Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. ILMU, PENGETAHUAN DAN PENELITIAN ILMIAH


Ilmu atau sains adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial,
yang berlaku umum dan sistematis. Karena ilmu berlaku umum, maka darinya dapat
disimpulkan pernyataan-pernyataan yang didasarkan pada beberapa kaidah umum.

1. Ilmu dan Proses Berpikir


Dua buah definisi dari ilmu adalah sebagai berikut.
a. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan
dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah yang
umum.
b. Ilmu ialah pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dan
arti serta menyeluruh dan sistematis.
Ilmu lahir karena manusia diberkahi Tuhan suatu sifat ingin tahu.
Keingintahuan seseorang terhadap permasalahan di sekelilingnya dapat menjurus
kepada keingintahuan ilmiah. Misalnya, dari pertanyaan apakah bulan
mengelilingi bumi, apakah matahari mengelilingi bumi, timbul keinginan untuk
mengadakan pengamatan secara sistematis, yang akhirnya melahirkan kesimpulan
bahwa bumi itu bulat, bahwa bulan mengelilingi matahari dan bumi juga
mengelilingi matahari.
Menurut Maranon (1953), ilmu mencakup lapangan yang sangat luas,
menjangkau semua aspek tentang progress manusia secara menyeluruh. Termasuk
di dalamnya pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis melalui
pengamatan dan percobaan yang terus-menerus, yang telah menghasilkan

1
penemuan kebenaran yang bersifat umum. Konsep antara ilmu dan berpikir adalah
sama. Dalam memecahkan masalah keduanya dimulai dari adanya rasa gengsi dan
kebutuhan akan suatu hal yang bersifat umum. Kemudian timbul suatu pertanyaan
yang khas, dan selanjutnya dipilih suatu pemecahan tentatif untuk penyelidikan.
Proses berpikir adalah suatu rafleksi yang teratur dan hati-hati. Menurut Kelly
(1930), proses berpikir menuruti langkah-langkah berikut:
1. Timbul rasa sulit
2. Rasa sulit tersebut didefinisikan.
3. Mencari suatu pemecahan sementara.
4. Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada
kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
5. Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental
(percobaan).
6. Mengadakan penilitan terhadap penemuan-penemuan eksperimental
menuju pemecahan secara menatal untuk diterima atau ditolak sehingga
kembali menimbulkan rasa sulit.
7. Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang
situasi yang akan dating untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara
tepat.

2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental manusia. Hal ini,
berupa segenap yang diketahui manusia tentang suatu objek tertentu termasuk ke
dalamnya adalah ilmu (Suriasumantri, 1995:104). Dengan kata lain, pengetahuan
merupakan milik manusia. Pengetahuan berkenaan dengan suatu objek. Pengetahuan
terjadi bila manusia mengetahui tentang suatu objek. Dengan demikian, semakin
banyak manusia mengetahui tentang objek, semakin banyak pengetahuannya.

2
Senada dengan pengertian pengetahuan sebelumnya, Kirby (1994:30)
mengemukakan bahwa pengetahuan adalah struktur konseptual yang dibangun
dari pengalaman kita sendiri dan diuji kembali dalam keadaan yang sebenarnya.
Dari pengertian ini, pengetahuan manusia merupakan hal yang terstruktur atau
memiliki pola. Pola ini dibangun dari pengalaman. Kemudian, pola tersebut diuji
pada keadaan nyata; hasil dari pengalaman nyata tersebut akan merestruktur
kembali konsep tentang suatu objek yang dapat berupa mereduksi konsep
dalam suatu struktur bila terdapat konsep yang menurut pengamatannya
kurang tepat atau merubah sama sekali struktur konsep yang ada bila
berdasarkan pengamatannya terdapat konsep yang dimilikinya mengalami
kekeliruan. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hal yang dimanis,
dimana terjadi pembaruan sebagaimana pemahaman manusia tentang realitas yang
dialaminya.
Pendapat lain tentang pengertian pengetahuan dikemukakan oleh Max
Siporin (dalam Johnson 1995:44) bahwa pengetahuan adalah berisi mental
kognitif (gagasan dan kepercayaan) berkenaan dengan realitas yang kita ambil
menjadi benar (dipahami dengan pasti, didasarkan atas bukti yang cukup),
atau bahwa kita memutuskan dapat dikonfirmasikan atau dibenarkan dan
mempunyai suatu kemungkinan kebenaran yang tinggi. Pengertian ini
mengungkapkan bahwa pengetahuan bersifat mental kognitif atau berkaitan
dengan kekayaan mental manusia mengenai realitas sebagai suatu kebenaran
atau memiliki peluang benar yang tinggi. Dengan demikian, pengetahuan bukan
hanya apa yang dapat diungkapkan oleh panca indera tetapi juga apa yang
dapat dipercayai sebagai sesuatu yang benar.
Pengertian pengetahuan juga dikaitkan dengan teori dan penelitian. Hal ini,
sebagaimana dikemukakan Broundy (Anderson, et-al, 1977:4) bahwa
pengetahuan merupakan sistem dari pernyataan tentang kesatuan, hubungan,
dan teori dalam beberapa kawasan penyelidikan yang memiliki unsur dan

