Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN PERSEPSI REMAJA


PEROKOK TENTANG HARGA DIRI

Lukas Luji1, Dina Putri Utami Lubis2


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta
e-mail: uti_lubis@yahoo.com

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang paling tinggi konsumsi rokoknya sebesar 50,68%. Provinsi DIY
menempati urutan keempat sebesar 66,3% jumlah perokok terbanyak seluruh indonesia sedangkan Kota
Yogyakarta menempati urutan pertama jumlah perokok terbanyak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dengan persepsi remaja perokok tentang
harga diri di SMK Piri 1 Yogyakarta. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah Kuantitatif dengan
pendekatan survey analitik dan menggunakan desain cross sectional. Populasi penelitian sebanyak 170 siswa
dengan sampel berjumlah 46 siswa laki-laki kelas XI yang merokok yang diambil dengan metodeaccidental
sampling. Instrument penelitian berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas.Uji statistik
menggunakan teknik korelasi Chi-square. Hasil Penelitian: Hasil uji Chi-square sebesar 7,457 dengan nilai
signifikan 0,024 (α< 0,05). Hasil ini menunjukan terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan
persepsi remaja perokok tentang harga diri di SMK Piri 1 Yogyakarta.Kesimpulan: Terdapat hubungan
antara perilaku merokok dengan persepsi remaja perokok tentang harga diridi SMK Piri 1 Yogyakarta.

Kata Kunci: Perilak; Rokok; dan Harga diri.


.
Abstrack

Indonesia is the country which is having largest rate of cigarette consumption, 50,68%. Daerah
Istimewa Yogyakarta province placed in fourth rank as the province with highest cigarette consumption,
66,3%, and the Yogyakarta city placed in first rank in Daerah Istimewa Yogyakarta province. Objective: To
measure the correlation between smoking behavior and the perception of teenager smoker about their
dignity in SMK Piri 1 Yogyakarta. Methods: This is a quantitative research by using analytic survey
approach and using cross sectional design. The research population is 170 students with 46 samples taken
from the smoker students of XI grade that acquired by accidental sampling. The research instrument is
questionnaire that its validity and reliability were tested. The statistical test is using chi-square correlation
technique. Results: The result of Chi-square test is 7,457 with significance score0,024 (α < 0,05). The result
indicates that there is a correlation between smoking behavior and the perception of teenager smoker about
their dignity in SMK Piri 1 Yogyakarta. Conclusion: There is a correlation between smoking behavior and
the perception of teenager smoker about their dignity in SMK Piri 1 Yogyakarta.

Key words: Behavior; Smoking; Dignity

Southeast Asia Tobacco Control Indonesia 50,68%, Filipina 14,28%, Vietnam


Alliance konsumsi tembakau meningkat di 12,63% dan Malaysia 3,91%.
seluruh dunia (1,3 miliar perokok) dan telah Indonesia secara demografis terdapat 33
tumbuh secara substansial di negara provinsi, dan ada lima provinsi di Indonesia
berpenghasilan rendah dan menengah (82% dari yang tingkat konsumsi atau perilaku
perokok di dunia). Konsumsi rokok di dunia merokoknya dikategorikan sangat tinggi
berdasarkan wilayah, Mediterania Timur dan berdasarkan jumlah rata-rata batang rokok yang
Afrika 9%, Asia Pasifik 56%, Amerika 11%, dihisap perhari. Posisi pertama Maluku 69,4%,
Eropa 24%. Terdapat 121 juta perokok dewasa posisi kedua NTT 68,7%, posisi ketiga Bali
di ASEAN, separuhnya tinggal di Indonesia, 67,8% dan posisi keempat DIY 66,3%. Dilihat

