Anda di halaman 1dari 43

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak

ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat

diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal dengan

perawatan. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang

meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan

dalam proses produksi.

1. Pemeliharaan

a. Pengetian pemeliharaan

pemeliharaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-

ulang dengan tujuan agar peralatan selalu memiliki kondisi yang sama

dengan keadaan awalnya. Maintenance atau pemeliharaan juga dilakukan

untuk menjaga agar peralatan tetap berada dalam kondisi yang dapat

diterima oleh penggunannya.

Maintenance yang dalam bahasa indonesia biasa disebut

pemeliharaan/perawatan merupakan aktifitas yang bertujuan untuk

memastikan suatu fasilitas secara fisik bisa secara terus menerus

melakukan apa yamg pengguna inginkan. Untuk pengertian pemeliharaan

lebih jelas adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan

untuk menjaga suatu barang dalam atau memperbaikinya sampai suatu

kondisi yang bias di terima ( Kurniawan, 2013 ).


9

b. Tujuan Pemeliharaan

Menurut Kurniawan (2013) beberapa tujuan dan tindakan yang

harus dilakukan dalam kegiatan perawatan. Misalnya melakukan

perawatan terhadap mesin:

1) Mesin dapat menghasilkan output sesuai dengan kebutuhan yang

direncanakan.

2) Kualitas produk yang dihasilkan oleh mesin dapat terjaga dan

sesuai dengan harapan.

3) Mencegah terjadinya kerusakan berat yang memerlukan biaya

perbaikan yang lebih tinggi.

4) Untuk menjamin keselamatan tenaga kerja yang menggunakan

mesin yang bersangkutan.

5) Tingkat ketersediaan mesin yang maksimum (berkurangnya

downtime.

6) Dapat memperpajng masa pakai mesin atau peralatan kerja.

7) Membantu para pengambil keputusan, sehingga dapat memilih

solusi optimal terhadap kebijakan perawatan fasilitas industri.

8) Melakukan perencanaan terhadap perawatan preventive, sehingga

memudahkan dalam proses pengontrolan aktivitas industri.

9) Merduksi biaya perbaikan dan biaya yang timbul dari terhentinya

proses karena permasalahan keandalan mesin.

Dengan melihat tujuan dari pemeliharaan mesin di atas dapat diketahui

bahwa proses pemelihraan mesin sangat di perlukan untuk kebutuhan


10

proses produksi sehingga tidak mengganggu jadwal produksi dan

pembengkakan biasa pemelihaaran. Dan juga menjelaskan beberapa

tindakan yang harus dilakukan saat merawat mesin, diantanya:

c. Pemeriksaan

1) Pemeriksaan terhadap sistem yang dalam kondisi siap pakai

(serviceable), bertujuan untuk melihat apakah ada hal-hal yang

dapat menimbulkan kerusakan.

2) Pemeriksaan terhadap sistem yang dalam kondisi tidak siap pakai

tau rusak (unserviceable), bertujuan untuk menentukan jenis

kerusakan, tingkat kerusakan, dan suku cadang yang diperlukan.

3) Pemeriksaan yang dilakukan pada sistem yang telah selesai

mengalami perawatan, bertujuan untuk melihat apakah prosedur

dan mutunyasesuai standar yang digunakan.

d. Servicing adalah kegiatan yang meliputi mencuci, pelumasan, dan hal-

hal lain yang sejenis.

e. Perbaikan yaitu kegiatan ini merupakan perawatan yang tidak

terjadwal untuk memperbaiki bagian yang rusak. Pekerjaaanya

meliputi pembongkaran, penggantian yang rusak, pemasangan

kembali dan pengujian.

f. Modifikasi bertujuan mengubah dari kondisi asli system dengan cara

menambah, mengurangi, dan membentuk.


11

g. Uji coba meliputi pengujian yang dilakukan atas suatu peralatan atau

mesin untuk meyakinkan bahwa peralatan atau mesin dapat berfungsi

dengan baik.

2. Jenis - jenis Perawatan

Menurut Sudrajat (2011) perawatan adalah suatu aktifitas yang

diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan

suatu fasilitas agar fasilitas tersebut dapat berfungsi dengan baik dan

dalam kondisi yang siap pakai. Sistem perawatan yang dilakukan

dengan baik dapat memudahkan proses produksi sesuai dengan target

yang diberikan.

Kegiatan pemeliharaan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu

corrective maintenance (breakdown maintenance), preventive

maintenance dan total productive maintenance (perawatan

keseluruhan). Dengan adanya beberapa jenis perawatan mesin ini di

harap perusahaan mampu menganaliasa permasalahan dari dini

sehingga tidak menganggu proses produksi.

3. Perawatan Preventif

Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance) Perawatan

pencegahan merupakan perawatan yang dilakukan sebelum mesin

mengalami kerusakan. Tindakan ini sangat baik untuk mengatisipasi

agar mesin tidak berhenti pada waktu yang telah direncanakan.

Preventive maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan

terjadwal, umumya secara periodik, dimana sejumlah tugas


12

pemeliharaan seperti inspeksi, perbaikan, pergantian, pelumasan dan

penyesuaian dilaksanakan. Dengan adanya preventive maintenance

diharapkan semua mesin yang ada akan terjamin kelancaran proses

kerjanya sehingga tidak ada yang terhambat dalam proses produksinya

dan bisa selalu dalam keadaan optimal (Kurniawan, 2013).

4. Metode Pemeliharaan

Untuk dapat memaksimalkan pemeliharaan mesin produksi suatu

perusahaan diperlukan metode yang tepat. Metode yang dapat

digunakan dalam pemeliharaan mesin yaitu diantaranya adalah metode

total productive maintenance (TPM) dan metode realibility centered

maintenance (RCM).

a. Metode Total Productive Maintenance (TPM)

Menurut Haryadi (2009) mendefinisikan Total Productive

Maintenace (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif dalam

maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan serta

mengurangi/ menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown)

dengan melakukan identifikasi terlebih dahulu.

Dengan kata lain Total Productive Maintenance sering

didefinisikan sebagai productive maintenance yang dilaksanakan

oleh seluruh pegawai, didasarkan pada prinsip bahwa peningkatan

kemampuan peralatan harus melibatkan setiap orang di dalam

organisasi, dari lapisan bawah sampai manajemen puncak. Kata


13

total dalam total productive maintenance mempunyai tiga

pengertian yang dikaitkan pada tiga hal penting dari TPM :

1) Total Effectiveness
menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk efisiensi ekonomi -

efektifitas dari peralatan/mesin secara keseluruhan- dan mencapai

keuntungan.

