Anda di halaman 1dari 11

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS

PANCASILA

Dosen Pembimbing

Drs. Hasrul, M.Si.

DISUSUN OLEH

Syahrul Alamsyah Satria

19079090

Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

2019/2020
PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan artikel mata
kuliah “PENDIDIKAN PANCASILA” yang membahas tentang “Pendidikan Karakter
Berbasis Pancasila”. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad
SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan Sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.

Artikel ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila pada
universitas terbuka yang bertujuan untuk mengetahui, memahami serta mendeskripsikan
pendidikan karakter berbasis Pancasila untuk dijadikan generasi muda menjadi warga yang
baik dan cerdas serta cinta tanah air. dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter berbasis
Pancasila sangatlah penting karena dalam pengembangan karakter yang sesuai dan
menunjukkan sikap yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
nilai karakter religius, peduli sosial, kemandirian, semangat kebangsaan, demokratis,
toleransi dan disiplin. Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila dalam proses pendidikan
dilakukan dengan pengembangan pendidikan karakter melalui kegiatan belajar mengajar.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak


Atri Waldi, S.Pd., M.P. selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Pancasila yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan artikel ini.

Penulis menyadari bahwa artikel ini banyak terdapat kekurangan, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan artikel ini.

Padang, 24 April 2020

Penulis
KAJIAN PUSTAKA

Bangsa Indonesia harus bangga memiliki Pancasila sebagai ideologi yang bisa
mempersatukan bangsa sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dinamis, yang
mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila
merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. Pancasila
mampu mengristalisasi nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa untuk dijadikan
sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh seluruh masyarakat.

Upaya memaknakan Pancasila penting dilakukan agar Pancasila lebih operasional


dalam kehidupan dan ketatanegaraan, dapat memenuhi kebutuhan praktis dan bersifat
fungsional. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran yang bersifat abstraksi-filosofis akan
menjadi lebih bermakna apabila dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam berbagai kesempatan, Ir. Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, selalu
menekankan pentingnya revolusi mental bagi bangsa Indonesia. Sayangnya revolusi mental
tersebut dapat terwujud melalui pendidikan karakter yaitu upaya sistematis untuk membantu
perkembangan jiwa manusia, baik lahir maupun batin, dari sifat kodratnya menuju ke arah
peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Melalui pendidikan karakter, setiap manusia
diharapkan dapat meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan
menginternalisasikannya secara mandiri, serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter yang demikian itu kini di Indonesia dalam keadaan krisis yang
amat memprihatinkan. Thomas Lickona, seorang profesor pendidikan dari Cortland
University, sebagai dikutip Masnur Muslich dalam Pendidikan Karakter (2011:35)
mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena jika
tanda-tanda ini sudah ada, berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Tanda-
tanda yang dimaksud adalah :

(1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja.


(2) Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk.

(3) Pengaruh per-grup yang kuat dalam tindakan kekerasan.

(4) Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks
bebas.

(5) Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.

(6) Menurunnya etos kerja.

(7) Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.

(8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara.

(9) Membudayanya ketidakjujuran.

(10) Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Tantangannya kini nilai-nilai Pancasila tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa
dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan
moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia.
Masalah mengenai karakter hampir pada setiap elemen yang ada, mulai dari
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat umum, bahkan para pejabat yang merupakan wakil
rakyat di pemerintahan. Mengenai karakter yang tampak setiap hari perilaku buruknya warga
negara terpapar jelas dari pemberitaan yang ada di berbagai media massa baik cetak maupun
elektronik.Realitas dan fenomena yang ada pada saat sekarang adalah bangsa Indonesia meng
alami penurunan nilai moral seperti konflik, kekerasan, pelecehan seksual, budaya berbohong
, kenakalan remaja dan korupsi.

Krisis moral yang melanda bangsa Indonesia diungkapkan oleh Winataputra dan
Budimansyah (2007: 166) adalah kekerasan, pelanggaran lalu lintas, keboho-ngan publik,aro
gansi kekuasaan, korupsi kolektif, kolusi dengan baju profesio-nalisme, nepotisme lokal dani
nstitusional, penyalahgunaan wewenang, konflik antar pemeluk agama, pemalsuan ijazah,
konflik buruh dengan majikan, konflik antara rakyat dengan penguasa, demonstrasi yang
cenderung merusak, koalisi antar
partai secara kontekstual dan musiman, politik yang kecurangan
dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada, otonomi daerah yang berdampak tumbuhnya
etnosentrisme, dan lain-lain.
Branson (1998: 14) menyatakan bahwa perhatian terhadap pendidikan karakter dan
Pendidikan Kewarganegaraan sudah cukup lama di Amerika Serikat.
PEMBAHASAN

