Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KESALAHAN SPEKTROFOTOMETRI
OLEH:
KELOMPOK VII
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2010
Kesalahan Spektrofotometri
I. Tujuan
1. Untuk mengetahui kesalahan pengukuran karena variasi konsentrasi larutan
2. Menetapkan pada nilai absorban atau transmitan yang memberikan kesalahan
minimal
Gambar 1 menyajikan pola target hasil dari olah raga menembak atau memanah yang
analog dengan pola hasil pengukuran analitik yang ideal. Pada gambar 1 (a) sebaran data
cukup baik dan mendekati data aslinya. Hasil data dikatakan presisi dan tidak bias atau
tidak menyimpang. Gambar 1 (b) menunjukkan sebaran data yang presisi, tetapi
menyimpang dari target yang sebenarnya berarti data dikatakan bias. Gambar 1 (c)
menunjukkan sebaran data yang meluas berarti data yang diperoleh tidap presisi. Data 1
(c) tersebut tidak bias relatif jika dibandingkan dengan data 1 (d) yang sama-sama tidak
presisi. Faktor-faktor presisi dan bias ini sangat ditentukan oleh terjadinya faktor-faktor
kesalahan yang terjadi selama pengukuran. (Tahir, 2007).
Salah satu contoh instrumentasi analisis yang lebih kompleks adalah
spektrofotometer UV-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan konsentrasi
senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 – 400 nm)
atau daerah sinar tampak (400 – 800 nm) Analisis ini dapat digunakan yakni dengan
penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur. (Tahir, 2007).
Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan
spektrofotometer adalah:
a) Serapan oleh pelarut
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi matrik
selain komponen yang akan dianalisis.
b) Serapan oleh kuvet
Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan
dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik,
namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan
penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan
sampel.
c) Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau
sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan
kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui pengenceran atau pemekatan)
Untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka perlu
dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan
menggunakan blangko:
Setting nilai absorbansi = 0
Setting nilai transmitansi = 100 %
Penentuan kalibrasi dilakukan denganikuti prosedur sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam sampel)
dengan kuvet yang sama.
b. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.
c. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam panjang
gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit.
Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan membantu
pemakai untuk memperoleh hasil yang kaurat dan presisi. (Wiryawan, dkk., 2008).
Oleh karena itu dalam praktek sangat dianjurkan untuk menyiapkan beberapa
larutan dengan konsentrasi yang berbeda biasanya disebut larutan standar, kemudian
diukur absorbansinya. Hasil pengukuran dibuat grafik kalibrasi absorbansi vs konsentrasi.
Selanjutnya konsentrasi larutan yang belum diketahui dapat ditentukan dari grafik
tersebut.
Berikut ini dijelaskan menurut Wiryawan, dkk. 2008, dalam bentuk skema pengaruh dari
lebar kuvlet terhadap hasil pembacaan spektrofotometer.
III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Pipet volume
2. Gelas beaker
3. Labu ukur
4. Pipet tetes
5. Ball filler
6. Spektrofotometer
7. Gelas ukur
8. Botol vial
Bahan :
2. Dari larutan stok tersebut dibuat menjadi konsentrasi 20 µg dalam 100 ml.
5. Diukur absorbansi dari semua larutan baku parasetamol (no.2 dan 3) pada panjang
gelombang maksimumnya.
V. Data Pengamatan
35 % 3,87µg/ml 0,255
VI. Perhitungan
Ditanya : =…?
Jawab :
A=. b .c
0,294 = . 1. 2,5
= 0,294 / 2,5
= 0,1176 ml/ µg. cm
Jadi absorbtivitas molar pada maks (242 nm) adalah sebesar 0,1176 ml/ µg. cm
Berdasarkan cara yang sama, maka diperoleh absorbansi serta konsentrasi larutan dengan
transmitan 35%; 36,8%; 65% dan 95%
Transmitan (%) Absorbansi Konsentrasi (µg/ml)
5 1,301 11,06
35 0,456 3,87
65 0,187 1,6
95 0,022 0,18
3. M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 1,6 x 10
V1 = 0,016 ml
4. M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 0,18 x 10
V1 = 1,8 . 10-3 ml
Pengenceran 2 kali
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x 0,5 = M2 x 10
M2 = 50 µg/ml
M1 x V1 = M2 x V2
50 x V1 = 0,18 x 10
V1 = 0,036 ml
Kesalahan Spektrofotometri
1. Pada Transmitan 5%
Δc
% kesalahan spektrometri = c ¿ 100%
11,06−5 ,48
= 11,06 ¿ 100%
= 50,45 %
2. Pada Transmitan 35%
Δc
% kesalahan spektrometri = c ¿ 100%
3,87−2,17
= 3,87 ¿ 100%
= 43,93 %
3. Pada Transmitan 65%
Δc
% kesalahan spektrometri = c ¿ 100%
1,6−1,34
= 1,6 ¿ 100%
= 16,25 %
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan perhitungan kesalahan spektrofotometri
yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan pengukuran karena variasi konsentrasi larutan dan
menetapkan nilai absorbansi atau transmitan yang memberikan kesalahan minimal. Dalam
praktikum ini, larutan parasetamol yang digunakan sebagai larutan baku adalah larutan
parasetamol dengan kadar 1000 µg /ml. Larutan baku tersebut tidak bisa langsung digunakan
sebab kadarnya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar parasetamol yang akan dibuat
nantinya yaitu sebesar 2,5 µg /ml . Oleh karena itu, dilakukan pengenceran terlebih dahulu untuk
mendapatkan kadar tersebut. Setelah mendapatkan larutan parasetamol, maka dilanjutkan dengan
penentukan panjang gelombang maksimum dari parasetamol dengan menggunakan
spektrofotometer UV-vis. Menurut pustaka dinyatakan bahwa absorbansi maksimum
parasetamol terletak pada panjang gelombang 245 nm dalam pelarut asam dan 257 nm dalam
pelarut basa. Adapun data hasil percobaan yang diperoleh adalah panjang gelombang maksimum
dari parasetamol yaitu pada panjang gelombang 242 nm dengan absorbansi sebesar 0,294.
