Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Penelitian Kesehatan (JPK), Vol. 17, No.

1, Januari 2019, pp:1-5


DOI: 10.35882/jpk.v17i1.1 ISSN:2407-8956

UJI RESISTENSI LARVA Aedes aegypti


TERHADAP LARVASIDA TEMEPHOS
(Studi pada Larva Desa Plosokerep Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017)

Evi Yunita Fitriani 1, Suprijandani2, Ernita Sari3


Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Program Studi D-IV Kesehatan Lingkungan
Jalan Raya Menur 118A Surabaya
eviyunita28@gmail.com

Article Info Abstract


Article History: Pengendalian kimia masih populer dalam program pengendalian penyakit Demam Berdarah
Received Sep 9, 2019 Dengue (DBD). Temephos adalah larvasida yang paling banyak digunakan untuk membunuh larva
Revised May 20, 2020 Aedes aegypti. Penggunaan temephos terus menerus dapat menimbulkan resistensi vektor terhadap
larvasida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status resistensi larva Aedes aegypti terhadap
Accepted Jun 11, 2020
larvasida temephos di Desa Plosokerep Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Jenis penelitian
adalah eksperimen murni (true experiment) dilaksanakan dengan metode uji kerentanan menurut
Keywords: standar WHO. Desain penelitian adalah post test only control group design. Sampel dalam penelitian
Calibration ini adalah larva Aedes aegypti instar III hasil pemeliharaan jentik dari jentik yang telah disurvei.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kematian larva Aedes aegypti dengan dosis diagnostik
Pressure Vacuum yang ditentukan WHO (0,02 mg /l) adalah 51,25%. Pada analisis probit konsentrasi yang dapat
Pressure Positive menyebabkan 50% populasi mengalami kematian adalah 0,021 mg/l, sedangkan yang menyebabkan
Temperature kematian 90% adalah 0,034 mg/l dan yang dapat menyebabkan kematian 99,9% larva Aedes aegypti
Humidity adalah konsentrasi 0,046 mg/l. Hasil tersebut menunjukkan larva Aedes aegypti di Desa Plosokerep
Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang resisten terhadap temephos. Penggunaan larvasida
temephos perlu dievaluasi agar pengendalian vektor DBD dapat diterapkan tepat sasaran.

Corresponding Author: This work is an open access article and licensed under
Suprijandani a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya International License (CC BY-SA 4.0).
Program Studi D-IV Kesehatan Lingkungan
Jalan Raya Menur 118A Surabaya

I. PENDAHULUAN Pada tahun 2014 sampai pertengahan bulan Desember


Jumlah kasus Demam Berdarah di Indonesia cenderung tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak
meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya angka demam 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka
berdarah di berbagai kota di Indonesia disebabkan oleh tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yakni
sulitnya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511
Aedes aegypti. Indonesia merupakan salah satu negara orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.
endemik Demam Dengue di setiap tahunnya selalu terjadi (Kemenkes RI, 2015). Pada bulan Januari - Februari 2016
Kejadian Luar Biasa (KLB) (Achmadi, 2010). sebanyak 8.487 orang penderita DBD dengan jumlah
kematian 108 orang (Kemenkes RI, 2016).

Website: http://jpk.poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/JPK
Jurnal Penelitian Kesehatan (JPK), Vol. 17, No. 1, Januari 2019, pp:1-5
DOI: 10.35882/jpk.v17i1.1 ISSN:2407-8956

