Anda di halaman 1dari 24

HAK DAN MILIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Fiqih Muamalah 1”

Dosen Pengampu :
Adin Fadillah, M. E. Sy.

Disusun Oleh :

1. Rika Ari Aprita ( 934201819 )


2. M. Nashrul Mu’iz ( 934202619 )

Kelas A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah..Puji syukur kehadirat Allah SWT.atas segala rahmat dan
hidayah-Nya.Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan
seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang
sungguh tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang penulis beri judul ”Hak dan Milik”.
Dalam penyusunan makalah Sejarah Kebudayaan Islam ini, penulis
mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada mereka, dosen
pembimbing, teman–teman, kedua orangtua dan segenap keluarga besar penulis
yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat berarti
bagi penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga
semua ini bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan
kearah yang lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak
meninggalkan celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan
akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagiAkhir kata, penulis mengharapkan
agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Kediri , 11 September 2020

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai sutu sistem kehidupan universal dan komprehensif, Islam


hadir dan dipercaya oleh pemeluknya sebagai ajaran yang mengatur
tentang segala bentuk aktivitas manusia, termasuk masalah ekonomi. Salah
satu bentuk aktivitas yang berkaitan dengan masalah ekonomi adalah
persoalan kepemilikan (al-milkiyyah). Islam senantiasa memberikan ruang
dan kesempatan kepada manusia untuk mengakses segala sumber
kekayaan yang dianugerahkan-Nya di bumi ini, guna memenuhi semua
tuntutan kehidupan, memerangi kemiskinan, dan merealisasikan
kesejahteraan dalam semua sisi kehidupan manusia.

Dengan sangat pentingnya mengetahui ilmu tentang kepemilikan


agar kita senantiasa mendapat ridho Allah dan terhindar dari dosa. Maka
dari itu kami mengambil makalah mengenai “Hak dan Kepimilikan”

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hak ?

2. Apa saja macam – macam hak ?

3. Apa yang dimaksud dengan milik ?

4. Apa saja macam – macam milik ?

5. Apa saja sebab – sebab kepemilikan menurut Al – Qur’an dan Hadits ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dengan jelas pengertian hak

2. Mengetahui macam – macam hak

1
3. Mengetahui dengan jelas pengertian milik

4. Mengetahui macam – macam milik

5. Mengetahui sebab – sebab kepemilikan menurut Al – Qur’an dan


Hadits

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Hokum tentang Hak


Tiap – tiap manusia yang terlahir di muka bumi oleh Allah SWT
dibekali dengan Hak yang dengannya, kehidupan yang akan diajalani
dapat berjalan sesuai dengan rencana Allah SWT, karena Hak adalah
sesuatu yang harus kita terima. Sementara sebagai penyeimbang agar Hak
itu tidak digunakan dengan semena – mena.

Menurut bahasa, Kata “hak” berasal dari bahasa Arab “al-haqq”


yang memiliki beberapa arti: “ketetapan yang tidak bisa dipungkiri” atau
“kebenaran (lawan kata dari kebatilan)”.

Pengertian Hak dalam Islam banyak ditemukan dalam kitab - kitab


yang membahas tentang Muamalah oleh para ulama.1 Beberapa definesi
Hak yang dikemukakan oleh para ulama adalah sebagai berikut: 2
1. Kepastian atau ketetapan, sebagaimana firman Allah dalam surat
Yasin ayat 7:

‫ل َق ْد َح َّق الْ َق ْو ُل َعلَى أَْآثَِر ِه ْم َف ُه ْم اَل يُ ْؤ ِمنُون‬

Terjenah : “Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan


Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman”.

2. Kebenaran sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al Isra’ (17):


81
ِ ‫اطل إِ َّن الْب‬
‫اط َل كا َن َز ُهوقًا‬ ِ
َ ُ َ‫َوقُ ْل َجاءَ احْلَ ُّق َو َز َه َق الْب‬

1
http://digilib.uinsby.ac.id/7597/2/bab%202.pdf, Diakses pada tanggal, 04 September 2020
2
http://eprints.walisongo.ac.id/3792/3/102311082_Bab2.pdf, Diakses pada tanggal, 04 September
2020
Terjemah : “Dan katakanlah : "Yang benar telah dating dan yang
batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang
pasti lenyap”.
3. Menetapkan atau menjelaskan sebagaimana terdapat dalam surat al
Anfal (8) : 8
ِ ‫لِي ِح َّق احْل َّق ويب ِطل الْب‬
‫اط َل َولَ ْو ك ِر َه الْ ُم ْج ِر ُمو َن‬َ َ ُْ َ َ ُ

Terjemah : “Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan


membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang - orang yang
berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya”.