3
kriteria logis. Teori menjelaskan proses yang eksistensial di mana penyelidikan
diorganisasikan, dilaksanakan, dan diperoleh suatu struktur tetapi tidak perlu
identik dengan unsur logis dari sistem konseptual yang dipelajari. Pengertian ini,
mengungkapkan bahwa pengetahuan diperoleh melalui penyelidikan dengan
kriteria logis meskipun hasil penelitian tersebut tidak identik dengan kerangka
konseptual yang dibangun sebagai dasar penyelenggaraan penelitian yang
dimaksud.
Pengertian pengetahuan ini senada dengan pendapat Morales dan
Sheafor (1989:181) yang menyatakan bahwa pengetahuan secara umum
didefinisikan sebagai pengenalan atau pemahaman teoritis atau praktis dari
beberapa cabang ilmu pengetahuan, seni, pembelajaran, atau area lain yang
melibatkan studi, riset, atau praktik, dan kemahiran ketrampilan. Berdasarkan
pengertian ini, pengetahuan merupakan suatu hasil pengalaman praktis dan
penyelidikan ilmiah atau pun dari pengalaman dan hasil penelitian orang lain. Paul
Reynolds (Johnson: 1995:45) mengidentifikasi tubuh pengetahuan sebagai
kerangka untuk menggambarkan berbagai hal dan mengidentifikasi mengapa
suatu peristiwa terjadi. Tubuh pengetahuan berfungsi sebagai metoda untuk
mengorganisir atau mengkategorikan berbagai hal, memprediksi peristiwa
masa depan, menjelaskan peristiwa yang lampau, dan memberi suatu
pemahaman tentang penyebab peristiwa dan potensi untuk mengontrol
peristiwa.
Lebih lanjut dia kemukakan bahwa pengetahuan dapat dikategorikan
ilmiah bila mempunyai atribut-atribut: asbractness (bebas dari waktu dan
tempat), intersubjectivitas (ketegasan -gambaran detail yang perlu dan dengan
istilah yang khusus untuk menjamin bahwa audien setuju dengan makna dari
konsep-konsep, kaku -kekakuan yang logis- menggunakan sistem logika yang
jelas dan diterima oleh ilmuwan yang relevan untuk menjamin persetujuan atas
prediksi dan penjelasan teori), emperical relevane (kemungkinan bagi ilmuwan

4
lain dapat mengevaluasi hubungan antara teori dan hasil dari riset empiris). Dengan
demikian, pengetahuan bermanfaat dalam memandu praktik disamping
memprediksi keadaan masa depan berdasarkan gejala yang ditunjukkan
keadaan masa ini. Prediksi masa depan dilakukan dengan menggunakan
pengetahuan tentang keadaan masa lalu yang memiliki kecenderungan yang sama
dengan gejala yang terjadi masa sekarang.
Sehubungan dengan fungsi pengetahuan dalam kehidupan manusia
perlu dibedakan antara pengetahuan dengan nilai-nilai. Hal ini, karena
pengetahuan dan nilai-nilai sering dikacaukan. Johnson (1995:49) menyatakan
bahwa pengetahuan adalah berpotensi dapat dibuktikan dan digunakan untuk
menjelaskan perilaku dan mengkonseptualisasikan praktik; sementara nilai-
nilai tidaklah dapat dibuktikan, mereka adalah apa yang diadakan untuk
diinginkan yang digunakan untuk mengidentifikasi apa yang lebih disukai.
Dengan demikian, pengetahuan dan nilai-nilai memiliki perbedaan yang tegas
dimana pengetahuan berfungsi untuk mengkonseptualisasikan atau
menggambarkan suatu, realitas; sedangkan nilai-nilai untuk
mengindentifikasikan sesuatu yang disukai. Dengan kata lain, pengetahuan
dinyatakan dengan benar-salah sedangkan nila-nilai dinyatakan dengan suka
atau tidak suka. Dengan demikian, dapatlah dibuat kesimpulan bahwa
pengetahuan merupakan pemahaman seseorang tentang konsep realitas
dan/atau yang dapat dipercayai benar berdasarkan pengalaman praktis
maupun hasil penelitian.

3. Penelitian Ilmiah
Banyak definisi tentang penelitian antara lain dikemukakan oleh Pearson
(1946), penelitian adalah pencarian sesuatu hal yang dilakukan dengan cara
sistematik untuk memecahkan masalah. Menurut Jhon (1949), penelitian adalah
pencarian fakta yang dilakukan dengan obyektif yang menghasilkan dalil atau

5
hukum. Definisi lain menyatakan bahwa penelitian adalah pencarian atau
penyelidikan pengetahuan baru dengan menggunakan metode ilmiah (scientific
method). Dewey (1936) penelitian adalah transformasi yang terkendalikan atau
terarah dari situasi yang dikenal dalam kenyataan-kenyataan yang ada padanya dan
hubungannya, seperti mengubah unsur dari situasi orisinal menjadi suatu
keseluruhan yang bersatu padu.
Dari definisi-definisi tentang penelitian, maka nyata bahwa penelitian
adalah suatu penyelidikan yang terorganisasi. Penelitian juga dapat diartikan
sebagai pencarian pengetahuan dan pemberi artian yang terus-menerus terhadap
sesuatu. Penelitian dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method) disebut
penelitian ilmiah. Dalam penelitian ilmiah ini, selalu ditemukan dua unsur penting,
yaitu unsur pengamatan (observation) dan unsur nalar (reasoning) (Ostle, 1975).
Metodologi penelitian berasal dari kata method yang berarti cara atau
prosedur dan logo berasal dari kata logos yang berarti ilmu. Riset (penelitian)
berasal dari kata re berarti kembali dan to search berarti mencari. Arti sederhana
metodologi riset adalah ilmu yang membahas tentang prosedur pencarian kembali
sesuatu hal
Cooper dan Emory (1996) mendefinisikan tentang metode penelitian
adalah penyelidikan yang dilakukan dengan cara sistematik untuk mencari
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan. Riset
adalah kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematik melalui tahapan
penelitian yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka pemecahan
masalah. Perlu diketahui hasil riset adalah berupa mencari kebenaran ilmiah.
Penelitian secara umum terbagi menjadi dua, yakni penelitian ilmiah dan
penelitian non ilmiah. Penelitian ilmiah adalah penelitian yang mengandung unsur-
unsur ilmiah atau keilmuan di dalam aktivitasnya. Ostle menyatakan penelitian
yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (scientific methode) disebut
penelitian ilmiah, mengandung dua unsur penting yakni; unsur pengamatan