Kejadian DBD mempunyai kecenderungan semakin II. METODE


berkembang dan semakin kompleks dimasa-masa Penelitian dilakukan di Laboratorium Entomologi
mendatang. Kondisi tersebut dikarenakan proses Kesehatan Lingkungan Surabaya. Jenis penelitian ini adalah
pembangunan dan pergeseraan wilayah dari daerah pedesaan eksperimen murni (true experiment) dikarenakan dalam
yang menjadi perkotaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses pengambilan sampel untuk kelompok uji ataupun
upaya penanggulangan terhadap Aedes aegypti sebagai kontrol dilakukan secara random. Desain penelitian adalah
vektor DBD. Upaya penanggulangan DBD dapat dilakukan post test only control group design. Penelitian ini
dengan memutus salah satu rantai penularan penyakit DBD dilaksanakan dengan metode uji kerentanan (Susceptability
(Ridha, 2011). Test) dengan menggunakan 5 konsentrasi larutan Temephos
Berbagai jenis pengendalian dilakukan untuk yaitu 0.010 mg/lt; 0.015 mg/lt; 0.020 mg/lt; 0.025 mg/lt dan
meminimalisasi jumlah kasus DBD, antara lain manajemen 0.030 mg/lt dengan 1 kontrol, masing-masing konsentrasi
lingkungan, pengendalian biologis, pengendalian kimia, dan kontrol dibuat sebanyak 4 kali ulangan. Penggunaan
partisipasi masyarakat, perlindungan individu, dan peraturan larva pada tiap ulangan adalah sebanyak 20 ekor. Sehingga
perundangan. Pengendalian secara kimiawi masih popular jumlah unit sampel keseluruhan adalah 480 ekor larva.
bagi program pengendalian DBD. Temephos adalah Sampel Larva Aedes aegypti sebagai bahan uji diambil
larvasida yang paling banyak digunakan untuk membunuh dari Desa Plosokerep Kecamatan Sumobito Kabupaten
larva Aedes aegypti. Penggunaan temephos sudah dipakai Jombang. Larva tersebut dipelihara di Laboratorium
sejak tahun 1976, kemudian pada tahun 1980 temephos 1% Entomologi Kesehatan Linkungan Surabaya. Untuk
ditetapkan sebagai bagian dari program pemberantasan larva memudahkan pemilihan larva Ae. Aegypti instar III dan awal
Aedes aegypti di Indonesia. Meskipun metode tersebut telah instar IV selama penelitian, maka dilakukan rearing nyamuk
menjadi agenda nasional tetapi tampaknya populasi Aedes Aedes aegypti.
aegypti belum berhasil dikendalikan, sehingga angka
kesakitan masih sering terjadi. Hal ini dimungkinkan karena Uji Resistensi
pengaruh penggunaan temephos secara terus menerus dalam
Prosedur penelian berdasakan (WHO,2016). Uji
pengendalian vektor yang dapat menimbulkan resistensi
resistensi menggunakan larva instar III atau instar IV awal.
terhadap larvasida tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode uji kerentanan
Penggunaan larvasida (abate) dengan bahan aktif (Susceptibility Test). Untuk memperoleh konsentrasi yang
temephos 1% di Kabupaten Jombang sudah lebih dari 20 diingikan maka dilakukan pengenceran temephos. Larva
tahun, sedangkan menurut Widiastuti, dkk resistensi Aedes aegypti sebanyak 20 ekor dimasukkan kedalam
serangga terhadap berbagai jenis insektisida akan muncul gelas/kontainer yang berisi temephos dengan konsentrasi
setelah 2-20 tahun digunakan secara terus menerus. 0.010 mg/lt; 0.015 mg/lt; 0.020 mg/lt; 0.025 mg/lt dan 0.030
Kabupaten Jombang merupakan daerah endemis DBD. mg/lt, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan
Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka perlakuan. Setalah 24 jam dipaparkan catat kematian,
kesakitan dan angka kematian yang relatif tinggi. Kabupaten sedangkan untuk insektisida slow acting atau slow release 48
Jombang merupakan Kabupaten dengan jumlah kasus jam paparanmungkin diperlukan dan kemudiankematian
kejadian DBD tertinggi pada tahun 2016 yaitu 1070 kasus. larva.
Salah satu puskesmas di wilayah kerja Kecamatan Jika lebih dari 20% dari kontrol larva menjadi
Sumobito adalah Puskesmas Jogoloyo dengan kasus kejadian kepompong dalam percobaan, percobaan harus diulang, dan
DBD yang mengalami peningkatan, pada tahun 2014 jika kematian kontrol adalah antara 5% dan 20%, mortalitas
sebanyak 7 kasus, pada tahun 2015 sebanyak 30 kasus, dan dari kelompok perlakuan harus dikoreksi dengan rumus
pada tahun 2016 sebanyak 34 kasus. Desa Plosokerep Abbott’s.
merupakan desa dengan angka kejadian kasus DBD tertinggi
dibandingkan dengan desa lainnya yaitu 7 kasus. Desa % kematian perlakuan−% kematiankontrol
x 100
Palrejo, Brudu, Nglele, dan Kedung Papar masing-masing 100−% kematian kontrol
sebanyak 5 kasus, sedangkan Desa Babas, Plemahan, dan
Data persentase kematian disesuaikan dengan kriteria
Trawasan sebanyak 4, 2, dan 1 kasus secara berurutan, dan
susceptibility terhadap insektisida menurut WHO untuk
untuk Desa Jogoloyo dan Mlaras masing-masing sebanyak 0
menentukan status kerentanannya, yaitu:
kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status
resistensi larva Aedes aegypti terhadap larvasida temephos. Kematian ≥98% = suscepbtible/rentan
Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk Kematian 90 - 97% = toleran
melakukan penelitian yang berjudul “UJI RESISTENSI
LARVA AEDES AEGYPTI TERHADAP LARVASIDA Kematian <90% = resisten
TEMEPHOS (Studi pada Larva Desa Plosokerep Kecamatan Persentase kematian larva yang digunakan untuk
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017)” menentukan status kerentanan adalah persentase kematian
larva pada konsentrasi 0,02 mg/L perlakuan selama 48 jam.