Setelah kita memperhatikan pengertian Hak seperti yang terdapat


dalam Ensiklopedia menetia Hukum Islam dan dari para ulama di atas,
maka jelas sangat berbeda dengan pengertian Hak yang dikenal selama ini,
baik yang bersifat materi maupun immateri.

Di bawah ini adalah pengertian Hak menurut para ulama Fiqh


secara terminologi:3

1. Menurut sebagian ulama mutaakhkhirin ُ ِ‫ ُه َو اْحُلْ ُكم الثَّاب‬Hak


‫ت َش ْرعا‬
adalah suatu hukum yang telah ditetapkan syara’

2. Menurut Syekh Ali Al – Khafifi (asal Mesir) ٌ‫ص لَ َحةٌ ُم ْس تَ ِح َّقة‬


ْ ‫ُه َو َم‬
‫ َش ْر ًعا‬Hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara’

Menurut Ustadz Ahmad Az-Zarqa’ (ahli Fiqh Jordania asal Suriah) ‫ُهو‬
3.
َ
َّ ‫َر ُر بِ ِه‬
ً‫الش ْرعُ ُس ْلطَة‬ ِّ ‫اص يُق‬
ٌ ‫ص‬
ِ Hak
َ ‫اخت‬
ْ adalah suatu kekhususan yang

padanya ditetapkan syara’ suatu kekuasaan atau taklif.

3
http://digilib.uinsby.ac.id/7597/2/bab%202.pdf, Diakses pada tanggal, 04 September 2020

4
‫اص‬ ِ ‫هو‬
4. Ibnu Nujaim (ahli Fiqh Mazhab Hanafi) mengatakan, ٌ ‫ص‬َ ‫اخت‬
ْ َُ
ِ ‫ ح‬Hak
‫َاجٌز‬ adalah suatu kekhususan yang terlindung Menurut

Wahbahaz Zuhaili (ahli fikih Suriah), bahwa definisi yang


dikemukakan oleh Ibnu Nujaim dan Mustafa Ahmad az-Zarqa’ adalah
definisi yang komprehensif, karena dari kedua definisi itu tercakup
berbagai macam hak, seperti hak Allah terhadap hamba-Nya (sholat,
puasa, dan lain-lain), hak – hak yang menyangkut perkawinan, hak –
hak umum (hak Negara dan hak harta benda) dan hak – hak yang non
materi (hak perwalian atas seseorang).
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ulama fiqh di atas,
sumber hak itu adalah syara’, yaitu: Allah SWT, karena Dialah al-Hakim
(pembuat hukum) dan dari-Nyalah datangnya syariat. Oleh sebab itu, hak
tidak bersumber dari manusia atau pun alam. Dalam kaitan dengan Hak,
ada dua unsur utama penyusunnya, yaitu: Pemilik Hak dan Obyek Hak.
Pemilik Hak dalam pandangan syariat Islam adalah Allah dan Obyek Hak
adalah manusia. Sebagai obyek hak, manusia memiliki hak sejak manusia
tersebut menjadi janin dan dapat digunakan secara penuh setelah terlahir,
baik yang menyangkut hak hidup, hak keagamaan, hak pribadi, atau hak
secara hukum.
B. Macam – Macam Hak
Para ulama fiqh mengemukakan pembagian hak dari berbagai segi,
antara lain:
1. Dari segi pemilik terbagi menjadi tiga macam, yaitu:4
a. Hak Allah, yaitu: seluruh bentuk perbuatan yang boleh
mendekatkan diri kepadaNya. Hak Allah ini tidak boleh dikaitkan
dengan hak – hak pribadi. Hak Allah ini disebut juga hak
masyarakat, dimana hak Allah ini tidak boleh digugurkan, baik

4
http://digilib.uinsby.ac.id/7597/2/bab%202.pdf, Diakses pada tanggal, 04 September 2020

