Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif yang dapat dihasilkan dari
minyak nabati melalui transesterifikasi dengan metanol. Salah satu minyak nabati
yang dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel adalah minyak kelapa sawit.
Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi penghasil minyak kelapa sawit
terbesar di Indonesia yaitu sebesar 9.628.072 ton per tahun (BPS, 2015).
Cangkang telur memiliki kandungan CaCO3 (kalsium karbonat) sebanyak
94%, MgCO3 (magnesium karbonat) sebanyak 1%, Ca3(PO4)2 (kalsium fosfat)
sebanyak 1% dan bahan-bahan organik sebanyak 4% (Stadelman, 2000 ). Komponen
utama dari cangkang telur yakni CaCO3 dapat diubah menjadi CaO melalui proses
kalsinasi. Oleh karena itu dapat diharapkan bahwa kulit telur dapat digunakan sebagai
sumber CaO yang mempunyai kemurnian tinggi sehingga mampu berperan sebagai
katalis. Katalis CaO merupakan katalis heterogen dan bersifat basa (Mahreni, 2011).
Pembuatan biodiesel selama ini lebih banyak menggunakan katalis homogen,
seperti asam (H2SO4) dan basa (larutan NaOH atau KOH). Namun penggunaan
katalis tersebut memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup
rumit. Selain itu, katalis homogen dapat bereaksi dengan asam lemak bebas (ALB)
membentuk sabun sehingga akan mempersulit pemurnian, menurunkan yield
biodiesel serta memperbanyak konsumsi katalis dalam reaksi metanolis (Padil dkk,
2010).
Kelapa sawit dipilih sebagai alternatif untuk diesel karena mampu
mengurangi emisi bersih karbon dioksida yang merupakan penyumbang utama
pemanasan global. Upaya pengembangan biodiesel mendesak dilakukan antara lain
untuk mengurangi konsumsi solar dan juga dapat mengurangi beban masyarakat
akibat mahalnya harga solar serta pasokan yang tidak menentu. Selain itu juga

1
penggunaan biodiesel berfungsi untuk mengurangi polusi CO 2 dari hasil pembakaran
fosil.
Penelitian yang berkaitan dengan pembuatan biodiesel telah dilakukan
Huaping dkk. (2006) menggunakan CaO komersial yang direndam di dalam larutan
amonium karbonat disertai dengan kalsinasi untuk membuat katalis yang memiliki
kekuatan basa lebih dari CaO pada umumnya. Jenis variabel yang divariasikan adalah
suhu kalsinasi dan rasio mol metanol : minyak. Karakteristik terbaik diperoleh pada
kondisi optimum dengan suhu kalsinasi katalis sebesar 900, dan rasio molar metanol :
minyak pada 9 : 1, menghasilkan konversi minyak 93%. Sedangkan pada penelitian
Ristianingsih dkk (2015), jenis variabel yang divariasikan adalah perbandingan rasio
mol CPO : metanol dan berat katalis. Hasil terbaik yang diperoleh adalah pada rasio
umpan 1:3 dan berat katalis 1% dengan nilai yield sebesar 65,38%.
Pada penelitian terdahulu (Huaping dkk, 2006) hasil yang didapat sudah baik
tetapi masih menggunakan katalis komersial. Sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh (Ristianingsih dkk, 2015) hasil yang didapat sudah baik tetapi katalis
yang digunakan adalah katalis basa homogen. Katalis basa homogen sangat sulit
dipisahkan dari campuran reaksi sehingga tidak dapat digunakan kembali dan
akhirnya akan ikut terbuang sebagai limbah yang dapat mencemarkan lingkungan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan pengembangan
yaitu mengganti katalis dengan katalis basa heterogen seperti katalis CaO yang
berasal dari cangkang telur ayam. Katalis CaO yang berasal dari cangkang telur akan
mengurangi biaya operasional, dan dapat mengurangi dampak negatif bagi
lingkungan.

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengaplikasikan katalis CaO superbasa yang dihasilkan terhadap pembuatan
biodiesel.