8
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

dari tempat tinggal perokok di perkotaan lebih berkaitan dengan adanya krisis aspek
tinggi konsumsi rokoknya di bandingkan di psikososial pada perkembangan remaja, yaitu
daerah pedesaan (Kemenkes, 2010). merokok dapat menjadi cara bagi remaja agar
Secara demografi atau letak wilayah mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka
provinsi DIY terdiri dari satu kota dan empat menyesuaikan diri dengan teman-teman
kabupaten yaitu, Kota Yogyakarta, Kabupaten sebayanya yang merokok. Istirahat atau santai
Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung dan kesenangan, rasa ingin tahu, ingin kelihatan
Kidul, dan Kabupaten Kulon Progo, gagah berani, stress dan kebosanan. Sedangkan
berdasarkan laporan dari riskesdas Provinsi faktor risiko lainnya adalah harga diri rendah.
DIY tahun 2013 konsumsi rokok paling tinggi Merokok juga sering dihubungkan dengan
terdapat di Kota Yogyakarta 47,0%, dan remaja dengan nilai di sekolah jelek, aspirasi
Kabupaten Bantul 47,0%, posisi kedua yang rendah, penggunaan alkohol dan obat-
Kabupaten Sleman 45,7%, dan posisi ketiga di obatan, absen sekolah, kemungkinan putus
tepati oleh Kabupaten Kulon Progo 36,3%. sekolah, harga diri rendah. Remaja yang harga
Dengan prevalensi merokok berdasarkan diri rendah cenderung akan mengevaluasi
usianya di Kota Yogyakarta, 5-9 tahun dirinya secara negatif (harga diri negatif) seperti
sebanyak 1,0%, 10-14 tahun sebenyak 10,7%, merasa tidak mampu untuk melakukan sesuatu,
15-19 tahun sebanyak 43,2%, 20-24 tahun merasa tidak dihargai sehingga remaja tersebut
sebanyak 25,4%, 25-29 tahun sebanyak 10,2%, cenderung menyendiri, frustasi, stres, merasa
>30 tahun sebanyak 9,5%. Dari data di atas tidak dianggap oleh temannya ketika melakukan
dapat dilihat bahwa prevalensi perokok sesuatu namun dengan merokok remaja mampu
tertinggi adalah anak usia 15-19 tahun mengevaluasi dirinya secara positif (harga diri
(Kemenkes, 2010). positif) merasa dirinya diterima, dianggap dan
Hasil laporan skrining perilaku merokok dihargai oleh temannya (Soetjiningsih, 2010).
pada siswa di SMPN 15 Yogyakarta dan di Remaja yang awalnya mengevaluasi
SMAN 4 Yogyakarta yang dilakukan oleh dinas dirinya secara negatif namun setelah merokok
kesehatan Kota Yogyakarta didapatkan hasil di mampu mengevaluasi dirinya secara positif
SMPN 15 Yogyakarta dari 50 siswa dan siswi karena didalam kandungan rokok sendiri
yang di skrining terdapat 20 orang siswa yang terdapat zat nikotin, ketika seseorang merokok
merokok sedangkan di SMAN 4 Yogyakarta nikotin hanya membutuhkan waktu 10 detik
dari 50 siswa dan siswi yang di skrining untuk sampai ke otak kemudian otak merespon
terdapat 20 siswa yang merokok (Peraturan dengan meningkat dopamin dan mengatur
Walikota Yogyakarta, 2015). kesenangan. Sehingga remaja yang frustasi,
Subanada (4) merokok merupakan sebuah stress, bosan dan tidak mempunyai semangat
kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan untuk mengerjakan sesuatu akan merasakan
bagi si perokok, namun di lain pihak dapat adanya semangat yang baru bagi dirinya, tidak
menimbulkan dampak buruk baik bagi si mengalami stress dan frustasi lagi sehingga
perokok itu sendiri maupun orang-orang di remaja tersebut akan mulai beraktivitas, bergaul,
sekitarnya. Pada awalnya kebanyakan orang bersosialisasi dan mengerjakan sesuatu yang
menghisap tembakau dengan menggunakan berarti, ketika hal yang dia kerjakan
pipa. Dan bila telah kecanduan, sangatlah susah mendapatkan feedback yang positif dari orang
untuk menghentikan kebiasaan merokok sekelilingnya maka remaja tersebut akan merasa
tersebut. bahwa dirinya diterima, berharga dan dianggap
Latar belakang remaja mulai merokok sehingga remaja tersebut mampu mengevaluasi
9
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