2) Total Participation
semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua

fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM (dari operator sampai

top management).

3) Total Maintenance System

pelaksanaan perawatan dan peningkatan efektifitas dari fasiitas dan

kesatuan operasi produksi. Meliputi maintenance prevention,

maintainability improvement, dan preventive maintenance.

Sasaran TPM adalah Zero ABCD, Haryadi (2009), yaitu antara


lain :

1) Accident, yang artinya dengan penerapan TPM yang baik maka

diharapkan dapat meminimalisasi adanya kecelakaan kerja.

2) Breakdown, artinya TPM mempunyai sasaran agar tidak terjadi

adanya kerusakan (breakdown), sebab dengan adanya

breakdown dapat mengganggu aktivitas proses produksi.

3) Crisis, yaitu TPM bertujuan untuk mengurangi semua krisis

yang terjadi yang jelas-jelas sangat merugikan perusahaan.


14

4) Defect, artinya TPM juga mempunyai sasaran untuk mengurangi

atau bahkan menghilangkan segala cacat produk yang terjadi

sehingga produk yang dinikmati oleh konsumen sangat terjamin

kualitasnya.

b. Metode Reability Centered Maintenance (RCM)

Dhillon (2002) menyebutkan bahwa reliability centered maintenance

adalah sistematis proses yang digunakan untuk menentukan apa yang

harus dilaksanakan untuk memastikan setiap fasilitas dapat terus

menjalankan fungsinya dalam operasionalnya. RCM berfokus pada

preventive maintenance (PM) terhadap kegagalan yang sering

terjadi.

Beberapa tujuan penting dari penerapan RCM adalah:

1) Memebentuk desain yang berhubungan supaya dpat memfasilitasi

Preventive maintenance (PM).

2) Mendapatkan informasi yang berguna untuk meningkatkan desain

dari produk atau mesin yang ternyata tidak memuaskan, yang

berhubungan dengan kehandalan.

3) Membentuk PM dan tugas yang berhubungan yang dapat

mengembalikan kehandalan dan keamanan pada levelnya semula

pada saat terjadinya penurunan kondisi peralatan atau sistem.


15

5. Reliability Centered Maintenance

Reliability Centered Maintenance (RCM) memberikan suatu

metode terstruktur untuk menganalisis fungsi dan kegagalan potensian

dari suatu assset fisik (pesawat udara, manufacturing production line,

dan lain-lain) dengan fokus terhadap mempertahankan fungsi sistem,

daripada mempertahankan peralatan itu sendiri. RCM dipergunakan

untuk mengembangkan suatu rencana perawatan (maintenance plan)

dengan tingkat pengoperasian yang tertentu dengan tingkat resiko

tertentu, uan efisien dan efektif.

Menurut Gulati (2013) reliability centered maintenance adalah

sebuah proses yang sistematis dan terstruktur untuk mengembangkan

suatu rencana perawatan yang efektif dan efisien untuk mengurangi

probabilitas kegagalan asset. Perawatan berbasis keandalan atau yang

biasa juga disebut dengan reliability centered maintenance merupakan

suatu perawatan yang tidak dapat bertindak lebih selain menjamin agar

aset-aset tetap terjaga dan terus menerus mencapai kemampuan

dasarnya atau fungsi utamanya yang telah ditentukan.

Menurut Pranoto (2015) reliability centered maintenance adalah

suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus

dilakukan untuk menjamin agar asset fisik dapat berjalan dengan terus-

menerus sesuai dengan fungsi yang telah diharapkan dalam konteks

operasinya saat ini. Dari pengertian diatas dapat dikembangkan bahwa

sebelum memiliki sebuah asset maka terkebih dahulu harus mengetahui


16

apa yang harus dilakukan untuk menjaga agar fungsinya dapat berjalan

dengan terus-menerus sesuai dengan konteks operasinya.

Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7

pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti. Ketujuh

pertanyaan mendasar tersebut adalah (Ansori, 2013):

a. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item

dalam konteks pada saat ini (system function)?

b. Bagaimana item/ peralatan tersebut rusak dalam menjalankan

fungsinya (functional failure)?

c. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut

(failure mode)?

d. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure

effect)?

e. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi (failure

consequence)?

f.Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah

masing-masing kegagalan tersebut (proactive task and task

interval)?

g. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang

sesuai tidak berhasil ditemukan?

RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk

mengembangkan preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada

prinsip bahwa kehandalan dari peralatan dan stuktur dari kinerja yang
17

akan dicapai adalah fungsi dari perencanaan dan kualitas

pembentukan preventive maintenance yang efektif. Perencanaan

tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah diprediksikan

dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance (RCM)

didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk

menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik

dalam konteks operasinya.

Secara mendasar, metodologi RCM menyadari bahwa semua

peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang

sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi dari peralatan

berbeda-beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-

beda juga.

Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang

bahwa suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber

daya, sehingga perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas,

RCM adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi

sebuah fasillitas dan sumber daya untuk menghasilkan reliability yang

tinggi dan biaya yang efektif. RCM sangat bergantung pada predictive

maintenance tetapi juga menyadari bahwa kegiatan maintenance pada

peralatan yang tidak berbiaya mahal dan tidak penting terhadap

Reliability peralatan lebih baik dilakukan pendekatan reactive

maintenance. Pendekatan RCM dalam melaksanakan program


18

maintenance dominan bersifat Predictive dengan pembagian sebagai

berikut:

a. < 10% Reactive.

b. 25% - 35% Preventive.

c. 45% - 55% Predictive.

Pada umumnya penerapan reliability centered maintenance lebih

menitik beratkan pada penggunaan analisa kualitatif untuk menganalisa

komponen-komponen yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu

sistem. Sedangkan alat yang digunakan dalam melakukan analisa kualitatif

adalah Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) dan Decisision

Diagram.

Tujuan dari RCM adalah sebagai berikut (Dhillon, 2017):

a. Untuk mengembangkan desain terkait priotas utama dalam

memfasiltasi dalam rangka untuk perawatan pencegahan

b. Untuk mengumpulkan iformasi yang berguna untuk meningkatkan

desain dari item yang memiliki kehandalan yang kurang

memuaskan.

c. Untuk mengembangkan perawatan pencegahan yang dapat

mengembalikan kehandalan dan keselamatan dari kerusakan

peralatan atau sistem

d. Untuk mencapai tujuan dari RCM disaat suatu organisasi memiliki

biaya yang minimal.