Website: http://jpk.poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/JPK
Jurnal Penelitian Kesehatan (JPK), Vol. 17, No. 1, Januari 2019, pp:1-5
DOI: 10.35882/jpk.v17i1.1 ISSN:2407-8956

Konsentrasi 0,02 mg/L adalah konsentrasi yang ditetapkan 0.015 mg/lt; 0.020 mg/lt; 0.025 mg/lt dan 0.030 mg/lt
WHO sebagai tentative diagnostic dosages. Analisis secara terdapat dalam tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui
analitik menggunakan probit analysis program untuk bahwa pada konsentrasi 0.020 mg/lt yaitu konsentrasi yang
menentukan LC50, LC90, dan LC99,9 48 jam. ditetapkan WHO sebagai tentative diagnostic dosages. Larva
Aedes aegypti dari Desa Plosokerep Kecamatan Sumobito
III. HASIL DAN PEMBAHASAN telah resisten terhadap temephos.
Hasil uji resistensi larva Aedes aegypti terhadap
temephos selama 48 jam dengan konsentrasi0.010 mg/lt;

Tabel 1. Rata-rata persentase kematian Larva Aedes aegypti setelah dipaparkan dengan Temephos
Persentase Kematian larva Aedes
No Konsentrasi Total larva aegypti
. (mg/l) Aedes aegypti
% kematian Kriteria
0 (Kontrol) 20 0 -
0,01 20 15 Resisten
0,015 20 30 Resisten
0,02 20 51,25 Resisten
0,025 20 65 Resisten
0,03 20 80 Resisten

Konsentrasi mematikan (LC) yang menghasilkan 50%, 90%, dan 99,9% kematian nilai (LC 50,LC90 dan LC99.9) sebagai berikut:
Tabel 2. Konsentrasi Mematikan LC50, LC90 dan LC99.9
No. Konsentrasi mematikan (LC) Estimasi dosis
LC50 0,021
LC90 0,034
LC99.9 0,045

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi laju kelembaban. Pengendalian terhadap lingkungan fisik tersebut
pertumbuhan larva Aedes aegypti. Keadaan lingkungan dilakukan dengan melakukan pengukuran.
meliputi suhu lingkungan, suhu media, pH air, dan

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kondisi Lingkungan


Keadaan Lingkungan
No Konsentrasi
. (mg/l) Suhu Air pH Air Suru ruang Kelembaban
(0C) (0C)
1 0 (Kontrol) 26 7 29 64
2 0,01 26 7 29 64
3 0,015 26 7 29 64
4 0,02 26 7 29 64
5 0,025 26 7 29 64
6 0,03 26 7 29 64

Website: http://jpk.poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/JPK
Jurnal Penelitian Kesehatan (JPK), Vol. 17, No. 1, Januari 2019, pp:1-5
DOI: 10.35882/jpk.v17i1.1 ISSN:2407-8956