dirinya secara positif (harga diri positif) kelompok bermainnya dan mereka lebih pede
(Soetjiningsih, 2010). atau percaya diri ketika berinteraksi dengan
Beberapa upaya telah dilakukan untuk orang lain).
menanggulangi atau menurunkan jumlah
perokok. Salah satu upayanya adalah dengan METODE
memberikan pendidikan kesehatan dalam upaya Desain dalam penelitian ini menggunakan
meningkatkan pengetahuan mengenai bahaya desain penelitian survei analitik merupakan
merokok bagi kesehatan. Program tersebut suatu penelitian yang mencoba mengetahui
berdasarkan asumsi bahwa jika kaum muda mengapa masalah kesehatan tersebut bisa
tahu mengapa merokok itu tidak sehat. terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan
Pendekatan lainnya melatih cara menghadapi faktor risiko (faktor yang mempengaruhi efek)
kehidupan didasarkan pada asumsi bahwa yang dengan faktor efek (faktor yang dipengaruhi
menyebabkan merokok dan bentuk lain oleh risiko) dengan analisis hubungan (korelasi)
penggunaan zat-zat tertentu adalah kurang dapat diketahui seberapa jauh konstribusi faktor
inteligensi personal dan sosial, dan harga diri risiko tersebut terhadap efek atau suatu kejadian
(Soetjiningsih, 2010). masalah kesehatan (Handayani dan Riyadi,
Pemerintah juga telah menegakkan 2015).
peraturan mengenai kawasan tanpa rokok Rancangan penelitian ini menggunakan
(KTR) dalam peraturan Walikota Yogyakarta rancangan atau pendekatan cross sectional,
nomor 12 tahun 2015 pasal 4. Menyebutkan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses korelasi antara faktor-faktor risiko
belajar-mengajar, tempat anak bermain, tempat (independent) dengan faktor efek (dependent),
ibadah, fasilitas olahraga, angkutan umum, dimana melakukan observasi atau pengukuran
tempat kerja, dan tempat umum sebagai variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang
kawasan tanpa rokok. sama (Handayani dan Riyadi, 2015). Variabel
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang pada penelitian ini yaitu perilaku merokok
di lakukan di SMA Negeri 04 Yogyakarta danpersepsi remaja perokok tentang harga diri
tehadap enam orang siswa pada tanggal 17 di SMK Piri 1 Yogyakarta.
Maret 2016 dan di SMK Piri 1 Yogyakarta Instrumen yang digunakan dalam
terhadap 10 orang siswa pada tanggal 25 Mei penelitian ini adalah kuesioner. kuesioner
2016 dengan cara pengambilan data yaitu tersebut digunakan untuk menganalisa kedua
dilakukan observasi dan wawancara. variabel. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan
Didapatkan hasil bahwa remaja yang merokok tertulis yang digunakan untuk memperoleh
umumnya adalah remaja yang menilai atau informasi dari responden dalam arti laporan
mengevaluasi dirinya secara negatif (tidak tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui
dianggap oleh teman sebayanya, merasa tidak (Arikunto, 2010).
mampu mengeluarkan pendapat, dan merasa Kuesioner ini perilaku merokok terdiri
tidak dihargai sehingga sering menyendiri) dari dua bagian, bagian pertama yaitu data
namun setelah menjadi perokok, mereka demografi yang mengulas tentang identitas
mampu mengevaluasi dirinya secara positif responden, dan perilaku merokok pada
(merasa dihargai ketika sedang berkumpul responden. Responden dikatakan perokok
bersama teman sebaya dan kelompok ringan jika menghabiskan rokok 1-10
pergaulannya, merasa mampu mengeluarkan batang/hari, perokok sedang jika menghabiskan
pendapat tentang sesuatu di kelas atau di
10
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