5
melalui perdamaian maupun dengan memaafkan, dan tidak boleh
dirubah.
b. Hak Manusia, yaitu : hak yang pada hak ikatnya untuk memelihara
kemaslahatan setiap pribadi sebagai anugerah Allah SWT. Dalam
hak manusia ini, seseorang boleh memaafkan, menggugurkan, atau
mengubahnya, serta dapat mewariskan.
c. Hak Berserikat (gabungan). Dalam hal ini adakalanya Hak Allah
lebih dominan di banding hak manusia, bisa juga sebaliknya hak
manusia lebih dominan.
2. Dari Segi Obyek Hak Terbagi menjadi enam bagian, yaitu:5
a. Haqq maliyah (hak yang ada kaitannya dengan harta)
b. Haqq ghair mali (tidak ada kaitan dengan harta)
c. Haqq Syakhshi (hak pribadi)
d. Haqq ‘aini (hak materi)
e. Haqq mujarrad (hak semata – mata)
f. Haqq ghair mujarrad (bukan semata – mata)

3. Dari segi kewenangan pengadilan terhadap hak itu Para ulama


membaginya menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Haqq diyani adalah hak yang tidak boleh dicampuri oleh


kekuasaan pengadilan. Misalnya adalah dalam persoalaan hutang
piutang karena tidak cukup bukti di depan pengadilan. Secara
hukum hak tersebut bisa lolos, tapi tidak dihadapan Allah sebagai
tanggung jawabnya.

b. Haqq qadha’i adalah seluruh hak yang tunduk di bawah kekuasaan


pengadilan, dan pemilak mampu membuktikan untuk menuntut
haknya di depan hakim.

Pada pembahasan selanjutnya yaitu paparan tentang pembagian


hak secara terminologi berdasar azas manfaat:6
5
ibid
6
ibid

6
1) Haqq Al-Irtifaq Pengertian Secara etimologi, Haqq berarti hak dan
irtifaq berarti pemanfaatan sesuatu. Haqq al irtifaq disebut juga
dengan milk al manfa’ah al ‘aini (pemilikan manfaat materi). Titik
pembahasan hak ini adalah persoalan hubungan seseorang dalam
memanfaatkan benda tidak bergerak, baik benda itu milik pribadi
tertentu maupun milik bersama. Secara terminology, para uluma

fiqh mendefinisikan Haqq al irtifaq dengan: ‫لى ِعقَا ٍر‬


َ ‫َرٌر َع‬
َّ ‫َق ُمق‬
ٌ‫ح‬
ِ ‫ص معنَّي ٍ أَو لِعام‬
ِ ‫َة الن‬ ِ ٌ ُ‫َة ِعقَا ٍر اخَر س واَء كا َن مَمْل‬
ِ ‫ لِمْن َفع‬Hak
‫َّاس‬ َ ْ َ ُ ٍ ‫وك ل َش ْخ‬ ٌ ََ َ
pemanfaatan benda tidak bergerak, baik benda itu milik pribadi
atau milik umum.
2) Pembagian Haqq al Irtifaq
Dari segi pemilik benda yang dimanfaatkan ulama’ fiqih membagi
hak ini menjadi 2 yaitu umum dan khusus. Adapun hukum –
hukum yang terkait dengan Haqq al irtifaq yang bersifat umum
antara lain:7
a) Dalam pemanfaatan tidak boleh membawa mudharat kepada

orang lain, sesuai dengan keadaan fiqih yang menyatakan ‫ضَر َر‬
َ َ‫ال‬
‫ َو الَ ِض َر َار‬Tidak boleh member mudharat dan tidak boleh

dimudharati.
b) Jika hak al irtifaq itu terkait dengan hak bersama maka setiap
orang berhak atas benda itu. Apabila terkait dengan hak pribadi,
maka pemanfaatannya harus dengan seizing pemiliknya.

Adapun haq al irtifaq yang bersifat khusus ulama’ Hanafiah


membagi menjadi 6 yang terpenting yaitu: 8

7
ibid
8
ibid

7
a) Haqq al Syurb, yaitu: hak mengambil air untuk menyiram
tanaman, termasuk hak manusia dan hewan untuk
memanfaatkan air itu. Dalam membahas hak ini para ulama
membagi : air yang ditampung dalam tempat khusus oleh
pemiliknya,
1) air sumur,
2) air sungai khusus yang melewati lahan pribadi tertentu, dan
3) air sungai besar.
b) Haqq Ath Thariq, yaitu: hak untuk lewat di lahan orang lain.
Dalam hal ini harus dengan ijin yang punya lahan.
c) Haqq al Majra, yaitu: hak pemilik lahan yang jauh dari aliran
air untuk irigasi dalam rangka mengairi lahannya, baik melalui
lahan orang lain atau tidak. Prinsip umum yang berlaku dalam
halini adalah bahwa pemilik lahan tidak boleh pemili klahan
yang jauh dari sumber air untuk mengalirkan air kelahannya,
walaupun harus lewat lahan orang yang dekat dengan sumber
air.
d) Haqq al Masil, yaitu: hak untuk menyalurkan air kotor rumah
tangga ke penampungan dengan menggunakan saluran khusus,
baik melalui jalan, lahan dan rumah orang lain. Namun dalam
menggunakan hak ini tidak boleh mengganggu kemaslahatan
orang lain.
e) Haqq al Jiwar, yaitu: hak untuk membuat rumah bersebelahan
dengan menempelkan dinding atau karena disebabkan saling
bertemunya batas milik masing – masing.
f) Haqq at Ta’ali, yaitu: hak untuk tinggal di tingkat atas pada
perumahan bertingkat dan menjadikan loteng rumah – rumah
orang dibawahnya sebagai lantai. Tapi menurut Abu Hanifah,
bukan menjadi hak milik.