19

Ada 4 prinsip yang mendefinisikan ciri dari RCM dan yang

membedakan dari sistem perencanaan lainnya (Gulati, 2013) :

a. Tujuan utama dari RCM adalah untuk melestarikan fungsi system.

Prinsip ini adalah salah satu yang paling penting dan mungkin

sangat sulit untuk diterima karena bertentangan pada gagasan yang

telah tertanam pada prinsip perawatan pencegahan yang telah

dilakukan demi melestarikan peralatan. Dalam menangani fungsi

sistem,pertama kami ingin tahu hasil apa yang harus diharapkan

dan harus memahami bahwa melestarikan sebuah fungsi adalah

tugas utama kita.

b. Mengidentifikasi mode kegagalan yang dapat mengalahkan fungsi.

Pada prinsip yang kedua ini adalah bagaimana mengindentifikasi

mode kegagalan tertentu pada komponen tertentu pula yang dapat

berpotensi menghasilkan kesalahan funsional yang tidak

diinginkan.

c. Memprioritaskan kebutuhan fungsi (mode kegagalan).

Semua fungsi tidak sama pentingnya, sebuah pendekatan yang

sistematis untuk memprioritaskan semua kegagalan dan mode

kegagalan menggunakan alasan yang rasional.

d. Memilih tugas yang berlaku dan efektif

Perawatan pencegahan atau perawatan dalam kondisi biasa harus

tetap dilakukan berlaku secara terstruktur dan efektif.

Pengaplikasian dari tugas perwatan ini dilakukan jika salah satu


20

dari tiga alasan untuk melakukan perawatan, berikut adalah 3

alasan melakukan perawatan pencegahan :

1) Mencegah atau mengurangi kegagalan

2) Mendeteksi terjadinya kegagalan

3) Menemukan kegagalan yang tersembunyi

6. Ruang Lingkup Reliability Centered Maintenance

Ada empat komponen besar dari reliability centered maintenance

(RCM) yaitu reactive maintenance, preventive maintenance, predictive

maintenance dan proactive maintenance. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat dari bagan dibawah :

Reactive Preventive
maintenancen maintenance
ce

RCM

Predictive testing
Proactive
and inspection
maintenance

Sumber : Engineering Maintanance a Modern Approach,Dhillon,2002

Gambar 2. 1 Komponen-Komponen RCM

a. Preventive maintenance

Preventive maintenance merupakan bagian terpenting dalam

aktifitas perawatan. Preventive maintenance dapat diartikan sebagai

sebuah tindakan perawatan untuk menjaga sistem/sub-assembly agar

tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya dengan cara mempersiapkan


21

inspeksi secara sistematik, deteksi dan koreksi pada kerusakan yang

kecil untuk mencegah kerusakan yang lebih besar. Beberapa tujuan

utama dari preventive maintenance adalah untuk meningkatkan umur

produktif komponen, mengurangi terjadinya breakdown pada

komponen kritis, untuk mendapatkan perencanaan dan penjadwalan

yang dibutuhkan.

b. Reactive maintenance

Reactive maintenance jenis perawatan ini juga dikenal sebagai

breakdown, mengambil tindakan apabila terjadi kerusakan, run-to-

failure atau repair maintenance. Ketika menggunakan pendekatan

perawatan ini hanya dilakukan pada saat item yang dimaksud

mengalami kegagalan fungsi saja. Cara seperti ini biasa disebut dengan

perawatan yang tak terjadwal, biasanya cara seperti ini sangat jarang di

gunakan karena beresiko tinggi terhadah keselamatan terhadap operator

dan juga memakan biaya yang sangat tinggi. Reactive maintenance

dapat dipilih sebagai cara yang efektif ketika keputusan yang sangat

penting, berdasarkan dari kesimpulan analisis RCM bahwa resiko

perbandingan biaya kerusakan dengan biaya perawatan dibutuhkan

untuk mengurangi biaya kerusakan.

Dalam menentukan interval waktu pelaksanaan preventive

maintenance biasanya menggunakan data Mean Time Between Failure

(MTBF) seabagai parameternya. Kemudian harus diadakan pemantuan

terhadap kondisi mesin atau peralatan untuk menentukan kondisi mesin


22

dan untuk mentapkan tren peramalan dari kondisi mesin yang akan

datang. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam meramalkan

kecenderungan pada waktu tertentu antara lain :

1) Mencegah kegagalan dari pengalaman masa lalu, membutuhkan

data historis kegagalan mesin dan pengalaman dalam menentukan

kemungkinan terjadinya kegagalan pada suatu mesin.

2) Distribusi statistik dari data kegagalan, distribusi kegagalan dan

probabilitas kegagalan dapat diketahui dengan menggunakan

analisis statistic

3) Pendekatan konservatif, dilakukan dengan monitoring mesin dan

peralatan secara berkala disetiap interval waktu yang telah

ditentukan.

c. Tes prediksi dan inspeksi

Banyak metode yang digunakan dalam menentukan perawatan

pencegahan, namun itu belum valid sebelum didapatkan karakteristik

dari umur kehandalan suatu komponen. Biasanya informasi tersebut

tidak didapat dari produsen sehingga dapat memprediksikan jadwal

perawatan atau perbaikan pada awalnya.

Tes prediksi dan inspeksi ini digunakan untuk membuat jadwal dari

time based maintenance, karena hasilnya digaransi oleh kondisi

komponen yang termonitor. Data dari uji tersebut diambil secara

berkala untuk mendapatkan trend dari kondisi komponen, perbandingan

data antar komponen, dan proses analisis statistik. Uji prediksi dan
23

inspeksi ini tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya metode karena

tidak memungkinkan mengatasi semua kegagalan.

d. Proactive maintenance

Proactive maintenance merupakan jenis perawatan yang dapat

membantu meningkatkan perawatan dengan malalui suatu tindakan

desain yang lebih baik, workmanship, pemasangan, penjadwalan dan

prosedur perawatan. Karaterisitik dari jenis perawatan ini adalah suatu

penerapan yang berkelanjutan dan masih dalam proses pengembangan.