rokok 10-20 batang/hari, dan perokok berat jika Uji validitas penelitian ini menggunakan
menghabiskan rokok >20 batang/hari. uji teknik korelasi pearson produck moment.
Bagian kedua yaitu pertanyaan persepsi Setelah dilakukan uji validitas pada siswa kelas
remaja perokok tentang harga diri. Kuesioner X di SMK 1 Piri Yogyakarta terhadap kuesioner
diadopsi dari penelitian Azkiyati, 2012 dengan persepsi remaja perokok tentang harga diri.
judul “hubungan perilaku merokok dengan Didapatkan 4 dari 24 pernyataan dinyatakan
harga diri remaja perokok”. Yang terdiri dari 24 tidak valid (3, 10, 20, 21) karena nilai hitung (r
pernyataan tetapi karena tidak dicantumkan pearson) <r tabel. Kemudian ke-4 pernyataan
nilai uji validitas dan reliabelitasnya sehingga tersebut tidak digunakan oleh peneliti. Sehingga
peneliti melakukan uji validitas ulang. kuesioner dalam penelitian ini berjumlah 20
Kuesioner berdasar teori dan aspek-aspek harga item pernyataan.
diri menurut Coopersmith yang terdiri dari 24 Uji reliabilitas, rumus yang digunakan
pertanyaan. Pernyataaan diisi dengan tanda (√) untuk mengukur tiap-tiap variabel penelitian
dengan memilih jawaban yang dianggap sesuai menggunakan rumus cronbach alpha.
dengan keadaan responden. Keputusan uji reabilitas ditunjukan oleh dua hal,
Untuk bagian ini dibuat dalam bentuk yaitu jika cronbach alpha>0,6, maka pernyataan
pernyatan positif dan negatif serta dinilai atau instrumen dinyatakan reliabel. Sebalik, jika
dengan skala likertyaitu SS (sangat setuju), S cronbach alpha<0,6 maka pernyataan atau
(setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak instrumen dinyatakan tidak reliabel. Setelah
setuju). Untuk pernyataan positif diberikan nilai dilakukan uji reliabilitas pada siswa kelas X di
SS (bernilai 4), S (bernilai 3), TS (bernilai 2) SMK 1 Piri Yogyakarta terhadap kuesioner
dan STS (bernilai 1). Sedangkan untuk persepsi remaja perokok tentang harga diri,
pernyataan negatif diberi nilai, SS (bernilai 1), didapatkan nilai cronbach alpha sebesar 0,943
S (bernilai 2), TS (bernilai 3) STS (bernilai 4). (reliabel).
Responden dikatakan persepsi harga diri negatif Data primer diperoleh dari respon secara
apabila skor yang diperoleh <40. sedangkan langsung sedangkan data sekunder diperoleh
untuk persepsi harga diri tinggi atau persepsi dari luar atau orang lain yang mengetahui
harga diri positif apabila skor yang diperoleh karakteristik responden atau subjek yang akan
>40. Untuk menentukan nilai tengah (median) diteliti. Pengumpulan data kuantitatif dengan
digunakan rumus sebagai berikut. menggunakan kuesioner data demografi tentang
( ) perilaku merokok dan kuesioner persepsi remaja
perokok tentang harga diri yang berjumlah 23
keterangan pernyataan. Kemudian kuesioner dibagikan
n= Median pada calon responden penelitian. Kuesioner
x=jumlah item pernyataan dikelola dengan pendekatan Cross Sectional
y= Skor tertinggi atau pendekatan sekali waktu, sehingga peneliti
berdasarkan rumus diatas, maka cara perhitungan
menunggu responden secara langsung saat
untuk menentukan nilai tengah (median) adalah
pengisian kuesioner. Setelah dilakukan
sebagai berikut:
pengumpulan data atau penelitian di remaja atua
siswa peroko kelas XI di SMK Piri 1
Yogyakarta, pada tanggal 28 Mei-01 juni
didapat responden penelitian sebanyak 46 siswa
Jadi nilai tengah (median) pada kuesioner yang merokok.
pada harga diri adalah 20.
11
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