2
2. Mengetahui pengaruh katalis CaO superbasa terhadap biodiesel yang
dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh variasi katalis CaO superbasa dan perbandingan rasio
mol minyak terhadap metanol pada yield biodiesel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari
bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang
terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang. Bahan baku
biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah
kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO). Biodiesel adalah alternatif bahan bakar
solar yang terbuat dari sumber daya alam yang dapat diperbarui seperti dari minyak
tumbuhan dan minyak hewani. Biodiesel bersifat biodegradable dan tidak
mengandung senyawa beracun (toxic) dan beremisi rendah serta ramah lingkungan
(Freedman,1984).
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan
tumbuhan) di samping bioetanol. Biodiesel merupakan salah satu alternatif sumber
pengganti minyak diesel yang dibuat melalui reaksi esterifikasi minyak nabati.
Kegunaan biodiesel adalah sebagai bahan bakar pada mesin. Biodiesel mempunyai
rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Biodiesel dapat dibuat
dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang, namun
yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah
minyak nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-
senyawa organik yang sama yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak

3
nabati adalah triester asam- asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida, sedangkan
biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol (Perry, 1984).
Sebagai bahan dasar industri oleokimia, metil ester asam lemak memang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan asam lemak, diantaranya (Fangrui,
1999) :
1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan
bakunya terjamin.
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasarkan sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin).
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik
daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin.
4. Dapat diproduksi secara lokal.
5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah.
6. Menurunkan emisi gas buang.
7. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan
biodegradibility petroleum diesel sampai 500%.
8. Biodiesel dapat diproduksi dengan energi termal yang lebih sedikit.

Banyak jenis sumber bahan baku nabati atau tumbuhan di Indonesia yang bisa
diolah menjadi biodiesel yang dapat dilihat dari Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tumbuhan Indonesia Penghasil Minyak Lemak
Isi
Sumber
Nama Lokal Nama Latin % Berat
Minyak
Kering
Jarak Pagar Jatropha curcas Inti biji 40-60
Karet Hevea brasiliensis Biji 40-50
Kelapa Cocos nucifera Inti biji 60-70
Kelor Moringa oleifera Biji 30-49
Aleurites
Kemiri Inti biji 57-69
moluccana

Sawit Elais suincencis Sabut dan biji 45-70 + 46-54

4
Sirsak Annona muricata Inti biji 20-30
(Sumber : Soerawidjaya, dkk, 2005)

Penggunaan biodiesel sangat menguntungkan karena tidak memerlukan


modifikasi dalam mesin atau sistem injeksi dan dapat digunakan dalam mesin diesel
secara langsung. Biodiesel mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan
bahan bakar diesel dari minyak bumi. Bahan bakar yang terbentuk cair ini bersifat
menyerupai solar, sehingga sangat produktif untuk dikembangkan. Apalagi biodiesel
mempunyai kelebihan lain dibanding dengan solar, yaitu sebagai berikut (Mittlebach
dkk, 2004):
a. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang lebih baik
(free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global.
b. Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik
dibandingkan dengan minyak solar.
c. Memiliki sifat pelumas terhadap piston mesin dan dapat terurai.
d. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat
diperbaharui.
e. Meningkatkan indenpendensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi
secara lokal.

2.2 Bahan Baku


2.2.1 Crude Palm Oil
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis). Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan
dari inti kelapa sawit melalui proses ekstraksi dan pengeringan. Jadi minyak kelapa
sawit (CPO) adalah minyak nabati (minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan)
berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses pengempaan
(ekstraksi) daging buah tanaman Elaeis guinneensis. Syarat mutu minyak kelapa
sawit :

5
Tabel 2.2 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit Mentah
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu
1. Warna - Jingga kemerah-merahan
2. Kadar air dan kotoran %, fraksi massa 0,5 maks
3. Asam lemak bebas %, fraksi massa 0,5 maks
4. Bilangan yodium g Yodium/100 g 50-55
(Sumber: Ketaren,1986)

Minyak kelapa sawit mengandung beberapa lemak jenuh dan lemak tak jenuh
dalam bentuk gliseril laurat (0,1%, jenuh), miristat (1%, jenuh), palmitat (44%,
jenuh), stearat (5%, jenuh), oleat (39%, tak jenuh tunggal), Linoleat (10%, tak jenuh
ganda), dan alpha-linolenate (0,3%, tak jenuh ganda). Seperti semua minyak nabati,
minyak kelapa sawit tidak mengandung kolesterol (ditemukan dalam lemak hewani
dimurnikan), meskipun asupan lemak jenuh meningkatkan baik LDL dan HDL
kolesterol (Ketaren,1986).
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 30-40%. Minyak
kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Rata-
rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Asam lemak Minyak kelapa sawit Minyak inti sawit
(persen) (persen)
Asam kaprilat - 3–4
Asam kaproat - 3–7
Asam laurat - 46 – 52
Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9
Asam stearate 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Asam oleat 39 – 45 13 – 19
Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2
(Sumber: Eckey,S.W., 1955)