PEMBAHASAN Menurut Sucipto (2011: 280) proses terjadinya resistensi


pada serangga termasuk nyamuk, yaitu:
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa pada konsentrasi
yang ditetapkan WHO sebagai tentative diagnostic dosages Faktor genetik, diketahui adanya sejumlah gen yang
larva Aedes aegypti telah resisten dengan persentase berperan dalam pengendali resisten (R-gen), baik dominan
kematian < 90%.. Resistensi ini terjadi pula di beberapa atau resesif, homozygote maupun heterozygote yang
negara seperti Brazil, Argentina, dan Thailand, serta terdapat pada nyamuk maupun serangga lainnya.
penelitian Fuadzy (2015) bahwa larva Aedes Aegypti di
Faktor biologis, meliputi biotik (adanya pergantian
Kelurahan Karsamenak Kecamatan Kawalu Tasikmalaya
terindikasi resisten terhadap temephos. Penelitian generasi, perkawinan, monogamy, atau poligami dan waktu
Prasetyowati (2016) larva Aedes Aegypti di Jakarta Timur, berakhirnya perkembangan setiap generasi pada serangga di
Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan telah resisten terhadap alam).
insektisida organofosfat (temephos dan malathion). Faktor operasional, meliputi bahan kimia yang digunakan
Hal tersebut bertolak belakang dengan penelitian Yanti dalam pengendalian vektor (golongan insektisida, kesamaan
(2012) bahwa larva Aedes Aegypti dari kelurahan endemis, target dan sifat insektisida yang pernah digunakan, resistensi
sporadis, dan potensial DBD di Kecamatan Sidorejo Kota residu dan formulasi insektisida yang digunakan) serta
Salatiga masih rentan terhadap larvasida temephos dengan aplikasi insektisida tersebut di lapangan (cara aplikasi,
kematian larva sebesar 100%. Serta penelitian Marisa (2007) frekuensi, dan lama penggunaan).
bahwa larva Aedes Aegypti di wilayah endemik Kelurahan Abate (temephos) merupakan salah satu pestisida
Duren Sawit Jakarta Timur belum terindikasi resisten tetapi golongan senyawa phosphat organik. Golongan pestisida ini
menuju kearah toleran terhadap temephos mempunyai cara kerja menghambat enzim cholineterase,
Perbedaan hasil penelitian tersebut terjadi karena sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf
penggunaan temephos di setiap wilayah tidak sama, menurut karena tertimbunnya acetylcholine pada ujung syaraf. Fungsi
Jirakanjanakit (2007) penggunaan larvasida seperti temephos dari enzim cholineterase adalah menghidrolisa acetycholine
tanpa disadari dapat menimbulkan perkembangan resistensi menjadi cholin dan asam cuka, sehingga bila enzim tersebut
jika aplikasinya tidak tepat dilakukan. Resistensi dapat terjadi dihambat maka hidrolisa acetycholine tidak terjadi sehingga
akibat pemaparan insektisida dalam waktu yang lama, otot akan tetap berkontraksi dalam waktu lama maka akan
sedangkan penggunaan temephos di Desa Plosokerep terjadi kekejangan (Nugroho, 2011) .
Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang sudah lebih dari Apabila terjadi mekanisme penurunan sensitivitas enzim
20 tahun dimana menurut widiastuti, dkk resistensi serangga asetilkolinesterase maka terjadi pulapenurunan sensitivitas
terhadap berbagai jenis insektisida akan muncul setelah 2-20 serangga terhadap insektisida sehingga serangga menjadi
tahun digunakan secara terus menerus. Adanya resistensi resisten. Adanya timbunan lemak juga dapat meningkatkan
silang (cross resistencance) dari beberapa insektisida akan kecenderungan resistensi serangga terhadap insektisida
menyebabkan terjadinya laju resisten yang lebih cepat. Laju karena menyebabkan penurunan penetrasi insektisida
perkembangan resisten juga dipengaruhi oleh faktor genetik, (toksikan) kearah situs aktif, sehingga sifat racun insektisida
faktor ekologi, dan faktor fisiologi yang saling berkaitan. menurun (Anindita, 2007). Apabila terjadi resistensi terhadap
Proses seleksi pengembangan resistensi insektisida tidak insektisida maka harus dilakukan peningkatan dosis atau
terjadi dalam waktu singkat tetapi berlangsung lama, selama penggatian insektisida baru untuk memberantas serangga
banyak generasi yang diakibatkan oleh perlakuan insektisida tersebut. Menurut WHO (2009) temephos memiliki sifat slow
secara terus menerus. release dikarenakan daya larutnya dalam air yang cukup
Pemberantasan vektor cara kimiawi, khususnya rendah yaitu 0,03 mg/l pada suhu 250C.
pemberantasan vektor yang menggunakan insektisida, baik Bila terjadi resistensi terhadap insektisida, selain dosis
digunakan untuk pemberantasan nyamuk dewasa maupun yang harus ditingkatkan juga harus diciptakan insektisida
jentik akan merangsang terjadinya seleksi pada populasi baru untuk pemberantasan serangga tersebut. Jika dosisterus
serangga yang menjadi sasaran. Nyamuk atau jentik yang menerus ditingkatkan maka akan membahayakan kesehatan
rentan terhadap insektisida akan mati jika dipaparkan dengan manusia dan kesehatan lingkungan. Berdasarkan hasil
insektisida, sedangkan yang kebal (resisten) tetap hidup. tersebut maka diperlukan pengendalian yang mampu
Jumlah yang hidup (resisten) akan bertambah banyak, membunuh larva Aedes aegypti serta aman terhadap
sehingga terjadilah perkembangan kekebalan nyamuk atau lingkungan.
jentik terhadap insektisida yang bersangkutan. Terjadinya
resistensi akan menimbulkan masalah karena serangga yang Pengendalian biologi merupakan pengendalian dengan
telah resisten akan bereproduksi dan akan terjadi perubahan menggunakan agent biologi seperti predator/pemangsa,
genetik yang menurunkan keturunan resisten (filialnya), yang parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa
pada akhirnya akan meningkatkan proporsi vektor resisten vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan
dalam populasi. pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll). Salah
satu bakteri yang mampu membuhuh larva Aedes aegypti
adalahBacillus thruringiensis (BTi). BTi terbukti aman bagi