HASIL DAN PEMBAHASAN pada bangku SMA sebesar 26,08% (12 orang) dan
pada bangku SD sebesar 23,4% (11 siswa).
1. Gambaran umum lokasi penelitian SMK
c. Distribusi responden berdasarkan tipe perokok
Piri 1 Yogyakarta berlokasi di jalan
Kemuning No 14, Baciro, Yogyakarta Tabel 4.3
dengan jumlah seluruh siswa 339 siswa Distribusi frekuensi responden berdasarkan tipe
perokok pada remaja di SMK Piri 1 Yogyakarta
yang terdiri dari 17 kelas. Kelas X terbagi
(n=46)
menjadi delapan kelas, kelas XI terbagi
Tipe Jumlah Persentase
menjadi sembilan kelas. perokok (%)
2. Analisa univariat Ringan 34 73,91%
a. Distribusi responden berdasarkan usia Sedang 11 23,91%
Berat 1 2,17%
Tabel 4.1
Sumber: Data primer 2016
Distribusi frekuensi responden berdasarkan Dari tabel 4.3 diatas terlihat bahwa 73,915%
usia pada remaja di SMK Piri 1 Yogyakarta responden yang termasuk perokok ringan, perokok
sedang sebesar 23,915% dan perokok berat sebesar
(n=46)
2,17%%.
Usia Jumlah Persentase (%)
responden
d. Distribusi responden berdasarkan persepsi
17 tahun 24 52,17%
18 tahun 15 32,60% remaja perokok tentang harga diri
19 tahun 7 15,21% Tabel 4.4
Sumber: Data primer 2016 Distribusi frekuensi responden berdasarkan
Dari tabel 4.1 diatas menunjukan persepsi remaja perokok tentang harga diri di
SMK Piri 1 Yogyakarta (n=46)
bahwa responden terbanyak adalah siswa
yang berusia 17 tahun dengan persentase
Persepsi Jumlah Persentase
sebesar 52,17%, sedangkan responden yang
harga diri
paling sedikit adalah siswa yang berusia 19 Positif 40 86,95%
tahun dengan persentase sebesar 15,21%. Negatif 6 13,04%
b. Distribusi responden berdasarkan waktu Sumber: Data primer 2016
mulai merokok
Dari tabel 4.4 diatas terlihat bahwa 86,95
Tabel 4.2
responden memiliki persepsi harga diri positif
Distribusi frekuensi responden berdasarkan dan 13,04% responden memiliki persepsi harga
pendidikan waktu mulai merokok pada diri negatif.
remaja di SMK Piri 1 Yogyakarta (n=46) 3. Anlisa bivariat
Tabulasi silang antara perilaku merokok
Waktu mulai Jumlah Persentase dengan harga diri remaja perokok di SMK Piri
merokok (%)
1 Yogyakarta.
SD 11 23,91%
SMP 23 50%
SMA 12 26,08%
Sumber: Data primer 2016
Tabel 4.5
Dari tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa Tabulasi silang hubungan perilaku merokok
sebagian besar responden terbanyak mulai merokok dengan persepsi remaja tentang harga diri
saat duduk di bangku SMP sebesar 50% (23 siswa), perokok di SMK Piri 1 Yogyakarta (n=46)
Persepsi harga diri remaja Total

12
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

perokok Tabel 4.6


Positif Negatif
Hasil Korelasi Chi-Square test hubungan
Perilaku Ringan N 31 3 34
perilaku merokok dengan perspsi remaja
merokok % 67,4% 6,5% 73,9%
Sedang N 9 2 11
perokok tentang harga diri di SMKPiri I
% 19,6% 4,3% 23,9% Yogyakarta
Berat N 0 1 1
% ,0% 2,2% 2,2% Variabel Korel Sig α Hasil
Total N 40 6 46 asi
hitun
% 87,0% 13,0% 100%
g
Sumber: Data primer 2016 Hubungan Perilaku 7,457 0,0 0, Ho
Gambar 4.1 merokok dengan 24 05 ditola
persepsi remaja k
Diagram hubungan perilaku merokok dengan perokok tentang
persepsi remaja perokok tentang harga diri di harga diri
Sumber: Data primer 2016
SMK Piri 1 Yogyakarta (n=46)
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa
35
nilai korelasi hitung Chi-Square Test sebesar
30
7,457, dengan nilai Sig sebesar 0,024<α 0,05.
25
Hasil ini menunjukan bahwa Ho ditolak dan Ha
20
Positif diterima yang berarti ada hubungan yang
15
Negatif
signifikan antara perilaku merokok dengan
10
persepsi remaja perokok tentang harga diri di
5
SMK Piri 1 Yogyakarta.
0
Perokok Perokok Perokok Remaja menurut Soetjiningsih (2010)
Ringan Sedang Berat adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa awal atau disebut juga masa
Sumber: Data primer 2016
pubertas atau adolesen dan pada masa ini,
Dari tabel 4.5 dan gambar 4.1 di atas remaja sudah tidak bergantung lagi pada orang
terlihat bahwa responden yang mempunyai tua melainkan harus mandiri dan mulai mencari
perilaku merokok ringan dan memiliki persepsi jati dirinya sehingga pada masa ini juga remaja
harga diri positif 31 siswa (67,4%), responden akan lebih banyak menghabiskan waktu
yang mempunyai perilaku merokok sedang dan sendirian maupun dengan kelompok. Remaja
memiliki persepsi harga diri positif sembilan yang merokok umumnya karena mereka ingin
siswa (19,6%), responden yang mempunyai tampak bebas dan dewasa, ingin tampak macho
perilaku merokok berat dan memiliki persepsi dan cool, ingin menyesuaikan diri dengan
harga diri negatif satu siswa (2,2%). kelompok bermainnya, berani mengambil
Selanjutnya responden yang mempunyai resiko, dan rasa percaya diri yang tinggi.
perilaku merokok ringan dan yang memiliki Burton, et al (2011) juga menyebutkan remaja
persepsi harga diri negatif sebanyak tiga siswa menyukai kegiatan merokok karena efek yang
(6,5%), responden yang mempunyai perilaku diberikan pada remaja setelah menjadi perokok
merokok sedang dan yang memiliki persepsi harga
seperti memberikan kesan dewasa, berani
diri negatif sebanyak dua siswa (4,3%), dan
mengambil resiko, bangga, macho atau jantan
responden yang mempunyai perilaku merokok berat
dan yang memiliki persepsi harga diri negatif
pada diri remaja tersebut.
sebanyak satu orang siswa (2,2%). Santrock (2007) mendefiniskan harga
diri (self-estem) sebagai suatu dimensi evaluatif
13
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