Minyak kelapa sawit memiliki sifat fisika dan kimia yang meliputi warna, bau
dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih, slipping point, shot melting point, bobot

6
jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, dan titik nyala. Beberapa sifat fisika-
kimia dari minyak kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Sifat Fisika-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu
0,9 0,9 – 0,913
kamar
Indeks bias 40oC 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415
Bilangan iod 48 – 56 14 – 20
Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 254
(Sumber: Krischenbauer, 1960)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau
dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam
lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa
sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada
dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam
asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren,1986).

2.2.2 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah
senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk alkohol
paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan,
mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin

7
anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri (Hikmah
dan Zuliyana, 2010).
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri.
Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan
sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.

Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Reaksi Kimia Metanol yang Terbakar di Udara

Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-
hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang
tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan
aditif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri. Penambahan racun ini akan
menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan
bahan utama untuk minuman keras (Julianus, 2006).
Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu
merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melalui
proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk
membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida, kemudian gas hidrogen dan karbon
monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk
menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap
sintesisnya adalah eksotermik. Sifat-sifat fisik dan kimia metanol ditunjukkan pada
Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5 Sifat Fisika dan Kimia Metanol


Sifat Fisika dan Kimia Metanol

8
Massa molar 32,04 g/mol
Wujud Cairan tidak berwarna
Spesific gravity 0,7918
Titik leleh -97 oC, -142,9 oF (176 K)
Titik didih 64,7 oC, 148,4 oF (337,8 K)
Kelarutan dalam air Sangat larut
Keasaman (pKa) 15,5
(Sumber : Perry, 1984)

2.3 Bahan Baku Pendukung Pembuatan Biodiesel


2.3.1 Asam Sulfat
Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna,
tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam. Bahan kimia ini
dapat larut dengan air dengan segala perbandingan, mempunyai titik leleh 10,49 oC
dan titik didih pada 340 oC tergantung kepekatan serta pada temperatur 300 oC atau
lebih terdekomposisi menghasilkan sulfur trioksida. Berikut sifat-sifat fisik dan kimia
asam sulfat ditunjukkan pada Tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Asam Sulfat


Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Asam Sulfat
Berat molekul 98,08 g/gmol
Titik leleh 10,49 oC
Titik didih 340 oC
Spesific gravity 1,834
Warna Tidak berwarna
Wujud Cair
(Sumber: Perry, 1984)

2.3.2 NaOH
Natrium Hidroksida (NaOH) dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau
sodium hidroksida adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk
dari oksida basa Natrium Oksida yang dilarutkan didalam air. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH

9
digunakan diberbagai macam bidang industry, kebanyakan digunakan sebagai basa
dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.
Natrium hidroksida murni terbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pellet,
serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut laritan Sorensen
(Anonim, 2014).
NaOH sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan,
karena pada proses pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis, yaitu
pelepasan kalor dari system ke lingkungan karena titik didih NaOH lebih besar
dibandingkan titik didih air. Semakin banyak massa NaOH maka larutan akan
semakin panas dan kalor yang dilepas juga semakin besar. Selain itu ketika NaOH
dilarutkan dalam air, NaOH akan terurai secara sempurna menjadi ion Na (Na +) dan
ion OH-, dimana ion Na oleh keaktifan logam Na itu sendiri, sehingga dapat
menimbulkan panas serta untuk memutuskan ikatan hydrogen saat penguraian NaOH
maka dilepaskan kalor yang besar oleh NaOH kedalam larutan sehingga terjadilah
reaksi eksoterm (Anonim, 2013).