6
(observation) dan unsur nalar (reasoning) (Nazir, 1999). Penelitian ilmiah juga
berarti penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis tentang
fenomena-fenomena alami, dengan dipandu oleh teori-teori dan hipotesis-hipotesis
tentang hubungan yang diperkirakan terdapat hubungan dalam bentuk korelasi
maupun hubungan daam bentuk kausal, resiprokal dan perbedaan diantara
fenomena-fenomena itu (Kerlinger, 2000).
Ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada ciri-ciri keilmuan,
diantaranya: 1). Rasional: penyelidikan ilmiah adalah sesuatu yang masuk akal dan
terjangkau oleh penalaran manusia. Sebagai contoh: Polisi menyelidiki kasus
pencurian dan menemukan pencuri adalah contoh yang masuk akal, tetapi
paranormal menemukan pencuri atau barang yang hilang adalah tindakan yang
tidak masuk akal manusia. 2). Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat
diamati orang lain dengan menggunakan panca indera mereka. Misalkan seperti
Paranormal berusaha menemukan pesawat yang jatuh di Sibolangit, bukan
merupakan cara empiris, karena kita tidak dapat mengamati bagaimana proses
paranormal dalam menemukan pesawat tersebut. 3). Sistematis: menggunakan
proses dengan langkah-langkah logis. Proses yang dilakukan dalam penelitian
ilmiah berawal dari penemuan masalah, merujuk teori, mengemukakan hipotesis,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Sugiyono,
1999).
Penelitian non ilmiah tidak memiliki kelengkapan unsur-unsur seperti pada
penelitian ilmiah di atas. Penelitian yang tidak ilmiah umumnya tidak
menggunakan penalaran atau logika akal, tetapi menggunakan prinsip kebetulan,
coba-coba, spekulasi. Cara-cara seperti ini tidak dapat digunakan oleh para ilmuan
atau mereka yang berkecimpung dalam dunia akademis.
Cabang penelitian ilmiah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni
ilmu empiris dan ilmu non-empiris. Ilmu empiris berusaha untuk mengeksplorasi,
mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi kejadian-kejadian di dunia

7
tempat kita hidup. Oleh karena itu penyataan-pernyataan ilmu empiris harus
dicocokkan dengan fakta pengalaman, dan pernyataan-pernyataan tersebut harus
dapat diterima hanya sejauh didukung oleh evidensi (bukti) empiris.
Ilmu empiris kemudian sering dibagi menjadi dua: pertama, ilmu alam dan
(matematika, fisika, kimia, biologi, dan berbagai bidang yang terkait dengannya)
kedua, ilmu sosial (mencakup sosiologi, antropologi, ekonomi, dan berbagai
disiplin yang berhubungan dengannya. (Hempel, 2004).

4. Kebenaran
Ilmu dan penelitian mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut
Whitney (1960), ilmu dan Penelitian adalah sama-sama proses, sehingga ilmu dan
penlitian adalah proses yang sama. Hasil dari proses tersebut adalah kebenaran
(truth). Umumnya, suatu kebenaran ilmiah dapat diterima dikarenakan oleh tiga
hal, yaitu: (a) adanya koheren; (b) adanya koresponden; dan (c) pragmatis.
Suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut koheren atau
konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Kebenaran
matematika misalnya, didasarkan atas sifat koheren, karena dalil matematika
disusun berdasarkan beberapa aksioma yang telah diketahui kebenarannya lebih
dahulu. Dasar lain untuk mempercayai kebenaran adalah koresponden yang
diprakarsai oleh Bertrand Russel (1872-1970). Suatu pernyataan dianggap benar,
jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berhubungan
atau mempunyai korespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Pernyataan bahwa ibukota Propinsi Sumatera Utara adalah Medan adalah benar
karena pernyataan tersebut mempunyai korespondensi dengan lokasi atau
faktualitas bahwa Medan memang ibukota Propinsi Sumatera Utara.
Sifat kebenaran yang diperoleh dalam proses berpikir secara ilmiah
umumnya mempunyai sifat koheren dan sifat koresponden. Berpikir secara
deduktif adalah menggunakan sifat koheren dalam menentukan kebenaran,

8
sedangkan berpikir secara induktif, peneliti menggunakan sifat koresponden dalam
menentukan kebenaran. Kebenaran lain dipercaya karena adanya sifat pragmatis.
Dengan perkataan lain, pernyataan dipercayai benar karena pernyataan tersebut
mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Suatu pernyataan atau suatu kesimpulan dianggap benar jika pernyataan
tersebut mempunyai sifat pragmatis dalam kehidupan sehari-hari. Secara
pragmatis orang percaya kepada agama, karena agama bersifat fungsional dalam
memberikan pegangan dan aturan hidup pada manusia. Tidak selamanya
kebenaran diperoleh dengan metode ilmiah, tetapi kadang-kadang dapat
ditemukan melalui metode non ilmiah. Kebenaran yang ditemukan melalui
metode non ilmiah antara lain:
 Penemuan kebenaran secara kebetulan, tetapi penemuan
tersebut terkadang tidak jarang dapat menggoncangkan dunia ilmu
pengetahuan, misalnya: Penemuan kristal Urease oleh Summers secara
kebetulan dengan menaruh Aseton dalam kulkas, ternyata enzim urease
tersebut sangat berguna untuk manusia. Penemuan mesin uap oleh James
Watch, hukum grafitasi oleh Newton, diagnosis kehamilan wanita oleh
Gali Maini, hukum Archimedes dan lain-lain. Adalah penemuan secara
kebetulan dan sangat mengemparkan dunia ilmu pengetahuan pada
jamannya.
 Penemuan Kebenaran Karena Wahyu.Kebenaran yang
didasarkan karena wahyu adalah kebenaran yang mutlak, yang datang dari
Allah kepada Nabi. Contoh: Menurut ajaran agama Islam menyusui anak
sebaiknya minimal 2 tahun. Pada hakikatnya air susu ibu mengandung anti
bodi dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Selain ekonomis dan
praktis, ibu yang menyusui anaknya selama dua tahun tidak mudah
terkena kangker payudara serta sekaligus dapat menjarangkan kelahiran.
Demikian pula hubungan ibu dengan anak akan semakin dekat.