global mengenai diri sendiri. Harga diri berada dirinya negatif, namun setelah menajdi perokok
pada rentang positif dan negatif. Coopersmith remaja tersebut akan merasa rileks, merasa
(8) menyatakan harga diri merupakan hasil percaya diri, bersemangat, tampak dewasa
evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang karena efek dari zat nikotin tersebut. Hal inilah
di ekspresikan dengan sikap terhadap diri yang membuat remaja memiliki nilai positif
sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap terhadap dirinya.
penerimaan atau penolakan dan menunjukan Remaja dalam penelitian ini
seberapa besar individu percaya bahwa dirinya menggunakan rokok sebagai alat untuk
mampu, berarti, berhasil, beharga menurut mendapatkan persepsi atau penilai terhadap
standar nilai pribadinya. dirinya secara positif sebesar 86,95% tetapi
Armstrong (9) menyebutkan alasan adapula yang menilai dirinya secara negatif
paling umum remaja untuk mulai merokok sebesar 13,04% sehingga perlunya peran
karena ingin tampak mengesankan, kesan tidak perawat sebagai konselor dan sebagai pendidik
kolot (modern) dan cool, dewasa, ingin untuk memberikan penyuluhan tentang dampak
menyesuaikan diri dengan teman, jantan, gagah atau bahaya dari rokok dan cara mendapatkan
dan berani sehingga menjadi identitas diri pada harga diri dari perilaku yang sehat atau perilaku
perokok. Identitas yang terbentuk menyusun yang memberikan dampak positif baik bagi
prinsip kepribadian pada remaja. Prinsip-prinsip harga dirinya maupun bagi kesehatannya.
tersebut diperoleh melalui proses evaluasi
secara menyeluruh yang dilakukan oleh remaja SIMPULAN DAN SARAN
terhadap dirinya. Simpulan
Remaja yang dapat mengevaluasi dirinya Perilaku merokok pada siswa laki-laki
secara positif dan negatif setelah menjadi kelas XI di SMK Piri 1 Yogyakarta dengan
perokok tergantung penerimaan individu setelah kategori perokok ringan sebesar 73,9% atau 34
menajdi perokok. Semakin positif nilai yang siswa, perokok sedang sebesar 23,9%% atau 11
ada pada diri remaja, semakin positif pula harga siswa, perokok berat sebesar 2,2% atau 1 siswa.
diri remaja. begitu pula sebaliknya, semakin Persepsi harga diri pada siswa laki-laki kelas XI
negatif nilai yang ada pada diri remaja, semakin SMK Piri 1 Yogyakarta dengan kategori
negatif pula harga diri pada remaja. Penelitian persepsi harga diri positif sebesar 86,95% dan
membuktikan bahwa merokok merupakan cara yang memiliki persepsi harga diri negatif
yang digunakan remaja untuk mengatasi sebesar 13,04%. Ada hubungan yang signifikan
perasaan negatif yang remaja rasakan. antara perilaku merokok dengan persepsi remaja
Salah satu kandungan dalam rokok perokok tentang harga diri diSMK Piri 1
adalah nikotin, menurut subanada (4) ketika Yogyakarta dengan nilai Sig sebesar 0,024<
seseorang merokok zat nikotin hanya α=0,05, maka Ha diterima dengan tingkat
membutuhkan waktu 10 detik untuk sampai ke kemaknaan 0,05, dan Ho ditolak.
otak kemudian otak merespon dengan Saran
meningkatkan dopamin dan mengatur
kesenagan, hal ini sejalan dengan pendapat Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan
yang dikemukan oleh Triswanto (2007) zat bacaan dan referensi informasi ilmiah dalam
nikotin merangsang pelepasan dopamin dan bidang kesehatan mengenai hubungan perilaku
hormon kesenangan dari otak sehingga remaja merokok dengan harga diri remaja perokok di
yang awalnya cemas, merasa tidak dihargai, SMK Piri 1 Yogyakarta, Sebagai bahan
merasa tidak diterima yang cenderung menilai referensi ilmu pengetahuan kepada guru dan staf
14
Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 8 No 1, Juni 2017 ISSN (P): 2088-2246