8
Pendukung hak adalah manusia yang memiliki berbagai
macam hak kodrati atas pemberian Allah SWT. Oleh karenanya
manusia memiliki kecakpan (ahliyah) terbagi menjadi dua, yaitu:9
a. AhliyatulWujub
Ahliyatul Wujub, yaitu “kecakapan seseorang dalam mendapatkan
hak dan memiliki kewajiban”.
b. Ahliyatul Ada’
Ahliyayatul Ada’, yaitu “kecakapan seseorang dalam membuat
akad dan kecakapan untuk melakukan aktifitas yang melahirkan
dampak hokum syar’i”.

C. Pengertian Milik

Kepemilikan secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ملك‬

‫ ملكا‬- ‫ – ميلك‬yang berarti memiliki, menguasai dan mengumpulkan.

Sebagai salah satu contohnya adalah, dalam firman Allah Surah Al – Jin
ayat 21:

‫ضرا و ال رشدا‬
ّ ‫قل ايّن ال املك لكم‬

Terjemah : Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan


sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) kemanfa`atan".10

Dalam Lisan Al-'Arab Ibnu Mandzur menyatakan bahwa pemilik


mutlak adalah Allah ta'ala yang Maha Suci, Raja diraja, baginya segala
kekuasaan (kerajaan) Dialah pemilik (penguasa) hari kiamat. Dia adalah
pemilik penciptaan yang berarti pemelihara dan pemilik seluruh alam

9
https://www.takafulumum.co.id/upload/literasi/pengetahuan/Pengantar%20Fiqh%20Muamalah
%201.pdf, Diakses pada tanggal, 04 September 2020
10
Sulaeman Jajuli, “Kepemilikan Umum dalam Islam”, Program Studi Ekonomi Islam Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta, Vol. 48, No. 2, Desember 2014, hlm. 410,
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605867267, (Diakses pada jum’at, 04
Agustus 2020)

9
semesta. Dari ungkapan ini mengindikasikan bahwa kata malaka berarti
kepemilikan yang pada dasarnya hanya milik Allah ta'ala.

Mushtafa Ahmad Az – zarqa seperti dikutip oleh Ghufran A.


Mas'adi mengatakan bahwa hak milik secara bahasa berarti pemilikan atas
suatu (mal/harta) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya. 11

Wahbah Az-Zuhaily mendefinisikan kepemilikan atau milik


dengan:

‫اجتصاص بشيء مينع الغري منه و ميكن صاحبه من التصريف ابتداء اال ملانع‬

‫شرعي‬

Keistimewaan (istishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang


lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharuf secara langsung
kecuali ada halangan syara'.

Dalam kesempatan lain beliau juga mendefinisikannya dengan:

‫علقة بني االنسان و املال اقرها الشرع جتعله خمتصا به و يتصرف فيه بكل‬

‫التصرفات ما مل يوجد مانع من التصرف‬

Sebuah ikatan/hubungan antara manusia dengan harta yang diatur oleh


syara', pemiliknya mempunyai hak khusus dan diperbolehkan
mengeksploitasinya selama tidak ada halangan syara'.12

Muhammad Abu Zahra dalam Al-Milkiyyah wa Nadzariayh


Al-'Aqd fi Syariah Al-Islamiyah seperti dikutip Nasrun Haroen mengatakan
bahwa kepemilikan adalah “Pengkhususan seseorang terhadap suatu

11
Ibid, hlm. 411
12
Ibid, Hlm. 412

10
benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum terhdap benda itu
(sesuai dengan keinginannya), selama tidak ada halangan syara'.