Perbedaan hasil yang didapatkan dengan literatur ini disebabkan karena kondisi percobaan pada
literatur berbeda dengan kondisi percobaan yang dilakukan oleh praktikan.
Setelah mendapatkan data panjang gelombang maksimum, langkah selanjutnya adalah
menentukan absortivitas molar dari parasetamol berdasarkan absorbansi dari panjang gelombang
maksimumnya. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum sebab pada panjang
gelombang maksimum, kepekaannya juga maksimal karena perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Selain itu, disekitar panjang gelombang maksimum,
bentuk kurva absorbansinya datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan
terpenuhi. Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang maksimum
(Gandjar dan Rohman, 2009). Absortivitas molar dihitung dengan rumus A = . b. c. Hasil yang
diperoleh sebesar 0,1176 ml/ µg. cm, dan dengan nilai absortivitas molar yang diperoleh ini
maka dapat ditentukan variasi konsentrasi larutan parasetamol pada berbagai nilai transmitan
yaitu sebesar 5%, 35%, 65%, dan 95%. Sebelumnya dihitung terlebih dahulu absorbansi yang
memberikan nilai transmitan sebesar 5%, 35%, 65%, dan 95% dengan rumus A = -log % T,
dimana A merupakan absorbansi dan %T adalah transmitan dalam %. Dari perhitungan diperoleh
absorbansi yang memberikan nilai transmitan sebesar 5%, 35% , 65%, dan 95% berturut-turut
adalah 1,301; 0,456; 0,187; 0,022. Dari data tersebut diperoleh konsentrasinya berturut-turut
adalah 11,06 µg/ml, 3,87µg/ml, 1,6 µg/ml, 0,18 µg/ml
Setelah dibuat larutan dengan variasi konsentrasi Kemudian semua larutan ini diukur
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yaitu 242 nm. Dari pengukuran diperoleh
absorbansi dari larutan tersebut berturut-turut adalah 0,645; 0,255; 0,158; dan 0,022. Dari nilai
absorbansi ini kemudian dihitung konsentrasi larutan berdasarkan perhitungan dengan rumus A =
. b. c, diperoleh konsentrasinya berturut-turut sebesar 5,48 µg /ml; 2,17 µg /ml; 1,34 µg /ml;
0,19 µg /ml.
Langkah selanjutnya adalah menentukan kesalahan relatif dengan menggunakan
Δc
persamaan kesalahan spektrofotometri yaitu : % kesalahan spektrometri = c ¿ 100%
dimana Δc merupakan selisih antara konsentrasi perhitungan dengan konsentrasi sebenarnya dan
c merupakan konsentrasi larutan sebenarnya. Semakin kecil persentase kesalahan
spektrofotometri, semakin kecil pula kemungkinan kesalahan pengukuran pada variasi
konsentrasi tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai kesalahan spektrofotometri
dari konsentrasi larutan yang memberikan nilai transmitan 5%, 35%, 65%, dan 95% berturut-
turut adalah 50,45 %; 43,93 %; 16,25 %; 0 %. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kesalahan
terkecil sebesar 0 % dihasilkan oleh nilai transmitan sebesar 95%. Menurut literatur, disebutkan
bahwa kesalahan terkecil ditunjukkan oleh nilai transmitan 36,8% atau absorbansi 0,434
(Widjaja dan Laksmiani, 2010). Adanya perbedaan hasil yang diperoleh dengan literatur
disebabkan oleh adanya pengotor sehingga mempengaruhi nilai absorbansi dari parasetamol,
misalnya kuvet digunakan bergilir dengan larutan yang berbeda.
VII. Kesimpulan
1. Nilai kesalahan spektrofotometri dari konsentrasi larutan yang memberikan nilai
transmitan 5%, 35%, 65%, dan 95% berturut-turut adalah 50,45 %; 43,93 %; 16,25 %;
0 %.
2. Kesalahan terkecil sebesar 0 % dihasilkan oleh nilai transmitan sebesar 95%.
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar .I.B, Rohman Abdul. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Kadjeng, Widjaja. N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran.
Tahir, Iqmal. 2007. “Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik Aplikasi pada
Penggunaan pHmeter dan Spektrofotometer Uv-Vis”. Laboratorium Kimia Dasar,
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wiryawan, Adam.R. Retnowati.A. Sabarudin. 2008. Kimia Analitik untuk SMK. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.