pengajar tentang hubungan perilaku merokok DAFTAR RUJUKAN


dengan persepsi remaja perokok. Sebagai bahan InfoDATIN, 2013. Perilaku Merokok
pertimbangan karena mengingat remaja laki- Masyarakat Indonesia,
laki kelas XI SMK Piri 1 Yogyakarta ada yang http://www.depkes.go.id/resources/downloa
merokok dan adapula yang menilai dirinya d/pusdatin/infodatin/infodatin-hari-tanpa-
negatif sehingga perlunya adanya peraturan tembakau-sedunia.pdf. (diakses tanggal 18
larangan merokok dikawasan sekolah dan Februari 2016, Jam 15.00 WIB)
pendekatan ataupun motivasi pada siswa yang Kementrian Kesehatan RI, 2010. Riset
merokok maupun siswa yang menilai dirinya Kesehatan Dasar 2010. Halaman 405.
secara negatif. Peneliti selanjutnya yang tertarik Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2010
melakukan penelitian perilaku merokok dengan Peraturan Walikota Yogyakarta No 12 Tahun
harga diri remaja perokok pada remaja 2015. Tentang Kawasan Tanpa Rokok,
hendaknya melakukan penelitian kualitatif http://hukum.jogjakota.go.id/data/Perwal%
sehingga peneliti tidak hanya menggunakan 20No%2012%20Tahun%202015%20Tenta
kuesioner sebagai alat pengumpulan data, ng%20Kawasan%20Tanpa%20Rokok.pdf.
melainkan bisa juga menggunakan metode (diakses tanggal 16 Februari 2016, Jam
observasi dan wawacara yang lebih mendalam 41.30 WIB).
mengenai perilaku merokok dan harga diri pada Soetjiningsih, 2010. Tumbuh Kembang Remaja
remaja perokok. Selain itu juga peneliti dan Permasalahannya. Cetakan 1, Halaman
selanjutnya lebih memperhatikan faktor-faktor 1, 46, 47, 191, 192, 194, 196. Sagung Seto:
penyebab perilaku merokok yang lain dan lebih Jakarta.
memperbanyak sampel penelitian sehingga Handayani dan Riyadi, 2015. Pedoman
penelitian selanjutnya lebih maksimal lagi.Bagi Penulisan Karya Ilmiah Bidang Kesehatan.
responden yang sudah merokok diharapkan Halaman 93, 99, 106, 145-147, 176, 178,
untuk mengurangi dan menghentikan perilaku Samodra Melodi: Yogyakarta.
merokok dengan cara melakukan aktivitas yang Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian, Suatu
lebih bermanfaat seperti melakukan olahraga, Pendekatan Praktik, Edisi Revisi 2010.
kesenian dan aktivitas bermanfaat lainnya Halaman 194. Jakarta: Rineka Cipta
sehingga waktu dan tenaga dapat dialihkan pada Okoli, et al, 2011. Differences in the smoking
hal-hal yang lebih produktif karena mengingat identities of adolescent boys and girls.
kegiatan merokok merupakan kegiatan yang Addictive behavior. Volume 36. Issues 1-2,
memberikan dampak negatif bagi kesehatan. january-february 2011. Page 110-115.
Menjadi bahan bahan acuan bagi ilmu Budianti, 2015. Hubungan Antara
keperawatan jiwa untuk memahami Keharmonisan Keluarga Dengan Harga Diri
permasalahan harga diri pada remaja, sehingga Pada Remaja. Skripsi: UMS.
remaja yang menilai dirinya negatif tidak harus http://eprints.ums.ac.id/36447/. (diakses
merokok untuk bisa menilai dirinya secara tanggal 03 Maret 2016, 10.00 WIB).
positif melainkan melakukan hal-hal yang Nasution, 2007. Perilaku merokok pada remaja.
positif dan bermanfaat bagi dirinya maupun http://library.usu.ac.id/download/fk/132316
orang disekitarnya. 815.pdf (diakses tanggal 23 Juni 2016).
.

15

Anda mungkin juga menyukai