Untuk memastikan bahwa suatu desain atau prosedur yang telah

dibuat oleh ahlinya adalah efektif, memastikan bahwa tidak

memepengaruhi keseluruhan perawatan dari yang terjadi dalam lingkup

keseluruhan, dengan tujuan akhir adalah untuk mengoptimalkan dan

menggabungkan metode perawatan lainnya dengan teknologi pada

masing-masing aplikasi.

7. Element dari Reliability Centered Maintenance

Pada umumnya reliability centered maintenance digunakan untuk

mencapai perbaikan pada bidang pemeliharaan, mencapai tingkat

minimum yang telah ditentukan, perubahan prosedur operasi, strategi

dan untuk menentukan modal pemeliharaan yang akan di tetapkan.

Keberhasilan dari pelaksaan RCM akan menghasilkan peningkatan

efektivitas biaya, kehandalan mesin, dan dapat mengetahui tingkat

resiko pada suatu.


24

Menurut Pranoto (2015) menganalisis kebutuhan perawatan asset

pada perusahaan, kita perlu mengetahui jenis asset itu dan menetapkan

yang mana yang diikutsertakan dalam proses tinjauan RCM. Setelah itu,

proses tinjauan RCM memerlukan tujuh pertanyaan (untuk setiap aset

yang terpilih) sebagai berikut :

a. Apa fungsi dan standar prestasi yang terkait dengan asset dalam

konteks operasinya saat ini?

b. Dengan jalan apa saja aset ini bisa gagal dalam memenuhi

fungsinya?

c. Apa yang menyebabkan setiap kegagalan fungsional?

d. Apa yang terjadi pada setiap kegagalan yang timbul?

e. Apa saja pengaruh dari kegagalan ini?

f. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah setiap kegagalan ?

g. Apa yang sebaiknya dilakukan bila tugas pencegahan yang sesuai

tidak dapat ditemukan?

Tidak seperti beberapa perawatan yang lainnya dalam perencanaan

reliability centered maintenance dapat mengasilkan beberapa pilihan

yang dapat ditindaklanjuti secara nyata, berikut hasil yang didapatkan

dari pengaplikasian RCM :

a. Jadwal perawatan, yang termasuk didalamnya :

1) Waktu yang terarah, (kalender/menjalankan berdasarkan waktu

yang ditentukan dalam perawatan pencegahan

2) Kondisi yang terarah (Conditional Based Maintenance)


25

3) Menemukan kegagalan (tugas dari seorang operator)

4) Menjalankan kegagalan (berdasarkan keputusan yang

ekonomis)

b. Mengubah prosedur operasi yang dijalankan oleh operator untuk

melindungi aset, yang mana termasuk didalamnya adalah jenis

perawatan seperti mengganti filter, mengambil sampel oli, dan

mengukur rekaman operasi pada suatu aset.

c. Sebuah daftar perubahan desain aset yang direkomendasikan untuk

mencapai kinerja yag diinginkan.

Dalam reliability centered maintenance menekankan bahwa semua

bentuk kegagalan itu buruk dan harus dilakukan pencegahan, untuk

pemahaman yang luas mengenai tujuan dari perawatan. Mencari strategi

yang paling efektif yang memfokuskan pada kinerja organisasi agar

pengaplikasian dari RCM tersebut dapat berjalan dengan baik dan

menghasilkan apa yang diinginkan oleh suatu perusahaan.

8. Kegagalan Fungsional pada Reliability Centered Maintenance

Seberapa memuaskan suatu kondisi tergantung pada konsekuensi

kegagalan, yang pada gilirannya tergantung pada konteks operasi

peralatan. Batas antara kondisi memuaskan dan tidak memuaskan

tergantung pada fungsi dari peralatan tersebut apakah sudah dalam

konteks operasinya. Batasnya dispesifikasikan oleh standar prestasinya.

Berikut adalah pendapat kegagalan fungsional menurut ahli:


26

Menurut Pranoto (2015) kegagalan fungsional adalah

ketidakmampuan suatu aset fisik dalam memenuhi standar prestasi yang

diinginkan. Definisi kegagalan fungsi fungsional mencakup kerugian

fungsionalnya dan situasi dimana prestasinya jatuh dari batas prestasi

yang dapat diterima. Standar prestasi dan kegagalan fungsional yang

terkait mudah didefinisikan, tetapi masalah tidak semudah itu bila

pandangan terhadap kegagalan melibatkan banyak pertimbangan dari

banyak orang. berikut ini adalah penyebab dari dasar kegagalan:

a. Kotor

Apabila kita serius dalam mencegah kegagalan, kita perlu

mengindentifikasi penyebab dasar dari setiap kegagalan fungsional

yang terjadi. Kategori-kategori penyebab kegagalan kebanyak

disebabkan oleh manusia, dengan kata lain harus segera ditangani

dengan cara yang halus dan secepat mungkin dimasukkan dalam

daftar sehingga dengan cepat akan diambil langkah pencenggahan.

Kotor atau debu merupakan kegagalan yang sangat umum. Debu

dapat mempengaruhi langsung mesin dengan menyebabkan

penyumbatan atau macet. Ini merupakan penyebab utama

kegagalan fungsi yang terkait dengan penampakan aset.

b. Pelumasan yang kurang tepat

Pelumasan dikaitkan dengan dua jenis mode kegagalan. Pertama,

zeisure atau keausan yang berlebihan yang disebabkan oleh

kekurangan pelumasan. Kedua, yang berhubungan dengan


27

kerusakan minyak pelumas yang itu sendiri, karena adanya geseran

dari molekul minyak pelumas, oksidasi, dan kerusakan aditif.

c. Salah pemasangan

Bila terjadi mesin pecah, komponen lepas, konsekuensinya sangat

serius sehingga mode kegagalan yang terkait harus segera didaftar.

Biasanya merupakan kegagalan pengelasan atau keeling yang

disebabkan karena retak atau korosi, atau komponen berulir yang lepas

dikarekan getaran.

d. Salah set up atau salah operasi

Banyak kegagalan fungsi yang disebabkan ketika mesin

dioperasikan tidak tepat. Mode kegagalan yang khas termasuk

pengoperasian pada kecepatan yang salah atau dalam urutan yang salah,

menggunakan tools atau material yang salah, men-start atau

menghentikan secara tiba-tiba, dan menggunakan alat untuk

menghentikan mesin secara tidak tepat.