2.3.3 Katalis Cao


Kalsium oksida (CaO) adalah salah satu logam alkali tanah oksida yang
terbentuk dari kristal ionik dan karakter kation logam dari asam Lewis yang dimiliki
sangat rendah karena nilai elektronegatif yang rendah. Katalis CaO juga tersedia
dalam jumlah besar dan biaya yang murah. Selain itu, CaO dapat diproduksi dari
bahan – bahan limbah / buangan yang mengandung kalsium karbonat. Penggunaan
bahan limbah / buangan tak hanyak meningkatkan keuntungan dari segi biaya, namun
juga terkait dengan daur ulang sumber mineral alami . Katalis basa heterogen juga
dikenal mudah diregenerasi dan tidak korosif, sehingga penggunaannya lebih aman,
hemat, dan ramah lingkungan.
Cangkang telur ayam bersifat mesoporous, sehingga memiliki kemampuan
untuk membentuk struktur nanoporous. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh

10
Mosaddegh, nano-kristalin CaO dapat diperoleh melalui kalsinasi cangkang telur
pada suhu di atas 600°C, dengan ukuran kristal sebesar 40 nm. Hal ini didukung oleh
kajian Sirisomboonchai bahwa kalsinasi cangkang telur untuk digunakan sebagai
katalis dalam pembuatan biodiesel optimal dilakukan pada suhu 1000 °C, dengan luas
permukaan katalis mencapai 7,33 m2/gram. Penggunaan senyawa basa padat sebagai
katalis seperti CaO dari cangkang telur / hewan dapat mempermudah tahap
pemurnian biodiesel dan pemisahan katalis dari biodiesel yang diperoleh.
Kemampuan katalis CaO dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan katalis
dengan ragam penyangga, seperti logam oksida, alumina, dan silika. CaO yang
dikombinasikan dengan penyangga (disebut loaded CaO) cenderung memiliki kinerja
katalitik yang lebih baik dibandingkan CaO murni. Sebagai tambahan, adanya ikatan
antara CaO dan penyangga menyebabkan katalis lebih stabil terhadap pengaruh air
dan asam lemak bebas (tidak membentuk sabun kalsium). Konversi dan yield yang
dicapai dengan penggunaan katalis CaO dari cangkang telur/hewan juga cukup tinggi,
seperti yang dikaji oleh Niju, dkk.(2014) yang mencapai konversi sebesar 94,52%
dan Chen, dkk. (2014) dengan yield sebesar 92,7%.

2.4 Komposisi Minyak Nabati


Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-
trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati,
mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat
dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain
seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur (Destiana, 2007). Bahan-
bahan mentah pembuatan biodiesel adalah :
a. Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-
lemak.
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining)
lemak dan minyak-lemak.

11
2.4.1 Trigliserida
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-
asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam
minyak dan lemak merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain
trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida (Ketaren, 1986). Struktur
molekul dari ketiga macam gliserida tersebut dapat dilihat pada Gambar dibawah
sebagai berikut :

Gambar 2.2 Struktur Molekul Trigliserida

2.4.2 Asam Lemak


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat
meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Didalam buah misalnya
buah sawit, sudah terkandung asam lemak bebas. Asam lemak bebas tersebut
terbentuk akibat adanya mikroba atau enzim lipase pada buah (Hikmah dan Zuliyana,
2010).
Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada

12
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada
injektor (Destiana, 2007).

2.5 Pembuatan Metil Ester


2.5.1 Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi selain itu
lebih mudah untuk di recovery walaupun tidak menutup kemungkinan untuk
menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol (Fangrui, 1999).
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong
reaksi agar bergerak kekanan sehingga dihasilkan metil ester (biodiesel) maka perlu
digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang harus
dipisahkan (Hambali dkk, 2007). Berikut ini disajikan reaksi transesterifikasi
trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) dapat dilihat
pada Gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.3 Reaksi Transesterifikasi

Faktor utama yang mempengaruhi rendemen ester yang dihasilkan pada reaksi
transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang
digunakan, waktu reaksi, kandungan air dan kandungan asam lemak bebas pada
bahan baku yang dapat menghambat reaksi. Faktor lain yang mempengaruhi
kandungan ester pada biodiesel diantaranya kandungan gliserol, jenis alkohol yang

13
digunakan pada reaksi transesterifikasi, jumlah katalis sisa dan kandungan sabun.
Pada proses transesterifikasi selain menghasilkan biodiesel hasil sampingnya yaitu
gliserin (gliserol) yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sabun (Hambali dkk,
2007).
Proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau
dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan
mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan
mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada
peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada
injektor. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yang dapat
dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tahapan Reaksi Transesterifikasi

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah metil ester asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi.
b. Memisahkan gliserol.
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm).

