideal dan tidak
mampu menerima realitas dengan rasa syukur.

Pohon masalah

4
Gangguan Persepsi Sensori: halusinasi
pendengaran/penglihatan/penciuman/perabaan/pengecapan.

Defisit Perawatan Diri

Isolasi Sosial Kurang Motivasi

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Koping individu tidak efektif

Sumber: Trimelia (2011)

V. Jenis/Tanda Gejala
Tanda gejala menurut Trimelia (2011):

5
a. Gejala subjektif
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
- Klien merasa tidak man berada dengan orang lain.
- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
- Klien merasa tidak berguna.
b. Gejala objektif
- Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan.
- Respons verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada.
- Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai.
- Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri.
- Menyendiri dalm ruangan, sering melamun.
- Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang.
- Kurang bergairah atau spontan, apatis, aktifitas menurun.
- Ekspresi wajah tidak berseri
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
- Retensi urin dan feses.
- Kurang energi.
- Posisi tidur seperti janin.
- Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk.
- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
- Rendah diri.

VI. Proses Keperawatan


VI.1 Pengkajian

6
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan isolasi sosial menurut
Fitria (2014):
- Data Subjektif
o Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
o Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan minta
untuk sendirian.
o Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
o Tidak mau berkomunikasi
o Data tentang pasien biasanya didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan pasien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau
teman dekat.
- Data Objektif
o Kurang spontan
o Apatis (acuh terhadap lingkungan)
o Ekspresi wajah kurang berseri
o Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
o Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
o Mengisolasi diri
o Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
o Asupan makanan dan minuman terganggu.
o Retensi urin dan feses
o Aktivitas menurun.
o Kurang berenergi atau bertenaga
o Rendah diri
o Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya
pada posisi tidur).

VI.2 Diagnosa Keperawatan


- Isolasi Sosial

7
VI.3 Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan menurut Fitria (2014):

Nama Klien : Ruangan :


No CM : Dx Medis :

No. Diagnosa Perencanaan


Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1: SP Setelah ...x Dorong klien uk mampu menyebutkan Dengan
Klien mampu interaksi, klien menarik diri mengetahui
menyebutkan mampu penyebab klien
penyebab menarik menyebutkan menarik diri dapat
diri menarik diri ditemukan
mekanisme koping
Isolasi Sosial
klien dalam
interaksi sosial,
serta strategi apa
yang akan
diterapkan kepada
klien
SP 1: Setelah...x Diskusikan bersama klien tentang keuntungan Dengan
Berdiskusi dengan interaksi, klien berinteraksi dengan orang lain mengetahui
klien tentang dapat menyebutkan keuntungan
keuntungan keuntungan berinteraksi
berinteraksi dengan berinteraksi dengan dengan orang lain,
orang lain orang lain maka klien akan
termotivasi untuk
berinteraksi

8
dengan orang lain
SP 1: Setelah...x Diskusikan bersama klien tentang kerugian Dengan
Berdiskusi dengan interaksi, klien berinteraksi dengan orang lain berinteraksi
klien dapat menyebutkan mengetahui
tentangkerugian kerugian kerugian
tidak berinteraksi berinteraksi dengan berinteraksi
dengan orang lain orang lain dengan orang lain,
maka klien akan
termotivasi untuk
berinteraksi
dengan orang lain
SP1: Setelah.. interaksi, Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu Melibatkan klien
Klien diajarkan oleh klien mengetahui orang. dalam interaksi
perawat tentang cara berkenalan sosial akan
cara berkenalan dngan satu orang mendorong klien
dengan satu orang untuk melihat dan
merasaan secara
langsung
keuntungan dari
berinteraksi sosial
serta
meningkatkan
konsep diri klien.
SP 1: Setelah ... Masukan kegiatan berbincang-bincang Memasukan
Klien dapat interakaksi, klien dengan orang lain dalam kegiatan harian. kegiatan
memasukan memasukan berbincang-
kegiatan kegiatan bincang dengan
berbincang-bincang berbincang-bincang orang lain ke
dengan orang lain dengan orang lain dalam kegiatan
dalam kegiatan dalam kegiatan harian akan
harian harian. membantu klien

9
mencapai interaksi
sosial secara
bertahap.