9
 Penemuan kebenaran secara Intuitif. Penemuan
kebenaran secara Intuitif adalah penemuan kebenaran yang diperoleh
berdasarkan intuisi (renungan, lamunan). Kebenaran ini sukar dipercaya,
karena kebenaran ini tidak menggunakan langkah yang sistematik.
 Penemuan Kebenaran Melalui Trial dan Error.
Kebenaran ini diperoleh dengan mencoba berkali-kali dengan
menggunakan metode non ilmiah. Penemuan kebenaran dengan metode
ini memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar.
 Penemuan Kebenaran Karena Wibawa. Penemuan
kebenaran ini diperoleh dari kewibawaan seseorang. Pendapat dari
seorang ilmuan yang berbobot sering kali diterima begitu saja tanpa
pengujian kebenaran tersebut. Ada kalanya kebenaran tersebut setelah
diuji hasilnya tidak benar.
Juga kemudian muncul Aliran Empirisme yang Ekstreem (Sensasionalisme =
mendramatisir hal-hal yang empiris dari kenyataan yang di rekayasa, sehingga
dianggap seolah-oleh sebagai hal-yang benar-benar terjadi).

B. WAWASAN DAN KEMAMPUAN DASAR PENELITI


Dalam penelitian, sangat dituntut wawasan dan kemampuan dasar peneliti
dalam meneliti. Wawasan peneliti tersebut terkait dengan kemampuan peneliti dalam
menguasai berbagai metodologi penelitian dan menemukan metode-metode baru dari
hasil penelitian yang dilakukan. Wawasan dan kemampuan dasar peneliti dapat
dijabarkan sebagai berikut:

a. Akal Sehat (Common Sense)


 Sumber: dari pengalaman sehari-hari dalam bentuk-bentuk atau tipe yang
sangat elementer/sederhana.

10
 Jumlahnya: tak dapat diperkirakan, tetapi selalu bertambah dengan hal-hal
baru.
 Dasarnya: sifat biologik, pengalaman dan pengaruh sosial serta sifat
psikologik manusia.
 Cara mendapatkannya: melalui pengulangan dan latihan daya kognitif dengan
imaginasi, ingatan, nalar, pemahaman daya spasial, dalam bentuknya yang
paling sederhana. Jadi akal sehat murni diperoleh dari pengalaman semata
bukan pemahaman sistematika dengan pendekatan metodologi.
 Karakteristik/Sifat-sifatnya: (i) diperoleh bukan dari hasil penelitian, (ii) tak
perlu dikritisi, (iii) pengetahuan pada tingkat yang paling elementer, (iv)
jumlah statis/tak banyak berubah, (v) berguna sebagai titik tolak upaya
penelitian.
 Dalam filsafah abad pertengahan akal digambarkan sebagai “faith
and reason” (keyakinan dan alasan). Dalam hal ini akal dianggap sebagai
penggunaan daya-daya mental (daya kognitif) dan dianggap sebagai bersifat
spekulatif dan dibedakan sebagai penerimaan yang bersifat partial dari
kepercayaan atas keyakinan/kemauan (authority). Jadi pada masa itu akal
sama dengan kepercayaan (ratio=faith).
 Juga akal dipandang sebagai bentuk-bentiuk selektif yang bebas
dari intelegensi dalam perilaku manusia mencari kebenaran. Dalam hal ini
akal dipandang sebagai “kepantasan” yang beralasan (reasonable) atau
kecakapan yang sadar.
 Dari makna akal di atas maka akal dapat mempunyai arti yang
lebih luas. Dari istilah akal maka akal tak bertentangan dengan ilmu
pengetahuan. Bahkan dalam hal ini pengalaman dianggap sebagai bagian dari
pengertian akal manusia.
 Pengertian akal dalam arti yang sempit adalah untuk menyatakan
suatu pemikiran rasional (rasionalisme), dalam arti bahwa akal timbul

11
sepenuhnya bebas dari pengalaman. Jadi dalam pengertian ini akal sama
sekali berbeda dari pengalaman /pengamatan/observasi.

b. Pengalaman
 Menarik definisi apakah pengalaman itu, perlu dilihat konteknya
dalam kaitan dengan pengalaman itu sendiri.
 Jadi makna pengalaman tergantung kontek bagaimana istilah
pengalaman itu digunakan. Dan selalu ada banyak kontek yang terkait dengan
pengalaman. Jadi dengan banyaknya kontek juga akan menimbulkan
terjadinya banyak makna pengalaman.
 Sesuai dengn konteknya maka kita akan dapat menemukan
sejumlah definisi pengalaman sebagai berikut:
1) Pengalaman adalah sesuatu hubungan atau interaksi.
2) Pengalaman adalah hasil sesuatu yang dikumpulkan. Jadi pengalaman
sebagai akumulasi dari pengetahuan, keterangan, ketrampilan, dan
kemampuan/kecakapan.
3) Pengalaman adalah kualitas dari sensasi atau emosi. Jadi pengalaman
sebagai reaksi psikologis manusia terhadap stimulus yang diterimanya.
4) Pengalaman adalah kesadaran (awareness). Ini berarti menyadari sesuatu
sama dengan mengalamai sesuatu. Jadi pengalaman bukan saja apa yang
dirasakan, tetapi juga sebagai sesuatu aktifitas mental manusia.
5) Pengalaman adalah hasil observasi/pengamatan yang disengaja. (science
resource to experience). Jadi manusia tahu dan mengembangkannya
sebagai pengetahuan dan ilmu pengetahuan dengan menggunakan
observasi sebagai alat untuk menetapkan kebenaran sesuatu teori.
6) Pengalaman adalah sebagai dunia kenyataan. Pengalaman di sini sebagai
sesuatu yang objektif yang datang dari luar/eksternal dan bukan sesuatu

