Pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk di Indonesia, membuat pranata kehidupan
menjadi kacau. Seluruh hal yang dianggap common daily life terpaksa dihentikan. Agar aktifitas ekonomi,
sosial dan kegiatan publik dapat berjalan kembali, namun tetap menggunakan standar kesehatan, WHO
menawarkan konsep “New Normal”
New Normal atau yang sekarang dinarasikan menjadi AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) adalah proses
bertahap yang bergantung pada situasi di daerah masing-masing berupa cara kita merubah perilaku, gaya
hidup, serta kebiasaan yang bertujuan agar masyarakat tetap produktif dan aman dari Covid-19 di masa
pandemi. Yang perlu kita pahami adalah AKB bukan berarti kembali ke kehidupan normal dan melakukan
segala aktivitas sama seperti sebelum pandemi.
Selalu mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, tidak berkumpul, dan meningkatkan
imunitas tubuh, belumlah cukup jika sepanjang tempat tinggal semua makhluk termasuk manusia tidak
diperlakukan dengan layak. Corona virus dan virus-virus lain akan terus mengancam kehidupan manusia dan
akan semakin luas berdampak menjadi refleksi mendalam bagi semua pihak. Melalui AKB ini membuat kita
semakin sadar bahwa hubungan kita dengan alam adalah hubungan yang saling menjaga dan saling
melengkapi.
Adaptasi baru, seharusnya bisa menjadi norma baru, – kebiasaan baru, yang pada akhirnya melahirkan
paradigma tatanan kehidupan baru. Tatanan baru pun, sudah selayaknya disertai dengan upaya untuk
menghentikan berbagai aktifitas ekonomi yang merusak hutan, laut, sungai, air dan udara. Sekedar sebagai
catatan, sebelum wabah pandemik COVID-19 kita telah menjadi bangsa yang gemar merusak alam,
mengeksploitasinya hingga sampai ke ujung batas.
1) Setiap tahun, jutaan manusia dari sejumlah provinsi di Indonesia, terpapar kabut asap, akibat dampak dari
pengrusakan hutan, konversi menjadi lahan perkebunan dan pembakaran di lahan gambut.
2) Tidak sedikit dari 500-an sungai di Indonesia, mengalami kerusakan. Baik akibat aktifitas dan limbah
industri, perkebunan, pertambangan, serta masyarakat.
3) Kemudian eksploitasi alam seperti kegiatan penambangan batubara, emas dan timah yang mengubah
puluhan juta hektar lahan yang tidak dapat lagi dimanfaatkan sebagai pertanian atau dihutankan.
4) Indonesia juga menghasilkan puluhan ton sampah plastik setiap tahun. Sehingga menempatkannya
sebagai negara paling banyak menghasilkan sampah di dunia setelah Tiongkok.
Bagaimana cara memperbaiki relasi manusia dengan lingkungan hidup selama AKB ini?
Tidak hanya merubah habit atau kebiasaan kita, segala dinamika dan etika yang mengikuti AKB ini
seharusnya dapat dijadikan momentum untuk memperlakukan alam. Cara yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki relasi manusia dengan lingkungan hidup, ialah dengan menjaga lingkungan, seperti:
Jika berbagai upaya menjaga relasi dengan alam diabaikan, maka boleh jadi bencana-bencana
ekologis serta virus-virus baru akan muncul akibat dari kita tidak menghormati serta memperlakukan alam
secara tidak baik. Oleh karena itu, mari bersama kita memanfaatkan momentum Adaptasi Kebiasaan Baru ini
untuk memperbaiki relasi kita dengan alam, karena alam akan semakin baik, jika manusia tidak merusak.