9. Proses Analisis Reliability Centered Maintenance

Meskipun Reliability Centered Maintenance memiliki banyak variasi

dalam penerapannya, kebanyakan mengikuti prosedur sebagai berikut

(Gulati, 2013):

a. Memilih sistem dan mengumpulkan informasi

Tujuan dari langkah pertama adalah untuk memastikan bahwa

perencanaan RCM harus membentuk tim yang bertugas untuk

mengetahui sistem yang bermasalah atau penyebab utama dari


28

kegagalan. Biasanya untuk menganalisis masalah mengunakan

diagram pareto dan juga menurutkan kriteria total biaya perawatan

dari yang paling tinggi terlebih dahulu. Mengindetifikasi sistem

untuk menentukan dimensi pada RCM agar dapat memberikan

keuntungan terbesar pada investasi tersebut.

b. Mendefinisikan batasan sistem

Setelah sistem dipilih, langkah selanjutnya adalah menetukan

batasan-batasan keseluruhan dari sebuah sistem dan fungsional dari

sub- sistem. Langkah ini menjamin bahwa tidak adanya tumpang

tindih dari sebuah sistem yang saling berdekatan. Dalam hal ini kita

membutuhkan catatan yang jelas untuk referensi dimasa yang akan

datang yang persis dari apa yang telah didefinisikan dari sebuah

sistem.

c. Mendeskripsikan sistem dan diagram blok fungsional

Pada langkah ini yaitu mengindefikasi dan mendokumentasi rincian

terpenting dari sebuah sistem. Hal in mecakup dalam informasi

seperti:

1) Deskripsi sebuah sistem

2) Diagram blok fungsional

3) IN/OUT interfaces

4) Struktur dari sistem kerja

5) Data peralatan
29

Deskripsi dari dokumen sistem akan mencatat definisi garis besar

yang lebih akurat dari sistem tersebut pada saat menganalisis reliability

centered maintenance. Berbagai desain dan perubahan operasional yang

dapat mengakabitkan terjadinya lembur. Untuk itu, garis besar dari

sebuah sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi tugas mana yang

akan segera diganti pada perencanaan perawatan pencegahan yang

memungkinkan digukanan pada masa yang akan datang. Selain itu

mendokumentasi informasi dapat membantu menganalisis data

selanjutnya dalam:

a. Redundansi masa depan

Kebutuhan cadangan peralatan atau komponen, model alternantif

pengoperasian, kerangka desain, kemampuan operator dalam

memberikan solusi.

b. Perlindungan masa depan

Daftar perangkat yang dimaksudkan untuk mencegah komponen dari

kerusakan sekunder pada sistem ketika terjadi kegagalan: hal ini dapat

mencakup item seperti menghambat sinyal permisif, logika dan

isolasi.

c. Tombol control

Gambaran bagaimana sistem tersebut dikendalikan; seperti sistem

yang dikendalikan secara otomatis atau manual, pusat atau local, dan

dari berbagai kombinasi seperti diatas yang dapat diterapkan.


30

Teknik analisis ini lebih menekankan pada hardware orient atau

bottom- up approach. Dikatakan demikian karena analisis yang dilakukan,

dimulai dari peralatan yang mempunyai tingkat terendah dan

meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi.

Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti memaparkan berbagai

kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang

ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen berbagai mode kegagalan

berikut dampaknya pada sistem dituliskan pada sebuah FMEA Worksheet.

Dari analisis ini kita dapat memprediksi komponen mana yang

kritis, yang sering rusak dan jika terjadi kerusakan pada komponen

tersebut maka sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara

keseluruhan, sehingga kita akan dapat memberikan perilaku lebih terhadap

komponen tersebut dengan tindakan pemeliharaan yang tepat.

Dalam FMEA, dapat dilakukan perhitungan Risk Priority Number

(RPN) untuk menentukan tingkat kegagalan tertinggi. RPN merupakan

hubungan antara tiga buah variabel yaitu Severity (Keparahan),

Occurrence (Frekuensi Kejadian), Detection (Deteksi Kegagalan) yang

menunjukkan tingkat resiko yang mengarah pada tindakan perbaikan. RPN

dapat dirunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

RPN = Severity * Occurrence * Detection

Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang

dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan.


31

Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN tersebut. Ketiga

komponen tersebut adalah :

1) Severity

Membuat tingkatan severity yakni mengidentifikasi dampak potensial

yang terburuk yang diakibatkan oleh suatu kegagalan. Severity adalah

tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan

terhadap keseluruhan mesin. Nilai rating Severity antara 1 sampai 10.

Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki dampak yang

sangat besar terhadap sistem.

Tabel 2.1. Tingkatan Severity

Rating Criteria of severity effect


10 Tidak berfungsi sama sekali
9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan
8 Kehilangan fungsi utama
7 Pengurangan fungsi utama
6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan
5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan
4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah
3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah
2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah
1 Tidak ada efek
(Sumber: Harpco Systems)

2) Occurrence

Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau

kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah

kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada

mesin. Nilai rating Occurrence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan


32

jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau

sangat sering terjadi.

Tabel 2.2. Tingkatan Occurrence

Rating Proability of occurance


10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan
9 35-50 per 7200 jam penggunaan
8 31-35 per 7200 jam penggunaan
7 26-30 per 7200 jam penggunaan
6 21-25 per 7200 jam penggunaan
5 15-20 per 7200 jam penggunaan
4 11-15 per 7200 jam penggunaan
3 5-10 per 7200 jam penggunaan
2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan
1 Tidak pernah sama sekali
(Sumber: Harpco Systems)

3) Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan

atau mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Failure mode and effect

analysis meliputi pengidentifikasian yaitu:

a) Failure case: penyebab terjadinya failure mode.

b) Failure effect: dampak yang ditimbulkan failure mode,

failure effect ini dapat ditinjau dari 3 sisi level yaitu:

Komponen/local, system, dan plant.


33

Tabel 2.3. Tingkatan Detection

Rating Detection Design Control


10 Tidak mampu terdeteksi
9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi
8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
1 Pasti terdeteksi
(Sumber: Harpco Systems)

4) Logic tree analysis (LTA)

Penyusunan logic tree analysis merupakan proses yang kualitatif yang

digunakan untuk mengetahui konsekuensi yang ditimbulkan oleh

masing-masing failure mode.

Tujuan logic tree analysis adalah mengklasifikasikan failure mode

kedalam beberapa kategori sehingga nantinya dapat ditentukan tingkat

prioritas dalam penanganan masing-masing failure mode berdasarkan

kategorinya. Tiga pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah

terjadi ganguan dalam system?

b) Safety: Apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah

keselamatan?

c) Outage: Apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau

sebagian mesin berhenti?