Pendapat yang lebih komprehensif disebutkan oleh Mushtafa


Ahmad Az-Zarqa dan Ali Al-Khafifi yang mengatakan bahwa
kepemilikan adalah :

‫اختصاص ميكن صاحبه شرعا ان يستبد بالتصرف و االنتفاع عند عدم املانع‬

‫شرعي‬

Keistimewaan (ikhtishash) atas suatu benda yang menghalangi pihak


lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya ber-tasharuf
secara langsung atasnya selama tidak ada halangan syar'i.

Dalam bagian lain juga dikatakan bahwa hak milik adalah:

‫اجتصاص حاجز شرعا صاحبه التصرف اال ملانع‬

Keistimewaan (ikhtishas) yang bersifat menghalangi (orang lain)


yang syara' memberikan kewenangan kepada pemiliknya ber-tasharuf
kecuali terdapat halangan.13

Dari definisi di atas yang telah dipaparkan oleh beberapa ulama’


ahli di bidangnya dapat diambil kesipulan, bahwa kepemilikan atau milik
merupakan suatu karunia besar Allah yang telah diberikan kepada
seseorang atas suatu benda atau manfaat yang dia berhak berbuat
kepadanya, kemudian orang lain tidak boleh melanggarnya, terkecuali jika
ada sebab – sebab syara’ yang menjadikan hak miliknya tersebut
dilanggar.

13
Ibid, hlm. 413

11
D. Macam – Macam Milik

1. Kepemilikan individu

Kepemilikan individu (private property) adalah hukum syara’ yang


ditentukan pada zat ataupun kegunaan (utility)tertentu, yang
memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan
barang tersebut, serta memperoleh kompensasi –baik karena barangnya
diambil kegunaan (utility)nya oleh orang seperti disewa, ataupun
karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli - dari barang
tersebut.

Seperti contoh orang yang memiki buah – buahan, dia boleh untuk
memakannya sendiri atau bisa juga dijual untuk memperoleh
keuntungan dari buah – buahan tersebut. Artinya buah tersebut
mungkin untuk dimiliki oleh masing – masing individu. 14

Namun untuk memperoleh kepemilikan tersebut harus melalui


proses syari’ yang benar agar dapat dikatan sebegai kepemilikan yang
sah. Karena tidak menutup kemungkinan buah tersebut diperoleh dari
hasil curian

Dalam hal ini, terlihat bahwa Allah memberikan izin untuk


memiliki beberapa zat dan melarang memiliki zatzat yang lain. Allah
juga telah memberikan izin terhadap beberapa transaksi serta melarang
bentuk-bentuk transaksi yang lain. Sebagai contoh, Allah melarang
seorang muslim untuk memiliki minuman keras dan babi, sebagaimana
Allah melarang siapapun yang menjadi warga negara Islam untuk
memiliki harta hasil riba dan perjudian.

14
Ali Akbar, “Konsep Kepemilikan dalam Islam”, Jurnal Ushuludin UIN Syarif Kasim, Vol.
XVIII No. 2, Juli 2012, Hlm. 131,
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605844444, Diakses pada tanggal, 04
September 2020

12
Untuk menetapkan kepemilikan pribadi tersebut, ada bebarapa hal
yang diatur Islam, yaitu: Pertama, mengatur tentang barang atau jasa
yang diizinkan (dibolehkan) untuk dimiliki dan yang tidak. Dalam hal
ini, Allah telah menentukan sesuatu dengan halal dan haram. Kedua,
mengatur tentang tata cara memperoleh harta yang diizinkan
(dibolehkan) dan yang tidak. Perolehan harta itu bisa melalui tata cara
bagaimana memperoleh harta dan tata cara mengembangkan harta.15
2. Kepemilikan umum

Kepemilikan umum adalah izin alsyari’ kepada suatu komunitas


untuk bersama-sama memanfaatkan benda/barang. Sedangkan benda-
benda yang tergolong kategori kepemilikan umum adalah benda-benda
yang telah dinyatakan oleh al-syari’ sebagai benda benda yang dimiliki
suatu komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh
hanya seorang saja. Karena milik umum, maka setiap individu dapat
memanfaatkannya, namun dilarang memilikinya.

a. Fasilitas dan Sarana Umum

Maksud fasilitas atau sarana umum adalah apa saja yang


dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Benda ini
tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena menjadi
kebutuhan pokok masyarakat, dan jika tidak terpenuhi dapat
menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Jenis harta ini
dijelaskan dalam hadits Nabi Saw. Yang diriwayatkan oleh Abu
Daud. “Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga
hal: air, padang rumput dan api”.