Website: http://jpk.poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/JPK
Jurnal Penelitian Kesehatan (JPK), Vol. 17, No. 1, Januari 2019, pp:1-5
DOI: 10.35882/jpk.v17i1.1 ISSN:2407-8956

manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. REFERENCES
Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa
menyerang predator entomophagus dan spesies lain. 1. Acmadi, Umar F, 2010. Manajemen Demam Berdarah
Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar Berbasis Wilayah. Jakarta, Pusat Data dan Surveilans
wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. Volume 2.
Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar 2. Anindita ,Rizki, dan Tri Wulandari Kesetyaningsih,
matahari.Pada dasarnya metode pengendalian vektor DBD 2007. Deteksi Resistensi Larva Aedes aegypti dengan
yang paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta Uji Biokimia Berdasarkan Aktivitas Enzim Esterase di
masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode pengendalian
Kabupaten Bantul DIY. Fakultas Kedokteran,
vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara
cepat memutus rantai penularan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
http://journal.umy.ac.id/index.php/mm/article/view/16
Dalam penelitian dilakukan analisis data menggunakan 61/1705. 19 Desember 2016
analisis probit. Analisis ini digunakan untuk menentukan 3. Dinas Kesehatan Jombang, 2014. Profil Kesehatan
LC50, LC90, dan LC99,9. Hal ini diperlukan untuk mengetahui Tahun2014. Jombang, Dinas Kesehatan Jombang.
jumlah 4. Fuadzy, Hubullah, dan Joni Hendri, 2015. Indeks
penggunaan konsentrasi yang tepat dalam aplikasinya.
Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian Entomologi dan Kerentanan Larva Aedes aegypti
ditentukan dengan nilai konsentrasi lethal (LC50 atau LC90). terhadap Temephos di Kelurahan Karsamenak
Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya. Loka Litbang
Berdasarkan analis probit konsentrasi yang dapat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ciamis.
menyebabkan 50% populasi mengalami kematian adalah
Indonesian Publication Index. 15 Januari 2017.
0,021 mg/l dengan interval (0,018-0,024 mg/l), sedangkan
yang menyebabkan 90% polulasi mengalami kematian 5. Hasibuan,rosma, 2015.Insektisida Organik Sintetik
adalah 0,034 mg/l dengan interval (0,029-0,046 mg/l), dan dan Biorasional. Yogyakarta, Plantaxia. Cetakan
yang dapat menyebabkan kematian 99,9% larva Aedes Pertama : 10.
aegypti adalah konsentrasi 0,046 mg/l dengan interval (0,038 6. Kementerian Kesehatan RI, 2015. Demam Berdarah
- 0,065 mg/l). Biasanya Mulai Meningkat di Januari.
http://www.depkes.go.id. 10 April 2016
7. Marissa, 2007. Toleransi Larva dan Nyamuk Dewasa
IV. CONCLUSSION Aedes aegypti Terhadap Temephos dan Malation
KESIMPULAN diWilayah Endemik Kelurahan Duren SawitJakarta
Timur. Thesis. Entomologi Kesehatan, Institut
Berdasarkan hasil penelitian Uji Resistensi Larva Aedes
aegypti terhadap larvasida temephos yang dilakukan di Pertanian Bogor.
Laboratorium Entomologi Kesehatan Jurusan Kesehatan http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9600. 22
Lingkungan Surabaya dapat disimpulkan Larva Aedes Januari 2017