12
proses mental. Jadi pengalaman diperoleh sebagai sesuatu yang telah ada
sebelum seseorang berbuat sesuatu. Di sini cendrung untuk menitik
beratkan kepada realitas yang objektif sebagai sumber pengalaman dan
bukan sesuatu yang ada pada diri kita sendiri.
 Pengalaman Sebagai Sebuah Interaksi
1) Pengalaman bukanlah sesuatu yang sangat subjektif dan bukan juga
sesuatu yang sangat objektif, melainkan sesuatu hubungan timbal balik
antara manusia (selaku organisme hidup) dengan lingkungan sekitarnya.
(lingkungan alam, sosial, dan lingkungan buatan). Jadi di sini
pengalaman merupakan interaksi antara manusia di satu pihak dengan
lingkungannya.
2) Di satu pihak Pengalaman pikiran (mind) tidaklah semata-mata hasil
poses pemikiran, tetapi sesuatu aktifitas seleksi, penelitian dari
pemikiran. Di lain pihak pengalaman bukan semata-mata dunia
kenyataan, tetapi upaya penelitian dan eskploitasi secara aktif dari
manusia itu sendiri. Jadi dalam hal ini aktifitas ilmiah dapat dianggap
sebagai sesuatu pengalaman di mana terjadi interaksi antara pemikiran
ilmiah dengan lingkungan ilmiahnya, atau antara observasi sistemik
dengan dunia kenyataan.
3) Dalam hal ini pengalaman menjadi sesuatu yang tidak bertentangan
dengan pikiran, melainkan merupakan sesuatu yang integral dalam
pikiran itu sendiri.
 Peranan Akal dan Pengalaman dalam Pengetahuan Manusia. (Sumber Awal
Berkembangnya Ilmu)
1) Dua Sumber penting timbulnya kemampuan berpikir manusia:
a. Daya Kognitif yang memberikan daya pikir /daya rasio yang
bermuara pada timbulnya aliran Rasionalisme (Spinoza, Descartes,
Leibniz).

13
b. Daya observasi/pengamatan manusia yang menimbulkan aliran
Empirisme. (John Lock, Compte)
2) Umumnya kaum rasionalist percaya bahwa pengalaman juga factor
penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Memulai sesuatu
dengan keraguan-raguan dalam pikiran kita hanya dirasakan hal
keraguan itu dalam diri manusia semata, namun daya pikir adalah
sebagai pemicu yang mampu menggerakkan daya intelektual manusia.
3) Kaum empirisme juga tak menolak pada kenyataan bahwa bahwa pikiran
dapat mendukung pengalaman/ pengamatan.

c. Berbagai Bentuk Kepercayaan (Faith)


 Definisi: kepercayaan adalah paham yang dianut sebagai
keyakinan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.
 Kepercayaan yang bersifat Common sense adalah kepercayaan
yang dianut berdasarkan pemahaman elementer terhadap sesuatu hal.
 Kepercayaan hasil didikan adalah kepercayaan yang diperoleh dari
hasil pengalaman yang diperkuat oleh proses pendidikan dan pelatihan.
 Kepercayaan individual ialah kepercayaan yang dibuat dan
ditimbulkan oleh hasil pemikiran individual (the individual intellectual make-
up). Lazimnya ini menjadi dasar berpikir, bersikap dan bertindak, sehingga
dengan teguh dianut sebagai kepercayaan yang konservatif.
 Kepercayaan dalam arti luas sebagai keyakinan lebih mendalam,
lebih bersifat teguh dan kuat sehingga biasa dikenal sebagai iman(keimanan).

C. ALIRAN-ALIRAN YANG MEMBICARAKAN TENTANG KEBENARAN

1. Aliran Rasionalisme (Idealisme)

14
 Rasionalisme dapat juga disebut sebagai aliran apriori di mana
pengetahuan dan kebenaran prinsip-prinsipnya dapat diperoleh melalui
pikiran semata tanpa observasi/ pengamatan.
 Aliran rasionalisme menentang pengetahuan empirik sebagai ilmu
pengetahuan. (sebaliknya Aliran realisme menolak memperoleh pengetahuan
dan kebenaran appriori dari pemikiran semata).
 Konsepsi aliran rasionalisme klasik tentang Pengetahuan sebagai
intuisi yang bersifat deduktif.
1. Pengetahuan adalah sebagai sebuah sistem kebenaran yang didasarkan
atas sesuatu fondasi yang teguh dan tak dapat digoyahkan bila
bersumber dari pikiran.
2. Fondasi yang dimaksudkan adalah azas-azas apriori yang universal yang
dikenal sebagai intuisi. Dengan intuisi ini (azas yang terbukti dengan
sendirinya), maka kebenaran lainnya dapat dicari, ditemukan dan
ditentukan dengan metode yang tak pernah salah ialah kemampuan
matematika manusia.
3. Jadi ilmu pengetahuan yang sebenarnya sebagai ilmu akan diperoleh baik
melalui intuisi atau oleh penentuan hasil pemikiran.
 Bagi kaum rasionalist (Spinoza, Descartes, Leibniz) pengalaman
dan pengamatan memang berguna dan tak ada salahnya, tetapi berfungsi
hanya sebagai pemicu-stimulus –perangsang atau isyarat atau landasan yang
memperkuat intuisi dan pikiran manusia .
 Rasionalist klasik lebih mendasarkan kepada ke exac-kan
matematika dan menggunakan sistem matematika guna menyusun sistem
filasafat rasionalisme.
 Kaum rasionalis mengangap axioma atau “prinsip pertama” bukan
sesuatu yang hipotetis tetapi sebagai sesuatu kebenaran yang lebih
meyakinkan dan lebih mendasar dari pada hal-hal lainnya. Dalam hal ini