SP 2: Setelah ... interaksi, Evaluasi kegiatan harian klien mengenai


Jadwal kegiatan klien dapat kegatan berbincang-bincang dengan orang Evaluasi sebagai
harian klien dapat mengevaluasi lain. upaya untuk
teravaluasi kegiatan harian merencanakan
mengenai kegiatan klien mengenai kegiatan
berbincang-bincang kegiatan selanjutnya apakah
dengan orang lain berbincang-bincang klien bisa
dengan orang lain melakukan intraksi
sosial dengan dua
orang atau lebih.
Sp 2: Setelah ... intraksi, Dorongan klien untuk mempraktikan cara
Klien dapat klien dapat berkenalan dengan satu orang. Melibatkan klien
mempraktikan cara mempraktikan cara dalam intraksi
berkenalan dengan berkenalan dengan sosial akan
satu orang satu orang mendorong klien
untuk melihat dan
merasakan secara
langsung
keutungan dari
berinteraksi sosial
serta
meningkatkan
konsep diri klien.
SP 2: Setelah ... intraksi, Masukan kegiatan berbincang-bincang Memasukan
Klien dapat klien dapat dengan orang lain sebagai salah satu kegian kegiatan
memasukan memasukan harian. berbincang-
kegiatan bebincang- kegiatan bincang dengan

10
bincang dengan berbincang-bincang orang lain kedalam
orang lain sebagai dengan orang lain kegiatan harian
salah kegiatan sebagai salah satu akan membantu
harian kegiatan harian klien mencapai
intraksi sosial
secara bertahap.
SP 3: Setelah... interaksi Evaluasi jadwal kegiatan harian klien. evaluasi sebagi
Klien dapat klien dapat upaya untuk
mengevaluasi mengevaluasi merencanakan
jadwal kegiatan jadwal kegiatan kegiatan
harian klien harian klien selanjutnya apakah
klien bisa
melakukan
interaksi sosial
dengan dua orang
atau lebih.
SP 3: Setelah,, interaksi Dorong klien untuk dapat berkenalan dengan Melibatkan klien
Klien dapat klien dapat dua orang atau lebih dalam interaksi
berkenalan dengan berkenalan dengan sosial akan
dua orang atau lebih dua orang ata lebih mendorong klien
untuk melihat dan
merasakan secara
langsung
keuntungan dari
berinteraksi sosial
serta
meningkatkan
konsep diri klen.
SP iatan jarian3: Setelah,, interaksi Masukkan kegiatan berbincang-bincang Memasukkan
Klien dapat klien dapat denga dua orang atau lebih ke dalam jadwal kegiatan
memasukkan memasukkan kegiatan harian. berbincang-

11
kegatan berbincang- kegiatan bincang dengan
bincang dengan dua berbincang-bincang orang lain ke
orang atau lebih ke dengan dua orang dalam kegiatan
dalam jadwal keg atau lebih ke dalam harian akan
jadwal kegiatan membantu klien
harian mencapai interaksi
sosial secara
bertahap.

12
VII. Strategi Pelaksanaan Tindakan
a. SP Klien
1) SP I
a) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
b) Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
c) Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
d) Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
e) Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincangdengan orang lain dalam kegiatan harian.

2) SP II
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara
berkenalan dengan satu orang (perawat).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

3) SP III
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara
berkenalan dengan satu orang (klien lain).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

4) SP IV
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempraktikkan cara
berkenalan dengan dua orang atau lebih (kelompok).
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
5) SP V

13
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Menjelaskan cara patuh minum obat.
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

b. SP Keluarga
1) SP I
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya
isolasi sosial.
c) Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi sosial.

2) SP II
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi
sosial.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien.

3) SP III
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
b) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta: TIM

15
Banjarmasin, 5 Desember 2016

Nurse Muda

Myka Selvia,S.Kep

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Nor Afni, S.Kep.Ns Yayu Husniati,S.Kep.Ns

16

Anda mungkin juga menyukai