aegypti dari Desa Plosekerep Kecamatan Sumobito 8. Nugroho, Arif Dwi, 2011. Kematian Larva Aedes
Kabupaten Jombang termasuk resisten dengan persentase aegypti Setelah Pemberian Abate Dibandingkan
kematian pada konsentrasi 0,02 mg/l kurang dari 90%. dengan Pemberian Serbuk Serai.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/
viewFile/2802/2858 .Jurusan Ilmu Kesehatan
SARAN Masyarakat, Universitas Negeri Semarang. Digilib
Perlunya evaluasi tentang penggunaan larvasida Unnes 22 Januari 2017..
temephos agar pengendalian vektor DBD yang diterapkan 9. Prasetyowati Heni, Joni Hendri, dan Tri Wahono,
dapat tepat sasaran. 2016. Status Resistensi Aedes aegypti (Linn.) terhadap
Organofosfat di Tiga Kotamadya DKI Jakarta. Loka
Mensosialisasikan pengendalian biologis yaitu dengan Litbang P2B2 Ciamis. BALABA. 19 Desember 2016.
menggunakan ikan pemakan larva seperti ikan cupang,
10. Ridha, M Rasyid., dan Nisa, Khairatun, 2011. Larva
gabus, guppy, dll.
Aedes aegypti Sudah Toleran Terhadap Temephos Di
Melibatkan masyarakat dalam pengendalian vektor DBD, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Fakultas
seperti PSN, program 3M plus. Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga.
Melakukan uji resistensi mengenai aktivitas enzin http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/vk/articl
maupun peubahan gen yang berperan dalam proses resistensi e/view/3326/0. Vektora19 Januari 2017.
larva Aedes aegypti. 11. Sucipto, Pramudiyo Teguh, Mursid Raharjo, dan
Nurjazuli, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Peningkatan dosis insektisida dan penggantian dengan
Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
insektisida baru.
Universitas Diponogoro.

Website: http://jpk.poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/JPK
Jurnal Penelitian Kesehatan (JPK), Vol. 17, No. 1, Januari 2019, pp:1-5
DOI: 10.35882/jpk.v17i1.1 ISSN:2407-8956

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/1 Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.


0039. JKLI (Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia) http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/blb/articl
17 September 2016. e/view/4475. BALABA. 15 Januari 2017.
12. Sucipto, cecep D, 2011. Vektor Penyakit 15. Yanti S ,Ary Oktsari, Damar Tri Boewono, dan Retno
Tropis.Yogyakarta, Gosyen Publishing. Cetakan Hestiningsih. 2012. Status resistensi vektor demam
Pertama: 278-281. berdarah dengue (aedes aegypti) di kecamatan
13. WHO, 2009.Temephos in Drinking-water: Use for sidorejo kota salatiga terhadaptemephos
Vector Control in Drinking-water Sources and (organofosfat). Balai Besar dan Pengembangan Vektor
Containers.http://www.who.int/water_sanitation_healt dan Reservoir Salatiga, Universitas
h/dwq/chemicals/temephos.pdf. 19 Februari 2017. Diponegoro.http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.
14. Widiastuti, dyah., dan Ikawati, bina, 2016. Resistensi php/vk/article/view/3495. Vektora 20 September
Malahion Dan Aktivitas Enzim Esterase Pada Polulasi 2016.
Nyamuk Aedes aegypti Di Kabupaten Pekalongan.

Website: http://jpk.poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/JPK

Anda mungkin juga menyukai