Menurut (Freedman et al.,1984) Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi


konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut :
a. Pengaruh Air dan Asam Lemak Bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan

14
harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis
menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak
mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Bahan Mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.
Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%.
Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan,
maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1,
setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah
74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan
konversi yang maksimum.
c. Pengaruh Jenis Alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh Jenis Katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH 3). Katalis sejati bagi
reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan
menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak
nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
e. Pengaruh Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 – 65 ºC (titik didih
metanol sekitar 65 ºC). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur yang rendah akan

15
menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih
lama.

2.5.2 Esterifikasi
Salah satu cara untuk memproduksi biodiesel adalah dengan esterifikasi asam
lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar pada minyak
nabati adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan tak jenuh.
Tiap jenis minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang berbeda- beda.
Sebagai contoh minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh dalam
jumlah yang sama. Kandungan asam lemak terdiri dari asam oleat 42%, asam linoleat
9%, asam palmitat 43%, asam stearat 4% dan asam miristat 2% (Puspita,2008).
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik
atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial (Soerawidjaya,2005).
Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna
pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120°C), reaktan metanol harus
ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali
nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa
reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-
kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke
ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi
esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Reaksi Esterifikasi dari Asam Lemak menjadi Metil Ester

16
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar
asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam
lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti
dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke
tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu (Hikmah dan Zuliyana, 2010).

2.6 Syarat Mutu Biodiesel


Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang
dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan
berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di
Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-7182-2015.
Tabel 2.7 Persyaratan Kualitas Biodiesel
Satuan,
No Parameter Uji Persyaratan
min/maks
1 Massa Jenispada 40°C Kg/m3 850-890
2 Viskositas Kinematik Pada40°C mm2/s(cSt) 2,3-6,0
3 Angka Swran Min 51
4 Titik Nyala °C.min 100
5 Titik Kabut °C.maks 18
Korosi Lempeng Tembaga (3 jam pada
6 Nomor 1
50°C)
Residu Karbon 0,05
7 - Dalam percontoh asli; atau %massa.maks
- Dalam 10% ampasdestilasi 0,03
8 Air dan Sedimen %volume. Maks 0,05
9 Temperatur distilasi 0 % °C.maks 360
10 Abu Tersurfaktan %massa.maks 0,02
11 Belerang %massa.maks 50
12 Fosfor mg/kg.maks 4
13 Angka Asam mgOH/g.maks 0,5
14 Griserol Bebas %massa.maks 0,02
15 Gliserol Total %massa.maks 0,24
16 Kadar Ester Metil %massa.min 96,5
%massa (g-
17 Angka Iodium 115
I2/100g), maks

17
18 Monogliserida %massa.maks 0,8
(Sumber: BSN, 2015)

Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat dilihat


dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0,24%-b dan 0,02%-b)
serta angka asam (maksimal 0,8) dari biodiesel hasil produksi. Terpenuhinya semua
persyaratan SNI-7182-2015 oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel
tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga
dengan tata cara pemrosesan serta pengolahan yang baik pula.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan untuk menentukan asam lemak bebas (FFA) adalah
minyak kelapa sawit, etanol, NaOH 0,1 N, dan indikator PP. Untuk reaksi esterifikasi
bahan yang digunakan adalah minyak kelapa sawit, asam sulfat, dan metanol. Pada
reaksi transesterifikasi bahan yang digunakan adalah minyak kelapa sawit, metanol,
dan katalis CaO hasil sintesis dari cangkang telur. Bahan yang digunakan untuk uji
kebasaan adalah benzene, asam benzoat, metanol, indikator phenolptalein, indikator 4
nitroaniline dan indikator diphenylamine. Uji karakterisasi katalis CaO menggunakan
alat XRD dan SEM-EDS.