Dalam hal ini diakui bahwa manusia memang sama-sama


membutuhkan air, padang dan api. Air yang dimaksudkan dalam
hadits di atas adalah air yang masih belum diambil, baik yang
keluar dari mata air, sumur, maupun yang mengalir di sungai atau

15
Ibid, Hlm. 133

13
danau. Rumput yang tidak ada pemiliknya dan api yang dimaksud
adalah kayu bakar.

b. Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki


oleh individu secara perorangan

Meski sama-sama sebagai sarana umum sebagaimana


kepemilikan umum jenis pertama, akan tetapi terdapat perbedaan
antara keduanya. Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal
pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya,
maka jenis kedua ini, secara tabiat dan asal pembentukannya,
menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Contoh :
jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya. Oleh
karenanya, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain
yang membutuhkan, tidak boleh diizinkan oleh penguasa.16

c. Barang tambang yang depositnya tidak terbatas

kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di


permukaann bumi seperti garam, batu mulia atau tambang yang
berada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi,
tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.17

Barang tambang semacam ini menjadi milik umum


sehingga tidak boleh dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang.
Demikian juga tidak boleh hukumnya, memberikan keistimewaan
kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya
tetapi penguasa wajib membiarkannya sebagai milik umum bagi
seluruh rakyat. Negaralah yang wajib menggalinya,

Sedangkan barang tambang yang depositnya tergolong


kecil atau sangat terbatas, dapat dimiliki oleh perseorangan atau
perserikatan. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi Saw. Yang
16
Ibid, Hlm. 134
17
Ibid, Hlm. 135

14
mengizinkan kepada Bilal ibn Harits al-Muzani memiliki barang
tambang yang sudah ada dibagian Najd dan Tihamah. Hanya saja
mereka wajib membayar khumus (seperlima) dari yang
diproduksinya kepada bayt al-mal.

3. Kepemilikan negara

Kepemilikan Negara adalah harta yang ditetapkan Allah menjadi


hak seluruh kaum muslimin/rakyat, dan pengelolaannya menjadi
wewenang khalifah/negara, dimana khalifah/negara berhak
memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum
muslim/rakyat sesuai dengan ijtihad/kebijakannya. Makna pengelolaan
oleh khalifah/pemerintah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki
khalifah/pemerintah untuk mengelolanya. Contohnya adalah :

a. Harta ghanimah, anfal(harta yang diperoleh dari rampasan perang


dengan orang kafir), fay’(harta yang diperoleh dari musuh tanpa
peperangan)
b. Khumus, Harta yang berasal dari kharaj(hak kaum muslim atas
tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan
atau tidak)
c. Harta yang berasal dari jizyah(hak yang diberikan Allah kepada
kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada
Islam)
d. Daribah (pajak)
e. ushur(pajak ppenjualan yang diambil pemerintah dari pedagang
yang melewati batas wilayahnya dengan pungutan yang
diklasifikasikan berdasarkan agamanya).18

4. Kepemilikan sempurna (At – tamm)

18
Ibid, Hlm. 136

15
Apabila materi dan manfaat harta dimiliki sempurna oleh
seseorang sehingga seluruh hak yang terkait dengannya berada
dibawah peguasaanya. Milik seperti ini bersifat muthlak tidak ada yang
dapat membatasi, baik ruang dan waktu dan tidak bisa digugurkan
orang lain. Misalnya orang yang memiliki rumah akan berkuasa penuh
terhadap rumah iu dan bisa memanfaatkannya secara bebas.

5. Kepemilikan kurang (Naqis)

Yaitu apabila seorang hanya menguasai materi dan harta tetapi


manfaatnya dikuasai orang lain. Ulama’ fiqh menyatakan bahwa
kepemilikan semacam ini dapat terjadi melalui 5 cara yaitu :

a. Al – I’arah (pinjam meminjam : akad terhadap pemilikam manfaat


tanpa ganti rugi)

b. Ijarah (sewa menyewa : pemilikan manfaat dengan kewajiban


membayar ganti rugi)

c. Wakaf (akad pemilikan manfaat untuk kepentingan orang yang


diberi wakaf sehingga ia boleh menggunakan atas seizinnya)

d. Wasiat (akad yang besifat pemberian sukarela oleh pemilik harta


kepada orang lain tanpa ganti rugi yang berlaku setelah yang
memberi wasiat wafat)

e. ibahah (penyerahan manfaa milik seseorang kepadaorang lain,


seperti mngizinkan seseorang untuk menimba air dari sumurnya
atau menyediakan harta untuk kepentingan umum).19