34

Berdasarkan LTA tersebut failure mode dapat digolongkan dalam

empat golongan:

a) Kategori A, jika failure mode mempunyai konsekuensi safety

terhadap personel maupun lingkungan

b) Kategori B, jika failure mode mempunyai konsekuensi terhadap

operasional plant (mempengaruhi kuantitas ataupun kualitas

output) yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi secara

signifikan.

c) Kategori C, jika failure mode tidak berdampak pada safety maupun

operasional plant dan hanya menyebabkan kerugian ekonomi yang

relatif kecil untuk perbaikan.

d) Kategori D, jika failure mode tergolong sebagai hidden failure,

yang kemudian digolongkan lagi kedalam kategori D/A, D/B, dan

D/C

Gambar 2.2. dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree Analysis (LTA).

Gambar 2. 2 Struktur Logic Tree Analysis


35

5) Pemilihan tindakan

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dari proses analisis

RCM. Dari tiap mode kerusakan dibuat daftar tindakan yang mungkin

untuk dilakukan dan selanjutnya memilih tindakan yang paling efektif.

Dalam pelaksanaannya pemilihan tindakan dapat dilakukan dengan

empat cara yaitu:

a) Time Directed (TD)

Suatu tindakan yang bertujuan melakukan pencegahan langsung

terhadap sumber kerusakan peralatan yang didasarkan pada waktu

atau umur komponen.

b) Condition Directed (CD)

Suatu tindakan yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan

dengan cara memeriksa alat. Apabila dalam pemeriksaan

ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan

dengan perbaikan atau penggantian komponen.

c) Finding Failure (FF)

Suatu tindakan yang bertujuan untuk menemukan kerusakan

peralatan yang tersembunyi dengan pemeriksaan yang berkala.

d) Run to Failure (RTF)

Suatu tindakan yang menggunakan peralatan sampai rusak,karena

tidak ada tindakan ekonomis yang dapat dilakukan untuk

pencegahan kerusakan.
36

1 Apakah umur keandalan bisa di ketahui?

ya sebagian

2 Apakah tindakan TD dapat digunakan


tidak
ya

tidak
Tentukan tindakan TD

3 Apakah tindakan CD bisa


digunakan
ya
Tentukan tindakan CD tidak

4 Apakah mode kegagalan termasuk kategori D

ya

5 Apakah tindakan FF dapat


digunakan
ya tidak

Tentukan tindakan FF tidak

tidak
6 Apakah tindakan yang dipilih efektif

ya Dapatkah modifikasi desain


7 menghilangkan mode kegagalan?

tidak ya

Tentukan tindakan Terima resiko Desain Modifikasi


TD/CD/FF kerusakan

Gambar 2.3 road map pemilihan tindakan


37

10. Definisi Keandalan

Keandalan merupakan nilai dari peluang suatu komponen, sistem

maupun item yang berhasil menjalani fungsinya sesuai dengan periode

tertentu. Dari definisi diatas keandalan dapat dirumuskan sebagai integral dari

distribusi peluang suksesnya operasi dari suatu komponen, sistem maupun

item, sejak waktu mulai beroperasi sampai dengan terjadinya kegagalan

pertama. Dalam mengoperasikan suatu komponen atau sistem akan mengalami

berbagai kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut akan berdampak pada

performa kerja dan efisiensi.

Berikut adalah beberapa pendapat para ahli tentang definisi dari keandalan:

Menurut Priyanta (2000) definisi dari kehandalan adalah probabilitas dari

suatu item untuk dapat melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan, pada

kondisi pengoperasian dan lingkungan tertentu untuk periode waktu yang

telah ditentukan.

Menurut Gulati (2013) keandalan adalah peluang dari suatu aset atau item

yang mampu melakukan fungsinya dengan baik sesuai dengan spesifikasinya

dengan periode waktu yang telah ditentukan.


38

Secara umum ada dua metode yang gunakan untuk menganalisis keandalan

terhadap suatu sistem rekayasa yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif.berikut

adalah bagan dari struktur organisasi analisa keandalan :

Gambar 2.4 Struktur organisasi analisa keandalan

(Sumber: Keandalan dan Perawatan, Priyanta,2009)

Selain berbagai metode analisa keandalan yang terdapat pada bagan diatas

berikut ini beberapa metode analisa keandalan lain. Bentuk dari analisa keandalan

secara kualitatif ini bisa berupa:

a. Analisa mode dan dampak kegagalan (failure mode and effects analysis-

FMEA)

b. Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis-FTA)


39

11. Mengukur Keandalan

Lewis E E, (1990) Mengemukakan sebuah teori mengenai keandalan

dapat diaplikasikan secara luas, karena teori ini berbasis aplikasi dari

matematika dan statistikayang digunakan untuk memprediksikan

kemungkinan suatu komponen atau system yang dapat bekerja sesuai

dengan tujuan yang diinginkan. Keandalan menjadi sangat penting karena

berhubungan dengan pengaruh terhadap biaya perawatan yang dilakukan.

Keandalan merupakan peluang komponen, mesin, peralatan dapat

digunakan selama interval waktu tertentu dibawah kondisi tertentu.

Keandalan merupakan suatu fungsi dari waktu, sehingga untuk mengetahui

keandalan dari sebuah sistem tersebut membutuhkan suatu fungus yaitu

fungsi keandalan.

Dalam mengukur suatu mesin atau sistem dengan cara

mengkuantitatifkan biaya tahunan dari mesin atau system yang memiliki

keandalan yang sangat buruk. Suatu sistem atau mesin dengan keandalan

yang tinggi akan mengurangi biaya kerusakan peralatan. Kandalan adalah

ukuran dari probababilitas mampu beroperasi tanpa mengalami kegagalan

dengan waktu interval yang telah ditentukan, yang sering dinyatakan

sebagai:

R (t) = 𝑒 (−𝜆𝑡)

Reliability system dengan banyak komponen sebagai berikut:

R = R. Component A x R. Component B x R. Component C…etc


40

Pada umumnya keandalan disarankan pada pertimbangan terhadap

modus dari kegagalan awal, yang dapat disebut sebagai angka kegagalan

dini (menurunnya tingkat kegagalan yang akan datang seiring dengan

berjalannya waktu) atau modus usang (yaitu meningkatnya kegagalan

seiring dengan waktu). Parameter yang digunakan dalam menggambarkan

keandalan adalah:

a. Mean time to between failure (MTBF) yaitu rata-rata jarak waktu

antar tiap kegagalan.

b. Mean time to repair (MTTR) yakni rata-rata jarak yang

digunakan untuk melakukan perbaikan.

c. Mean life to component yakni angka rata-rata usia komponen

d. Failure rate yakni angka rata-rata kegagalan peralatan pada

suatu satuan waktu.

e. Maximum number of failure yakni angka maksimum kegagalan

peralatan pada jarak waktu tertentu.