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Persiapan Bahan Baku
Menimbang cangkang telur sebanyak 1000 gram, mencuci dengan air sampai
bersih dan mengeringkannya didalam oven pada suhu 110 selama 24 jam.
Selanjutnya menghancurkan kulit telur hingga menjadi bubuk dan mengayak dengan

18
ayakan -200+325 mesh. Kemudian bubuk cangkang telur dikalsinasi pada suhu 950
selama 2 jam. Hasil kalsinasi selanjutnya disimpan di dalam desikator untuk menjaga
kondisi katalis tetap kering.

3.2.2 Pembuatan Katalis CaO Superbasa


Sebanyak 3,5 gram CaO dari hasil kalsinasi pertama direndam disertai
pengadukan dalam larutan ammonium karbonat dengan konsentrasi 0,69 g/ml)
sebanyak 50 mL. Selanjutnya pisahkan antara padatan dan larutan dengan
menggunakan kertas saring wacthman no. 42. Padatan yang tertahan lalu dikeringkan
pada suhu 110 selama 24 jam atau massanya telah mencapai konstan. Padatan yang
telah kering kemudian dikalsinasi pada suhu 900 selama 1,5 jam. Katalis yang telah
dihasilkan disimpan didalam desikator.

3.2.3 Sintesis Biodiesel dari Minyak Sawit


a. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
Menimbang sampel 5 gram ke dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian
menambahkan 50 ml etanol 95% yang telah dinetralkan dengan 0,1 N NaOH dengan
bantuan indikator phenolpthalein (PP). Menambahkan 5 tetes indikator PP ke dalam
sampel. Menitrasi dengan 0,1 N NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya
ditambahkan indikator pp sampai warna merah muda.
V NaOH X NNaOH X BM asam lemak bebas
%FFA= X 100 %......................(1)
Massa sampel X 1000

b. Reaksi Esterifikasi Pada Minyak Sawit


Menimbang minyak kelapa sawit sebanyak 500 gram dan memanaskan
sampai suhu mencapai 60°C. Mencampurkan sampel dengan methanol sebanyak 100
gram dan 1,5 mL H2SO4. Kemudian campuran dipanaskan selama 1 jam.
Memasukkan ke dalam corong pisah dan mendiamkan selama 1 jam, mengambil
trigliserida pada lapisan paling bawah.

19
c. Sintesis Biodiesel (Reaksi Transesterifikasi)
Memasukkan katalis CaO superbasa dan metanol ke dalam labu destilat 1000
ml. Kemudian mengaduknya selama 1 jam. Menambahkan 403 gram minyak sawit ke
dalam erlenmeyer secara perlahan-lahan kemudian menaikkan suhu menjadi 70°C.
Merefluks campuran selama kurang lebih 2,5 jam. Kemudian didinginkan dan
memisahkan katalis CaO superbasa. Memasukkan campuran ke dalam corong pisah
dan menyimpan pada suhu kamar selama 1 jam kemudian memisahkan antara lapisan
atas dan lapisan bawahnya. Mencuci lapisan bawah dengan air bersuhu ± 80°C.
Selanjutnya menguapkan kandungan air yang terdapat pada biodiesel pada suhu
105°C. Menganalisa produk biodiesel yang dihasilkan diantaranya analisa GC-MS,
densitas, viskositas kinematik, kadar air, dan yield.
berat produk
Yield = x 100 %........................................................(2)
berat bahan baku

d. Pembuatan Katalis CaO


Pembuatan katalis CaO dilakukan dengan cara kalsinasi cangkang telur yang
telah dicuci dan dikeringkan. Tujuan kalsinasi cangkang telur adalah untuk
menghilangkan senyawa karbon dioksida melalui reaksi dekomposisi kalsium
karbonat yang terkandung dalam cangkang telur sehingga diperoleh senyawa kalsium
oksida. (Santoso dkk., 2013). Pada percobaan, cangkang telur dikalsinasi selama 1,5
jam dengan suhu 900°C. Reaksi yang terjadi pada proses kalsinasi adalah:

CaCO3 CaO + CO2

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dibawah ini diberikan perbandingan penggunaan katalis heterogen lainnya
yang ditampilkan pada Tabel 1 berikut :
Tabel 4.1 Perbandingan Penggunaan Berbagai Katalis Heterogen
No. Katalis Yield Preparasi Referensi
(%)
1. La/NZa 85,37 Aktivasi katalis zeolite alam + Setianingsih dkk,
impregnasi logam LA 2018
2. ZnO 93,60 Presipitasi + Aktivasi Arifah dkk, 2016
3. CaO 94,52 Kalsinasi + Impregnasi + Kalsinasi Niju dkk, 2014
4. CaO/fly ash 79,76 Impregnasi Ho dkk, 2014
5. Zeolit alam/ KOH 87,79 Impregnasi + Kalsinasi Ulfayana dan
Helwani, 2014
6. CaO 75,60 Kalsinasi + Aktivasi Arita R.S dkk,
2013