E. Sebab – Sebab Kepemilikan dalam Al – Qur’an dan Hadits

19
Yusdani, “Sumber Hak Milik dalam Prespektif Islam”, Al – Mawarid Edisi IX, 2003, Hlm.161,
https://www.neliti.com/id/publications/25985/sumber-hak-milik-dalam-prespektif-hukum-islam,
Diakses pada tanggal, 04 September 2020

16
Adapun maksud dengan sebab-sebab pemilikan harta disini adalah
sebab yang menjadikan seseorang memiliki harta tersebut, yang
sebelumnya tidak menjadi hak miliknya. Menurut syari’at Islam
setidaknya ada empat sebab kepemilikan (asbab al-tamalluk),20 yaitu :

1. Bekerja

a. Menghidupkan Tanah Mati (ihya’ almawaat)

Dengan adanya usaha seseorang untuk menghidupkan


tanah, berarti usaha orang tadi telah menjadikan tanah tersebut
menjadi miliknya. Berdasarkan sabda Nabi Saw. yang menyatakan:

‫من احيا ارضا ميته فهي له‬

“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah (mati


yang telah dihidupkan) tersebut adalah miliknya.”(HR. Imam
Bukhari dari Umar Bin Khaththab).

b. Menggali Kandungan Bumi

yang termasuk kategori bekerja adalah menggali apa


terkandung di dalam perut bumi, yang bukan merupakan harta
yang dibutuhkan oleh suatu komunitas (publik), atau disebut rikaz.
Adapun jika harta temuan hasil penggalian tersebut merupakan hak
seluruh kaum muslimin, maka harta galian tersebut merupakan hak
milik umum (collective property).

c. Berburu

Allah Swt. berfirman dalam surat al-Ma’idah ayat 96:

20
Akbar, “Konsep Kepemilikan dalam Islam..., Hlm. 127

17
‫احل لكم صيد البحر و طعامه متاعا لكم و للسيارة ۖ و حرم عليكم‬

‫صيد الرب ما دمتم حرما‬

Terjemah : “Dihalalkan bagimu, binatang buruan laut dan


makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat
bagimu, dan bagi orang – orang yang dalam perjalanan, dan
diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama
kamu dalam ihram”.(Q.S. AlMa’idah : 96)21

d. Makelar (samsarah)

Adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk orang lain


dengan upah, baik untuk keperluan menjual maupun membelikan.
Sebutan ini juga layak dipakai untuk orang yang mencarikan
(menunjukkan) orang lain. Makelar (samsarah) termasuk dalam
kategori bekerja yang bisa dipergunakan untuk memiliki harta,
secara sah menurut syara’.

e. Mudlarabah (bagi hasil)

Mudlarabah adalah perseroan (kerjasama) antara dua orang


dalam suatu perdagangan. Dimana, modal (investasi) finansial dari
satu pihak, sedangkan pihak lain memberikan tenaga (‘amal). Nabi
Saw. pernah bersabda:

‫يد اهلل على الشريكني ما مل خين احدمها صا حبه فاذا خان احدمها صا‬

‫حبه رفعها عنهما‬

“Perlindungan Allah Swt. di atas dua orang yang melakukan


perseroan (kerjasama) selama mereka tidak saling menghianati.
21
Ibid, Hlm.128

18
Jika salah seorang dari mereka berdua menghianati mitranya,
maka Allah mencabut perlindungan-Nya atas keduanya” (HR. Ad
Daruquthny).

f. Musaqat (paroan kebun)

Musaqat adalah seseorang menyerahkan pepohonan


(kebun) nya kepada orang lain agar ia mengurus dan merawatnya
dengan mendapatkan konpensasi berupa bagian dari hasil
panennya.

g. Ijarah (kontrak kerja)

Islam memperbolehkan seseorang untuk mengontrak tenaga


para pekerja atau buruh, agar mereka bekerja untuk orang tersebut.
Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajiir (orang yang
dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak
tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang
ajiir.22

2. Pewarisan

Berdasarkan firman Allah Swt. di dalam Al – qur’an yang artinya :


“Dan Allah swt. mensyariatkan bagimu tentang (pembagian harta
pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki
sama dengan bagian dua orang anak wanita; dan jika anak itu
semuanya wanita lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan”.(QS. an-Nisaa’:11).