Berdasarkan tututan dari generasi ke tiap tahap generasi perlu bimbingan yangter arah 
tepatnya pada sisi sikap dan karakter agar menjadi warga negara yang baik dan cerdas adalah 
karakter yang sesuai dan ditunjukkan sikap yang berkaitan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai karakter yang terkadung
dalam tiap sila Pancasila yaitu nilai karakter yang religius, peduli sosial,
kemandirian, patriotisme, kebersamaan, demokratis
dan adil. Karakter adalah pengetahuan, sekaligus pemahaman terhadap norma yang baik berla
ku keluarga,masyarakat, bangsa dan negara yang kemudian diaktualisasikan untuk perilaku
sehari hari yang telah menetap atau dilakukan secara berulang ulang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pusat bahasa Departemen
Pendidikan Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang 
membedakan seseorang dengan yang lain atau bermakna bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen dan
watak.

Depdiknas (Gunawan, 2012:2) menguraikan bahwa istilah berkarakter artinya memili
ki karakter, memiliki kepribadian, berprilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak. Individu yang 
berkarakter baik atau unggul adalahseseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang baik ter
hadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama
manusia, lingkungan, bangsa dan negara, serta dunia internasional pada umumnya dengan me
ngoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai
dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya).

DEFINISI PENDIDIKAN KARAKTER

Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin
mendapatkan pengakuan dari masyarakat Indonesia. Hal ini akan semakin tampak
dengan dirasakannya berbagai ketimpangan hasil pendidikan dilihat dari perilaku
lulusan pendidikan formal saat ini, korupsi, maraknya seks bebas di kalangan
remaja, narkoba, tawuran, pembunuhan dan perampokan.
Istilah pendidikan karakter berasal dari dua kata, yakni kata pendidikan dankarakter. 

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan
disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian 
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 
20 Tahun 2003). Dalam wacana dengan pendidikan, kata karakter terutama berkenaan dengan
orang. Karakter berkenaan dengan kualitas, bukan kuantitas. Karakter berhubungan
dengan daya pembeda atau pembatas, membatasi atau membedakan yang satu
dengan yang lain, membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
lain. Karakter dapat merujuk pada kualitas positif maupun negatif.

Kesimpulannya, bahwa karakter adalah sebuah kata yang merujuk pada kualitas
orang dengan karakteristik tertentu
Hurlock (1974: 8) dalam bukunya Personality Development, secara tidak
langsung mengungkapkan bahwa karakter terdapat pada kepribadian. Karakter
mengimplikasikan sebuah standar moral dan melibatkan sebuah pertimbangan
nilai. Karakter berkaitan dengan tingkah laku yang diatur oleh upaya dan
keinginan. Hati nurani, sebuah unsur esensial dari karakter, adalah sebuah pola
kebiasaan yang mengontrol tingkah laku seseorang, membuatnya selaras dengan pola-pola ke
lompok yang diterima secara sosial. Definisi karakter dari Hurlock,
sementara ini dapat digunakan untuk menganalisis secara lebih jauh tentang
karakter dan implikasinya agar menjadi warga negara yang baik dan cerdas adalah
karakter yang sesuai dan ditunjukkan sikap yang berkaitan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. 

Nilai karakter yang terkadung dalam tiap sila Pancasila yaitu nilai karakter
yang religius, peduli sosial, kemandirian, patriotisme, kebersamaan, demokratis
dan adil. Hal tersebut juga senada dengan yang disebutkan oleh Aqib (2012: 40)
menyebutkan bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/huk
um, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikel
ompokkan menjadi nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, dan lingkungan serta kebangsaan.

Adapun secara rinci nilai-nilai adalah :

(1) Hubungannya dengan Tuhan, yaitu
religius. Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada 
nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

(2) Hubungannya dengan diri sendiri, yaitu jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup
sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis,
kreatif, inovatif, mandiri, ingin tahu dan cinta ilmu.

(3) Hubungannya dengan
sesama, yaitu sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan
sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, demokratis.

(4) Hubungan dengan lingkungan, yaitu peduli akan sosial dan lingkungan ditunjukkan
dengan sikap dan tindakan selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkunganalam sekitar
nya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakanalam yang sudah terjad
i dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membudidaya.

(5) Nilai kebangsaan, yaitu nasionalis dan menghargai keberagaman.

TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN KARAKTER

Pada hakikatnya, tujuan pendidikan nasional tidak boleh melupakan landasan
konseptual filosofi pendidikan yang mampu menyiapkan generasi masa depan
untuk dapat bertahan hidup (survive) dan berhasil menghadapi tantangan-tantangan
zamannya. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 adalah sebagai berikut."Pendidikan na
sional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20 Tahun2003).

Mencermati fungsi pendidikan nasional, yakni mengembangkan kemampuandan mem
bentuk watak serta peradaban bangsa seharusnya memberikan pencerahan yang memadai bah
wa pendidikan harus berdampak pada watak
manusia atau bangsa Indonesia. Fungsi ini amat berat untuk dipikul oleh pendidikan nasional
terutama apabila dikaitkan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk keberlangsungan fun
gsi ini.

Penanaman Nilai Karakter Pancasila Melalui Kegiatan Belajar Mengajar
Internalisasi nilai merupakan proses penanaman dari diri sendiri. Akan tetapi,
stimulus dari proses penanaman nilai dari diri sendiri dapat dilakukan melalui pintu
institusional yakni melalui instusi kelembagaan yang ada misalnya sekolah,
keluarga, dan wadah-wadah kemasyarakatan yang dibentuk oleh sendiri oleh
anggota masyarakat. Internalisasi nilai juga dapat dilakukan melalui pintu personal
yaitu melalui pintu perorangan khususnya para pengajar (guru).

Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan peserta didik ada tiga tahap
yang dapat dilakukan, yaitu :

(1) Tahap tranformasi nilai, merupakan suatu prosesyang dilakukan oleh pendidik dalam men
ginformasikan nilai-nilai yang baik dan
kurang baik. Pada tahap internalisasi, hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan pe
serta didik secara searah/monolog.

(2) Tahap transaksi nilai, suatu
tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah antara pendidik dan pese
rta didik atau bersifat interaksi timbal balik.

(3) Tahap
transinternalisasi, dilakukan bukan hanya komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepri
badian (Muhaimin, 1996:153).

Dapat disimpulkan bahwa didalam proses pendidikan di dalam kelas mapunluar kelas 
nilai-nilai karakter Pancasila harus ditanamkan misalnya di dalam kelas
harus menjujung tinggi perbedaan dan toleransi tentunya mengarah pada sila ketiga
Persatuan Indonesia. Penanaman nilai karakter Pancasila bisa dilakukan pada saat proses pem
belajaran. Langkah yang dilakukan adalah dengan selalu berdoa
sebelum dan sesudah mengajar, memberikan salam kepada peserta didik,
memberikan semangat kebersamaan dan kehangatan dalam kelas, mencip-takan
suasana pembelajaran yang aman dan kondusif, serta menciptakan pembelajaran
yang aktif dalam proses pembelajaran.

PENUTUP

1. Simpulan.

Kita telah melihat dan membaca bahwa


secara umum penguatan pendidikan karakter berbasis Pancasila untuk membentuk peserta
didik
menjadi warga negara yang baik dan cerdas dapat dilakukan dengan berbagai berbagai pe
ndidikan karakter yang bisa dilakukan dengan melalui proses internalisasi
nilai karakter Pancasila dalam proses pembelajaran dan bisa dilakukan dengan
membuat program pengembangan karakter.

Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar
dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif
kepada lingkungannya. Pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-
nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang
sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.

2. Saran.
Penulis berharap artikel ini dapat menambah wawasan khususnya bagi para
pembaca agar tergugah untuk terus dapat meningkatkan pendidikan karakter berbasis
Pancasila dan untuk menambah pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa serta
membangun semangat warga Indonesia untuk selalu menghargai karakter kebudayaan
bangsa Indonesia. Demi penyempurnaan artikel, penulis berharap kritik dan saran
yang konstruktif.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kaelan,M.S. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Drs. Sumarsono. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dwiyanto, Djoko. Saksono, Gatot. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis
Pancasila, Negara Pancasila: Agama atau Sekuler, Sosialis atau Kapitalis.
Yogyakarta: Ampera Utama.

Guru PPKN. 2017. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia. Jakarta. Paradigma.

Ismaun. 1981. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia. Bandung: Carya Remadja.

Muhaimin. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media.

Pursika. I N. 2007. Samakah Pancasila dengan Burung Garuda Pancasila. Jurnal
IKA Ikatan Keluarga Alumni Undiksha Singaraja, 5 (1): 14-23.

Anda mungkin juga menyukai