15
kesemuanya menuju dan mencapai hal yang penting dari pemikiran ialah
kesimpulan.
 Kaum rasionalis menempatkan intuisi dan pemikiran pada
kedudukan yang lebih penting dari pada deduksi. Sementara mereka
memandang deduksi sebagai sesuatu yang bebas dari kekeliruan, walaupun
setiap langkah pengambilan kesimpulan haruslah secara intuisi dan rasional
dapat dijamin sebagai sesuatu hal yang logis.
 Pandangan Descartes Selaku Penganut Rasionalisme
1) “COGITO ERGO SUM” = Aku berpikir karena itu aku ada.
2) Hanya objek-objek yang bersangkutan dengan perhatian
manusia yang menjadi objek pengetahuan yang dengan benar dan tepat
dapat diperoleh kebenaran tanpa keraguan.Jadi kekuatan mental /daya
kognitif manusia yang menentukan diperolehnya kebenaran.
3) Intuisi dan deduksi sebagai dasar proses ilmu
pengetahuan.Intuisi lebih kuat dari pada deduksi dan lebih bebas dari
segala keragu-raguan.
4) Dengan deduksi manusia akan mengerti segala sesuatu yang
dihadapi, dan ini diperoleh dari hasil pemikiran lain yang telah diketahui
secara pasti (sehingga menjadi rujukan/referensi). Jadi dalam hal ini
kebenaran diperoleh dari hasil asosiasi pemikiran manusia.
 Dasar pikir: akal mempunyai kekuatan (daya kognitif) untuk
mengetahui berbagai kebenaran yang pasti tentang alam semesta yang di luar
jangkauan kemampuan pengamatan-observasi manusia semata.
 Asumsi dasar: segala sesuatu mempunyai sebab dan bagaimanakah
sebab dapat dilihat dari pengalaman semata? Dengan pengalaman manusia tak
akan mungkin mencari dan menemukan sebab-sebab sehingga karenanya
sukar untuk menemukan kebenaran. Juga tak mungkin mencari kebenaran
sebab dan akibat semata-mata hanya dari pengalaman.

16
 Fungsi Pengalaman semata-mata untuk menggambarkan sesuatu,
tetapi tak akan pernah mampu untuk membuktikannya.

2. Aliran Empirisme (Realisme, Positivisme, Materialisme)


 Dasar Pikir: hanya dengan pengalaman manusia dapat mengetahui
bahwa sesuatu hal mempunyai sebab. Dan sebab sebagai dasar pembuktian.
 Menurut Aliran Empirisme : Pandangan kaum rasionalist selalu
menyatakan bahwa segala sesuatu mempunyai sebab, pemikiran ini dianggap
sebagai paham yang apriori, karena tidak / belum ada pembuktian secara
nyata (real).Jadi menurut aliran empirisme, adanya sebab itu justru harus
dibuktikan dulu.
 Melalui akal maka manusia akan mengetahui sesuatu sebagai
pengetahuan yang absolut bahwa setiap kejadian mempunyai sebab.Tetapi
tidaklah karena sesuatu hal yang secara apriori dikemukakan pada sifat-sifat
semua benda dan hal.
 Manusia mengetahui kebenaran dalam arti kebenaran itu telah
diakui dan disyahkan oleh definisi. Dan definisi diperoleh melalui fakta,
kenyatan dan pengalaman.
 Manusia tak akan pernah menemukan jumlah sebenarnya dari
sesuatu hal, tetapi menurut aliran empirisme ini hanyalah sekedar untuk
menunjukkan bahwa manusia tak akan pernah tahu dengan pasti bahwa azas-
azas yang umum dan universal itu adalah benar.
 Kebenaran merupakan pernyataan tentang sesuatu fakta yang dapat
diteliti dan hanya dapat diperoleh melalui pembuktian empiris. Jadi kebenaran
tidak dapat diketahui secara apriori dan akan terbukti dengan sendirinya hanya
bersumber dari intuisi atau pemikiran manusia semata. Pemikiran manusia
harus ada pembuktian empirik.

17
 Kaum empirisme menolak untuk menerima kebenaran menurut
interpretasi pemikiran yang dianggapnya hanya merupakan pengulangan
belaka dari prinsip-prinsip yang dianggapnya secara apriori sebagai bersifat
pengulangan belaka (tautological).
 Kaum empirist mengintrepretasikan secara berbeda makna
deduktif. Mereka tidak menolak sifat deduksi, tetapi menolak anggapan
bahwa semua konsep ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang sama sekali
deduktif sifatnya yang hanya berdasarkan azas-azas kebenaran apriori
menganggap sesuatu itu telah tetap benar adanya
 Konsepsi Kaum Empirist tentang Intuisi/Pemikiran/ Rasio
1. Mereka mengakui bahwa dalam hal-hal tertentu kebenaran
memang dapat dicapai melalui intuisi. Namun makna intuisi dalam hal ini
berbeda dari pandangan kaum rasionalist.
2. Memang kaum empiris dan rasionalis sama-sama mengakui
bahwa dengan intuisi dapat diperoleh kebenaran secara segera, langsung
dan pasti.
3. Bagi kaum empirist intuisi hanya menyatakan kebenaran
dalam arti yang paling sederhana dari pengalaman akal semata. Bagi kaum
rasionalis intuisi bersifat a priori membawa kebenaran.
4. Instuisi menurut paham empirisme adalah yang dapat
direkam melalui panca indra jadi sesuatu yang dapat dirasakan, dilihat,
diraba, didengar dan dirasakan. Sementara menurut kaum rasionalist
intuisi adalah hal yang mempunyai sesuatu sebab tertentu dan jumlah
setiap hal selalu konstan.
3 Pandangan kaum Rasionalist dan kaum Empirist tentang Akal dan
Pengalaman dalam Ilmu Pengetahuan.

