STABILITAS
Nama Kelompok :
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS UDAYANA
2009
PERCOBAAN VI
STABILITAS
I. Tujuan Percobaan
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang
berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien.
Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan
yang dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang
cukup lama, dimana obat tidak berubah menjadi zat tidak berkhaziat atau racun; ahli
farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter
dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang ditulis atau yang digunakannya akan
sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek
pengobatan yang diinginkan. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan
dimasukkan dalam rantai peristiwa ini:
4. Kerja obat pada tingkat molecular obat dapat dibuat dalam bentuk yang
tepat dengan menganggap timbulnya respons dari obat merupakan suatu
proses laju. (Martin,dkk.2008)
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sedian farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sedian biasanya
diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke
tangan pasien yang membutuhkan.Obat yang disimpan dalam jangka waktu lama
dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien
berkurang.Adakalanya hasil uraian zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien.Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sedian
yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga.
Alat :
Tabung Reaksi
Erlenmeyer
Buret
Statip
Batang Pengaduk
Penangas air
Gelas Ukur
Penggaris
Termometer
Stopwacth
Bahan :
Vitamin C
Iodium 0,1 N
Es Batu
Perhitungan
V. Pembahasan
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sedian farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sedian biasanya diproduksi dalam jumlah
besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang
membutuhkan.Obat yang disimpan dalam jangka waktu lama dapat mengalami penguraian dan
mengakibatkan dosis yang diterima pasien berkurang. Adakalanya hasil uraian zat tersebut
bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien.Oleh karena itu perlu diketahui faktor-
faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sedian
yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga. Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas
adalah suhu.
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengujian stabilitas pada vitamin C (asam
askrobat) yaitu pengaruh suhu terhadap stabilitas vitamin C. Sebanyak 4 ampul sampel vitamin C
dipanaskan pada suhu berturut-turut 300 C, 500 C, 700 C, 900 C selama 15 menit. Setelah
dilakukan pemanasan, sampel dimasukkan ke dalam es begitu dikeluarkan dari penanggas
selama 10 menit. Setelah 10 menit sampel dikeluarkan. Sebanyak 1 mL vitamin C dicampurkan
dengan 12 mL H2SO4 10 % dan 50 mL air suling. Kemudian titrasi dengan iodium 0,1 N dengan
indikator kanji sebanyak 10 tetes hingga terjadi perubahan warna dari putih pucat menjadi ungu.
1 mL iodium setara dengan 8.806 mg vitamin C. Pendinginan yang dilakukan pada praktikum
kali ini adalah untuk mencegah oksidasi lebih lanjut dari sampel vitamin C, karena jika oksidasi
berlangsung maka iodine tidak bisa mengoksidasi asam askrobat karena asam askrobat telah
teroksidasi oleh pemanasan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Obat-obat yang mudah teroksidasi seperti asam askrobat dan epinefrin (adrenalin) dapat
distabilkan dengan menghindari oksigen, mendapar pada larutan yang sesuai, menggunakan
pelarut bebas logam, menambah inhibitor, menghindari cahaya, menyimpan produk pada
temperatur rendah dan meracun sistem oksidasi-reduksi dengan potensial tertentu
(Martin,dkk.2008). Dengan kenaikan suhu 10 °C (diatas nol) jumlah vitamin yang dioksidasikan
naik 2- 2,5 kalinya, dan aktifitas optimal didapatkan didaptkan pada suhu sekitar 38 °C
Berdasarkan data pengamatan diperoleh penurunan jumlah vitamin C dari suhu 300
hingga 700 yaitu berturut-turut 87,619 mg, 74.851 mg dan 74.851 mg, dan mengalami
peningkatan konsentrasi pada suhu 900 yaitu sebesar 79.254 mg. Hal ini terjadi karena pada saat
praktikan melakukan pemanasan sampel vitamin C pada suhu 900, sampel didiamkan kembali
pada suhu kamar setelah dimasukkan ke dalam es. Akibatnya jumlah vitamin C akan mendekati
konsentrasi vitamin C yang di dapat pada suhu 300 ( suhu kamar diasumsikan 300). Seharusnya
hasil yang didapat adalah penurunan konstan jumlah vitamin C seiring dengan peningkatan suhu.
VI. Kesimpulan
3. Vitamin C sebaiknya disimpan pada suhu kamar atau lebih rendah agar tidak
teroksidsasi.
Tim Penyusun. 2008. Buku Ajar Farmasi Fisika. Jimbaran : Jurusan Farmasi Fakultas MIPA
Universitas Udayana.
Tim Penyusun. 2009. Petujuk Praktikum Farmasi Fisika. Jimbaran : Jurusan Farmasi Fakultas
MIPA Universitas Udayana.