Dengan demikian, pewarisan adalah salah satu sebab pemilikan


yang disyariatkan. Oleh karena itu, siapa saja yang menerima harta
waris, maka secara syara’ dia telah memilikinya. Jadi waris
merupakan salah satu sebab pemilikan yang telah diizinkan oleh
syari’at Islam.
22
Ibid, Hlm. 129

19
3. Pemberian Harta Negara Kepada Rakyat

Yang juga termasuk dalam kategori sebab kepemilikan adalah


pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta baitul
maal, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, atau memanfaatkan
kepemilikan.

4. Harta Yang Diperoleh Tanpa Kompensasi Harta Atau Tenaga

Perolehan individu, sebagian mereka dari sebagian yang lain, atas


sejumlah harta tertentu tanpa kompensasi harta atau tenaga apa pun.
Dalam hal ini mencakup lima hal:
a. Hubungan pribadi, antara sebagian orang dengan sebagian yang
lain, baik harta yang diperoleh karena hubungn ketika masih
hidup, seperti hibbah dan hadiah, ataupun sepeninggal mereka,
seperti wasiat.
b. Pemilikan harta sebagai ganti rugi (kompensasi) dari
kemudharatan yang menimpa seseorang, semisal diyatorang yang
terbunuh dan diyat luka karena dilukai orang.
c. Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad
nikah.
d. Luqathah ( barang temuan).
e. Santunan yang diberiakan kepada khalifah dan orang-orang yang
disamakan statusnya, yaitu samasama melaksanakan tugas-tugas
termasuk kompensasi kerja mereka, melainkan konpensasi dari
pengekangan diri mereka untuk melaksanakan tugas-tugas
negara.23

23
Ibid, Hlm. 130

20
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
hak itu adalah syara’, yaitu: Allah SWT, karena Dialah al-Hakim
(pembuat hukum) dan dari-Nyalah datangnya syariat. Hak adalah suatu
kekhususan yang padanya ditetapkan syara’ suatu kekuasaan atau taklif.
Ada juga yang mengatkan bahwa hak merupakan suatu kekhususan yang
kita terima setelah melakukan suatu kewajiban.
Dari segi pemilik terbagi menjadi tiga macam, yaitu : Allah,
Manusi, dan Perserikatan. Dari Segi Obyek Hak Terbagi menjadi enam
bagian, yaitu : Haqq maliyah (hak yang ada kaitannya dengan harta), Haqq
ghair mali (tidak ada kaitan dengan harta), Haqq Syakhshi (hak pribadi),
Haqq ‘aini (hak materi), Haqq mujarrad (hak semata – mata), Haqq ghair
mujarrad (bukan semata – mata)
Milik (Kepmilikan) adalah suatu karunia Allah yang diberikan
kepada manusia, yang mana orang tersebut berhak berkuasa atas harta atau
materi, sedangkan orang lain tidak bisa menggunakannya tanpa ada syara’
yang mengubah sifat kepmilikannya
Macam – macam kepemilikan terbagi menjadi : kepemilikan
individu, kepemilikan umum meliputi (fasilitas umum, sumberdaya alam
yang tabiatnya tidak bisa dikuasai perorangan dan barang tambang yang
persediaannya banyak), kepemilikan negara, kepemilikan sempurna dan
kepemilikan kurang (naqis)
Sebab – sebab kepemilikan meliputi : bekerja seperti (mdhorobah,
musyarokah, berburu, dll), pewarisan, harta yang negara berikan kepada
rakyat, dan harta yang diperoleh tanpa kompensai harta atau tenaga.
DAFTAR PUSTAKA

Sulaeman Jajuli. “Kepemilikan Umum dalam Islam”. Program Studi


Ekonomi Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Jakarta. Vol. 48, No. 2, Desember 2014.
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605867
267, (Diakses pada jum’at, 04 Agustus 2020)
Akbar, Ali. “Konsep Kepemilikan dalam Islam”. Jurnal Ushuludin UIN
Syarif Kasim. Vol. XVIII No. 2. Juli 2012.
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605844
444. Diakses pada tanggal, 04 September 2020
Yusdani. “Sumber Hak Milik dalam Prespektif Islam”. Al – Mawarid
Edisi IX. 2003.
https://www.neliti.com/id/publications/25985/sumber-hak-milik-
dalam-prespektif-hukum-islam. Diakses pada tanggal, 04
September 2020
http://digilib.uinsby.ac.id/7597/2/bab%202.pdf, Diakses pada tanggal,
http://eprints.walisongo.ac.id/3792/3/102311082_Bab2.pdf, Diakses pada
tanggal,
https://www.takafulumum.co.id/upload/literasi/pengetahuan/Pengantar%20Fiqh
%20Muamalah%201.pdf, Diakses pada tanggal,

22

Anda mungkin juga menyukai