18
 Pandangan K. Empirist mendasarkan falsafah
keilmuannya secara universal dari pengalaman (empirisme), sedangkan kaum
rasionalis bertolak dari intuisi.
 Dalam kalangan kaum empiris dan kaum rasionalist
terdapat juga sub-sub aliran yang berbeda antara mereka sendiri, sebagai
varian dari masing-masing aliran itu.
 Kaitannya antara dua aliran terhadap ilmu pengetahuan,
maka secara histories kaum rasionalis lebih menyandarkan kepada kekuatan
pemikiran matematika, sedangkan kaum empiris lebih mendasarkan diri pada
hasil kajian ilmu pengetahuan alam. Hal yang terakhir ini karena ilmu alam
selalu berhubungan dengan pengalaman nyata, ialah alam sekitar sebagai
lingkungan nyata yang selalu diamati dan dipelajari dalam hidup manusia.
 Kaum rasionalis lebih banyak berpedoman pada peran
teori sebagai pedoman untuk mendapatkan pengalaman. Tanpa pedoman teori
maka pengalaman akan hampa dan tak berguna.
 Kaum mepirisme lebih mengacu kepada
pengalaman.Jadi menurut mereka sesuatu masuk akal (dapat rasional) kalau
ada dasar empirik. Dengan demikian kaum empirik lebih mengacu kepada
penelitian ilmu-ilmu alam secara lebih mendalam dengan melalui sejumlah
eksperimen. Jadi metode eksperimen digunakan sebagai suatu cara untuk
mentest kebenaran teori-teori ilmu pengetahuan.

4. Pandangan Empirisme Ekstreem (Empirisme klasik)


 Makna pengalaman diinterpretasikan secara sangat
sempit, sehingga hanya mempunyai makna sebagai sensasi. (sensasi adalah
tahap paling awal dari sesuatu yang diketahui orang sebelum
memahami/mengamati (persepsi) dan masih jauh dari konseptualisasi.
 Sensasi ini baru sebatas dalam arti tingkat pemahaman
emosional semata (perasaan).Jadi sensasi hanya sebagai respon/reaksi

19
penerimaan terhadap sesuatu stimulus dengan seketika dalam tingkat emosi
manusia.
 Dalam hal ini timbulah aliran sensasionalisme selaku
paham yang memandang manusia mengetahui pada awalnya dari sensasi apa
yang mungkin terjadi.
 Sensasionalisme hanya menyatakan apa yang dapat
diperbuat oleh manusia dalam kapsitasnya sebagai manusia, untuk
berimaginasi/berhayal. Jadi sensasi timbul oleh daya imaginasi manusia,
sebelum manusia mengetahui sendiri senyatanya objek/hal yang ingin
diketahuinya.
 Jadi dikaji dalam pandangan sensasionalis, maka
pengetahuan itu hanya sebuah penerimaan secara pasif manusia, terhadap apa
yang datang pada dirinya, melalui indra pendengaran semata. Dalam hal ini
yang terjadi hanyalah sebuah aktifitas mental yang sangat berperan dan terjadi
hanya untuk mengatur dan mengendalikan sensasi.
 Jadi pemikiran ditafsirkan hanya sebagai proses
peralihan dari perasaan semata, sehingga aliran empirisme klasik ini disebut
juga aliran sensasionalisme atau biasa juga disebut aliran empirisme
sensasionalistic.
 Aliran sensasionalisme seringkali juga dihubungkan
dengan filsafah skeptisme yang disebut juga sebagai aliran nominalisme.
 Nominalisme menyatakan bahwa apa yang ada di alam
raya adalah terdiri semata-mata objek-objek individual yang dapat dihayati
dan di alami oleh manusia.
 Aliran empiirisme yang lebih modern mengakui akan
kenyataan-kenyataan dari tiap gejala seperti nilai, sistem nilai, idea, makna
dan hubungan-hubungannya satu sama lain, dan beranggapan bahwa apa yang

20
dapat dipikirkan secara abstrak akan sebaik seperti apa yang dapat dirasakan
sebagai pengalaman.
5. Menemukan Sintesa antara Kaum Empirik dan Kaum Rasionalisme.
 Keberhasilan pengembangan ilmu pengetahuan modern
sebagian besar karena adanya kemurnian teoritik dengan dukungan
penggunaan matematika dan sebahagian lagi karena keyakinan yang teguh
untuk menggunakan pengetesan teori melalui eksperimen /Ujicoba guna
mendapatkan observasi ekperimental.
 Dalam hal ini teori dan eksperimen /pengalaman
mempunyai kedudukan yang sama-sama penting dan saling berhubungan
interdependensi satu sama lain. Sehingga faedah yang besar dari sain adalah
membuat saling ketergantungan antara teori dan eksperimen itu menjadi lebih
berguna.
 Dalam interdependensi itu maka antara teori dan
eskperimen akan selalu dukung mendukung satu sama lain, dan dengan
eksperimen menjadikan teori lebih terbukti dan lebih sempurna.
 Seperti telah disebutkan di atas bahwa rasionalisme
bertolak dari daya kognitif manusia bersumber dari bekerjanya otak (rasio =
akal).
 Pandangan empirik menekankan sifat korektif dan
disiplin keilmuan yang diperoleh dari pengalaman dan menolak setiap upaya
spekulatif yang bersifat apriori dalam ilmu pengetahuan.
 Empirisme dan rasionalisme dapat disintesakan menjadi
paduan yang harmonis yang saling menunjang satu sama lain.