Terdapat empat konsep yang dipakai dalam teori keandalan untuk

mengukur tingkat keandalan suatu mesin atau produk diantaranya adalah :

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi terus-

menerus (countinous) dan bersifat probabilistik selang waktu

(0,∞). Pengukuran kerusakan dilakukan dengan menggunakan data


41

variable seperti tinggi, jarak, dan jangka waktu. Untuk suatu

variable acak x kontinu didefinisikan sebagai berikut:

f(x) ≥ 0

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan

acak, dimana variable acak lebih dari x:


𝑥
F(x) = P(X≤x) = ∫0 𝑓(𝑡)

c. Fungsi Keandalan

Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau

umur komponen maka fungsi keandalan R(t) didefinisikan:

R(X) = P (T>t)

T adalah waktu operasi dari awal sampai terjadi kerusakan (waktu

kerusakan) dan f(x) menyatakan fungsi kepadatan probabilitas,

maka f(x)dx adalah probabilitas dari suatu komponen akan

mengalami kerusakan pada interval (ti + ∆𝑡). F(t) dinyatakan

sebagai probabilitas kegagalan komponen sampai waktu ke t, maka


0
F(t) = P(T<) = ∫−∞ 𝑓 (𝑡)

Maka fungsi keandalan adalah

R(t) = 1- P(T<t)

𝑥
= ∫0 𝑓 (𝑡)𝑑𝑡

Fungsi keandalan / R(t) untuk Preventive Maintenance dirumuskan

sebagai berikut :
42

R (t-nT) = 1 –F(t-nT)

Dimana n adalah jumlah pergantian pencegahan yang telah

dilakukan sampai kurun waktu t, T adalah interval pergantian

komponen, dan F(t) adalah frekuensi distribusi kumulatif

komponen.

12. Menghitung Keandalan Menggunakan Uji Distribusi

Dalam penilitian ini, distribusi yang digunakan dalam menghitung

keandalan adalah distribusi Weibull, Normal, Lognormal, dan Eksponensial.

a. Distribusi Weibull

Distribusi weibull adalah suatu metode yang digunakan untuk

memperkirakan probabilitas mesin peralatan yang berdasarkan

atas data yang ada. Pemakaian weibull dalam perawatan mesin

atau peralatan adalah dikarenakan untuk memprediksikan

kerusakan sehingga dapat dihitung keandalan mesin atau peralatan

tersebut, dan dapat meramalkan kerusakan yang akan terjadi

walaupun belum terjadi kerusakan sebelumnya.

Dua parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah θ

yang disebut dengan parameter skala dan β yang disebut dengan

parameter bentuk. Berikut beberapa persamaan yang digunakan

dalam distribusi weibull dalam menghitung keandalan menurut

(Ansori dan Mustajib, 2013) :

Fungsi kepadatan probabilitas:


43

𝑡 𝛼
𝛼 𝑡 𝛼−1 [−( )]
F(t) = 𝛽 (𝛽) 𝑒 𝛽

Fungsi distribusi kumulatif

𝑡 𝛼
F(t) = 1-exp [− (𝛽) ]

Fungsi keandalan dalam distribusi weibull:


t
−( )𝛽
R(t) = 𝑒 𝛽

Nilai laju kerusakan distribusi weibull:

𝛽 𝑡 𝛽−1
λ (t) = (ƞ)
ƞ

Mean Time To Failure distribusi weibull:


1
MTTF = 𝛽 Г (1 + 𝛼

Г adalah fungsi gamma, Г(𝑛) = (𝑛 − 1)!, dapat diperoleh melalui

fungsi gamma. Parameter β disebut dengan parameter bentuk

kemiringan weibull (weibull slope), sedangkan parameter α

disebut dengan parameter skala atau karakteristik hidup. Bentuk

fungsi distrubusi weibull bergantung pada parameter bentuknya

(β), yaitu:

β < 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-

exponential dengan laju kerusakan cenderung menurun

β = 0: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi exponensial

dengan laju kerusakan cenderung konstan.


44

β > 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal

dengan laju kerusakan cenderung meningkat

keterangan:

R (t) = Fungsi keandalan

β = Shape parameter, β < 0

ƞ = Scala parameter untuk karateristik life time ƞ > 0

t = Waktu, t ≥ 0

λ = Laju kerusakan

b. Distribusi Eksponensial

Digunakan untuk memodelkan laju kerusakan yang konstan

untuk sistem yang beroperasi secara kontinyu. Dalam distribusi

eksponensial, beberapa persamaan yang digunakan (Ansori dan

Mustajib, 2013):

Fungsi kepadatan probabilitas:

F(t) = 𝜆 𝑒 −𝜆𝑡 ; 𝑡 > 1

Fungsi distribusi kumulatif

F(t) = 1- 𝑒 −𝜆𝑡

Fungsi keandalan distribusi eksponensial:

R (t) = 𝑒 (−𝜆𝑡)

Nilai laju kerusakan:

λ (t) = λ

Mean Time To Failure:



MTTF = ∫0 𝑅(𝑡)𝑑𝑡 = 1⁄𝜆
45

keterangan:

R (t) = Fungsi keandalan

β = Shape parameter, β < 0

ƞ = Scala parameter untuk karateristik life time ƞ > 0

t = Waktu, t ≥ 0

λ = Kecepatan rata-rata terjadinya kerusakan λ > 0

c. Distribusi Lognormal

Distribusi ini berguna untuk menggambarkan distribusi

kerusakan untuk kondisi yang bervariasi. Disini time to failure (t)

dari suatu komponen diasumsikan memiliki distribusi lognormal

bila y = ln (t), mengikuti distribusi normal dengan rata-rata µ dan

variansinya adalah s. Berikut adalah persamaan yang digunakan

(Ansori dan Mustajib, 2013) :

Fungsi keandalan distribusi lognormal:

1 𝑡
R (t) = 1- ϕ [ 𝑠 ln (µ)]

Laju kegagalannya:

𝑓(𝑡)
λ(t) = 𝑅(𝑡)

Mean Time To Failure:

MTTF = exp(µ + (0,5 x 𝑠 2 ))

d. Distribusi Normal

Fungsi keandalannya:

1 ∞ −(𝑡−𝜇)2
R (t) = 𝜎 ∫𝑡 exp [ 2𝜎 2
] 𝑑𝑡
√(2𝜋
46

Laju kerusakannya:
2
exp[−(𝑡−𝜇) /2𝜎 2 ]
λ(t) = ∞ 2
∫𝑡 exp[−(𝑡−𝜇) /2𝜎 2 ]

G. Landasan Penelitian Terdahulu

Landasan penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi dalam

menunjang keakuratan data dan penelitian yang dilakukan saat ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurato, Muhammad Kholil, Joko S

menunjukan bahwa Permasalahan yang ada saat ini terdapat downtime

penyebab berhentinya proses produksi serta pembengkakan biaya

perawatan sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan serta belum

adanya perencanaan perawatan dengan sistem preventive maintenance.

Pada penelitian ini diarahkan pada mengetahui penyebab kegagalan

fungi sistem pada mesin Okuma HJ 28 dan mengetahui bagaimana sistem

pemeliharaan mesin Okuma bekerja. Reliability Centered Maintenance

(RCM) merupakan proses yang digunakan untuk memutuskan jenis

perawatan serta pengetesan apa yang dibutuhkan oleh suatu sistem agar

sistem tersebut dapat terus berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh

pengguna untuk bekerja sesuai dengan konteks operasinya. RCM yang

digunakan pada penelitian ini memiliki 3 alat pengambilan keputusan

utama yaitu Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), diagram

pengambilan keputusan RCM dan tabel pengambilan keputusan

RCM.Hasil yang didapatkan dari penerapan metode penelitian ini berupa

interval perawatan shiftly maintenance, monthly maintenance dan three

months maintenance.
47

Penelitian yang di lakukan oleh Azka Nur Aufar, Kusmaningrum,

dan Hendro Prasetyo ini membahas usulan kebijakan perawatan area

produksi trim chassis PT. Nissan Motor Indonesia dengan menggunakan

metode reliability centered maintenance (RCM). Pada tahap pemilihan

objek penelitian digunakan data kerusakan dan kriteria pemilihan objek

berdasarkan metode RCM. Objek yang terpilih adalah mesin overhead

conveyor (OHC). Mesin OHC ini beroperasi pada daerah produksi under

body pada area produksi trim chassis, dengan fungsi sebagai alat untuk

mengangkat, menyokong, dan membawa benda kerja. Penerapan metode

RCM memberikan kebijakan perawatan baru pada sistem kerja mesin

OHC yang lebih efektif, sehingga frekuensi terjadinya breakdown dapat di

minimalisir.

Ahmad Nur Fauzi (2008), melakukan penelitian pada PT. Hitachi

Power System Indonesia (HPSI), perusahaan terus berupaya untuk

mengoptimalkan proses belajar hingga mendapat hasil yang optimal.

Penulis melihat adanya kekurangan dalam sistem pemeliharaan yang

diterapkan oleh PT. HPSI dan mengkaji ulang untuk mendapatkan sistem

pemeliharaan yang tepat dan efektif dengan menggunakan analsisa

realibility centered maintenance.

Ajit Pal Singh (2012), melakukan penelitian pada Manufacturing

Industry, penulis mencoba untuk menganalisa sistem pemelihraan yang

sering diterapakan di dalam perusahaan dan keefektifan sistem

pemeliharaan tersebut. Dalam jurnal ini penulis mencoba menerapkan


48

RCM pada industri Manufaktur yang bertujuan untuk perbandingan

dengan sistem pemiliharaan yang lainnya.

Ahmad Said (2008), melakukan penelitian pada Yasa Bengkel,

penulis mencoba menerapkan konsep RCM dengan menggunakan metode

OEE (Overall Equipment Effectivenes) agar perusahaan dapat menemukan

sistem pemeliharaan yang sesuai dan lebih efektif, karena penulis melihat

sistem pemelihraan yang digunakan oleh perusahaan tidak terlalu efektif

dan terkadang hanya melakukan pemelihraan yang menyebabkan

pemborosan dana saja.

Dari kelima penelitian terdahulu tersebut terdapat persamaan dan

perbedaan dengan yang sedang dilakukan yaitu memiliki kesamaan dalam

alat analisis yang digunkan yaitu realibility centered maintenance,

meneliti perusahaan manufaktur dan membahas permasalahan perusahaan

tentang pemeliharaan mesin produksi agar tidak terjadi keterlambatan

produksi dan dapat meminimalkan biaya pemeliharaan. Dengan adanya

sistem RCM diharapkan perusahaan dapat mengatasi breakdown mesin,

perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dijalankan adalah

tujuan salah satu penelitian yaitu penerapan jadwal pemeliharaan, batasan

masalah yang digunakan setiap penelitian.


49

H. Kerangka Pikir

Pemilihan sistem dan


pengumpulan informasi

Definisi batasan sistem

Deskripsi sistem dan


functional block diagram

Penentuan fungsi sistem dan


kegagalan fungsional

FMEA

LTA

Pemilhan tindakan

Gambar 2.5
Kerangka penelitian
Sumber: Syahrudin (2009)

Keterangan:

kebanyakan perusahaan perlu memiliki perawatan mesin untuk

menjamin agar proses produksinya tidak akan terhambat akibat kegagalan

mesin. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus berhati-hati


50

mempertimbangkan secara matang tentanng bagaimana strategi

maintenance yang harus ada dalam perusahaan.

Dengan kata lain setiap perusahaan harus mempunyai maintenance

yang jelas untuk mengatur jadwal perawatan komponen mesin yang ada

dapat tetap menjaga keberlangsungan produksi mesin

Seperti yang telah diketahui bahwa perawatan komponen mesin

dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : distribusi waktu rata-rata

breakdown. Dengan menemukan penjadwalan penggantian komponen

yang tepat akan menjamin kelancaran proses produksi yaitu dengan

menganalisis komponen mesin giling yang dilakukan oleh perusahaan oleh

perusahaan. Berdasarkan uraian di atas dibuat kerangka pikir seperti pada

Gambar, syahrudin (2009).

Anda mungkin juga menyukai