4.1.1 Pengaruh Rasio Mol Minyak dan Metanol


Rasio mol minyak terhadap metanol merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh pada proses transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol
alkohol setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol fatty ester dan 1 mol

21
gliserol. Pada penelitian ini digunakan rasio mol minyak terhadap metanol 1:6, 1:9,
1:12. Penggunaan metanol berlebih bertujuan untuk menggeser kesetimbangan ke
arah produk karena transesterifikasi merupakan reaksi reversible. Hasil terbaik
dicapai dengan rasio mol 1:12 dengan jumlah katalis 1,5%-w sebesar 90,47%. Hal
tersebut menunjukkan pentingnya penggunaan alkohol lebih besar dari kebutuhan
stoikiometrinya untuk mencapai yield biodiesel maksimum.

4.1.2 Pengaruh Jumlah Katalis


Jumlah katalis adalah faktor lain yang juga mempengaruhi rendemen produk.
Pada penelitian digunakan jumlah katalis CaO 1%, 1,5%, 2%. Hasil terbaik yang
diperoleh adalah jumlah katalis 1,5% dengan rasio mol 1:12. Rendemen menurun
ketika jumlah katalis meningkat diatas 1,5%. Hal ini disebabkan dari meningkatnya
jumlah katalis, campuran katalis dan reaktan menjadi terlalu kental sehingga
bermasalah dengan pencampuran dan permintaan konsumsi daya yang lebih tinggi
untuk pengadukan. Namun ketika jumlah katalis tidak cukup, rendemen maksimum
metil ester tidak dapat tercapai (Wendi dkk., 2015).

4.2 Pembahasan
Berdasarkan jurnal diatas bahwa pembuatan biodiesel dari minyak nabati
dilakukan dengan mengkonversi trigliserida (komponen utama minyak nabati)
menjadi alkil ester asam lemak, dengan memanfaatkan katalis pada proses
transesterifikasi. Beberapa katalis telah digunakan secara komersial dalam
memproduksi biodiesel. Umumnya katalis yang banyak digunakan adalah katalis
homogen yang mempunyai fasa yang sama dengan reaktan. Dengan katalis homogen
dapat diperoleh konversi minyak menjadi biodiesel rata-rata mendekati 100%.
Namun memerlukan proses yang lebih lanjut dan cukup sulit untuk memisahkan
antara alkil ester dan gliserol yang terbentuk disebabkan karena terdapatnya
kandungan air dalam ester hasil produksi, karena katalis dan hasil reaksi sama-sama

22
berada dalam fasa cair. Oleh sebab itu, untuk mencegah masalah pemisahan tersebut,
digunakanlah katalis padatan heterogen dimana pemisahan katalis dengan produk
akan lebih mudah karena katalis dan produk memiliki fasa yang berbeda. Selain itu,
penggunaan katalis heterogen juga tidak menimbulkan korosi pada reaktor. Pada
jurnal tersebut katalis heterogen yang digunakan adalah katalis CaO yang diperoleh
dari cangkang telu ayam dengan proses kalsinasi. Selanjutnya, proses esterifikasi
untuk mengurangi kadar asam lemak bebas dalam minyak. Kadar asam lemak bebas
dalam minyak harus kurang dari 5% sehingga memudahkan reaksi transesterifikasi
Setelah itu dilakukan proses transesterifikasi dengan berbagai variasi katalis
heterogen serta rasio mol minyak dan metanol yang telah ditentukan. Hasil terbaik
biodiesel diperoleh pada rasio mol 1:12 dengan jumlah katalis 1,5% dengan
rendemen sebesar 90,47%. Sehingga rasio mol berpengaruh terhadap besarnya
rendemen biodiesel, semakin banyak metanol yang ditambahkan maka reaksi akan
menggeser kesetimbangan ke arah produk.