6. Logika Sebuah Filsafat


 Dari segi filasafat ilmu selalu berkembang upaya untuk
memadukan kedua aliran filsafat tersebut.

21
 Pandangan empirisme atau rasionalisme merupakan
sebuah logika filsafat, artinya masing-masing mempunyai logikanya sendiri
tentang apa yang secara hakiki dianggapnya benar.
 Dalam hal ini muncul masalah spekulasi tentang
kebenaran dalam filsafat. Spekulasi ini suatu dimensi pemikiran logika
filsafat.
 Filsafat rasionalisme membiarkan dirinya bebas
melakukan spekulasi tentang apa yang diangapnya benar, karena bertolak dari
kebenaran pemikiran yang apriori lepas dari kenyataan.
 Filsafat empirisme tidak menginginkan cara apriori
dalam pemikirannya, mencoba mendapatkan pembenaran melalui pengalaman
kenyataan (realisme).

D. PERSYARATAN DAN ETIKA PENELITIAN


1. Persyaratan Dalam Peneltian
Menurut Cooper dan Emory (1996), penelitian yang baik mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut:
0 Masalah harus didefinisikan dan dirumuskan dengan jelas
1 Prosedur penelitian yang digunakan harus diuraikan secara rinci agar
memungkinkan peneliti lain bisa mengulangi penelitian tersebut
2 Disain penelitiannya harus jelas
3 Peneliti harus melaporkan hasil penelitiannya dengan cara jujur, termasuk bila
ada kelemahan pada penelitian tersebut.
4 Analisa data harus singkron dengan hipotesis dan disain penelitiannya
5 Kesimpulan sebaiknya berdasarkan data yang telah diuji kebenarannya dan
harus singkron dengan perumusan masalah yang diajukan.
6 Kualifikasi peneliti harus memenuhi persyaratan

22
1. Memiliki tingkat pengamatan dan ke-TELITI-an yang akurat
2. Mempunyai ide originalitas.
3. Mempunyai daya ingat yang kuat.
4. Mempunyai sifat waspada.
5. Mempunyai daya nalar tinggi
6. Mempunyai daya konsentrasi tinggi
7. Dapat bekerja sama
8. Sehat jasmani dan rohani.
9. Mempunyai semangat yang tinggi.
10. Bersifat jujur.
Beberapa persyaratan yang perlu diketahui untuk berhasilnya suatu
penelitian adalah sebagai berikut:
7 Kesadaran masyarakat dan pemerintah tentang pentingnya penelitian untuk
suatu negara atau daerah. Tidak ada negara di dunia ini yang tergolong maju,
termasuk Perguruan Tingginya yang penelitiannya terbelakang. Indikator
kemajuan suatu negara menurut Suhendro dalam DRN (1999) ada empat
yaitu: rasio dana penelitian, sumber daya manusia, publikasi ilmiah dan
perolehan paten.
8 Tersedia sarana, prasarana dan dana yang cukup.
9 Hasil penelitiannya dapat segera diterapkan
10 Adanya kebebasan dalam melakukan penelitian.
a. Memberikan jaminan anonimitas dan konfidentalitas bagi subjek atau
responden.
b. Menjaga privacy responden.
c. perhatikan akibat-akibat negatif terhadap subjek/objek penelitian.
d. Tdak memaksakan pihak yang diteliti.

23
2. Etika Dalam Peneliti
Seorang peneliti dalam melakukan penelitian selayaknya memiliki kesadaran
yang tinggi terhadap :
1. status dan peran sebagai ilmuwan di masyarakat.
2. konteks sosial dari proses, hasil dan produk dari laporan hasil penelitiannya
yang akan dibaca oleh komunitas atau masyarakat akademis.
3. adanya norma-norma ilmiah yang harus dipatuhi.
Kesadaran tersebut membawa seorang peneliti kepada pertanggung-
jawabannya kepada: diri sendiri, masyarakat peneliti, dan kepada masyarakat luas.
Etika penelitian memberikan patokan apa yang sah dikerjakan dan apa yang tidak sah
atau dilarang dilakukan serta nilai-nilai moral yang harus dipatuhi oleh seorang
peneliti dalam melakukan pelaksanaan proses penelitian. Etika penelitian yang
termasuk pelanggaran ilmiah yaitu :plagiarism:
1. Mencuri ide orang lain (mengutip tanpa menunjukkan sumbernya).
2. Memalsukan data (merubah hasil-hasil penelitian yang sesungguhnya
ditemukan di lapangan).
3. Berbohong mengenai metodologi yang digunakan (dalam penentuan
sampel, dalam penentuan randomisasi subjek dalam eksperimen dst.).
4. Membuat data sendiri.
5. Mengklaim penelitian orang lain.
6. Mengubah data asli dari lapangan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti ketika berlangsungnya
proses penelitian:
a. tidak menghasilkan kerugian pada responden/subjek penelitian. harus
mendapat persetujuan dari objek/subjek penelitian dalam pengumpulan data.
b. jangan merendahkan, melecehkan, menyinggung perasaan, membuat stress
responden, membuat malu, atau menggelisahkan responden.

24
c. jangan menimbulkan kesan/informasi yang keliru dan merugikan. respondem
d. jangan menimbulkan kerugian, gangguan psikis, sosial, fisik, hukum, karir
responden.

25

Anda mungkin juga menyukai