23
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Hasil terbaik biodiesel diperoleh pada rasio mol 1:12 dengan jumlah katalis
1,5% dengan rendemen sebesar 90,47%.
2. Rasio mol berpengaruh terhadap besarnya rendemen biodiesel, semakin banyak
metanol yang ditambahkan maka reaksi akan menggeser kesetimbangan ke arah
produk.

5.2 Rekomendasi
Penggunaan katalis bersifat basa dan homogen pada awal penemuan biodiesel
merupakan proses yang relatif mudah dan murah. Akan tetapi persyaratan bahan baku
berupa minyak nabati dengan kadar FFA rendah dinilai relatif mahal. Hal ini
diperlukan untuk mencegah terjadinya saponifikasi selama proses transesterifikasi
berlangsung. Apabila kadar FFA pada minyak nabati relatif tinggi maka diperlukan 2
proses yaitu esterifikasi dan dilanjutkan dengan transesterifikasi, sehingga biaya yang
diperlukan tinggi. Sehingga pemrosesan biodiesel sekarang secara komersial
menggunakan katalis heterogen. Tetapi katalis heterogen memiliki kelemahan
disbanding katalis homogen yaitu rendemen yang dihasilkan relatif lebih rendah
daripada katalis homogen, namun dapat diatasi dengan menggunakan asam
berkonsentrasi tinggi pada katalis heterogen.
Keunggulan katalis heterogen :

24
1. Mudah dipisahkan dari produk (biodiesel)
2. Produk samping berupa gliserol atau gliserin

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2015). Produksi Perkebunan Menurut Jenis Tanaman dan
Kabupaten/Kota.
Huaping, Z. et al. (2006). Preparation of Biodiesel Catalyzed by Solid Super Base of
Calcium Oxide and Its Refining Prosess.Chinese Journal of Catalysis, 2006,
27(5):391-396.
Ketaren, S. (2005). Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Kouzu, M., Kasuno, T., Tajika, M., Sugimoto, Y., Yamanaka, S., Hidaka, J. (2008).
Calcium Oxide As a Solid Base Catalyst For Transesterification of Soybean
Oil and Its Application to Biodiesel Production. Fuel Processing Technology,
87, 2798-2806
Mahreni dan Sulistyawati. 2011. Pemanfaatan Kulit Telur Sebagai Katalis Biodiesel
Dari Minyak Sawit dan Metanol. Jurnal Teknik Kimia Indonesia.
Padil, Wahyuningsih, S., Awaluddin, A. (2010). Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Kelapa Melalui Reaksi Metanolisis Menggunakan Katalis CaCO3 yang
Dipijarkan. Jurnal Natur Indonesia, 13(1), 27-23
Ristianingsih, Y., Hidayah, N., Sari, F.W. (2015). Pembuatan Biodiesel Dari Crued
Palm Oil (CPO) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Melalui Proses
Transesterifikasi Langsung. Jurnal Teknologi Agro-Industri Vol.2 No.1
Rubiyanto, D. (2017). Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum &
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta.

25
Santoso, H., Kristianto, I., Setyadi, A. (2013). Pembuatan Biodiesel Menggunakan
Katalis Basa Heterogen Berbahan Dasar Kulit Telur. Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan
Stadelman, E.J. (2000). Eggs and Egg Products. Francis, F.J (Ed): Encyclopedia of
Food Science and Technology, second ed, John Wile, New York, pp. 593 –
599.
Tehubijuluw, H., Sutapa, I.W., Lethulur, M. (2014). Waste Cooking Oil Conversion
To Biodiesel Catalized By Egg Shell Of Purebred Chicken With Ethanol As A
Solvent.
Wei, Z. Xu, C. and Li, B. (2009).Application of Waste Eggshell as Low-Cost Solid
Catalyst for Biodiesel Production. Bioresorce Technology, 100(11), 2883-
2885.
Wendi, Cuaca, V., Taslim. (2015). Pengaruh Suhu Reaksi dan Jumlah Katalis Pada
Pembuatan Biodiesel dari Limbah Lemak Sapi dengan Menggunakan Katalis
Heterogen CaO dari Kulit Telur Ayam. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4,
No. 1
Wirakusumah, E.S. (2005). Menikmati Telur Bergizi, Lezat, & Ekonomis. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.

26

Anda mungkin juga menyukai